Sedetik setelahnya, Kelvin kembali menyapu pandang lantaran tak percaya gadis yang selama ini ia cari, kini malah berdiri dihadapannya tiada perlu ia sadari. Tampak wajahnya masih saja begitu lugu persis seperti awal Kelvin bertemu. Tertuang sebercak cahaya pada matanya begitu sendu lalu ikut menurunkan pandangannya seketika lantaran malu.
"Siapa nama mu?" tanya Kelvin setelah kembali mengangkat pandangannya, namun kali ini matanya kian berkaca-kaca, lantaran baginya ia bagaikan obat penenang sehingga tiada mampu Kelvin biarkan gadis itu kembali menghilang.
"Adelia khansa..." katanya begitu halus, namun setiap kata yang terucap dari mulut basah Adelia seakan membuat hati Kelvin berdebar. Maka lengang tanpa terdengar lagi sebuah perkataan diantara keduanya, hanya deru angin yang berbisik pelan mengiri keheningan, satu dua dari sekian banyaknya burung burung itupun ikut tampak berterbangan di atasnya hingga menggoyangkan puluhan ilalang yang tumbuh berjejer disetiap jalan pematang, sedangkan langit sudah memancarkan pelupuk cahaya jingganya, betapa keindahan ini jarang sekali Kelvin temui, terlebih saat Kelvin mulai mengulurkan tangannya hanya untuk Adelia saja, sambil menampakan sebuah senyuman yang membuat hati gadis berkerudung hitam itupun agak merasa senang kala menerimanya, matanya yang bening kini kian bercampu dengan sorot keindahan cahaya merah senja hingga menambah kesan magis pada kecantikannya. sejujurnya baru kali ini Kelvin bersikap manis kepada seorang gadis dan tidak tahu pula apa saja yang harus dilakukan seorang lelaki agar bisa membuat hatinya merasa bahagia. 'Ah entahlah aku bukan seorang budak cinta.'
Kakinya berjalan menaiki setiap permukaan anak-anak tangga menuju sebuah gerbang gapura tiada seorang penjaga, disusul oleh puluhan dedaunan kering yang kian jatuh saling berguguran lantaran tersibak oleh hembusan angin kencang, maka tampak pula pada jelaga gadis itu persis seperti pemandangan yang ada pada lukisan China, seolah ada sumber cahaya disana, "Tempat apa ini?" tanya nya. Namun Kelvin hanya menjawabnya dengan isyarat gelengan kepala. Lalu, Adelia kembali melanjutkan setiap dekapan langkahnya sambil menggenggam erat sebuah uluran tangan dari seorang pria yang terlihat gagah dan muda, kini Kelvin kian membawanya menelusuri setiap rumah-rumah pemukiman warga, melewati setiap para pedagang yang berjejer tengah menjajakan barang barang dagangannya mulai dari barang antik, makanan khas negeri perbukitan, manisan, serta melihat-lihat aksi dari seorang pesulap.
Hari itu Kelvin sukses membuat Adelia tertawa lepas, mukanya tampak berseri. Namun tetap saja ada satu hal yang mengganjal dalam hati. 'Akankah gadis itu akan selamanya bersama? Benarkah pertemuannya itu hanya berlangsung sementara?' keluh Kelvin dalam hati.
"Ada apa?" tanya Adelia menurunkan senyumannya.
"Tolong, kau jangan dulu pulang ya!" pinta Kelvin penuh harap, lantaran rasa takut akan kesepiannya terulang kembali seperti apa yang sudah-sudah ia rasakan selama 20 tahun silam dalam kesendiriannya yang tidak terlalu dipedulikan orang.
"Kau tenang saja tuan, mari bantu aku mencari penginapan!" ajaknya, tersenyum dengan tulus, sementara matanya tampak begitu antusias lalu berbalik kembali pada sebuah rumah yang terpajang ukiran kata-kata, maka sontak saja jari telunjuk Adelia tampak ia arahkan dengan manja, tatkala seperti seorang anak kecil yang meronta ingin dibelikan sebuah mainan kepada orang tuanya.
'Penginapan'. Lihatlah tempatnya begitu amat ramah lingkungan, hampir seluruhnya terbuat dari kayu sementara halamannya terdapat sebuah sungai yang mengalir langsung dari atas puncak perbukitan, ditambah dengan sebuah taman yang hampir seluruhnya dibawah lindungan pohon pinus yang tumbuh tinggi menjulang. Lantas seorang gadis muda menyambut kehadiran Kelvin serta langsung saja diberikannya sebuah kunci penginapan.
"Terimakasih..." kata Adelia terdengar begitu manis dan polos. Maka langsung diantarkan pula ke sebuah ruangan diantara sekian banyaknya 90 pintu yang terpahat dari ukiran kayu.
"Jaga dirimu disini ya, nanti aku akan kembali!" kata Kelvin agak sedikit tergugup lantaran ia sendiri pun tidak memiliki tempat tinggal untuk dijadikan sebuah penginapan.
"Kenapa tidak tinggal bersama ku saja?" tanya Adelia hingga membuat Kelvin agak sedikit gelagapan. "Kenapa?" lanjutnya lagi.
"Ah tidak, aku sudah disuruh oleh seseorang untuk menjaga keamanan mushola agar tetap aman." Kelvin menjawab sambil menyapu pandang. Lalu berjalan meninggalkan Adelia sambil melambaikan tangan.
Padahal banyak kata-kata yang kerapkali ingin gadis itu sampaikan. Namun entah mengapa setelah berjumpa maka hilang pula kata-kata itu, satu hal yang ia ingat bahwa Kelvin adalah seorang putra yang terlahir dari keluarga pimpinan wali kota di negeri hujan, dan seorang pemuda berjas hitam, wajahnya hampir seperti Kelvin yang sengaja datang padanya saat tengah duduk-duduk saja diantara tataan kursi-kursi taman itu yang tak lain ialah adik Kelvin sendiri, tampak dahulu ia hendak meminang Adelia sambil membawakan sekantum bunga, akan tetapi sayang gadis itu malah menolaknya, lantaran cintanya yang hanya untuk seorang preman yang kesepian. Ya cinta lantaran kasihan, bukan alasan sukar tiada bisa Adelia lupakan (rindu). Ah sudahlah mungkin suatu saat nanti Adelia bisa mengatakannya lagi, dikala ada kesempatan berjumpa dengannya dilain hari.
Dari puncak negeri perbukitan, menapak tanah gersang musim kemarau, angin kian menderu kencang menerbangkan butiran debu yang tidak bisa dihitung lagi jumlahnya, menghalangi sebuah pemandangan roda kayu yang bertali kian berhenti membawa bahan-bahan rempah beserta hasil panen lainnya. Roda itu ialah milik negeri perbukitan, sementara kedua lelaki yang membawanya ialah orang yang sama-sama penting, yakni seorang kepala desa beserta orang suruhannya dari negeri hujan. Fasalnya orang orang sering digulir untuk datang mencari peruntungannya sampai ke puncak perbukitan dikala menjelang malam, sementara pagi orang-orang sibuk menanam rempah atau juga menyawah, kala panen maka hasilnya dibagikan pula tanpa memandang orang itu tidak ikut bekerja, lantaran mereka tahu diusianya yang sudah tua, maka anak-anak muda yang berganti menjadi tulang punggung selanjutnya. Terkadang anak muda juga sering menjualnya ke negeri-negeri perkotaan agar bisa mereka tukarkan menjadi uang padahal jika dilihat
Ia jumpai kembali tubuhnya tengah berkerumun dengan orang-orang yang sedang masih saja tertidur menghadap sisa sisa api unggun bekas tadi malam, matanya terbangun di atas hamparan sabana yang diselingi akasia begitu pula dengan ribuan bunga-bunga rimba liar yang kian membelai halus telapak kaki kala menapakinya, nampak sangat cantik namun tidak terlalu dipedulikan orang. Mereka tumbuh menyebar tak bisa dihitung lagi jumlahnya, sesaat Kelvin menengadah keatas dilihatnya hari sudah begitu amat siang, terasa hangat merasuk kedalam tulang, ditambah dengan kilauan seberkas cahayanya yang begitu terang benderang. Rumput-rumput di atas tebing ikut bergoyang seakan melambai-lambai kearahnya kala terbawa hembusan angin yang kian kadang bertiup pelan kadang juga kencang. Lantas ia beranjak kearah sebuah sumur tua yang terdapat didekat sana, ada bekas ban karet tua melingkar di setiap cincinnya yang sudah hampir tertutup sepenuhnya oleh tumbuhan hijau merambat hingga melingkar pada sisi-an beb
Si Amin menegakkan tubuhnya tangkas, menembus angin kencang yang berlawanan kian berubah menjadi lesus, terdengar mengaum kadang juga mendesir lalu melewati kedua orang itu. Jarinya menunjuk kearah langit tenda yang hampir tersipuh oleh beberapa titik semburat merah jingga berarak-arak kala menjelang senja. Kepul kabut menyelimuti lereng perbukitan dari balik ilalang ujung puncak yang gemilang ditengah-tengah redupnya cahaya matahari. Tiada mampu seorang Kelvin mengelak setiap suruhan orang itu, baginya dirinya adalah seorang majikan yang berwibawa, setiap kali Kelvin mengemis kelaparan, maka hanya dia juga yang selalu membantunya.Ku ulangi sekali lagi, awan yang berserak di atas cakrawala itu perlahan terbakar oleh semburat merah jingga dan menghilang begitu saja. Ah lagipula siapa yang peduli jika pekerjaannya masih juga belum selesai. "Ayo!" kata si Amin hendak mengajaknya pulang. Maka Kelvin mengangguk pelan, kakinya mengekor dibelakang si Amin berjalan. Biarlah padi-padi
Untuk seluruh waktu, sedemikian rupa ia sudah menemuinya dengan segala keraguan dan pergi, tidak ada yang bisa ia lakukan disini. Hanya cahaya minyak lampu yang mengiringi setiap erangan kepergiannya, biarkan gadis itu sendirian, tatkala Kelvin berusaha menerka mengenai kemungkinan yang tidak pernah selamanya benar, bisa saja dia tengah merindukan keindahan tanah kelahirannya sendiri dirumah.Maka lingsir sang fajar, memahami kesendirian Kelvin dengan dekapan kehangatannya kala menengadah keatas puncak perbukitan sana. Seperti biasa ia terbangun di atas hamparan yang dipenuhi oleh sabana, mencuci mukanya dengan air timba dari bawah sumur, begitu pula dengan si Amin yang mengajaknya kembali beranjak ke sawah. Namun kali ini Kelvin tampak tidak berselera untuk bekerja. Ia hanya ingin menikmati kesendiriannya sambil menyapa setiap orang yang lalu lalang, cukup dengan melihat senyumannya, mendengar bisikan mereka, sudah membuat hatinya kembali senang. Ditambah bukankah orang-orang
Diwaktu berkala hanya kata ibu yang gadis itu pinta, lagipula tidak ada kekayaan paling indah selain ibu, bahkan Kelvin pun ingin memiliki kekayaan itu menggayuti hati kecilnya dan berusaha mengingat kapan hari asing itu menimpanya di masa lalu. Sudi atau terbuang kiranya orang-orang berkata ia anak yang tidak diinginkan serta rela ditelantarkan oleh kemanusiaan, lantas mengapa ia masih saja sampai terlahir, tuan?Barangkali dalam relung hati, Kelv tidak pernah iri dengan kekayaan itu, tidak terpikir juga ingin memilikinya. Lebih baik ia berpikir hari ini akan makan apa?, mengerjakan apa? Dari pada mengingat hal yang dibuatnya menjadi gelisah. Tentunya ia berhasil melupakan semua itu, didorong oleh rasa lapar lalu mulai memikirkan kelezatan dengan segala kecenderungan dari sebuah makanan hingga ia lupa akan apa dan mengapa yang bersangkutan dengan masalah hari ini.Meski tetap saja tak surut Kelv lupakan, mengenai kesuraman bayang-bayang hitam yang penuh kenestapaan itu
"Esok aku harus pergi bersama si Amin, yang pasti mungkin kami akan mencari peruntungan dengan cara berdagang disana.""Kenapa?" tanya Adelia membesarkan hati. Lantaran tak rela jika salah satu sahabatnya harus pergi dengan waktu yang cukup lama, bukan takut lantaran tidak ada lagi kawan, tapi ada juga, melainkan setidaknya jika ada lelaki itu ia tidak pernah merasa kesepian meskipun setiap hari, setiap malam tak lekas harus membicarakan hujan, mendung kadang juga kemarau, yang membuatnya bosan dan berpikir apa tidak ada pembahasan lain. "Tolong berikan aku alasan yang jelas!" ancamnya sembari tangan mengepal kesal."Untuk kau aku, dan kota kita!" balas Kelvin, berusaha memicingkan telinganya rapat-rapat. Lantaran diwaktu berkala seperti ini ia paling malas untuk berdebat meski harus mempermasalahkan hal hal yang kecil sekalipun. "Jika kau bertanya mengenai alasannya lagi, maka aku akan langsung menjawab untuk kau aku, dan kota kita!""Sudah cukup, lebih baik sekar
Banyak persoalan yang sejujurnya menjadikan perasaannya bertanya-tanya, dan seakan membawanya terbang ingin lebih mengenal lagi akan ke-ingin tahuannya mengenai seperti apa kata ibu itu di mata Adelia. Apakah dengan cara mengetahuinya ia bisa tahu siapa sebenarnya lelaki itu, dan kenapa wajahnya bisa begitu sama?***Sementara disisi lain orang-orang banyak yang membenah kan barang dagangannya, seraya tutup lantaran hendak ingin pulang sebelum terlambat datangnya hari gelap. Maka hening lah suasana malam ini, sayang hanya ada kau dan tonggak lampu yang merayakan perayaan ditengah-tengah keheningan paripurna.Malam ini, Sattarul imam duduk menemani kesendirian Kelvin sambil meletakkan dua buah susu kaleng di atas tataan kursi taman tempat dimana mereka sibuk menghitung uang iuran. Lalu beralih menatap lamat-lamat sebuah hotel bintang lima yang terhalang tonggak besar namun lebih condong menyerupai menara dan berkata."Aku mendengar hujan menangis di telinga ku
Dalam ketepatan waktu, Kelv kembali untuk kesekian kalinya lagi berkunjung pada rumah kesunyian. Orang-orang berhak merusak rumah itu kala siang lantaran tuan sang pemiliknya tengah pergi, dan yang pasti tuan itu tidak terlalu peduli. Peduli setan hari ini ia akan makan apa? tidur dimana. Lantaran satu hal yang menjadi tekad keyakinannya bahwa sang pengatur takdir tidak akan pernah meninggalkan hambanya meski dalam keadaan terhina.Begitulah harap pada sorot matanya, tak ingin diberi lantaran bocah lelaki itu sendiri yang memilih untuk menyangkal pemberian orang lain sambil menatap kosong pada Kelvin, sedangkan mulutnya terus berkata "aku bukanlah seorang pengemis tuan!"Dan kini tubuhnya telah diterpa oleh kehangatan sang Surya, selintas tampak gersang terik dan panas. Namun apalah kekayaan yang ia punya saat Kelv bertemu dengannya namun perkataannya tetap saja menyangkal. Lalu dengan malas Kelvin membalas ucapannya dengan pasrah. "Kalau begitu akan aku tinggalkan makan
Di pinggiran gubuk-gubuk tua itu dia masih berdiri bergelut dengan pikirannya yang tengah kacau, tepat sekali di depan matanya kertas perjanjian itu robek kemudian hangus oleh sisa-sisa arang pembakaran. Kelv tahu dia pasti sangat marah setelah menyaksikan apa yang telah Kelv perbuat, kemudian secara sengaja lelaki itu pun meludah, menepuk tangan kekarnya penuh gaya, seraya membuka kain yang menutupi tubuhnya dan berkata, “Mari kita bertarung!”Kelvin yang mendengar ocehan lelaki tadi langsung memperlihatkan wajah dinginnya dan mendengus malas, menatap remeh pada lawannya. Baginya dia hanya lah seekor semut kecil yang tersesat di tengah hutan belantara saja, dan tidak tahu harus pulang ke mana. Namun sayangnya lelaki itu sudah bertindak yang melampaui batas, yang tak seharusnya lah untuk semut itu menantang hewan buas yang tidak berselera untuk membunuhnya.Kemudian Kelvin dengan tenangnya hanya melirik ke arah arloji yang sering kali ia kenakan, lalu berpi
Merekalah yang selalu bertanya-tanya apa alasan Kelvin tidak menikahinya, jika tidak bisa mengapa tidak mencari gadis yang lain saja? Akan tetapi bukan itu masalahnya, mungkin bisa saja ada ribuan gadis di luar sana yang bersedia bersamanya, tapi apakah harus Kelv mengecewakan gadis yang lebih dulu sudah begitu rela menatap penghidupannya yang tiada warna.Oleh karena itu dia selalu diam dan diam, biarkan gadis yang dia pilih itu memutuskan. Dan biarkan ungkapan perasaannya terungkap melalui bibirnya dengan segala kata yang menyangkut rasa cinta, biarkan dirinya juga yang menumpahkan segala warna-warna indah yang memesona itu ke dalam penghidupan yang tiada makna saat ini baginya.Telah diramalkan hari, waktu yang pasti dia akan menjawabnya, dan semua orang akan berhenti untuk berbicara dari belakang, mungkin benar, hanya pembuktian yang akan menyelesaikan segala kedewasaan, bersamaan dengan keresahan hati atas penyesalannya yang menggelora oleh lontaran kata-kata yang
Masalah ini bukan tentang ada atau tidaknya kata restu dari seorang wanita tua, melainkan tentang gadis itu yang menjadi prioritas utama, setidaknya kita masih ada waktu menjalankan semuanya dari semula, dan barangkali Kelv bisa menatapnya tersenyum lagi pada luasnya hamparan Padang rumput bak sebuah permadani di atas pegunungan yang diliputi oleh pepohonan, seraya mendengarnya yang kadang bernyanyi. Cukup hanya dengan bersamanya saja dia bisa merasakan kebebasan yang telah lama ia cari.Sudah siang menjelang sore. Adelia Kansha seorang gadis yang duduk di atas kursinya hanya memberikan sedikit roti padanya, hanya ini yang dia punya, bukan lantaran keterbatasan uang untuk membeli semua makanan, melainkan roti mengingatkan ia akan dinginnya pertemuan antara keduanya pada dua puluh tahun silam.Tidak ada yang berubah, dia masih memotong roti itu menjadi dua, sebagian untuk Kelvin sebagian untuk nya, dan itu cukup membuat suasananya menjadi hangat meski tak ada perapian yan
Mobil untuk muatan itu berhenti di atas permukaan pasir, kemudian seorang supir yang berpakaian kain kusut turun menampakkan dirinya, seraya bertemu secara langsung dengan ke empat preman penuh gaya yang mana wajahnya sama-sama tersengat matahari. Tatkala mereka telah menunggu selama berjam-jam setelah mempersiapkan barang-barang bawaan yang akan di bawa. “Ayo!” kata seorang supir, lantas dengan sikap penuh khidmat kedua orang di antara empat preman itu menaikinya. Ya kami menaiki mobil itu sebagai alat transportasi menuju negeri perbukitan. Memang kedua kota itu jaraknya tidaklah terlalu jauh, namun jika harus ditempuh melalui berjalan kaki tetap saja harus berbekal persediaan yang cukup. Lantaran ada banyak hutan, beserta gundukan pasir di depan sana, dan tambahkan saja dengan jalan berliku memanjang yang harus kau ketahui. Sudah hampir setengah jam ketika mereka berada ditengah-tengah perjalanan. menanjak pada sebuah gundukan pasir terkadang mobil yang ditumpangi
Bilamana Kelv telah tiba pada sebuah rumah, manakala di dalamnya pula terdapat banyak sekali pakaian-pakaian kumuh yang tampak bergelantungan, sebagian berserak memenuhi setiap permukaan lantai kamar. Nyaris pakaian itu menghalangi pandangan Kelvin, maka dengan tenang ia hanya berusaha menghela nafas panjang, dan lebih memilih untuk mencari Nazma tanpa terpikirkan akan sebuah pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya.Jauh sekali ia menerawang pada sebuah bayangan hitam yang melingkupi kegelapan, tapi apakah harus Kelv mengasihaninya terus-terusan? Jangan salah Nazma sudah besar, akan tetapi sayang seperti tidak memiliki akal. Maka keluarlah, tunjukan segala keberadaan, jika perlu bercerita dan ungkapkan apa permasalahannya.“Anak muda, apa yang kau lakukan di sini?” tanya seseorang tanpa menunjukkan letak keberadaannya, laksana sesosok arwah yang tidak memiliki keberanian, sayang kejadiannya bukanlah aku yang tengah kesetanan, melainkan ini memang
“Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb
Sudah hampir setengah jam, tuan Hendrik atau yang lebih dikenal sebagai pewaris tuan wali kota itu duduk diatas kursi kerjanya. Mendatangani lembaran surat surat penting. Namun agaknya tuan Hendrik tampak begitu jemu dengan pekerjaannya, atau bisa jadi sedang dalam keadaan kurang sehat.Lantas dia mulai membunyikan lonceng sebagai isyarat akan sebuah permohonan kepada pak Rustam, salah seorang yang bekerja sebagai asisten pribadinya. Langsung saja dengan cekatan pak Rustam bertanya secara sopan, "Apa ada yang bisa saya bantu kembali, tuan?""Ambil kunci mobil! Kita akan pergi menemui anak itu lagi.""Baik, tuan." Lagi-lagi pak Rustam hanya bisa mengiyakan tanpa tiada mampu mengatakan sepatah kata apapun lagi. Maka dengan sekali kejapan mata saja, mobil sang pewaris tuan wali kota kini telah berada di depannya."Mari tuan!" Pak Rustam membuka pintu mobil, seraya mulai mempersilahkan tuannya masuk terlebih dahulu. Sejujurnya ini kali pertamanya pak Rustam m
Kelvin sudah begitu asyik dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa membuatnya menghasilkan puluhan uang, membuatnya menjadi orang yang amat diuntungkan. Namun tanpa sadar, keindahan itu berubah ketika jiwanya yang terpejam dalam kelamnya malam. Ia bisa mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu tumbuh dalam kebisuan yang nyaman. Kemudian mengenang kehangatan sang mentari pagi hari yang menyapa pucuk-pucuk ilalang nan bergoyang mengiringi sebuah kebebasan. Maka tampak pula olehnya meski terhalang oleh ribuan rimba-rimba liar itu sebuah petakan rumah-rumah yang begitu tenang, dan setiap taman dan jalan tempat pertemuan yang sering kali Kelv lukis kan dalam sebuah mimpi-mimpi yang mengerikan. Mengerikan lantaran disana pula terdapat seorang gadis yang amat ia kasihi tengah menungguinya pulang dalam kemenangan. Maka ingatkah dahulu kau bilang janji, dahulu kau bilang itu pasti, namun dalam kenyataan pahit gadis itu tetap setia menunggui mu kembali.Kebetulan waktunya untuk Kelv bekerja
Dengan perlahan dan lembut, bagai sebuah mimpi yang tiada mampu menafsirkannya, setelah Nazma menangkap sebuah nama seraya langsung ia renungkan saat kegelapan kaki langit melingkupi kedua bola matanya yang memancarkan kerlip cahaya kebenaran-kebenaran lama yang memesona meski tersamarkan.Sekilas Kelv menghela napas panjangnya setelah kata-kata haru itu telah usai dari dalam telinganya, berusaha menghentikan siksaan dalam dada seperti sebuah gigitan yang merindukan kasih sayang. Adakalanya ia juga merasa bahwa hidupmu dan hidupku tak jauh berbeda selayaknya mahkluk rapuh yang berdosa, terjebak dalam jeruji nestapa, dan yang paling kita harapkan adalah sebuah kebebasan dimana burung burung bisa senantiasa mengepakkan sayapnya terbang hingga ke angkasa, menikmati keindahan awan, dan langit tinggi tanpa batas yang membentangkan keagungan dari harapan-harapan belaian rahmat dari Tuhannya. Sekali lagi kita sama Nazma, aku juga makhluk yang berdosa. Suara derit engsel yang kau sere