Bab 33MENGAJUKAN GUGATAN CERAIBagas memandang orang tuanya minta bantuan."Maaf, Gas! Bunda gak bisa bantu! Mama Naura benar! Kesalahan kamu benar-benar fatal!" ujar Bundanya.Bagas tak bisa berbuat apa-apa. Dengan langkah lunglai, dia meninggalkan rumah Naura. Di halaman rumah, sebelum benar-benar pergi, Bagas memandang ke arah jendela kamar mereka. Berharap, ada Naura di sana. Namun, harapan tinggal harapan. Naura tidak menampakkan dirinya. Bagas segera melajukan mobilnya membelah jalanan. Bagas melaju tanpa arah dan tujuan. Hampir dua jam dia berkeliling, hingga akhirnya dia membelokkan mobilnya ke arah apartemen mereka. Meskipun tak dihuni, apartemen itu tetap terawat.Malam ini, Naura memilih tidur di kamar Mamanya."Ma, malam ini aku tidur disini, ya?" ujar Naura."Iya, sayang! Tidurlah! Biar Papa nanti tidur di kamar Kak Marchel!""Di kamar masih ada barang-barangnya Kak Bagas. Aku gak mau masuk kesana kalau barang-barang itu belum dibereskan.""Iya, sayang! Besok, biar Bi S
Bab 34SIDANG MEDIASI"Kapan surat panggilan sidang itu dikirimkan?" tanya Naura setelah mereka selesai mendaftarkan gugatan cerainya."Biasanya 2-3 hari sudah dikirim, Bu. Sidang perdananya satu Minggu kemudian." Pak Bambang memberi penjelasan. "Terimakasih, Pak, atas bantuannya hari ini.""Sama-sama, Bu. Kalau begitu, saya permisi! Selamat siang!" "Selamat siang, Pak!"Setelah berpamitan, Pak Bambang segera meninggalkan pengadilan agama. Naura pun melakukan hal yang sama."Mau kemana lagi, Non?" tanya Pak Ujang."Kita ke restoran di Jalan Anggrek ya, Pak!" "Baik, Non!"Pak Ujang segera melajukan kendaraannya. Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah sampai di tujuan. Setelah diturunkan di depan pintu masuk, Naura segera masuk ke dalam restoran. Sementara Pak Ujang menuju pelataran parkir.Naura memindai lokasi untuk mencari lokasi yang tepat. Namun, matanya terpaku pada sepasang anak manusia yang sedang berbincang."Kak Bagas!" ujar Naura lirih. Sesaat kemudian, Naura memilih men
Bab 35ALASAN KIRANAPagi ini, meski merasa agak lemas, Kirana tetap berangkat ke kantor. Ada pekerjaan yang menunggunya. Sesampainya di ruangannya, dia mengambil beberapa berkas dan mengantarkan ke ruangan atasannya.Kirana celingukan. Pasalnya, tadi dia melihatnya sudah memasuki ruangannya. Namun, sekarang dia tak nampak.Kirana meletakkan berkas-berkas tersebut di atas meja, lalu segera melangkah meninggalkan ruangan. Saat hendak membuka pintu, tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Kirana tampak terkejut."Mau kemana, Sayang?" ujar Ronald. "Lepas, Kak! Aku mau kembali ke ruanganku!" sahut Kirana merasa risih.Ronald membalik tubuh Kirana agar menghadap kepadanya, lalu menyandarkannya ke pintu.Ceklek. "Kenapa pintunya dikunci?" tanya Kirana gusar."Aku merindukan kamu, Sayang!" sahut Ronald sembari mencoba melancarkan aksinya."Lepas, Kak! Aku tidak mau!" sahut Kirana berusaha memberontak dan melepaskan diri. Namun, Ronald malah semakin mengeratkan pelukannya."Kamu berani
Bab 36TES DNA"Usahakan secepatnya selesai, Pak! Saya mau semuanya segera selesai!""Baik, Bu! Akan saya usahakan!""Baik, Pak! Kalau begitu, saya permisi! Terimakasih atas bantuannya!""Iya, Bu! Sama-sama! Silahkan!" sahut Pak Bambang.Naura melangkah meninggalkan ruangan Pak Bambang. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba kepalanya terasa berputar sebelum akhirnya dia kehilangan kesadaran.**************************Perlahan, Naura mencoba membuka matanya."Sayang, kamu sudah sadar?" tanya Mamanya. Naura menoleh ke asal suara. Tampak, Mamanya memandangnya dengan cemas."Aku dimana, Ma?" tanya Naura lirih."Kamu di rumah sakit. Tadi, kamu pingsan di kantor Pak Bambang. Karena panik, mereka langsung membawa kamu kesini," sahut Mamanya. "Jangan bangun dulu! Istirahat saja! Badan kamu masih lemas!" lanjut Mamanya saat Naura mencoba bangkit. "Aku kenapa, Ma?""Gak tahu. Dokternya belum bilang apa-apa. Kita tunggu saja hasil pemeriksaannya.""Selamat siang!" "Selamat siang, Dokter!"
Bab 37HASIL TES DNADi tempat lain, Bagas sedang menjemput Kirana. Hari ini, hasil tes DNA sudah bisa diambil. Setelah menjemput Kirana di kantornya, Bagas segera melajukan kendaraannya.Hatinya begitu gelisah. Berbeda dengan Bagas, Kirana malah tampak lebih tenang. Mereka langsung menuju ruangan dokter Sulthan."Halo, Bro! Halo, Kirana! Sudah siap dengar hasilnya?" tanya Sulthan."Kami sudah siap!" sahut Bagas."Baik, tapi saya masih menunggu satu orang tamu lagi. Tolong bersabar sebentar, ya!" ujar Sulthan. Bagas mengernyitkan dahi."Siapa?" tanyanya heran."Gue!" sahut seseorang di pintu masuk. "Maaf, agak telat!" lanjutnya."Marchel! Kamu ngapain disini?" tanya Bagas heran."Karena semua sudah berkumpul, akan saya bacakan hasilnya!" sela Sulthan. Sulthan segera membuka hasil tes DNA di depannya. ""Sebelumnya, saya jelaskan sedikit duku.Perlu diketahui bahwa jumlah perulangan nukleotida pada genetic marker stabil dan diturunkan dari generasi ke generasi. Karena itulah genetic
BAb 38PERTEMUAN BAGAS DAN NAURA"Gak usah nangis. Simpan air mata buaya kamu! Dasar s*nd*l!" umpat Ronald.Kirana terkesiap. Dia tak menyangka akan mendapat cacian seperti itu. Tanpa permisi, dia membuka pintu mobil, dan meninggalkan Ronald sendirian.Dengan berurai air mata, Kirana terus melangkah. Hatinya benar-benar sakit. Hampir dua jam Kirana terus melangkah tanpa tujuan. Tiba-tiba, dia merasa di perut bawahnya. Dia merasakan ada merembes di sela-sela kakinya, sebelumya akhirnya jatuh pingsan. *******************************Samar, Kirana mendengar suara seseorang menangis. Semakin lama, suara tangisan itu semakin jelas. Perlahan, Kirana mencoba membuka matanya. Dia melenguh perlahan. "Kirana! Alhamdulillah … kamu sudah sadar, Nak!" ujar Mamanya sembari terisak. "Mama!" panggil Kirana."Iya, Sayang!""Aku dimana?" "Kamu di rumah sakit. Kemarin, ada yang menelfon Mama. Dia bilang dia menemukan kamu pingsan di pinggir jalan. Beruntung, ada pria baik yang menolong kamu," sahut
Bab 39RUJUKMama Naura dan suaminya meninggalkan ruang tamu. Kini, tinggal Naura dan Bagas. Mereka sama-sama terdiam.Perlahan, Bagas melangkah mendekati posisi Naura."Sayang!" panggil Bagas.Naura masih terdiam. Dia menundukkan wajahnya. "Sayang … tolong katakan sesuatu! Jangan diam saja!" lanjut Bagas.Bagas semakin mendekat. Perlahan, dia menggenggam jemari Naura."Sayang, maafkan aku! Aku tahu, sulit bagimu untuk memaafkan aku."Melihat Naura tetap tak bergeming, Bagas akhirnya menyerah."Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Aku pulang dulu!" ujar Bagas. Perlahan, dia bangkit dan melepas genggaman tangannya.Namun, Naura menahan tangannya.Perlahan, Naura mendongakkan wajahnya."Kak …," ujar Naura. Mereka saling beradu pandang. Mata Naura mulai berkaca-kaca. Bagas menahan langkahnya. Perlahan, dia duduk kembali di sisi Naura, lalu memeluknya. Naura menumpahkan air matanya di dada Bagas. Tak dipedulikannya baju Bagas yang mulai basah.Hati Naura merasa lega karena semua masalahny
Bab 40KEGELISAHAN RONALD"Papa juga tidak tahu. Sepertinya, ada yang menyabotase perusahaan kita sehingga nilai saham kita turun drastis. Kita harus bergerak cepat. Segera perbaiki keadaan ini. Jika para investor sampai mendengar masalah ini, kita bisa habis. Mereka pasti menarik sahamnya.""Iya, Pa. Akan aku atasi. Papa gak usah khawatir," ujar Ronald optimis."Baik. Papa beri kamu waktu satu minggu. Papa akan berusaha menenangkan para investor."Ronald mengusap wajahnya kasar. Bagaimana bisa saham perusahaannya mereka bisa turun drastis? Performa perusahaan mereka akhir-akhir ini semakin meningkat. Pasti ada yang tidak beres."Aurel, tolong panggilkan Pak Dimas, Pak Andrew dan Bu Silvi. Suruh mereka ke ruangan saya!" ujar Ronald melalui interkom."Baik, Pak!" sahut Aurel.Tak lama berselang, mereka sudah berkumpul di ruangan Ronald. "Kalian sudah tahu masalah yang terjadi?" tanya Ronald."Sudah, Pak. Sebenarnya, ada yang mau kami sampaikan juga," sahut Pak Dimas."Ada apa? Apa ada
Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."
Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald
Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny
BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s
BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal
Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"
Bab 45SANG CEOKirana melajukan mobilnya dengan kencang. Namun, dia tetap terhalang kemacetan panjang. Setelah menempuh perjalanan hampir empat puluh lima menit, akhirnya Kirana tiba di kantor. Kirana melirik jam di pergelangan tangannya. Dia sudah hampir terlambat. Setelah memarkirkan kendaraannya, Kirana melangkah terburu-buru ke ruangannya. Saking terburu-burunya, dia tidak memperhatikan langkahnya.Bruk.Tabrakan pun tak terelakkan.Berkas-berkas di tangan Kirana jatuh berhamburan."Maaf, Pak!" ujar Kirana sembari menunduk. Lalu, dia berjongkok mengambil berkas-berkas tersebut."Maaf, Pak, atas kecerobohan karyawan saya!" ujar Sakti merasa tak enak. Saat ini, Sakti sedang menemani sang CEO menuju ruangannya."Hm!" Sang CEO hanya berdehem, lalu melanjutkan langkahnya ke ruangannya."Kenapa terlambat? Kemarin kan aku sudah bilang harus tepat waktu?" omel Sakti sembari membantu Kirana mengumpulkan berkas-berkas yang berceceran."Maaf, Pak! Semalam Axel demam, jadi ….""Bagaimana ke
Bab 44UNGKAPAN HATI SAKTIPagi ini, lalu lintas cukup lancar. Taksi yang ditumpanginya melaju dengan tenang. Ronald memandang setiap sudut jalanan."Kota ini sudah banyak berubah," ujarnya dalam hati.Saat di lampu merah, sekilas dia melihat seorang wanita sedang menyetir seorang diri. Ronald memperhatikan wanita itu dengan seksama. Benar saja, wanita itu adalah Kirana. Sesaat kemudian,lampu hijau menyala."Ikuti mobil merah itu, Pak!" ujar Ronald kepada sopir taksinya. "Baik, Pak!" sahut sang sopir taksi. Sopir taksi tersebut berusaha mengikuti mobil Kirana. Dua puluh menit kemudian, mobil Kirana memasuki pelataran parkir sebuah perusahaan. "Stop, Pak!" ujar Ronald. Dia mengamati kantor tersebut dari dalam taksi. Setelah puas, dia meminta sopir taksi tersebut meninggalkan lokasi."Jalan, Pak! Kembali ke tujuan awal!" ujar Ronald. "Baik, Pak!" sahut sopir taksi tersebut. Ronald menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari memejamkan matanya. Dia tersenyum tipis. Sekarang, dia tahu haru
Bab 43❤️Delapan Tahun kemudian ❤️"Ma, aku gak mau masuk sekolah lagi!" ujar Axel sendu."Kenapa begitu, Sayang?" tanya Kirana. Dia tampak terkejut dengan pernyataan putra semata wayangnya."Teman-teman jahat, Ma!""Jahat bagaimana?""Mereka tidak mau berteman dengan aku. Mereka juga mengolok-olok aku, Ma!" ujar Axel lirih.Kirana terhenyak. Selalu begitu. Tak bisakah mereka membiarkan putranya bisa bersekolah dengan tenang? Yang melakukan kesalahan adalah orang tuanya. Jadi, biar orang tuanya yang menanggung. Jangan bebankan kepada anaknya. Anak yang masih polos dan tak tahu apa-apa. Sejak awal bersekolah, selalu masalah yang sama. Ini sekolah ketiga yang dia datangi. Di dua sekolah sebelumnya, Axel mengalami masalah yang sama. "Sayang … kita tidak mungkin pindah sekolah lagi. Apa semua teman kamu menjauhi kamu?" tanya Kirana.Axel menggeleng."Ada dua anak kembar yang berteman dengan aku. Tapi, teman-teman yang lain mencoba menghasutnya untuk menjauhi aku," ujar Axel lirih."Lalu