Di dalam mobil Citra, mereka tidak mengobrol. Citra yang fokus mengemudi dan Arin yang terus kepikiran akan Dariel.
“Bahan makanan di apart masih banyak kan?” tanya Arin tiba-tiba.
“Iya masih.”
“Aku pinjam dulu, ya. Aku mau masak buat Dariel, nanti aku ganti.”
“Iya boleh.”
Sesampainya di apartemen, Arin langsung menuju dapur. Masih dengan menggunakan pakaian kerja yang rapi Arin memasak makan malam untuk mereka bertiga dan untuk Dariel.
Hanya dalam waktu satu setengah jam semua masakan sudah siap. Arin memisahkan makanan untuk disimpan di atas meja makan dan ada juga yang dimasukkan ke dalam lunch box.
“Widihhh… Wangi banget masakan bu Bos.” Citra yang dari tadi setelah selesai mandi hanya rebahan, saat mencium wangi masakan yang dibuat Arin dia langsung keluar kamar. Wang
“Stop it, Jen!”Mendengar teriakan yang bergitu menggelegar di Lobby Hotel membuat semua orang yang sedang menyaksikan kekacauan tersebut mengalihkan pandangannya pada orang yang berteriak tersebut.Sebagian orang berbisik pria tak dikenal baru saja bisa menghentikan perselisihan antara si Tamu dan si Resepsionis. Tapi sebagian orang lagi yang merupakan karyawan HS Hotel yang mengetahui pria tersebut langsung menundukkan pandangannya.Saat Dariel berjalan ke arah keributan terjadi yang diikuti Arin di belakangnya, kumpulan orang yang berkumpul itu membelah memberi jalan untuk Dariel. Padahal tidak ada yang memerintahkan mereka membelah jalan.“Jangan buat kacau disini.” ucap Dariel dingin pada Jenifer dan suaminya.“Come on, Dariel. It’s not my fault.” ujar Jenifer membela diri sendiri.Ssssttt…
Alex dan Jenifer tertawa kencang melihat wajah Dariel yang jijik dan Arin yang sangat polos, bahkan sampai saat ini Arin masih menutup wajahnya.Dariel mencolek lengan Arin, “Udah.” ucap Dariel pelan.Arin menurunkan tangannya, “Oh… Ekhem…” Arin berdeham menghapus kegugupannya.“Duduk sini.” titah Dariel pada Arin sambil menepuk sofa kosong disampingnya. Arin menggeleng, ia segan. “Gapapa. Sini.” titah Dariel.Arin akhirnya menuruti perintah Dariel. Dia duduk di samping Dariel. Duduk di tempat Jenifer tadi bergelayut pada Dariel. Dalam hati Arin dia tidak rela saat harus duduk di sofa bekas Jenifer, tapi apa boleh buat Dariel yang menyuruhnya.“Ini Arin, sekretaris om Bram sekaligus kekasihku.” ucap Dariel memperkenalkan Arin pada Jenifer dan Alex. Pipi Arin memerah mendengar Dariel mengakui dirinya sebagai
Tidak mendengarkan apa yang diperintahkan oleh Arin, justru sekarang Dariel duduk di kursi kerjanya dan memeriksa berkas yang diberikan oleh Jenifer tadi. Dia meneliti keseluruhan berkas-berkas itu dengan sungguh-sungguh.Dariel menggeleng dengan apa yang dilakukan oleh Ben. Banyak kecurangan yang dilakukan oleh Ben. Sebagian besar apa yang terjadi pada HP Group sama terjadi juga pada perusahaan-perusahaan yang menjadi korban Ben. Namun mereka tidak bisa mempertahankan perusahaan mereka.“Gila…” gumam Dariel.Dariel memilah-milah berkas yang saling berkaitan. Saking banyaknya yang terkait, Dariel sampai meminta office boy untuk membawakan interactive whiteboard yang ada di ruang meeting.Saking fokusnya memecahkan masalah ini, tidak terasa sudah jam setengah 6 pagi.Matahari di luar sudah menampakan dirinya. Dariel meregangkan tubuhnya yang pegal karena dari ta
“Kok mbak ngga bilang kalo temen kuliahnya pak Sean?” tanya Saskia sewot.“Kan kamu ngga nanya.” balas Arin polos.Saskia memajukan bibirnya. Dia duduk di kursi kerjanya sambil menopang dagunya dan Arin dibiarkan begitu saja. Saskia senyum-senyum sendiri seperti orang kasmaran. Tapi memang Saskia sedang kasmaran.Arin menggeleng melihat tingkah Saskia. Akhirnya dia meninggalkan Saskia yang bertingkah aneh itu. Dia harus buru-buru pergi ke lapas. Daripada nanti keburu siang karena saat jam istirahat jalanan pasti macet.*“Disuruh Dariel kesini?” tanya Frans sambil menyalakan rokok miliknya.“Iya. Katanya dia udah pegang berkas punya Jenifer.” jawab Sean.Sean bukan perokok seperti Dariel dan Frans. Bahkan karena Sean tidak merokok dulu Sean sampai diledek habis-habisan oleh Dariel kalau Sean
Tok Tok Tok.Pintu ruangan Dariel terdengar ada yang mengetuk dari luar. Dariel, Sean, Dewa dan Richard yang sedang menyantap menu makan siang pun jadi terhenti. Dewa yang paling dekat dengan pintu, dia berdiri tanpa disuruh dan membuka pintu tersebut.Saat pintu terbuka, ternyata ada Arin yang sudah berdiri di depan pintu sambil tersenyum pada Dewa. Arin menyapa Dewa, “Hai! Mas.”Fatma yang duduk di kursi kerjanya sekali-kali menatap pada Arin lalu pada Dewa. Mendengar sapaan akrab Arin pada Dewa, ia mengasumsikan jika Dewa dan Arin saling kenal.“Hai, Rin. Masuk.” ajak Dewa. Dewa membukakan pintu lebih lebar dan mempersilakan Arin untuk masuk. Arin berjalan masuk ke dalam ruangan Dariel.Dariel melambai dan menyuruh Arin untuk duduk di dekatnya.“Sini.” Dariel menepuk sofa di sampingnya. Arin duduk di samping Dariel. Seda
“Waktu itu mbak lagi ambil cuti. Pulanglah mbak ke rumah orang tua. Pas malem-malem mbak sama adik mbak yang namanya Lili itu kita main ke pasar malam. Sepulangnya dari pasar malam rumah mbak kebakaran.” mata Arin berkaca-kaca. “Kedua orang tua mbak jadi korban.” air mata Arin turun. Arin jadi terbayang saat kejadian kebakaran itu terjadi.Fatma mengusap bahu Arin lalu memeluk Arin dari samping, “ Udah mbak, ngga usah lanjut cerita lagi.” henti Fatma. Fatma jadi ikut sedih.“Ngga apa-apa.” ucap Arin. “Mbak lanjut cerita lagi.” Arin menarik napasnya lalu mengeluarkannya, ia melakukan itu berulang kali untuk menenangkan dirinya. “Ternyata kejadian kebakaran itu disengaja oleh rekan ayah mbak. Semua itu dia lakuin untuk menghapus jejak kejahatan orang-orang yang terlibat di tempat kerja ayah mbak. Ayah mbak punya bukti semua kejahatan mereka.”
Sudah jam 20.30 malam. Jalanan kota Jakarta terlihat padat merayap. Meski sudah dibilang malam, tapi cukup banyak kendaraan yang berlalu lalang sepanjang jalan ini. Antara bersyukur dan apes, apes karena motornya mogok malam-malam, bersyukur karena mogok di tempat yang cukup ramai.Lili sedang duduk di atas motor yang mati di pinggir jalan. Motor milik ayahnya itu mati dikarenakan bensin motornya habis. Dia sudah beberapa kali menghubungi Arin, tapi tidak diangkat sekali pun.Citra? Sama juga.Bagaimana bisa kedua orang itu tidak bisa dihubungi sama sekali? Apa mereka sangat sibuk? Harusnya di jam sekarang mereka sudah ada di apartemen. Sudah pulang.Huft…Tunggu beberapa menit saja dulu, baru nanti telepon lagi. -- batin Lili.Sebenarnya Lili cukup takut. Tapi dia menahannya dan bersikap tenang, jika dia memperlihatkan rasa takutnya, bisa saja orang j
Sudah dua kali Lili memeluk Joni. Yang pertama saat Lili sedang menangis itu, lalu yang kedua saat mereka berjalan pergi dari apartemen Lili untuk mencari makan malam.Bahkan hingga kini saat sudah sampai tempat parkir saja Lili masih memeluk lengan Joni. Ternyata Lili benar-benar ketakutan saat kehabisan bensin tadi. Saat sudah sampai di dekat motor Joni, Joni hanya diam saja. Lili yang aneh pun hanya menoleh pada Joni dan motor.“Ayo, Bang.”“Gimana bisa naik motornya kalo kamu peluk tangan abang terus,“ ucap Joni menaik turunkan alisnya menggoda Lili yang dari tadi tidak melepas pelukannya.Lili buru-buru melepas pelukan itu. Muka Lili memerah dan salah tingkah. Joni terkekeh.Baru sadar dia. -- batin Joni.Joni menaiki motornya, “Helm kamu mana?” tanya Joni melihat Lili yang tangannya kosong tidak membawa helm miliknya.
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew