ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 4"Tha, ngapain?" Hampir saja aku berteriak karena seseorang menepuk pundakku yang membuatku terkejut. Ternyata Mbak Sekar yang menepukku."Kenapa, Tha? Kok kaget gitu?" tanya Mbak Sekar terlihat bingung."I--itu, Mbak. Denia nangis dan disusui Mbak As ...." Belum tuntas aku berbicara pas menoleh dan menunjuk ke dalam kamar. Sosok Mbak Asih sudah tidak ada di tempat.Terlihat Denia yang sedang asyik berceloteh menatap ke langit-langit kamar, seperti sedang bercanda dengan seseorang."Tha, kok bengong lagi?" ucap Mbak Sekar, kemudian ia masuk ke dalam kamar."Mbak habis dari mana?" tanyaku."Habis beli pempers untuk Denia ke warung,""Tadi kamu bilang apa? Mbak As siapa?" tanyanya lagi.Ah, tak mungkin aku berbicara tanpa bukti. Yang ada nanti akan membuat Mbak Sekar dan keluarganya bersedih, atau bisa saja mereka marah padaku dan menuduhku berhalusinasi."Nggak jadi, Mbak. Tadi Denia nangis, pas aku mau ke kamar eh malah berhenti nangisnya," kilahku."S
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 5"Udah jangan nakut-nakutin deh, orang nggak ada apa-apa di sana," omel Nenek sambil mencubit pelan perutku."Masih ada matahari, jangan nakut-nakutin kamu." Ibu menimpali Nenek lalu menjewer kupingku.Mereka pikir aku hanya menakut-nakuti mereka saja, padahal memang jelas-jelas aku melihat Mbak Asih ada di ujung gang itu sedang menatap ke arah kami.Dengan membaca bismillah aku kembali melajukan motorku pelan, sosok Mbak Asih nampaknya tak mau pergi juga. Rawut wajahnya memperlihatkan kesedihan yang begitu mendalam, ketika melewati Mbak Asih hampir saja kami terjatuh karena tubuhku tak bisa seimbang mengendarai motor."Tha, hati-hati bawa motornya. Kita hampir saja jatuh, kamu ngeliat apaan sih?" omel Ibu."Mbak ...." Belum selesai aku berbicara Nenek malah memarahiku dan menyuruhku untuk melanjukkan motor.Aku menoleh kembali ke belakang untuk memastikan apakah Mbak Asih masih ada di belakang atau tidak. Saat aku menoleh ternyata sosoknya sudah tidak
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 6Brak!Suara pintu seperti didobrak setelahnya sunyi tak ada suara apapun yang terdengar. Dea menangis dalam diam, hanya tetesan air matanya saja yang berderai.Dinda mencengkram tanganku dengan sangat kuat, seolah tak mau ditinggalkan sendirian. Sementara aku mencoba untuk mengendalikan rasa takutku, walaupun sebenarnya aku pun merasakan takut."Nggak ada suaranya lagi?" Bisik Dinda."Nggak ada, tapi kan kita nggak tau keadaan diluar kamar. Bisa aja Mbak Asih lagi berdiri di depan kamar 'kan?" jawab Dea sambil menghapus air matanya.Tin! Tin!Bunyi suara klakson motor milik Dinda diluar, membuat kami bertiga terjingkrak karena terkejut."Kayanya emang perlu lihat sedikit deh dari jendala, bukanya sedikit aja," tutur Dinda memberi saran.Kini Dea pun setuju dengan ajakan Dinda, perlahan kami turun dari kasur dan mendekat ke arah jendela kamarku. Suara klakson motor Dinda pun masih berbunyi, yang kutahu warga di sini semuanya sedang berkumpul dikediaman
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 7Saat aku membuka mata, ternyata semua keluargaku sudah kembali. Keningku dikompres, dan aku tak melihat Dea di sini. Mungkin Dea sudah dibawa pulang orang tuanya. Di sampingku ada Dinda yang sedang meminum teh hangat."Udah sadar, Nduk?" tanya Ibu sambil menyentuh keningku."Ibu kapan pulangnya?" tanyaku seraya melirik jam di dinding, ternyata sekarang sudah pukul 1 pagi."Tadi jam 11, perasaan Ibu nggak enak. Kepikiran kamu terus di rumah.""Tadi ada Mbak Asih, Bu, datang ke rumah. Mbak Asih teriak kesakitan dan meneror kami," ungkapku dengan kepala yang masih terasa pusing."Ya sudah kamu lanjutkan tidurnya. Dinda, kamu juga tidur sana, sudah malam jangan begadang. Nanti Ibu dan Nenek juga akan tidur di sini, bapakmu mau ambil kasur lantai." Setelah mengatakan itu, Ibu langsung keluar kamar.Dinda pun meneguk habis minumannya dan berbaring di sampingku, kami berdua terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing. Kejadian tadi adalah hal yang paling menak
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 8Heh, kowe sing melu ngobong Mbak Asih. Nek Mbak Asih ora mati dipateni ya ora bakal deweke dadi setan gentayangan!" teriakku kesal.(Heh, kalian kan yang ikut ngebakar Mbak Asih. Kalau Mbak Asih nggak mati dibunuh ya nggak bakalan jadi setan gentayangan!)Dua lelaki itu terjingkrak karena suara teriakkan ku, Mas Diki menatapku dengan wajah memerah menahan marah."Opo? Ora terima sama omonganku?" bentakku, yang membuat Dinda menarik tanganku untuk menjauhi dua lelaki br3ngsek itu.(Apa? Nggak terima sama omonganku?)"Sebab musababe digolek disek, ojo sok main hakim dewe. Saiki rasakno sak kampung diteror arwah Mbak Asih!" ucapku lagi sambil memelototinya.(Apa-apanya itu dicari buktinya dulu, jangan suka main hakim sendiri. Sekarang rasain satu kampung diteror Mbak Asih!)Aku masuk ke dalam rumah dan kutinggalkan Dinda sendiri di teras. Emosiku membuncah saat Mbak Asih dijelek-jeleki seperti itu. Bukannya merasa bersalah karena ikut andil dalam kematian
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 9"Kayanya Mas Riski nggak sendirian deh di sana, ada orang lain juga di sampingnya," ujarku sambil memperjelas penglihatanku."Apa kita samperin aja, kalau nggak kita ngintip?" ajaknya bersemangat.Kami lalu berjalan pelan-pelan ke arah tempat Mas Riski, sepertinya ia memang tak sendirian. Ada seseorang lagi di sampingnya, dan suaranya seperti suara wanita.Krek!Tak sengaja Dinda menginjak ranting yang berserakan di tanah, menimbulkan suara sehingga Mas Riski menoleh ke belakang. Untung saja dengan cepat aku menariknya bersembunyi di kandang kambing milik Pak Budi."Hampir aja ketahuan lho kita, nggak hati-hati kamu!" bisikku seraya mencubit pelan lengannya."Yo maaf toh, ora sengaja aku, Tha."Tidak dapat terdengar dengan jelas pembicaraan Mas Riski dengan wanita itu, aku pun tidak tahu dengan wanita mana ia berbicara. Apakah itu Mbak Sekar? Tapi untuk apa hujan-hujan begini mereka malah keluar rumah, dengan kondisi Mas Riski yang depresi.Bukankah se
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 10"Mas, kenapa ngeliatin Thasya kaya gitu?" selidik Dinda menatap lekat Mas Riski.Mas Riski yang ditanya seperti itu langsung salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang kurasa itu tak gatal. Berkali-kali matanya melirik ke sana dan kemari seakan menghindar dari tatapanku dan juga Dinda."Nggak papa. Mas cuma takut Thasya badannya luka aja karena jatuh tadi," ujarnya gugup."Lho, kenapa Thasya aja yang dikhawatirin? Kan kami jatuhnya berdua, lagian kami nggak apa-apa kok. Nggak ada yang luka juga, ya udah sana Mas Riski pulang. Kasian Denia ditinggalin," ketus Dinda."Iya," jawabnya singkat.Mas Riski pergi setelah diketusi oleh Dinda, lagi-lagi ia menatapku dengan tatapan yang tidak kumengerti dan tersenyum lalu meneteskan air mata, namun segera ia menghapusnya.Kulangkah kan kakiku menuju ke rumah Dea tanpa mau melihat lagi ke arah Mas Riski."Assalamu'alaikum," salam kami saat sampai di teras rumah Dea."Waalaikumsalam. Lho, kalian pagi-pagi banget u
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 11Suami istri itu terus saja bertengkar, Mbak Sri membanting baskom-baskom miliknya lalu memukul Mas Supro dengan kemonceng."Sakit toh, Sri! Kebangetan kamu!" Mas Supro masuk dan membanting pintu rumahnya. Sementara Mbak Sri terduduk lemas di lantai dan terisak sambil mendekap anaknya.Dea dan Dinda memandang iba pada Mbak Sri, suaminya yang membuat ulah malah dirinya yang diteror Mbak Asih."Kasian lho Mbak Sri, pasti dia ketakutan banget. Wong kita aja yang diteror kalang kabut, apalagi Mbak Sri yang punya anak kecil," gerutu Dinda."Lah, iya, suaminya ora waras! Gendeng!" sahut Dea geram.Seakan tahu kalau dirinya diperhatikan Mbak Sri menoleh ke arah kami, lalu kemudian ja juga masuk ke dalam rumahnya.Ah, pagi ini banyak sekali kejadian yang membuat otakku menjadi pusing. Ingin rasanya mencari tahu dalang dibalik fitnahan Mbak Asih, supaya arwah Mbak Asih bisa pergi dengan tenang."Din, De. Apa kita minta bantuan sama Melly dan Intan aja ya? Kan
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH extra part 2Ridwan langsung membalas WA dari Melly dan mengiyakan untuk mencarikan yang disuruh oleh MellySebelumnya Ridwan terlebih dahulu bertanya pada kakek dan ayah Tasya. Setelah mendapatkan informasi di mana ia bisa mendapatkan barang-barang yang diperlukan Melly, lantas Ridwan dan Hanif pergi untuk mencarinya.Mereka mencari di dekat hutan lokasi tempat kejadian semalam, tak butuh waktu lama Ridwan dan Hanif menemukan yang disuruh oleh Melly.Saat Ridwan dan Hanif ingin pergi tiba-tiba Hanif menunjuk ke arah rumput yang berwarna merah sepertinya itu darah Luna namun ada perasan jeruk nipis di sekitar darah tersebut."Siapa yang ngucurin jeruk nipis ke darah ya?" tanya Hanif pada Ridwan"Ini bekas darahnya si Luna kan sama Bram, bukannya darah kalau dikucurin jeruk nipis arwahnya kesakitan ya?" tanyanya lagi"Udahlah ayo langsung balik aja Melly pasti udah nunggu kita di rumah!" ajak Ridwan.Ridwan tak mau ambil pusing apa yang ditunjukkan oleh Hanif,
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH extra partSelesai Ustaz mengajak salat taubatan nasuha warga pun kembali pulang ke rumah masing-masing.Melly dan yang lainnya menginap di rumah Thasya, Ridwan dan Hanif akan tidur bersama dengan kakek Thasya di ruang televisi.Berkali-kali Melly mengembuskan napasnya kasar dan memijit keningnya. Raut wajahnya terlihat cemas memikirkan sesuatu hal."Kenapa, Mel?" tanya Dinda mendekati Melly."Nggak papa," kilah Melly tersenyum simpul.Hanya Melly dan Dinda yang masih terjaga sampai larut malam, yang lainnya sudah tertidur dengan sangat pulas karena kelelahan dengan kejadian yang menggemparkan desa."Tapi mukamu tidak menujukkan kamu sedang baik-baik aja, Mel. Cerita aja sama aku, kali aja bisa sedikit lebih plong hatimu," bujuk Dinda."Huh!" Lagi Melly membuat napasnya."Teror Mbak Asih udah nggak ada, tapi sekarang rasanya ada sosok lain yang dendamnya masih membuat dirinya gentayangan sekarang," keluh Melly."Siapa? Apa si Luna dan Bram itu?" sahut Dinda m
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 18"Allahu Akbar. Mas Riski!" teriak Asih menangis.Asih mencoba untuk memberontak dari tahanan warga, tetapi tak bisa. Tangannya dicekal dengan sangat kuat.Plak!"Diam kamu pencuri!" bentak Luna menampar pipi Asih dengan keras.Asih terhuyung--tubuhnya terperosot ke bawah. Air matanya terus membasahi pipinya. Kini matanya mulai sembab, wajahnya memerah menahan sakit di pipi juga di hati."Demi Allah, aku nggak mencuri kotak amal. Aku tau dosa, aku masih takut siksa kubur," lirihnya."Halaah, maling mana ada yang mau ngaku! Bakar aja, bakar! Jangan sampai kampung kita dikotori oleh pencuri seperti dia!" tunjuk Ucup mempropokasi warga."Hei! Jangan main hakim sendiri, kamu kira Asih apaan main bakar-bakar aja. Dijaga ucapanmu!" bentak Ayah dan kakeknya Thasya saat tiba di rumah Asih.Banyak sudah warga yang termakan dengan hasutan setan Ucup, Luna dan juga Bram.Warga tak mau mendengar ocehan siapapun, hasutan setan sudah ditelan mentah-mentah. Asih dia
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 17Luna tak hanya membual, ia benar-benar memikirkan bagaimana caranya menghancurkan hubungan Asih dan Riski. Luna tak ingin Riski bahagia dengan Asih. Rencana licik Luna tersusun rapih. Ia sudah memikirkan segala resikonya. Dan jelas ia meminta bantuan pada Bram dan Mbak Sumarno."Kalau kamu benar-benar cinta sama aku. Turuti segala kemauan dan perintahku. Aku tak ikhlas jika Riski bahagia dengan Asih, biar bagaimanapun aku pernah mencintainya," tegasnya. Dalam hati terdalamnya, rasa cinta itu masih ada sampai sekarang. Luna wanita rakus, ia pintar memutar balikkan fakta dan bersilat lidah."Apa rencanamu untuk menghancurkan mereka?" tanya Bram serius."Fitnah Asih! Buat dia sampai mati dihabisin massa!" geramnya."Maksudmu?"Luna menjelaskan tentang rencana jahatnya pada Bram. Luna menyediakan satu lelaki suruhan untuk berpura-pura menjadi simpanan Asih agar Riski benci dengan Asih, setelahnya Luna menyuruh Bram mengambil kotak amal di musala secara di
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 16Melly mengambil alih menggendong Denia dalam gendongan Intan. Suara lolongan anjing terdengar memekakkan telinga."Ayo pergi. Ada hal yang nggak beres akan terjadi lagi!" titah Melly.Intan dan Thasya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Mereka gegas berjalan meninggalkan daerah hutan.Setiap mereka berjalan seakan dipantau oleh seseorang dari tempat lain.Mata Melly dan Thasya terus mengawasi sekitar, takut jika ada serangan dari makhluk jahat itu lagi."Nggak habis pikir gue sama yang bawa Denia ke dekat hutan! Nggak ada otaknya!" maki Intan sambil terus mempercepat jalannya."Sampai gue tau siapa orangnya, gue patah*n tulangnya!" ocehnya lagi."Udah nggak usah ngedumel, ngedumelnya nanti kalau udah ketahuan siapa orangnya!" tegas Melly.Mereka bertiga semakin mempercepat langkah kakinya menuju ke desa.Dalam gendongan Melly--Denia tertidur dengan tenang.Selama berjalan mereka terus melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.Tung! Tung!Bunyi pukulan
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 15Intan yang melihat Melly gemetar segera membuat teh manis hangat untuknya. Ia juga sangat terkejut dengan apa yang diucapkan Melly.Siapa orang yang tega mengambil jasad Mbak Asih dan nemfitnah Mbak Asih."Nih, Mel, minum dulu biar tenang. Eh, gue lupa cuma bikin satu doang, Tha, hehe. Maaf, ya, lu kalau mau bikin sendiri aja. Lagian ini kan rumah lu," celetoh Intan."Iya, santai aja. Aku kalau mau nanti bikin sendiri kok. Ya udah mending sekarang kita masuk ke kamar, nanti anak-anak nyariin dan curiga terus malah jadi heboh malam-malam gini," ujar Thasya.Sebelum masuk ke kamar mereka bertiga mengatur napasnya dulu agar Dinda dan Dea tak curiga dan panik."Jangan diceritain dulu ya, Tha. Takutnya nanti malah mereka pada ketakutan," jelas Melly."Siap," sahut Thasya dan bergegas ke kamarnya.Baru saja mau masuk ke dalam kamar, diluar rumah terdengar suara teriakan orang yang tengah ketakutan.Belum lagi suara pentungan pos ronda yang sangat nyaring un
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 14"Hati-hati, Mel, jangan ngebut." Intan meneriaki Melly."Iya, tenang aja!" sahut Melly berteriak juga.Buluk kuduknya meremang saat melewati sosok Mbak Asih yang melayang di udara."Astaghfirullah." Melly menepuk dadanya pelan dan berhenti mendadak di dekat kebun singkong.Begitupun dengan Intan yang ikut memberhentikan laju motornya. Ia paham apa yang dilakukan Melly, karena sekarang Intan pun peka dan sensitif dengan ghaib. Perlahan batinnya terbuka dengan sendiri."Pasti kamu abis melihat Mbak Asih di sekitar sini, ya?" bisik Thasya pada Melly.Mau tak mau Melly pun menganggukan kepalanya dan membenarkan pertanyaan Thasya. Thasya langsung merapat, memeluk tubuh Melly."Tenang. Bantu doa aja, sekarang gue mau fokus lagi bawa motor," ujarnya dengan membuang napas kasar."Bismillah ya Allah ... lindungi kami semua." Doa Thasya memejamkan matanya.Melly dan Intan kembali melajukan motornya, Dea tertidur diboncengan Intan. Dea berada di tengah antara In
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 13"Mbak A--Asih." Mereka begitu gemetar menyebutkan nama Mbak Asih yang kini tepat berada di hadapannya.Tubuh Dea merosot ke tanah, ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sementara Dinda dan Thasya diam di tempat, tubuhnya tak bisa digerakkan. Hanya lelehan air matanya saja yang keluar dari matanya."Thasya!" teriak seorang wanita.Perlahan sosok Mbak Asih menghilang dari hadapan mereka. Tubuh Thasya limbung, ia juga terjatuh ke tanah."Lu nggak apa-apa?" Ternyata yang memanggil dirinya adalah Melly, Melly datang bersama dengan Intan. Melly langsung memeluk Thasya dan mencoba menenangkannya. Sementara Intan mengambil sebotol air minum dari dalam tas gembloknya."Ini minum dulu." Intan menyodorkan sebotol air pada Thasya.Thasya meminumnya setelah itu ia berikan air minum itu pada teman-temannya. Melly dan Intan membantu Thasya dan Dea untuk berdiri."Kok kamu tau aku ada di sini?" Thasya heran dengan Melly dan Intan yang tahu keberadaannya
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 12💞💞💞POV Author"Maaf nih, Bu, Pak. Kami nggak bisa lama-lama mainnya. Soalnya abis ini mau ketemu sama teman," ujar Dinda pada semuanya. Dinda merasa suasana sudah tak kondusif lagi maka ia mencari alasan untuk segera pulang."Owalah, ya sudah kalau begitu. Padahal Denia masih mau main kayanya, anteng dia digendong sama Thasya," jawab Pak Yahya."Ayo kita pulang!" ajak Dinda pada teman-temannya.Sedangkan rawut wajah Riski terlihat kecewa dengan ajakan Dinda mengajak Thasya untuk pulang."Ya udah kalau gitu, kami pamit pulang ya. Assalamualaikum." Dinda--Dea--Thasya mencium tangan orang tua Mbak Asih dan berpamitan pada Sekar serta Riski.Saat berpamitan pada Sekar ia hanya menujukkan wajah datarnya saja, tak ada senyuman menghiasi kepergian mereka.Dinda buru-buru menarik tangan Thasya dan juga Dea untuk menuju ke motornya.***"Keluar nggak bilang-bilang dulu sama orang tua, bikin panik aja!" omel Ibu dan Ayah berbarengan saat Thasya memarkirkan