Bab 20Alvaro Fauzan Ardiansyah"Sudah siap, sayang? Ayo, kita pulang!" Bagas keluar membawa barang-barang mereka. Sementara Naura disampingnya, didorong oleh suster menggunakan kursi roda.Setelah menata semua barang, mereka segera meluncur. Bagas menjalankan mobilnya dengan santai. Tiba-tiba, dia membelokkan mobilnya."Lho, sayang! Ini mau kemana? Aku mau langsung pulang, pengen lihat anak kita!" protes Naura.Bagas hanya menanggapinya dengan senyuman. Dia terus melajukan mobilnya dengan tenang. Naura yang tidak ditanggapi, akhirnya diam dan menurut.Perlahan, mobil Bagas menepi dan berhenti di sebuah pemakaman umum. Naura menjadi semakin bingung. "Sayang, kita ngapain kesini?" tanya Naura bingung.Bagas segera melepas seatbeltnya dan turun dari mobil. Dia mengitari badan mobil, mengambil kursi roda, lalu membukakan pintu untuk Naura.Dengan wajah kebingungan, Naura membiarkan Bagas memindahkannya ke kursi roda dan mendorongnya memasuki area pemakaman. Tak lama kemudian, Bagas men
Bab 21PenyelidikanNaura menikmati setiap sentuhan dari petugas itu. Rasanya, sangat nyaman. Tak terasa, empat jam sudah mereka menjalani perawatan. Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB."Nah, kalo gini kan badan jadi seger. Ayo, sekarang kita makan siang di resto sebelah saja! Saya sudah lapar sekali," ajak Mama Naura."Ayo, Jeng!" Mereka bertiga melangkahkan kaki menuju resto tersebut. Saat sedang menunggu makanan datang, tiba-tiba ada yang datang menyapa. "Naura! Kamu Naura, kan?"Naura mengernyitkan dahi. Dia mencoba mengingat-ingat siapa wanita ini."Kamu … Alice, kan?" tanya Naura ragu."Iya, benar! Aku Alice!" ujarny sembari tersenyum."Kamu temannya Naura? Ayo, duduk! Gabung sini!" ujar Bunda Bagas."Terimakasih, Tante!" ujar Alice."Mau pesan apa? Tadi, kami sudah pesan!" ujar Mama Naura."Gak usah, Tante! Saya sudah makan, kok! Ini tadi mau pulang! Kebetulan aja melihat Naura!""Teman kuliah? Kok Tante gak pernah lihat?""Bukan, Tante! Saya adiknya kak Ronald,
BAB 22Kembali Masuk KuliahBagas menghembuskan napas panjang."Sebenarnya, ada yang belum gue ceritakan," ujar Bagas lirih."Mengenai apa?" tanya Marchel penasaran."Operasi Naura."*************************************"Kondisi Ibu Naura kritis. Benturan di perutnya mengakibatkan pendarahan hebat sehingga Ibu Naura kehilangan banyak darah." Dokter tersebut memberi penjelasan."Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya, Dok! Berapapun biayanya!" ujar Bagas."Tentu, Pak! Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien kami. Hanya saja, ada yang perlu Bapak ketahui.""Apa, Dok! Tolong jelaskan!""Benturan tadi mengakibatkan memar pada bayinya. Ditambah lagi dengan pendarahan hebat yang mengakibatkan Ibu Naura menjadi lemah, janinnya pun ikut melemah. Dan, janinnya tidak bisa diselamatkan.""Maksud Dokter?" tanya Bagas tak paham."Ibu Naura mengalami keguguran. Demi keselamatan Ibu Naura, janinnya harus segera dikeluarkan."Bagas merasa sangat sedih. Buah hati yang mereka tunggu, kini
Bab 23PERMINTAAN ALICE"Naura tuh, bikin gara-gara," adu Prilly."Cie … dia ngadu!" goda Naura,lalu tertawa terbahak."Naura!" teriak Prilly kesal. Nico hanya geleng-geleng kepala melihat dua wanita yang bersahabat itu."Sudah! Pagi-pagi sudah ribut aja! Ayo, masuk! Pak Pramono udah jalan tuh!" ujar Nico sembari menunjuk dosen mereka.Seusai jam kuliah, mereka segera meluncur menuju cafe tujuan mereka. Mereka memilih duduk di rooftop sembari menikmati pemandangan kota."Ra, ini kalung kamu! Maaf, baru bisa ngembaliin sekarang! Itu kemarin putus, jadi aku bawa ke toko perhiasan untuk memperbaikinya," ujar Nico sembari menyerahkan seutas kalung.Naura mengernyit heran. "Ini bukan punyaku!" sahut Naura. Naura memperhatikan kalung tersebut."Masak, sih? Kalung itu ada di genggaman tangan kamu saat kejadian itu," ujar Nico. "Beneran!" sahut Naura."Trus, ini punya siapa dong?" tanya Prilly.Naura mencoba mengingat-ingat kejadian tersebut. Saat itu, dia hendak menuruni tangga. Di saat y
Bab 24Kelicikan Alice (21+)"Maaf, Pak, ada tamu!" ujar sekretarisnya."Siapa?" "Utusan dari PT Angkasa Raya, Pak!""Iya, persilahkan masuk!"Tak lama kemudian, seorang gadis cantik memasuki ruangan Bagas. "Selamat siang, Pak Bagas!" sapanya."Selamat siang!" sahutnya, lalu mendongakkan kepala. Bagas tampak terkejut melihat tamunya. "Kirana!" ujar Bagas.Kirana tersenyum tipis."Apa kabar, Pak Bagas? Lama tak berjumpa," ujar Kirana.Bagas masih bergeming. Dia tampak shock atas kedatangan tamunya tersebut."Kamu kerja di Angkasa Raya?" tanya Bagas setelah mampu menguasai diri."Iya, Pak! Saya menjadi asisten pribadi Bapak Ronald Wijaya," ujar Kirana."Syukurlah! Aku senang mendengarnya! Kudengar, hubungan kalian juga sudah membaik?""Iya, Kak, eh, Pak! Maaf!" ujar Kirana gugup."Gak perlu seformal itu. Toh, disini tidak ada siapa-siapa.""Maaf, Pak, kebiasaan," ujar Kirana merasa tak enak. "Panggil aku Kak seperti biasa saja.""Tapi kan, ini masih jam kantor, Pak!" "Iya, tapi gak
Bab 25Penculikan"Sayang, hari ini kamu gak kemana-mana, kan?" tanya Naura pagi itu."Gak, Kenapa?" tanya Bagas."Anterin aku ya. Aku mau nyekar ke makam Varo!""Boleh, ntar habis sarapan kita berangkat, biar gak kesiangan!" sahut Bagas."Oke. Terimakasih, sayang!" ujar Naura manja. "Udah punya suami, masih aja manja!" ejek Marchel yang tiba-tiba muncul."Biarin! Manja sama suami sendiri kok! Weeek!" ejek Naura balik. "Dasar manja!" ejek Marchel lagi. Naura mengerucutkan mulutnya mendengar ejekan kakaknya. "Chel, gimana hasil penyelidikan kemarin?" tanya Bagas."Penyelidikan apa?" tanya Naura kepo.Bagas dan Marchel saling berpandangan. Dia lupa jika Naura tidak tau masalah ini."Itu sayang … anu …." jawab Bagas gak jelas."Anu apa? Bicara yang jelas dong, Sayang!" sahut Naura."Masalah kalung yang kamu kasih kemarin itu. Kan, Kakak sedang melakukan penelusuran," sahut Marchel."Ow … itu. Bagaimana hasilnya? Sudah ketemu?" tanya Naura."Belum. Nama jelwelrynya sih, sudah ada. Tapi
Bab 26Dalang Penculikan Naura"Halo, Marchel!" ujarnya."Dimana Bagas?" tanya Marchel."Dia ada di ruangannya. Dia sudah ditangani, kok!""Apa yang terjadi?" tanya Marchel lagi."Aku juga gak tahu. Tadi, anak buahku yang menemukan.""Dimana Naura? Mereka tadi pergi berdua.""Aku juga gak tahu. Tadi, anak buahku hanya menemukan Bagas tergeletak di pinggir jalan." Aldo memberi penjelasan.Marchel menyugar rambutnya kasar. Dia tampak gelisah."Ayo, kita ke ruangan Bagas! Takutnya, nanti dia sadar dan gak ada orang!"Mereka segera melangkah bersama menuju ruangan Bagas. Disana, tampak Bagus baru saja sadar. Dia mulai mengerjap-ngerjapkan matanya."Gas! Bagas! Kamu gak papa!" tanya Marchel."Aku dimana?" tanya Bagas lirih."Kamu di rumah sakit. Tadi, petugas bengkel menemukan kamu tergeletak di pinggir jalan. Apa kamu ingat apa yang terjadi?" tanya Marchel.Bagas memejamkan matanya mencoba mengingat-ingat. Kelebatan bayangan kejadian tadi melintas di pikirannya."Dimana Naura?" tanyanya
Bab 27PENGAKUAN ALICE"Kamu tahu, sudah sejak lama aku jatuh cinta sama Kak Bagas. Pernah aku ungkapkan perasaanku padanya, namun dia menolakku. Bukan hanya sekali, bahkan hingga tiga kali dia tetap tidak mau menerima perasaanku. Dia malah keukeuh dengan cintanya kepada Kak Kirana, wanita yang tidak pernah mencintainya. Dia hanya mencintai kakakku.""Alice, itu hanya masa lalu.""Apa kamu bilang? Hanya masa lalu? Lalu bagaimana dengan hatiku? Hatiku yang tak pernah sembuh atas penolakan itu. Jika aku tidak bisa memilikinya, maka orang lain pun tidak.""Apa maksudmu?" "Kamu masih ingat kejadian foto-foto Kak Bagas dan Kak Kirana? Itu ulahku. Aku berharap,dengan foto-foto itu bisa membuat kalian bertengkar hebat. Sayangnya, prediksiku meleset. Yang ada, kamu malah hamil."Naura mendengarkan penuturan Alice dengan seksama. Alice tersenyum miris. "Kamu tahu, aku juga yang membuatmu terjatuh dari tangga hingga anakmu mati. Bahkan, aku dengar, kamu juga kehilangan rahimmu," ejek Alice."
Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."
Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald
Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny
BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s
BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal
Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"
Bab 45SANG CEOKirana melajukan mobilnya dengan kencang. Namun, dia tetap terhalang kemacetan panjang. Setelah menempuh perjalanan hampir empat puluh lima menit, akhirnya Kirana tiba di kantor. Kirana melirik jam di pergelangan tangannya. Dia sudah hampir terlambat. Setelah memarkirkan kendaraannya, Kirana melangkah terburu-buru ke ruangannya. Saking terburu-burunya, dia tidak memperhatikan langkahnya.Bruk.Tabrakan pun tak terelakkan.Berkas-berkas di tangan Kirana jatuh berhamburan."Maaf, Pak!" ujar Kirana sembari menunduk. Lalu, dia berjongkok mengambil berkas-berkas tersebut."Maaf, Pak, atas kecerobohan karyawan saya!" ujar Sakti merasa tak enak. Saat ini, Sakti sedang menemani sang CEO menuju ruangannya."Hm!" Sang CEO hanya berdehem, lalu melanjutkan langkahnya ke ruangannya."Kenapa terlambat? Kemarin kan aku sudah bilang harus tepat waktu?" omel Sakti sembari membantu Kirana mengumpulkan berkas-berkas yang berceceran."Maaf, Pak! Semalam Axel demam, jadi ….""Bagaimana ke
Bab 44UNGKAPAN HATI SAKTIPagi ini, lalu lintas cukup lancar. Taksi yang ditumpanginya melaju dengan tenang. Ronald memandang setiap sudut jalanan."Kota ini sudah banyak berubah," ujarnya dalam hati.Saat di lampu merah, sekilas dia melihat seorang wanita sedang menyetir seorang diri. Ronald memperhatikan wanita itu dengan seksama. Benar saja, wanita itu adalah Kirana. Sesaat kemudian,lampu hijau menyala."Ikuti mobil merah itu, Pak!" ujar Ronald kepada sopir taksinya. "Baik, Pak!" sahut sang sopir taksi. Sopir taksi tersebut berusaha mengikuti mobil Kirana. Dua puluh menit kemudian, mobil Kirana memasuki pelataran parkir sebuah perusahaan. "Stop, Pak!" ujar Ronald. Dia mengamati kantor tersebut dari dalam taksi. Setelah puas, dia meminta sopir taksi tersebut meninggalkan lokasi."Jalan, Pak! Kembali ke tujuan awal!" ujar Ronald. "Baik, Pak!" sahut sopir taksi tersebut. Ronald menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari memejamkan matanya. Dia tersenyum tipis. Sekarang, dia tahu haru
Bab 43❤️Delapan Tahun kemudian ❤️"Ma, aku gak mau masuk sekolah lagi!" ujar Axel sendu."Kenapa begitu, Sayang?" tanya Kirana. Dia tampak terkejut dengan pernyataan putra semata wayangnya."Teman-teman jahat, Ma!""Jahat bagaimana?""Mereka tidak mau berteman dengan aku. Mereka juga mengolok-olok aku, Ma!" ujar Axel lirih.Kirana terhenyak. Selalu begitu. Tak bisakah mereka membiarkan putranya bisa bersekolah dengan tenang? Yang melakukan kesalahan adalah orang tuanya. Jadi, biar orang tuanya yang menanggung. Jangan bebankan kepada anaknya. Anak yang masih polos dan tak tahu apa-apa. Sejak awal bersekolah, selalu masalah yang sama. Ini sekolah ketiga yang dia datangi. Di dua sekolah sebelumnya, Axel mengalami masalah yang sama. "Sayang … kita tidak mungkin pindah sekolah lagi. Apa semua teman kamu menjauhi kamu?" tanya Kirana.Axel menggeleng."Ada dua anak kembar yang berteman dengan aku. Tapi, teman-teman yang lain mencoba menghasutnya untuk menjauhi aku," ujar Axel lirih."Lalu