Agar tujuannya tidak gagal, Laura merayu Topan untuk meminta Emma tinggal di mansion mereka. Alasan yang Laura kemukakan cukup masuk akal sehingga Topan menyetujui permintaannya itu."Kurasa dia akan jenuh beberapa bulan ke depan. Kalau tinggal di sini bersama kita, dia bisa punya teman cerita."Namun, Topan menghadapi jalan terjal meyakinkan Emma bahwa Emma bisa lebih aman dan mudah diawasi. Alasan lain agar bisa membangun hubungan antara Kia dan Laura, tidak Topan katakan pada Emma. Penolakan Emma sangat beralasan, karena Kia akan dipisahkan darinya dan Laura yang menekannya secara terang-terangan di pertemuan pertama. Emma akhirnya menyetujui permintaan Topan, setelah melewati debat alot selama dua bulan.Di mansion Danudara, Emma dan Kia diperlakukan sangat baik. Namun, Emma hidup seperti burung di dalam sangkar emas, seperti ketika dia tinggal di Berlin. Dia dilarang keluar rumah melewati gerbang mansion dan diberikan pel
"Emma dinikahi secara sah, karena kita butuh pewaris sah dari pernikahan. Dia bisa menuntut kita atas Kia karena keegoisanmu!" bentak Alex sambil menunjuk-nunjuk Topan. "Kakek, yang terjadi di luar rencana kita. Tiba-tiba Laura sadar dari koma, sejak itu rencana kita berantakan.""Kamu yang membuat rencana jadi berantakan! Kamu memulai petaka ini semua dari keinginanmu mengambil Kia dari Emma sebelum waktunya. Apa kamu pikir Emma akan menyerah begitu saja?" Napas Alex terdengar keras, keningnya mengerut, dan wajah marahnya tampak merah. "Kamu lihat tadi bagaimana reaksinya 'kan? Kamu dengar apa yang dia ucapkan pada Laura 'kan? Kalau saja kamu tidak memutus sepihak susu Kia secara tiba-tiba, maka semua ini tidak akan terjadi!"Alex memukul permukaan meja saat bicara, lalu menghela napas. "Laura dan Emma tidak akan terluka karena saling melukai! Kamu menganggap enteng Emma, Topan, padahal kamu setengah mati meyakinkan dia untu
"Kia wangi sekali, sekarang giliran Mama mandi. Tunggu di sini, ya?" Emma mencium Kia, lalu meninggalkan Kia sendiri di kotak tempat tidurnya. Setelah melahirkan, Emma hanya menghabiskan waktu tiga menit untuk mandi. Laura masuk ketika Feni bermain bersama Kia. "Bersiaplah dan bawa dia keluar. Kami akan pergi sebentar lagi." "Apa aku boleh ikut?" tanya Emma di pintu kamar mandi. Dia baru saja selesai berpakaian. "Tidak, kami akan menemui kerabat. Apa kamu mau dianggap baby sitter Kia?" Mata Emma bergerak-gerak, tampak berpikir, tetapi dia memiliki raut muka yang sedih. "Tidak apa, aku memang mengasuh Kia." "Feni sudah cukup menjaga Kia dan tugasnya memang untuk mengasuh Kia." Laura menyela ucapan Emma. "Ayo, Feni, kita harus pergi sekarang.""Tidak, Kia tidak akan kemana-mana, kalau aku tidak ikut. Aku ingin bersamanya hari ini sepanjang hari." Emma sudah mendekat pada Feni. Tas berisi perlengkapan Kia sudah siap di ujung kasur. "Kamu ingin orang-orang tahu bahwa kamu ibunya Kia
"Saya sudah mencari Nyonya ke banyak tempat, tapi tidak menemukannya. Nyonya sempat ke apotek mengambil obat Kia, setelah itu menghilang. Saya menunggu berjam-jam sebelum mencari mereka." "Bagaimana kamu bisa lengah sampai kehilangan mereka?" amuk Topan dengan muka tegang dan kening mengerut. Napas Topan juga tidak teratur."Maaf, Tuan, saya menunggu Nyonya di parkiran. Dua jam Nyonya masuk ke gedung, saya menyusulnya ke poliklinik anak dan kata suster, mereka sudah keluar sejak tadi. Saya juga ke apotek, saya pikir mungkin mereka sedang mengantri di sana, ternyata Nyonya juga sudah mengambil obat Kia."Topan menghampiri sopir dengan cepat dan memukulnya di bagian wajah. Karena tanpa persiapan, sopir terhuyung ke belakang dan nyaris menyenggol sudut kaca meja di ruangan kerja Alex. "HENTIKAN, TOPAN!" teriak Laura terkejut. Topan tampak seperti tidak waras ketika membabi buta memukul sopir, hingga sopir mengalami luka lebam dan berdarah di bibir. Kemarahan Topan seketika tidak ter
"Apa kekuranganku sampai aku tidak pantas melahirkan anakmu?" Erica meneguk minuman anggurnya dalam satu kali tenggak. Dia memutuskan pulang setelah beberapa waktu merasa tidak baik-baik saja. Erica pulang dalam keadaan menangis dan melempar tas dan sepatu di ruang tamu. Kali ini Erica menjadi tidak profesional seperti biasanya. Dia tidak peduli dengan kinerja buruk yang akan tersemat nantinya, karena tidak mampu melanjutkan pekerjaannya. Beberapa pekerjaannya menjadi rusak. Sekarang dia hanya ingin menyembuhkan luka hati karena lidah tajam Topan. Bahkan ponselnya pun dimatikan. "Apa kelebihan perempuan itu yang aku tidak punya?" lirih Erica dalam sorot mata kosong. Dia terpuruk di kamar berjam-jam sebelum merasa membutuhkan anggur untuk menenangkan diri. Namun, setelah tiga gelas wine ditelan, Erica belum juga merasa membaik."Pantas saja dia tidak menjawab teleponku selama di Berlin. Ternyata bukan hanya karena Laura yang sadar dari koma, tapi juga karena Emma," gumam Erica, keti
"Kami menemukan racun mematikan dalam tubuh pasien dan masih dalam pengawasan kami. Pasien terselamatkan, tapi kritis, jadi dia belum bisa dijenguk. Saya permisi, Pak Alex." Setelah berjam-jam menunggu hasil pemeriksaan dokter dan laboratorium, Alex dan Laura pada akhirnya bisa menarik napas lega ketika kabar baik itu datang. Namun, kenyataan buruk juga harus mereka terima.Sepengetahuan Laura dan Alex, saat seseorang diracuni dan mengeluarkan busa dari mulutnya, maka korban akan tewas tanpa sempat mendapat pertolongan. "Kakek sangat bersyukur dia selamat. Tuhan masih memberinya kesempatan hidup." Alex mengusap air mata karena menangis haru. "Tapi dia kritis." Laura menolak ungkapan perasaan Alex. Dia menangis karena pikiran buruk menakutinya selama Topan dalam penanganan dokter. Kritis menjadi kata menakutkan bagi Laura, yang bisa mengubah statusnya menjadi janda sewaktu-waktu. "Aku takut, Kakek. Aku tidak ma
"Kenapa Erica seperti bukan Erica yang saya kenal. Biasanya dia akan menjawab telepon walaupun kantor sedang libur," keluh Alex setelah gagal menghubungi sekretaris itu berulang kali. "Dia mengajukan cuti dua hari sebelum Pak Topan keracunan anggurnya." Jeremy mencoba berkilah dengan alasan yang masuk akal, agar insiden di ruangan Topan dan alasan Erica menghindar tetap terjaga dengan baik. "Mungkin dia benar-benar ingin menikmati masa cutinya tanpa ada gangguan, jadi tidak ingin diganggu.""Tapi ini berbeda, Jeremy. Setidaknya dia bisa membalas teleponku saat melewatkan panggilanku. Tapi belakangan ini dia seperti menghindar. Apa ada masalah dengannya? Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini.""Benar, Pak, karena itulah mungkin dia tidak menelepon Bapak kembali. Karena dia benar-benar ingin bersantai dan bersenang-senang.""Saya khawatir dia mengalami sesuatu." Alex tampak cemas saat mengutarakan kekhawatirannya. Jeremy mengembus napas atas kepedulian Alex itu. Kalau saja Alex tahu
Emma terkesiap ketika informan menyampaikan kabar tentang Topan yang kritis hampir dua pekan. Saat mendengar berita itu, Emma merasa ada kegembiraan di hatinya karena pembunuh ayahnya sudah sekarat, walau satu sisi rasa bersalahnya muncul di sudut hati yang lain. "Maaf, saya baru mengabari Nyonya sekarang. Saya ingin menelepon, tapi posisi saya dekat dengan lokasi. Saya tidak mau terdeteksi oleh alat pelacak mereka." Emma bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Kenapa dia tidak mati saja? Kenapa harus masih hidup? Kalau begini rasanya usahaku sia-sia.'"Dan mengenai ayah Nyonya, kematiannya tidak ada sangkut pautnya dengan Pak Topan. Dia bertengkar dengan rentenir memperebutkan seorang pelacur.""APA?" Emma sedikit berteriak. "Pelacur? Rentenir?"Emma menggeleng. Tidak mungkin ayahnya berbuat seperti itu. Emma sangat mengenal ayahnya. Bagaimana mungkin dia ribut untuk merebut seorang pelacur jalanan?"Bohong, itu bohong. Ayah saya bukan orang seperti itu.""Nyonya mungkin saja benar, t
Mereka turun di restoran mahal. Topan memesan menu-menu barat yang belum pernah Emma rasakan. Sambil menunggu pelayan mengantarkan makanan, Topan lanjut berbincang. Memperkenalkan banyak hal pada Emma tentang kehidupan orang-orang kaya, kebiasaan mereka dan lainnya."Aku sering melihatnya di tv. Kalian suka membuang-buang uang untuk barang-barang tidak penting. Sandal untuk ke WC saja harganya tiga juta Rupiah." Topan tidak terima dikatakan buang-buang uang hanya untuk sandal WC. Itu bukan buang-buang uang melainkan kualitas hidup dan prestige. "Emma, karena kamu bicara denganku maka aku masih mengerti. Tapi kalau kamu bicara dengan orang lain seperti tadi kamu akan ditertawakan. Tidak tahu apa-apa tentagn kehidupan orang kaya, kenapa membeli produk mahal hanya untuk dipakai di kamar mandi, kenapa beli tas mahal sampai satu milyar untuk satu tas."Topan mendekatkan dirinya lagi pada Emma. Dia ingin Emma memahami tentang gaya hidup dan cara pandang orang kaya dalam memaknai sesuatu b
"Kamu pernah ke sini?" Topan bertanya ketika mobil menginjak rem di Kota Tua. "Belum pernah, hanya sering mendengarnya. Katanya Kota Tua tempat wisata yang banyak nilai sejarah," kata Emma, terpana memandang pemandangan Kota Tua yang menakjubkan. Dengan menggendong Kia, Topan menggandeng tangan Emma masuk ke Kota Tua. Dia terlhat sangat keren dan menjadi pusat perhatian pengunjung di sana. Topan menggunakan kaca mata gelap, memakai pakaian kasual yang sederhana tetapi terlihat mahal.Emma awalnya tidak peduli dengan perhatian para perempuan di sana. Namun, dia menjadi risih pada akhirnya karena mereka turut meliriknya.Aroma parfum Topan juga sangat menggoda. Dia sangat wangi dan membuat perempuan semakin tidak bisa berpaling darinya. Emma tahu risiko menjadi istri orang ganteng dan kaya. Namun, apa mereka tidak bisa menjaga matanya sebentar saja?Entah apa yang membuat Emma mengeratkan jarinya di genggaman Topan, tetapi hatinya tidak suka melihat yang matanya lihat.Topan membawa
"Kamu tahu apa yang paling diinginkan seseorang yang mencinta?" Emma menoleh ketika pertanyaan Topan terdengar menggelikan di telinganya. Entah kenapa Topan terdengar seperti seorang pujangga kali ini."Aku tidak tahu. Aku tidak mengharapkan mencintai lagi karena itu menyakitkan," sahut Emma membuat Topan tertegun. "Aku hanya ingin bebas dan tenang, bahagia bersama Kia dan mewujudkan cita-citaku." Topan mendadak merasa kecil hati karena tidak dilibatkan dalam hidup Emma. Dia lalu bertanya, "Apa kamu tidak ingin bahagia bersamaku?" Emma menoleh padanya. Hati Emma berdesir dan dia merasa melambung ke awan. Emma merasa gugup dan kikuk, salah tingkah karena emosinya seketika berubah. "Apa aku salah kalau berkata 'mungkin' karena tidak mau terburu-buru?" "Kalau aku tidak mau menerima kata mungkin, bagaimana?" Topan malah membuat Emma terjun ke dasar jurang, tidak memiliki jalan keluar untuk naik lagi ke tebing. Kenapa dia suka sekali membingungkan Emma? Apa itu hobinya, membuat orang
Laura mengulur waktu untuk menjawab pertanyaan Topan agar mantan suaminya itu terpancing amarah dan keceplosan mengatakan kebenaran tentang Erica."Saat dia disekap, aku juga ada di sana 'kan? Apa kamu lupa itu,Topan? Jadi sudah pasti aku tahu apa yang terjadi padanya.""Apa yang terjadi padanya?" serang Topan mulai mengikuti alur permainan Laura."Kamu suruh dia keluar menemui seseorang."Topan sempat menegang saat Laura mengatakan tentang perjanjiannya dengan Erica pada hari itu. Ekspresi itu sempat tertangkap oleh Laura meski sekilas. Perempuan itu tersenyum miring dan sinis melihat Topan masuk dalam permainannya. "Kamu dengar sendiri apa yang kukatakan padanya, lalu dia tewas bunuh diri meninggalkan surat permintaan maaf. Siapa yang menduga dia akan berakhir seperti itu? Mengenaskan. Aku tidak menyangka nekat yang dia miliki bisa sejauh itu."Laura memerhatikan Topan dengan ekspresi tajam. Mimik muka Topan ketika berbicara tampak sangat serius dan meyakinkan. Gerakan tubuhnya da
Topan terdiam kaku di depan ranjang Alex dengan perasaan sakit entah bagaimana mengatakannya. Dia menangis diam, tetapi tangannya menggenggam erat dan geram ketika memegang ujung besi ranjang tersebut. Setelah dokter mengatakan yang terjadi dan penyebab terjadinya penyakit tersebut, Topan sontak dihantui rasa takut. Dia bahkan melupakan Emma dan Kia yang menunggunya di luar. Dia ditemani Dagna menemui Alex. Topan tidak mempunyai kata-kata untuk dikatakan. Namun, di kepalanya bergelayut banyak hal yang membuat sesak dan penat. Satu-satunya orang yang dia miliki, temannya bermain, dan tempatnya berkeluh kesah, Alex akan menjadi mimpi buruk bagi Topan jika pria tua itu pergi. "Kita hanya bisa berdoa buat kakekmu," ujar Dagna mengusap punggung Topan untuk menenangkannya. "Maafkan Bibi karena lalai menjaga kakekmu."Dagna mengatakannya dengan suara dan bibir bergetar. Matanya belum berhenti meneteskan air matas sejak Topan mengajaknya masuk ke kamar Alex. "Kakek tidak boleh mati. Tid
"Tidak perlu, aku tahu kamu mengambil kesempatan." Emma memalingkan muka. Entah apa yang membuatnya kikuk dan pipinya merona.Emma juga tidak bisa menjabarkan bagaimana jantungnya berdetak tidak karuan dan sekujut tubuhnya mulai terasa gemetar."Kenapa kamu bilang begitu? Aku punya hak untuk melakukan itu. Kita suami istri. Jadi, apanya yang salah?"Emma tidak menggubris komentar Topan, melainkan beranjak menuju ke kasur, mengambil posisi di sebelah Kia. Topan juga melakukan hal serupa. Sebelumnya, dia mengirim pesan pada Jeremy untuk mengabarinya bila pesawat sudah tiba di bandara.Topan membelai pipi Kia. Dia merasa penat dan beban di bahu luruh ketika jarinya yang kasar dan besar menyentuh kulit Kia yang halus. Lelahnya pun menjadi hilang melihat Kia tidur lelap dengan polosnya."Ceritakan padaku, bagaimana masa kecilmu? Aku ingat kita tidak pernah membahas topik ini sebelumnya," kata Topan memandang Emma."Aku suka bermain layangan. Dulu aku sering bermain di lapangan dekat rumah
"Wahhh … ini indah sekali." Emma terkagum-kagum melihat keindahan Kahlenberg. Salah satu wisata paling populer di Wina. Pengunjung bisa menikmati keindahan kota dan alam Wina dari atas bukit. Topan membawa Emma ke bukit tersebut, sekaligus untuk bersenang-senang di alam terbuka yang lebih bebas. "Kamu suka?" Topan bertanya dengan senyum semringah. Usahanya membawa Emma dan Kia jalan-jalan dan berlibur membuatnya senang. "Tentu saja aku suka. Semuanya sangat indah. Ah, aku tidak bisa mengatakannya seperti apa. Tapi ini benar-benar luar biasa," ujar Emma terkesima memandangi kota dari atas bukit. Topan mengusap kepala Emma ketika angin menerbangkan rambut Emma yang panjang. Dia memindahkan segumpal rambut yang jatuh di wajah Emma dengan tatap terpana. Emma terlihat sangat cantik dan menawan. Entah kenapa. Namun, Topan sulit memindahkan tatap matanya dari Emma. Perempuan itu sedang sangat gembira menikmati pemandangan ditembus angin Kohlenberg. Topan memberi Emma waktu untuk menik
"Dari mana kalian? Aku mencari-cari sejak tadi. Kamu bahkan tidak membawa ponsel," kata Topan ketika melihat Emma dan Kia dari lorong kamar lantai satu. "Aku baru saja bertemu Nyonya Laura." "Apa? Laura? Sedang apa dia di sini?" Kening Topan samar-samar mengerut. "Katanya ada pertemuan bisnis denganmu." Emma berkata tanpa menghentikan langkah. "Ada-ada saja, tidak ada pertemuan di hotel ini. Jeremy harus ikut denganku jika menyangkut bisnis." Topan terkekeh. "Dia menginap di hotel sini juga?" "Dia mengatakan itu padaku. Aku tidak peduli karena aku tidak mengerti bisnis." "Dan kamu percaya?" Topan mengikuti Emma berjalan menuju lift. "Aku tidak peduli kalaupun itu benar. Setahuku bisnis bisa dilakukan di mana saja." Topan menaruh curiga pada kedatangan Laura di hotel itu. Dia mengambil ponsel dan menghubungi Jeremy untuk mencari informasi tentang Laura. "Tunggu!" Topan menahan pintu lift, ketika Emma akan masuk. "Mau ke mana?" "Kembali ke kamar," sahut Emma bermuka datar. Ent
Entah kenapa Topan menanyakan hal itu di situasi bahagia seperti ini. Dia seperti tidak memiliki waktu lain dan kesempatan untuk mengetahui jawaban Emma yang terakhir. Topan ingin mencuci otak Emma untuk tetap bersamanya dan Kia."Tidak, tidak, anggap saja aku tidak pernah bertanya. Lupakan."Emma mengerutkan kening ketika tipan mengatakan hal itu. Dia tidak mengerti apa yang Topan katakan, sebab saat itu terjadi Emma sedang menyesuaikan posisi berdiri Kia. Dia tidak mendengar apa yang Topan katakan. Topan jadi salah tingkah sekarang. Dia menyandarkan kepala sambil menarik napas agar bisa lega. "Kamu bicara sesuatu?" tanya Emma heran melihat Topan seperti maling tertangkap basah. Topan langsung menoleh dan terdiam memandangi Emma. "Tadi kamu ada mengatakan sesuatu atau tidak?" ulang emma melihat Topan tidak juga menjawab pertanyaannya. Bingung Emma semakin bertambah ketika menemukan ekspresi bingung juga muncul di wajah suaminya."E-tidak-tidak, aku hanya bilang jangan terlalu lam