“Astaghfirullahhal adzim! Aku gak mau diganggu!” teriak Dinda tiba-tiba dari balik tirai ruang tengah.“Sini, Nduk! Dari tadi bangun?” tanya Bu Teti sembari melambaikan tangan.Ustaz Hamdan tersenyum melihat Dinda yang serba salah dari balik tirai. Bu Teti segera menghampiri lalu mengajak duduk.“Gak perlu takut, Mbak Dinda. Percaya sama Allah. Nanti coba saya ngobrol dengan Abah, gimana baiknya,” kata sang ustaz muda dengan sesekali ekor matanya mengamati wanita pujaan.“Saya gak mau lagi berhubungan dengan dunia gaib,” ujar wanita muda ini sembari menunduk.Kini, tampak dari kedua kelopak mata Dinda berkaca-kaca. Ustaz Hamdan yang melihatnya menjadi kasihan.“Yang di perut Mbak Dinda hanya tipuan dari bangsa jin. Mereka senang kalo manusia selalu dalam kekhawatiran dan panik. Agar mudah disesatkan,” ujar sang ustaz sembari tersenyum bijak.Bu Teti yang sedari klinik sudah panik, seketika memegang perut Dinda.“Ustaz, hasilnya memang positif dan Mbah yang tadi juga bilang kalo ada j
"Bapak! Aku tak maumemakainya.”“Ayolah, Sayang!a Sesekali kamu berdandan seksi di depan Bapak,” ucap pria mabuk tersebut sembari memeluk Dinda dari belakang. “Astaghfirullah haladzim! Bapaaak ....!”“Ayolah, Sayang! Bentaran ... Bapak itu sayang pada kamu. Apa pun akan Bapak belikan untukmu,” ucap Pak Wardoyo yang telah dirasuki setan dengan nafas memburu.Dinda meronta sekuat tenaga, tetapi sang bapak semakin bernafsu dengan putri kandungnya. Apalagi saat baju atasan Dinda telah sobek melebar hingga bagian dada terbuka sebagian, Pak Wardoyo semakin bergairah melihatnya. Wanita muda ini sekuat tenaga lepas dari cengkeraman sang bapak.“Astaghfirullah! Paaak! Sadaarr ...!” teriak Dinda histeris saat tubuh pria yang telah terbukti dalam tes DNA sebagai bapak biologis menindihnya. Sementara di tempat lain, menempuh jarak sekitar satu jam perjalanan dari rumah mewah Pak Wardoyo.“Hei, ustaz tak tau diri! Kau telah berani mengurungku. Aku bisa pastikan Jamila akan tetap jadi istriku sa
"Bu, bisa minta tolong ambilkan sarung atau selimut?” tanya sang ustaz sembari membetulkan letak jas di tubuh Dinda.“Baik, Ustaz.”Bu Teti gegas masuk rumah lalu kembali dengan kain selimut. Kemudian dengan kain selimut tersebut, wanita setengah baya ini melapisi tubuh Dinda lalu dibopong oleh sang ustaz masuk rumah.Saat menurunkan tubuh sang wanita, ustaz muda ini sempat berbisik,” Besok kita menikah. Aku tak mau kehilangan dirimu lagi, Jamila.”Dinda yang sudah terbangun menatap lekat kepada sang ustaz, begitu mendengar kata- kata barusan seketika buliran air mata mengucur deras dari kedua pelupuk mata.Sang ustaz seketika membalut ujung jari telunjuk dengan tisu lalu mengusap lembut tetesan air mata dari pipi Dinda. Tindakan Ustaz Hamdan membuat rasa sedih dan malu Dinda semakin menjadi.“Gak usah menangis lagi. Aku akan ada selalu di sini,” ucap Ustaz Hamdan sembari mengambil kotak tisu dari meja lalu mengulurkan kepada Dinda.Pria muda ini lalu duduk tepat di hadapan Dinda. Sa
"Aku siap mendengar keputusanmu, Jamila,” kata Ustaz Hamdan dan seketika membuat kedua pipi Dinda merona.Sementara Bu Teti tersenyum bahagia melihat perilaku keduanya. Sang wanita muda terdiam lalu memainkan ponsel. Tampak ia salah tingkah. Bu Teti mencubit kecil lengan sanganak agar segera memberi jawaban ke sang ustaz.“Iya, Ustaz,” ucap Dinda sembari menunduk.“Beneran?” tanya sang ustaz sembari memandang ke arah sang pujaan hati.Dinda pun mengangguk masih dengan memainkan ponsel.“Alhamdulillah! Terima kasih, Jamila,”ucap Ustaz Hamdan segera lalu mengusap wajah dengan telapak tangan.Ustaz muda ini lalu memberitahu bahwa berkas-berkas yang telah dipersiapkan sebelum Dinda diajak sang bapak telah diurus ke KUA. Bisa jadi ijab kabul esok hari dilaksanakan untuk mengesahkan pernikahan saja dan akte nikah akan selesai beberapa hari setelahnya. Semua terpaksa dipercepat demi menjaga harga diri Dinda.“Bu Teti, saya mohon izin agar Mbak Dinda bisa dijaga oleh para santri dan beberapa
Napas korban tersengal-sengal sementara beberapa bagian tubuh terluka cukup parah bahkan kaki dan tangan ada yang patah tulang.Korban digotong ke ambulans dengan diberi alat bantu pernapasan. Setelah misi penyelamatan selesai, para wanita keluar. Dinda dan Bu Teti mendekat ke arah ambulans.“Pak Wardoyo?” tanya Bu Teti sembari terbelalak dan sementara Dinda tak berani melihatnya.“Aku gak mau berhubungan dengan dia lagi. Manusia bejat!” teriak Dinda berlari ke arah ruang tamu.Bu Teti segera menyusul masuk rumah. Sementara yang lain sedang menunggu polisi olah TKP dan membantu membersihkan bekas kejadian. Setelah para petugas menyelesaikan tugas mereka berpamitan kepada Bu Teti dan Dinda serta yang lain. Mobil derek menarik kendaraan mewah Pak Wardoyo yang ringsek.Sepeninggal mereka, Bu Teti dan Dinda mulai berdiskusi tentang acara esok hari. Saat mereka sedang mengobrol, tiba-tiba salah satu santri masuk ke ruang tamu memberitahukan bahwa Ustad Hamzah datang.Tentu saja kedatangan
Pria muda ini beranjak menuju motor diiringi oleh Dinda sampai naik motor. Sang ustaz memandang penuh kasih ke arah calon istrinya.“Hati-hati, ya. Selalu baca doa dan zikir. Mustafa masih mencintaimu dan membuatku cemburu,” ucap Ustaz Hamdan.“Insyaallah akan selalu berdoa. Terima kasih atas perhatian selama ini,” balas Dinda sembari melihat ke pria yang duduk di atas motor di hadapannya.Pasangan calon pengantin berpandangan penuh arti. Tiada kata yang terucap karena hati mereka telah bertaut. Ada dua hati yang kasmaran dan tentu saja ada yang tak rela mereka bersatu.“Brengsek! Permata cincin ilang lagi. Aku mau pake tubuh kamu. Woii, bangun! Ngapain pake kejedot segala? Permaisuriku keburu diambil ustaz tak tau diri itu,” ucap Mustafa di samping tubuh Pak Wardoyo yang sedang koma.Jin bandel ini sibuk memikirkan cara untuk bisa bertemu dengan Dinda. Raganya tak bisa ia keluarkan dari botol. Semua anak buah bahkan anggota keluarga besar tak ada yang mampu melepas ikatan doa yang me
"Ustaz bajingan! Liat aja, kau akan merasakan akibatnya!” teriak Mustafa yang hanya didengar oleh kedua calon pengantin saja.“Ha ha ha ... gak taunya ada yang tambah marah,” kata sang ustaz yang diikuti tawa oleh Dinda.Bu Teti yang tak mengerti maksud keduanya menjadi kebingungan.“Emang Mustafa ada di sini?” tanyanya kepada kedua orang yang sedang tertawa.“Suaranya ada di atas pohon mangga," jawab Dinda sembari menunjuk ke pohon tersebut.Bu Teti mengikuti arah telunjuk sang anak, tetapi tak ada apa pun di sana. Akhirnya, wanita setengah baya ini hanya menggeleng karena sudah memaksa melotot pun tetap tak dapat melihat.Mustafa yang semakin jengkel tak tahan dengan keadaan ini. Ia pun segera menghilang dan Dinda mengamati kepergiannya. Indra penciumannya mencoba menghirup aroma yang biasa lewat jika ada Mustafa, tapi kali ini tak tercium.“Ngendus apa, Nduk?”tanya Bu Teti yang sedari tadi mengamati Dinda.“Biasanya ada bau khas Mustafa,” jawab sang anak sembari melirik Ustaz Hamda
Penglihatan mereka soal keberadaan Ustaz Hamdan yang ada dua, membuat berpikir bahwa ada jin yang menyerupai putra sang kiai.“Moga tak ada masalah setelah ini,” ujar Ibu Pengurus.“Aamiin. Ngeri juga, Bu. Kalo kejadian kayak di rumah Mbak Dinda kemarin.”“Iya, Ustazah. Ngeri.”Kedua wanita baru saja tutup mulut saat dari rumah utama terdengar bunyi dentuman yang cukup keras seperti sesuatu amat besar roboh ke tanah lalu diikuti suara lengkingan panjang.Sontak saja, suara keributan di rumah utama menarik semua orang yang berada di sekitar lingkungan ponpes, terutama di masjid. Tak lama kemudian, Ustaz Hamdan tampak keluar dari rumah utama langsung berlari ke arah masjid. Pria muda ini mencari keberadaan Dinda.“Jamila, Mustafa lepas. Waspada,” ucap sang ustaz sembari memegang tangan sang istri.“Astaghfirullah!” seru Dinda yang seketika pucat pasi.Hal yang ia takutkan terjadi juga bahwa Mustafa akan membuat kerusuhan di hari pernikahan. Setelah didahului ancaman ditujukan kepada san