Share

Chapter 09

Author: Bang z05
last update Last Updated: 2021-05-03 09:08:26

Ia jumpai kembali tubuhnya tengah berkerumun dengan orang-orang yang sedang masih saja tertidur menghadap sisa sisa api unggun bekas tadi malam, matanya terbangun di atas hamparan sabana yang diselingi akasia begitu pula dengan ribuan bunga-bunga rimba liar yang kian membelai halus telapak kaki kala menapakinya, nampak sangat cantik namun tidak terlalu dipedulikan orang. Mereka tumbuh menyebar tak bisa dihitung lagi jumlahnya, sesaat Kelvin menengadah keatas dilihatnya hari sudah begitu amat siang, terasa hangat merasuk kedalam tulang, ditambah dengan kilauan seberkas cahayanya yang begitu terang benderang. Rumput-rumput di atas tebing ikut bergoyang seakan melambai-lambai kearahnya kala terbawa hembusan angin yang kian kadang bertiup pelan kadang juga kencang. Lantas ia beranjak kearah sebuah sumur tua yang terdapat didekat sana, ada bekas ban karet tua melingkar di setiap cincinnya yang sudah hampir tertutup sepenuhnya oleh tumbuhan hijau merambat hingga melingkar pada sisi-an bebatuan cincin, seraya dengan cepat ia menarik sebuah tali yang terdapat ember berisi air dibawahnya, lantaran ingin dijadikan air itu sebagai pembersih muka.

Diliriknya pergelangan tangan, ternyata jam sudah lewat menunjukan 07:37:54, jelas pula Kelvin sudah terlambat untuk membersihkan setiap ubin-ubin mushola, ditambah dengan kaca yang kian kembali banyak debu-debu menempel di setiap permukaannya, terkadang anak-anak sering sekali melukiskan imajinasinya menggunakan jari-jari mungil mereka sampai dijadikannya sebagai sebuah permainan sederhana. Namun cukup membuat perasaan mereka bahagia, tertawa ria sambil berlarian kesana kemari, kadang hal itu pula membuat ibunya merasa resah hingga sampai dimarahi. Hahaha, Kelvin tertawa lepas melihat hal itu, akan tetapi sayang ibu dari anak itu cepat-cepat kembali melirik tajam kearahnya hingga membuat Kelvin terdiam seketika sambil menyapu pandang kearah lain seolah ia tidak tahu apa-apa. Maka dilanjutkannya lagi pekerjaan itu hingga selesai. Bilamana seluruhnya sudah bersih, terkadang sering ada orang yang memberikan sebuah makanan, berupa dua buah pisang, disusul dengan segelas air putih. Namun cukup untuk memulihkan kembali tenaganya yang terkuras.

"Terimakasih," katanya. Lalu dibalas langsung oleh sebuah anggukan pelan. "Aku pergi!" tuturnya.

Sesaat melihat orang itu pergi berlalu membuatnya teringat hari ini ia juga harus bekerja, ya bekerja untuk mencari ikan sebanyak-banyaknya agar bisa Kelvin tukar menjadi sekantung beras kepada seorang pedagang di p***r. Hanya itu yang bisa ia lakukan dalam kesehariannya yang semu, tatkala tidak jauh berbeda seperti peruntungannya kala masih tinggal di negeri hujan. Akan tetapi lihatlah, tidak ada sebuah penekanan yang membuat seorang Kelvin kembali merasa tidak nyaman. Itulah agaknya yang membuat ia amat cinta dengan negeri ini, lantaran baru kali ini juga perasaannya begitu hangat, tiada mampu Kelvin kembali berucap kasar ataupun melepaskan tinjunya sebagaimana seorang preman yang kesepian hidup dalam sebuah penekanan bos besar.

"Kelvin!" panggil seseorang dari belakang. Jika harus ia dengar dari intonasi asal suara orang itu agaknya tampak tengah tergesa-gesa hingga membuatnya harus berusaha untuk berteriak dari kejauhan. Hingga satu detik setelahnya maka nampak pula orang itu berlarian merobek kabut, matanya seakan nanar, begitu juga dengan nafasnya kian tersamarkan persis seperti lambaian tangannya yang muncul keluar dari dalam ruang kelabu. Ah ternyata si Amin rupanya... Kelvin bergumam tidak peduli.

Lantas Kelvin pun bertanya keheranan, mengenai maksud dari kedatangannya hingga sampai tergesa-gesa. Maka dijawabnya kembali oleh si Amin. "Tolong bantu aku untuk menyabitkan padi di sawah!, kau tahu sendiri aku tidak mampu melakukannya seorang diri" pintanya setengah memohon, tangannya menggenggam erat seolah tidak berdaya, "Kau tenang saja, nanti sore aku kasih bayarannya..." Lanjutnya lagi berusaha meyakinkan.

"Ah iyalah." Kelvin balas menjawab, sebenarnya ia paling malas beranjak ke sawah, terlebih dengan hawanya yang selalu saja panas dan cepat menguras tenaga, akan tetapi lantaran melihat wajah si Amin yang begitu memelas membuat ia terpaksa harus selalu menurutinya. Jujur saja kejadian seperti ini bukan hanya sekedar sekali ataupun dua kali, melainkan sudah Kelvin anggap sebagai ritual pribadinya setiap hari.

Sambil melangkah menurun keluar gerbang gapura negeri perbukitan menuju jalan pematang, terdapat sebuah sungai yang memantulkan cahaya hangat dari balik awan-awan yang tampak melingkar di atas luasnya cakrawala yang gemerlapan, pandangannya tertuju pada sekumpulan orang-orangan sawah yang dibuat menggunakan jerami jerami tua, mereka tampak seperti manusia jika dari kejauhan, hampir saja batin Kelvin keliru bahwa mereka adalah seseorang yang tengah berdiri mematung, seolah tengah menjaga padi-padinya dari para burung-burung. Namun tetap saja, burung-burung pencuri padi itu jauh lebih pintar dari pada manusia, lihat saja dari kejauhan, maka jelas pula burung-burung itu tengah mengibaskan sayapnya sambil memunguti buliran padi yang bergoyang, tiada orang yang melarang burung itu makan, ah memang dasar sebuah pembodohan.

Kemudian si Amin menghentikan langkahnya ditengah-tengah luasnya sawah yang tampak sejauh mata setiap orang memandang, ditambahkan saja dengan sebuah pohon beringin tua nan besar diatasnya, ia duduk sejenak dibawah lindungan sulur-sulur pohon yang seluruhnya hampir tertutup oleh dedaunan, perlahan dedaunan itu ikut bergoyang kadang juga berbisik dalam telinga dikala tersibak oleh angin barat yang kian berhembus pelan.

"Kenapa berhenti?" tanya Kelvin sambil meneduh dibawah pohon, ia meluruskan kakinya yang terasa amat pegal setelah sampai dari perjalanan.

"Ini, kau makanlah saja dahulu, biarkan aku yang bekerja seorang, nanti kau menyusul saja setelah makanan ini habis!" katanya dengan ramah, seraya turun ke tengah-tengah permukaan sawah sambil menyabit tengah-tengah buliran padi lalu mulai mengumpulkannya di atas hamparan pelastik.

"Eh sebentar tuan, bukannya dua orang gadis yang selalu datang memberikan bekal. Memangnya hari ini mereka tidak akan pernah datang?" sela Kelvin bertanya hingga menghentikan si Amin yang tengah asik menyabit.

"Ah, hari ini mereka sedang ada banyak pekerjaan dirumah katanya, tapi sudahlah biarkan saja kita anggap sebagai hari libur untuk mereka sekali-kali saja." Si Amin balas menjawab, maka dilanjutkannya juga pekerjaannya itu tanpa terlalu banyak perkataan yang keluar dari dalam mulut basahnya.

"Hahaha, ada-ada saja kau ini!" cemooh Kelvin sambil tertawa lepas. "Sini aku bantu tuan, biar kita cepat pulang." Lanjut Kelvin, turun dari tempat peristirahatan seraya mulai membantunya sebagaimana lazimnya para petani yang bekerja di sawah. Maka hening juga setelahnya, tidak ada sepatah kata dalam obrolan basa-basi yang kerapkali terdengar membosankan kala bekerja, ditambah dengan waktu yang terus saja berjalan dari siang ke sore. Oleh karena itu pekerjaannya harus segera diselesaikan secepatnya.

Related chapters

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 10

    Si Amin menegakkan tubuhnya tangkas, menembus angin kencang yang berlawanan kian berubah menjadi lesus, terdengar mengaum kadang juga mendesir lalu melewati kedua orang itu. Jarinya menunjuk kearah langit tenda yang hampir tersipuh oleh beberapa titik semburat merah jingga berarak-arak kala menjelang senja. Kepul kabut menyelimuti lereng perbukitan dari balik ilalang ujung puncak yang gemilang ditengah-tengah redupnya cahaya matahari. Tiada mampu seorang Kelvin mengelak setiap suruhan orang itu, baginya dirinya adalah seorang majikan yang berwibawa, setiap kali Kelvin mengemis kelaparan, maka hanya dia juga yang selalu membantunya.Ku ulangi sekali lagi, awan yang berserak di atas cakrawala itu perlahan terbakar oleh semburat merah jingga dan menghilang begitu saja. Ah lagipula siapa yang peduli jika pekerjaannya masih juga belum selesai. "Ayo!" kata si Amin hendak mengajaknya pulang. Maka Kelvin mengangguk pelan, kakinya mengekor dibelakang si Amin berjalan. Biarlah padi-padi

    Last Updated : 2021-05-04
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 11

    Untuk seluruh waktu, sedemikian rupa ia sudah menemuinya dengan segala keraguan dan pergi, tidak ada yang bisa ia lakukan disini. Hanya cahaya minyak lampu yang mengiringi setiap erangan kepergiannya, biarkan gadis itu sendirian, tatkala Kelvin berusaha menerka mengenai kemungkinan yang tidak pernah selamanya benar, bisa saja dia tengah merindukan keindahan tanah kelahirannya sendiri dirumah.Maka lingsir sang fajar, memahami kesendirian Kelvin dengan dekapan kehangatannya kala menengadah keatas puncak perbukitan sana. Seperti biasa ia terbangun di atas hamparan yang dipenuhi oleh sabana, mencuci mukanya dengan air timba dari bawah sumur, begitu pula dengan si Amin yang mengajaknya kembali beranjak ke sawah. Namun kali ini Kelvin tampak tidak berselera untuk bekerja. Ia hanya ingin menikmati kesendiriannya sambil menyapa setiap orang yang lalu lalang, cukup dengan melihat senyumannya, mendengar bisikan mereka, sudah membuat hatinya kembali senang. Ditambah bukankah orang-orang

    Last Updated : 2021-05-05
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 12

    Diwaktu berkala hanya kata ibu yang gadis itu pinta, lagipula tidak ada kekayaan paling indah selain ibu, bahkan Kelvin pun ingin memiliki kekayaan itu menggayuti hati kecilnya dan berusaha mengingat kapan hari asing itu menimpanya di masa lalu. Sudi atau terbuang kiranya orang-orang berkata ia anak yang tidak diinginkan serta rela ditelantarkan oleh kemanusiaan, lantas mengapa ia masih saja sampai terlahir, tuan?Barangkali dalam relung hati, Kelv tidak pernah iri dengan kekayaan itu, tidak terpikir juga ingin memilikinya. Lebih baik ia berpikir hari ini akan makan apa?, mengerjakan apa? Dari pada mengingat hal yang dibuatnya menjadi gelisah. Tentunya ia berhasil melupakan semua itu, didorong oleh rasa lapar lalu mulai memikirkan kelezatan dengan segala kecenderungan dari sebuah makanan hingga ia lupa akan apa dan mengapa yang bersangkutan dengan masalah hari ini.Meski tetap saja tak surut Kelv lupakan, mengenai kesuraman bayang-bayang hitam yang penuh kenestapaan itu

    Last Updated : 2021-05-06
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 13

    "Esok aku harus pergi bersama si Amin, yang pasti mungkin kami akan mencari peruntungan dengan cara berdagang disana.""Kenapa?" tanya Adelia membesarkan hati. Lantaran tak rela jika salah satu sahabatnya harus pergi dengan waktu yang cukup lama, bukan takut lantaran tidak ada lagi kawan, tapi ada juga, melainkan setidaknya jika ada lelaki itu ia tidak pernah merasa kesepian meskipun setiap hari, setiap malam tak lekas harus membicarakan hujan, mendung kadang juga kemarau, yang membuatnya bosan dan berpikir apa tidak ada pembahasan lain. "Tolong berikan aku alasan yang jelas!" ancamnya sembari tangan mengepal kesal."Untuk kau aku, dan kota kita!" balas Kelvin, berusaha memicingkan telinganya rapat-rapat. Lantaran diwaktu berkala seperti ini ia paling malas untuk berdebat meski harus mempermasalahkan hal hal yang kecil sekalipun. "Jika kau bertanya mengenai alasannya lagi, maka aku akan langsung menjawab untuk kau aku, dan kota kita!""Sudah cukup, lebih baik sekar

    Last Updated : 2021-05-07
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 14

    Banyak persoalan yang sejujurnya menjadikan perasaannya bertanya-tanya, dan seakan membawanya terbang ingin lebih mengenal lagi akan ke-ingin tahuannya mengenai seperti apa kata ibu itu di mata Adelia. Apakah dengan cara mengetahuinya ia bisa tahu siapa sebenarnya lelaki itu, dan kenapa wajahnya bisa begitu sama?***Sementara disisi lain orang-orang banyak yang membenah kan barang dagangannya, seraya tutup lantaran hendak ingin pulang sebelum terlambat datangnya hari gelap. Maka hening lah suasana malam ini, sayang hanya ada kau dan tonggak lampu yang merayakan perayaan ditengah-tengah keheningan paripurna.Malam ini, Sattarul imam duduk menemani kesendirian Kelvin sambil meletakkan dua buah susu kaleng di atas tataan kursi taman tempat dimana mereka sibuk menghitung uang iuran. Lalu beralih menatap lamat-lamat sebuah hotel bintang lima yang terhalang tonggak besar namun lebih condong menyerupai menara dan berkata."Aku mendengar hujan menangis di telinga ku

    Last Updated : 2021-05-08
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 15

    Dalam ketepatan waktu, Kelv kembali untuk kesekian kalinya lagi berkunjung pada rumah kesunyian. Orang-orang berhak merusak rumah itu kala siang lantaran tuan sang pemiliknya tengah pergi, dan yang pasti tuan itu tidak terlalu peduli. Peduli setan hari ini ia akan makan apa? tidur dimana. Lantaran satu hal yang menjadi tekad keyakinannya bahwa sang pengatur takdir tidak akan pernah meninggalkan hambanya meski dalam keadaan terhina.Begitulah harap pada sorot matanya, tak ingin diberi lantaran bocah lelaki itu sendiri yang memilih untuk menyangkal pemberian orang lain sambil menatap kosong pada Kelvin, sedangkan mulutnya terus berkata "aku bukanlah seorang pengemis tuan!"Dan kini tubuhnya telah diterpa oleh kehangatan sang Surya, selintas tampak gersang terik dan panas. Namun apalah kekayaan yang ia punya saat Kelv bertemu dengannya namun perkataannya tetap saja menyangkal. Lalu dengan malas Kelvin membalas ucapannya dengan pasrah. "Kalau begitu akan aku tinggalkan makan

    Last Updated : 2021-05-09
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 16

    Dengan perlahan dan lembut, bagai sebuah mimpi yang tiada mampu menafsirkannya, setelah Nazma menangkap sebuah nama seraya langsung ia renungkan saat kegelapan kaki langit melingkupi kedua bola matanya yang memancarkan kerlip cahaya kebenaran-kebenaran lama yang memesona meski tersamarkan.Sekilas Kelv menghela napas panjangnya setelah kata-kata haru itu telah usai dari dalam telinganya, berusaha menghentikan siksaan dalam dada seperti sebuah gigitan yang merindukan kasih sayang. Adakalanya ia juga merasa bahwa hidupmu dan hidupku tak jauh berbeda selayaknya mahkluk rapuh yang berdosa, terjebak dalam jeruji nestapa, dan yang paling kita harapkan adalah sebuah kebebasan dimana burung burung bisa senantiasa mengepakkan sayapnya terbang hingga ke angkasa, menikmati keindahan awan, dan langit tinggi tanpa batas yang membentangkan keagungan dari harapan-harapan belaian rahmat dari Tuhannya. Sekali lagi kita sama Nazma, aku juga makhluk yang berdosa. Suara derit engsel yang kau sere

    Last Updated : 2021-05-10
  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 17

    Kelvin sudah begitu asyik dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa membuatnya menghasilkan puluhan uang, membuatnya menjadi orang yang amat diuntungkan. Namun tanpa sadar, keindahan itu berubah ketika jiwanya yang terpejam dalam kelamnya malam. Ia bisa mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu tumbuh dalam kebisuan yang nyaman. Kemudian mengenang kehangatan sang mentari pagi hari yang menyapa pucuk-pucuk ilalang nan bergoyang mengiringi sebuah kebebasan. Maka tampak pula olehnya meski terhalang oleh ribuan rimba-rimba liar itu sebuah petakan rumah-rumah yang begitu tenang, dan setiap taman dan jalan tempat pertemuan yang sering kali Kelv lukis kan dalam sebuah mimpi-mimpi yang mengerikan. Mengerikan lantaran disana pula terdapat seorang gadis yang amat ia kasihi tengah menungguinya pulang dalam kemenangan. Maka ingatkah dahulu kau bilang janji, dahulu kau bilang itu pasti, namun dalam kenyataan pahit gadis itu tetap setia menunggui mu kembali.Kebetulan waktunya untuk Kelv bekerja

    Last Updated : 2021-05-12

Latest chapter

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 24

    Di pinggiran gubuk-gubuk tua itu dia masih berdiri bergelut dengan pikirannya yang tengah kacau, tepat sekali di depan matanya kertas perjanjian itu robek kemudian hangus oleh sisa-sisa arang pembakaran. Kelv tahu dia pasti sangat marah setelah menyaksikan apa yang telah Kelv perbuat, kemudian secara sengaja lelaki itu pun meludah, menepuk tangan kekarnya penuh gaya, seraya membuka kain yang menutupi tubuhnya dan berkata, “Mari kita bertarung!”Kelvin yang mendengar ocehan lelaki tadi langsung memperlihatkan wajah dinginnya dan mendengus malas, menatap remeh pada lawannya. Baginya dia hanya lah seekor semut kecil yang tersesat di tengah hutan belantara saja, dan tidak tahu harus pulang ke mana. Namun sayangnya lelaki itu sudah bertindak yang melampaui batas, yang tak seharusnya lah untuk semut itu menantang hewan buas yang tidak berselera untuk membunuhnya.Kemudian Kelvin dengan tenangnya hanya melirik ke arah arloji yang sering kali ia kenakan, lalu berpi

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 23

    Merekalah yang selalu bertanya-tanya apa alasan Kelvin tidak menikahinya, jika tidak bisa mengapa tidak mencari gadis yang lain saja? Akan tetapi bukan itu masalahnya, mungkin bisa saja ada ribuan gadis di luar sana yang bersedia bersamanya, tapi apakah harus Kelv mengecewakan gadis yang lebih dulu sudah begitu rela menatap penghidupannya yang tiada warna.Oleh karena itu dia selalu diam dan diam, biarkan gadis yang dia pilih itu memutuskan. Dan biarkan ungkapan perasaannya terungkap melalui bibirnya dengan segala kata yang menyangkut rasa cinta, biarkan dirinya juga yang menumpahkan segala warna-warna indah yang memesona itu ke dalam penghidupan yang tiada makna saat ini baginya.Telah diramalkan hari, waktu yang pasti dia akan menjawabnya, dan semua orang akan berhenti untuk berbicara dari belakang, mungkin benar, hanya pembuktian yang akan menyelesaikan segala kedewasaan, bersamaan dengan keresahan hati atas penyesalannya yang menggelora oleh lontaran kata-kata yang

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 22

    Masalah ini bukan tentang ada atau tidaknya kata restu dari seorang wanita tua, melainkan tentang gadis itu yang menjadi prioritas utama, setidaknya kita masih ada waktu menjalankan semuanya dari semula, dan barangkali Kelv bisa menatapnya tersenyum lagi pada luasnya hamparan Padang rumput bak sebuah permadani di atas pegunungan yang diliputi oleh pepohonan, seraya mendengarnya yang kadang bernyanyi. Cukup hanya dengan bersamanya saja dia bisa merasakan kebebasan yang telah lama ia cari.Sudah siang menjelang sore. Adelia Kansha seorang gadis yang duduk di atas kursinya hanya memberikan sedikit roti padanya, hanya ini yang dia punya, bukan lantaran keterbatasan uang untuk membeli semua makanan, melainkan roti mengingatkan ia akan dinginnya pertemuan antara keduanya pada dua puluh tahun silam.Tidak ada yang berubah, dia masih memotong roti itu menjadi dua, sebagian untuk Kelvin sebagian untuk nya, dan itu cukup membuat suasananya menjadi hangat meski tak ada perapian yan

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 21

    Mobil untuk muatan itu berhenti di atas permukaan pasir, kemudian seorang supir yang berpakaian kain kusut turun menampakkan dirinya, seraya bertemu secara langsung dengan ke empat preman penuh gaya yang mana wajahnya sama-sama tersengat matahari. Tatkala mereka telah menunggu selama berjam-jam setelah mempersiapkan barang-barang bawaan yang akan di bawa. “Ayo!” kata seorang supir, lantas dengan sikap penuh khidmat kedua orang di antara empat preman itu menaikinya. Ya kami menaiki mobil itu sebagai alat transportasi menuju negeri perbukitan. Memang kedua kota itu jaraknya tidaklah terlalu jauh, namun jika harus ditempuh melalui berjalan kaki tetap saja harus berbekal persediaan yang cukup. Lantaran ada banyak hutan, beserta gundukan pasir di depan sana, dan tambahkan saja dengan jalan berliku memanjang yang harus kau ketahui. Sudah hampir setengah jam ketika mereka berada ditengah-tengah perjalanan. menanjak pada sebuah gundukan pasir terkadang mobil yang ditumpangi

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 20

    Bilamana Kelv telah tiba pada sebuah rumah, manakala di dalamnya pula terdapat banyak sekali pakaian-pakaian kumuh yang tampak bergelantungan, sebagian berserak memenuhi setiap permukaan lantai kamar. Nyaris pakaian itu menghalangi pandangan Kelvin, maka dengan tenang ia hanya berusaha menghela nafas panjang, dan lebih memilih untuk mencari Nazma tanpa terpikirkan akan sebuah pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya.Jauh sekali ia menerawang pada sebuah bayangan hitam yang melingkupi kegelapan, tapi apakah harus Kelv mengasihaninya terus-terusan? Jangan salah Nazma sudah besar, akan tetapi sayang seperti tidak memiliki akal. Maka keluarlah, tunjukan segala keberadaan, jika perlu bercerita dan ungkapkan apa permasalahannya.“Anak muda, apa yang kau lakukan di sini?” tanya seseorang tanpa menunjukkan letak keberadaannya, laksana sesosok arwah yang tidak memiliki keberanian, sayang kejadiannya bukanlah aku yang tengah kesetanan, melainkan ini memang

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 19

    “Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 18

    Sudah hampir setengah jam, tuan Hendrik atau yang lebih dikenal sebagai pewaris tuan wali kota itu duduk diatas kursi kerjanya. Mendatangani lembaran surat surat penting. Namun agaknya tuan Hendrik tampak begitu jemu dengan pekerjaannya, atau bisa jadi sedang dalam keadaan kurang sehat.Lantas dia mulai membunyikan lonceng sebagai isyarat akan sebuah permohonan kepada pak Rustam, salah seorang yang bekerja sebagai asisten pribadinya. Langsung saja dengan cekatan pak Rustam bertanya secara sopan, "Apa ada yang bisa saya bantu kembali, tuan?""Ambil kunci mobil! Kita akan pergi menemui anak itu lagi.""Baik, tuan." Lagi-lagi pak Rustam hanya bisa mengiyakan tanpa tiada mampu mengatakan sepatah kata apapun lagi. Maka dengan sekali kejapan mata saja, mobil sang pewaris tuan wali kota kini telah berada di depannya."Mari tuan!" Pak Rustam membuka pintu mobil, seraya mulai mempersilahkan tuannya masuk terlebih dahulu. Sejujurnya ini kali pertamanya pak Rustam m

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 17

    Kelvin sudah begitu asyik dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa membuatnya menghasilkan puluhan uang, membuatnya menjadi orang yang amat diuntungkan. Namun tanpa sadar, keindahan itu berubah ketika jiwanya yang terpejam dalam kelamnya malam. Ia bisa mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu tumbuh dalam kebisuan yang nyaman. Kemudian mengenang kehangatan sang mentari pagi hari yang menyapa pucuk-pucuk ilalang nan bergoyang mengiringi sebuah kebebasan. Maka tampak pula olehnya meski terhalang oleh ribuan rimba-rimba liar itu sebuah petakan rumah-rumah yang begitu tenang, dan setiap taman dan jalan tempat pertemuan yang sering kali Kelv lukis kan dalam sebuah mimpi-mimpi yang mengerikan. Mengerikan lantaran disana pula terdapat seorang gadis yang amat ia kasihi tengah menungguinya pulang dalam kemenangan. Maka ingatkah dahulu kau bilang janji, dahulu kau bilang itu pasti, namun dalam kenyataan pahit gadis itu tetap setia menunggui mu kembali.Kebetulan waktunya untuk Kelv bekerja

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 16

    Dengan perlahan dan lembut, bagai sebuah mimpi yang tiada mampu menafsirkannya, setelah Nazma menangkap sebuah nama seraya langsung ia renungkan saat kegelapan kaki langit melingkupi kedua bola matanya yang memancarkan kerlip cahaya kebenaran-kebenaran lama yang memesona meski tersamarkan.Sekilas Kelv menghela napas panjangnya setelah kata-kata haru itu telah usai dari dalam telinganya, berusaha menghentikan siksaan dalam dada seperti sebuah gigitan yang merindukan kasih sayang. Adakalanya ia juga merasa bahwa hidupmu dan hidupku tak jauh berbeda selayaknya mahkluk rapuh yang berdosa, terjebak dalam jeruji nestapa, dan yang paling kita harapkan adalah sebuah kebebasan dimana burung burung bisa senantiasa mengepakkan sayapnya terbang hingga ke angkasa, menikmati keindahan awan, dan langit tinggi tanpa batas yang membentangkan keagungan dari harapan-harapan belaian rahmat dari Tuhannya. Sekali lagi kita sama Nazma, aku juga makhluk yang berdosa. Suara derit engsel yang kau sere

DMCA.com Protection Status