Sesampainya Arin diujung koridor, tepatnya didepan pintu kaca ruang finance, ia langsung diserbu sama teman-temannya.
Lina mundur dari kerumunan tersebut, lalu menuju ke meja kerjanya. Lina hanya memerhatikan Arin dari meja kerjanya. Ada waktunya bagi Lina untuk mengintrogasi Arin nanti.
‘Ciee Arin!!’
‘Arin gebetannya sultan eung.’
‘Asik lah Arin. Kenalin lah..’
‘PJ dong..’
Arin hanya nyengir mendengar celotehan teman-teman yang lain. Hanya karena kejadian ini orang-orang yang tidak dekat dengan Arin malah jadi mendekatinya.
Lina di mejanya hanya tertawa terbahak melihat Arin dikerubungi. Lina sangat paham bahwa Arin sangat risih jika dijadikan pusat perhatian. Lihat saja Arin sudah sangat ingin kabur dari sana.
Arin kesulitan untuk keluar dari kerumunan tersebut. Kemana
Pagi ini Arin sengaja datang ke kantor untuk datang lebih pagi. Saat ini Arin sedang menunggu mang Asep di pantry lantai 3.Arin dari tadi hanya duduk di kursi yang tersedia di pantry sambil memainkan gawainya, membalas chat dari Adi terkait proyek motor A. Adi meminta Arin untuk menemaninya berkunjung ke pabrik produksi yang dikelola Tono nanti siang.Sebenarnya dari tadi mang Asep sudah bolak-balik pantry untuk menyimpan peralatan kebersihannya. Namun setelah menyimpan peralatan tersebut ia kembali lagi dengan membawa peralatan kebersihan yang lain.Mang Asep juga aneh dengan kehadiran Arin di pantry, bahkan Arin tidak berpindah duduk maupun pergi dari pantry. Tidak seperti karyawan yang lain yang sering ke pantry. Kalau pagi-pagi pasti yang lain hanya ikut menyeduh teh, susu atau kopi. Tapi Arin hanya duduk saja dan tidak ada makanan atau minuman apapun diatas meja.‘Mungkin mbak Arin sedang nunggu makanan yang dipesannya buat sarapan.’, batin mang Asep.Setiap mang Asep kembali k
Arin dan Adi baru saja sampai diparkiran pabrik produksi yang dikelola Tono.“Rin. Nanti katanya Pak Dariel sama sekretarisnya mau dateng juga kesini. Paling setengah jam lagi juga sampai.”, ucap Adi sambil membuka seatbeltnya.DegArin langsung menegang saat Adi mengatakan Aldo juga akan datang nanti. Arin malah jadi baper sendiri. Ia jadi bertanya-tanya. Apa yang Aldo lihat dari dirinya? Bagaimana bisa Aldo menyukainya? Bahkan Arin dan Aldo baru bertemu sekali, cinta pada pandangan pertama kah?Arin menggelengkan kepalanya keras-keras lalu menepuk pipinya cukup keras.Sadar Arin.“Kenapa sih, Rin?”Semua tingkah Arin tak luput dari penglihatan Adi. Adi merasa aneh dengan tingkah Arin hari ini. Dari tadi Arin hanya melamun, lalu menggeleng, lalu menepuk pipinya pelan, melamun lagi. Begitu seterusnya.“Gapapa mas.”Arin tersenyum malu pada Adi. Memohon untuk dimaklumi akan tingkahnya saat ini.Mereka berdua keluar dari mobil, kemudian mereka menuju ke lobby. Ternyata Tono sudah meny
“Seminggu lagi kita launching. Kita sudah open indent 3 minggu lalu. Dilihat dari pesanan yang masuk ini sudah memecahkan rekor pemesanan saat rilisnya motor B. Hasil yang bagus.Tim promosi tetap aktif ya, baik di sosmed maupun reklame-reklame baik baliho, spanduk, sebar brosur juga. Jangan lupa untuk cetak brosur juga diperhatikan ya.Untuk marketing, tetap komunikasi juga dengan main dealer-main dealer.Tim marketing tetap koordinasi juga dengan Tono, ya. Supaya tidak ada miss produksi.Untuk sekarang segini aja dulu. Jika ada masalah jangan sungkan untuk beritahu saya. Tetap jaga komunikasi semuanya baik antar anggota tim maupun antar divisi.Terima kasih semuanya. Selamat siang.” ucap Bryan.Seluruh peserta rapat meninggalkan ruang rapat. Rapat ini sudah berlangsung dari pagi hari dan baru selesai pukul 2 siang. Rapat ini ditujukan untuk finishing persiapan launching motor A yang akan diadakan 1 minggu lagi.Di dalam ruang rapat tersebut tersisa Brian, Citra, Arin, Adi, Dariel da
Arin dan Citra sebenarnya merasa terganggu dengan asap rokok. Meskipun ada air purifier tapi tetap saja asapnya sangat mengganggu pernapasan nya. Tapi apalah daya, mereka hanya karyawan, tidak mungkin mereka berdua menegur bos nya yang sedang merokok. Arin dan Citra masih sangat membutuhkan pekerjaan ini.Akhirnya mereka selesai dengan makan siangnya. Saat ini mereka sedang ada di trotoar depan restoran.“Bos, gapapa kan kalo kita antar Arin pulang dulu?” Aldo basa-basi bertanya pada Dariel. Dariel hanya berdehem dan mengangguk ditanyai Aldo seperti itu.“Biar saya aja pak yang antar Arin pulang.”, Adi menyela.“Gapapa pak. Biar kami saja yang antar Arin pulang. Soalnya searah juga.”“Ya udah kalo gitu. Titip Arin ya pak.”Arin hanya senyum-senyum saja. Antara gugup dan senang. Hati Arin berbunga-bunga dari tadi. Aldo sangat perhatian pada Arin selama di restoran tadi.Arin tambah yakin kalo pengagum rahasia yang ngirim bunga-bunga itu Aldo. Tapi sepertinya Arin melupakan satu hal ten
Tok tok tok“Iya bentar.”, teriak Arin sambil buru-buru bangkit dari rebahannya.Sepertinya itu Citra. Arin sedang menonton tv sambil tiduran di sofa. Ia menggunakan plester dingin dikeningnya. Meskipun ia tidak demam tapi plester ini cukup ampuh untuk meringankan sakit kepala yang dideritanya sekarang.CeklekPintu terbuka.“Ariiinn…” sorak Citra dan Lina.Ternyata bukan hanya Citra saja, disana ada Lina juga.“Kok bisa barengan gini?” tanya Arin sambil mempersilahkan masuk Citra dan Lina ke kontrakannya. Citra dan Lina langsung melepas sepatu serta menyimpan sepatu pada rak yang ada disamping kanan pintu kontrakan Arin.“Tadi pas pulang ketemu Lina. Aku bilang mau nginep disini, eh Lina juga malah pengen ikut.”Lina hanya nyengir. Mereka masuk ke dalam dan duduk di sofa sambil menyelonjorkan kaki mereka.“Aaaa jadi ramean gini, seneng aku tuh kalo rame gini, biasa sendiri di kontrakan.”FlashbackSekarang sudah jam 5 sore. Lina baru saja keluar dari lift. Ia terus berjalan hingga k
Arin mengambil makanan yang di gantung di gagang pintu tersebut. Ia membawanya ke ruang tengah tempat mereka berkumpul.Disana Arin melihat Citra yang masih saja memandangi gawainya dengan tidak semangatnya.“Gimana, Cit? Udah ada balesan?” tanya ArinCitra menggelengkan kepalanya dengan tatapan kosong.“Hmmm ceklis 1.” sahut Citra.“Ya udah kita makan dulu.” ujar Arin.“Kok ngga bilang-bilang kalo pesen makan.” tanya Lina. Ia bingung melihat Arin yang membawa kantung plastik dari restoran cepat saji. Dilihat dari ukuran kantung tersebut dan penuhnya kantung tersebut, Lina yakin bahwa didalam sana ada banyak sekali makanan.“Aku ngga pesen makan. Barusan pas buka pintu ngga ada siapa-siapa. Tapi ini (makanan) ngegantung di gagang pintu.” Arin mengangkat kantung itu sambil menunjuknya, lalu menyimpan kantung makanan tersebut diatas meja.Lina dan Citra yang semula duduk di sofa langsung berpindah duduk menjadi lesehan di bawah, depan meja.“Dari siapa?”“Ngga tau.” Arin mengedikkan bah
“Mbak Citra!!”Kalya berteriak dari pintu lobby. Ia langsung berjalan cepat ke arah depan lift. Dimana disana sudah ada Citra dan Lina.Mendengar Kalya berteriak seperti itu Lina dan Citra langsung menoleh ke arah asal suara.Kalya sudah ada dihadapan mereka. Kalya ngos-ngosan sekali-kali mengusap-usap kakinya yang terasa perih tergesek sepatu. Meskipun dari pintu lobby ke lift terbilang dekat, tapi cukup menyiksa bagi Kalya yang menggunakan sepatu high heels.Menurut Lina, Kalya selalu rempong setiap hari nya. Dia selalu bawa hands bag dan juga lunch bag yang cukup besar. Belum lagi akhir-akhir ini masuk musim penghujan. Kalya selalu membawa payung dan long coat yang tersampir dilengannya.Betapa penuhnya tangan Kalya dengan bawaan-bawaan itu.TingBaru saja Kalya membuka mulutnya untuk memulai percakapan, pintu lift sudah terbuka.Citra, Lina dan Kalya masuk ke dalam lift. Kebetulan sekali di dalam lift tersebut hanya ada mereka bertigaSaat sudah di dalam lift dan pintunya tertutup
“Sini makan, mas.”Brian menghela napasnya. Ia bangkit dari kursi kebesarannya. Ia pindah duduk ke sofa single yang ada disana. Ada banyak makanan diatas meja itu.Brian melihat gaya berpakaian Kalya dari atas kepala hingga bawah. Hari ini dia memakai seragam ketat dan rok 5 senti diatas lutut dengan rambut yang diikat ponytail. Apalagi make up Kalya siang ini cukup tebal. Brian merasa terganggu pandangannya melihat gaya berpakaian Kalya.Kalya memberikan piring yang sudah ada nasi dan lauknya sambil menatap Brian. Piring itu tidak juga diambil oleh Brian. Kalya lihat Brian meneliti baju yang ia kenakan hari ini. Dilihat dari pandangannya sepertinya Brian tidak suka dengan cara berpakaian Kalya.Apa bilang aja sama orang HRD buat ganti seragam aja ya?-- batin Brian.Kalya tersenyum malu, ia gelagapan. Dia melupakan ucapan Brian. Jika ia bertemu Brian harus me
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew