Suara tawa Kapten kapal meledak mendengar apa yang dikatakan oleh Ray. Ia bangun dari berbaringnya. “Kau sudah merindukan Istrimu, bukan? Saking rindunya, sampai kau kehilangan akal, kalau kau bisa menggunakan ponselmu sendiri untuk memanggil helikopter datang,” ejek Kapten kapal.Ray memutar bola mata mendengar apa yang dikatakan oleh sepupunya itu. Ia mengeluarkan ponsel, lalu menghubungi asistennya di perusahaan, agar mengirimkan helikopter ke titik koordinat di mana dirinya pada saat ini berada.“Katakan kepadaku kita berada di titik koordinat berapa, biar pilotku dapat menemukan kita dengan cepat,” perintah Ray dengan dingin.Kapten Kapal mengeluarkan alat hubung dengan salalh seorang stafnya yang berada di ruang kemudi.Beberapa jam, kemudian Ray sudah dalam perjalanan kembali menuju rumahnya. Ia harus menerima ejekan dari sepupunya, yang mengatakan, kalau dirinya sudah menjadi seorang budak cinta.Ray menyembunyikan rasa tidak sabar bertemu dengan Anna kembali. Ia harus tetap b
Anna menatap Ray tidak percaya. Bibirnya membuka, kemudian ia tutup kembali. Rasanya ia sulit percaya, kalau yang didengarnya bukanlah ilusi semata. “Benarkah kau merindukanku, Ray?” Tanya Anna, dengan suara lemah.Ray menyunggingkan senyum tipis, ia berkata, “Kau ingin merasa senang bukan? Percayalah yang baru kau dengar. Yang jelas diriku datang untuk memastikan keselamatan calon pewarisku!”Ray, kemudian membaringkan badan di samping Anna. Ia tidur dengan berbantalkan kedua lengannya. Ketika dirasakannya Anna tidak juga memejamkan mata, ia pun membuka matanya.Diliriknya Anna, yang berbaring miring membelakanginya, tetapi ia dapat mengetahui, kalau Istrinya itu tengah menangis.Ray memutar bola mata melihatnya. Ditariknya badan Anna, agar menempel pada dadanya. Namun, Anna mencoba untuk berontak menjauh dari Ray.Sayangnya tenaga Anna tentu saja kalah dari Ray. Ia pun pasrah berada dalam dekapan erat suaminya itu. Diusapnya air matanya yang mengalir dengan deras.Suara dengusan nya
Ray menyunggingkan senyum sinis ke arah Anna. Ia berdiri rapat dengan Istrinya itu sampai embusan napasnya mengenai wajah Anna. “Kau tidak terlambat, diriku hanya melupakan satu hal.”Anna mengerutkan kening mendengar apa yang dikatakan oleh Ray. Ia tidak mengerti apa maksud dari ucapan suaminya itu.Ray menyentuh hidung Anna pelan dan berbisik di telinganya. “Apakah kau tidak dapat menduganya, Anna?”Anna menggelengkan kepala, karena ia memang sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Ray. Walaupun dari arah tatapan suaminya yang tertuju tepat ke dadanya membuat jantung Anna berdebar kencang.Anna menelan ludah dengan sukar, entah kenapa ia masih saja merasa gugup dengan tatapan tajam Ray. Padahal, ia seharusnya sudah terbiasa.“Jangan tatap diriku, seolah kau ingin menelanku, Ray!” peringat Anna.Ray tertawa kecil, ia menyentuhkan keningnya dengan kening Anna, sambil satu tangannya meraih pinggang Anna mendekat, sehingga tidak ada jarak di antara mereka berdua.Embusan napas
Sontak saja Anna menjadi terkejut menatap tidak percaya dengan apa yang berada di tangan Ray. Tangannya bergetar hebat sampai-sampai piring yang ia pegang jatuh dan mengenai kakinya. “Dari mana kau mendapatkan cincin itu?” Tanya Anna, dengan suara bergetar takut.Ray tersenyum miring, sambil berjalan mendekat ke arah Anna. Dicekaunya dengan kasar dagu Istrinya itu, sampai Anna meringis merasa sakit.Anna memegang tangan Ray mencoba untuk menyingkirkan dari dagunya. Namun, Ray bergeming. Membuat Anna menjadi semakin takut, karena Ray sama sekali tidak memperlihatkan rasa peduli kepadanya.“Kenapa diam saja, Anna? Apa tidak ada yang ingin kau katakan?” Tanya Ray dengan suara mendesis menahan emosi.Anna menelan ludah dengan sukar diberanikannya diri untuk menatap tepat netra Ray. Ditelannya ludah dengan sukar, karena mendadak ia merasa sukar untuk menelan ludahnya.“A-apakah kau ingat beberapa bulan yang lalu pernah tidur dengan seorang wanita muda di hotel? Memang pada saat itu kau sed
Badan Anna bergetar hebat, dengan jantung yang berdegup kencang dan rasanya hendak copot. Anna merendahkan badan untuk mengambil kunci yang terjatuh, ia harus masuk kamarnya lebih dahulu, sebelum mantan kekasihnya semakin dekat. “Kenapa kau berada di sini” Tanya Anna, sambil tangannya memasukkan kunci ke lubangnya.Anna merasa senang, ketika mendengar bunyi klik, yang merupakan pertanda, kalau pintu sudah bisa di buka. Dibalikkannya badan untuk menghadap Derek, dengan pungggung yang bersandar pada pintu.Dapat dirasakannya pintu terbuka, sementara Derek sendiri beberapa langkah lagi mendekat ke arahnya.Senyum smirk, dengan tatapan mata yang terlihat menyorot sinis ke arah Anna, membuat Anna merasa terintimidasi.“Apakah kau diusir dari rumah mewahmu, Anna?” Tanya Derek.Anna menelan ludah dengan sukar, ia melirik ke arah pintu yang sudah terbuka sedikit. Dengan cepat ia masuk kamar, tetapi baru saja ia berhasil menutup pintu, pintu tersebut didorong dari luar.Menggunakan punggungny
Anna bersiap dengan gagang pancuran air di tangannya, ketika ia mendengar suara pintu kamar mandi, yang akan didorong paksa. ‘Ya, Tuhan! Tolong selamatkan dirku,’ batin Anna.Setelah berulang kali didorong dari luar pintu kamar mandi itu pun, akhirnya terbuka, sehingga Anna menjadi terkejut, sekalipun dirinya sudah siap.Derek tersenyum smirk ke arah Anna, memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi. “Kau memilih tempat persembunyian yang salah, Anna! Sekarang kau akan menjadi milikku.”Anna mengangkat gagang shower yang ada di tangannya dan ia arahkan kepada Derek. “Jangan coba mendekat!”Derek tertawa mengejek, ia tidak menghiraukan ancaman Anna. Dirinya terus berjalan mendekati Anna berada.Anna berjalan mundur, sambil melirik ke arah belakang. Satu tangannya yang tidak memegang gagang shower memutar keran, dengan suhu air panas. Ia menyemprotkannya ke wajah Derek dan badannya.“Sialan kau, Anna!” bentak Dereka.Ia merasa kesakitan, sehingga menjadi lengah dan langsung diman
Sontak saja Ray yang berjalan di depan sopirnya membalikkan badan. Ia berjalan mendekati pria muda, yang menatap dingin sopirnya. Akan tetapi, tatapan pria muda itu masih kalah dengan Ray. Ray mencekal kerah kemeja pria itu, dengan kasar ia membentaknya. “Kau pikir kau bisa bebas begitu saja, setelah menyakiti Istriku!”Derek tertawa ironi mendengar apa yang dikatakan oleh suami Anna. Tatapan dinginnya berubah menjadi tatapan mengejek. “Dan apakah Anda tidak menyakiti Anna, Tuan? Kalau ia bahagia tidak mungkin ia kabur dari Anda, bukan?”Ray kehilangan kesabarannya, yang memang tipis. Ia melayangkan pukulan ke wajah Derek, sehingga wajahnya terlempar ke samping.Derek mengusap pipinya dan bibirnya yang terasa sakit. Di jarinya ada noda darah dari luka di sudut bibirnya, yang diakibatkan oleh cincin yang dipakai suami Anna.“Mengapa Anda harus marah, ketika kebenaran dilemparkan ke wajah Anda? Apa yang telah Anda lakukan, sampai Anna menjadi terluka?” Tanya Derek, dengan senyum sinis y
Anna melirik Ray, dengan raut wajah kesal. Bisa-bisanya, ia bertanya seperti itu bukan menanyakan bagaimana kabarnya. “Mengecewakan, karena diriku gagal melakukannya, mungkin suatu hari nanti diriku pada akhirnya akan benar-benar berhasil kabur darimu!”Ia, kemudian memejamkan mata tidak mau melihat sorot kemenangan di mata Ray, karena sudah berhasil membawa dirinya kembali pulang dengan mudah. Dalam hati Anna menyesal, karena dirinya tadi tidak memberikan penolakan yang berarti kepada Ray.Ray mendesis menahan emosi mendengar apa yang dikatakan oleh Anna barusan. Ia melirik istrinya itu yang tampak memejamkan mata.Secara perlahan mata Ray turun melihat kaki Anna, ia baru teringat tadi ketika berjalan Istrinya itu tampak terpincang.“Kau membuat dirimu sendiri terluka!” ucap Ray.Anna hanya memberikan jawaban berupa gumaman tidak jelas saja. Ia juga tidak membuka matanya, karena ia memang masih mengantuk. Anna melipat tangan di depan dada untuk mengusir dingin yang melandanya.Ray me
Ray yang berada di ujung sambungan telepon berseru memanggil nama Istrinya. ‘Anna! Apa yang terjadi? Siapa yang masuk kamarmu? Apa yang dilakukan orang itu?’ Tanya Ray tidak sabar.Sayangnya hanya suara dengung yang berasal dari ponsel Anna saja. Sementara Anna sendiri tidak memberikan jawaban kepada Ray.Makanan yang sudah ada di atas meja Ray terlupakan. Ia langsung menghubungi orang kepercayaannya.‘Halo, apakah kamu sudah sampai di salon tempat Istri saya berada?’ Tanya Ray, begitu sambungan telepon terhubung.‘Saya sedang dalam perjalanan, Tuan! Saya berusaha secepat mungkin untuk sampai di tempat Istri Anda berada,’ sahut orang kepercayaan Ray.‘Cepatlah!’ perintah Ray.Ray menutup sambungan telepon, ia berjalan keluar dari ruang kerjanya dengan terburu-buru. Sorot mata dan wajahnya yang penuh dengan amarah membuat staf hotel urung menyapanya. Mereka menghindari untuk berbicara dengan bos nya itu, daripada kena marah.Sesampainya di luar sopir Ray sudah siap membukakan pintu. Ia
Anna yang sedari tadi terus-menerus untuk masuk kamar tidak dapat lagi menahan emosinya. “Mengapa tidak kamu dan pria itu, kalian semua memerintahkan kepadaku untuk masuk kamar? Apa kalian pikir saya akan aman di sana? Bagaimana, kalau pria itu menyusup masuk kamar, sementara kalian berdua tidak ada?”Ray menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. Ia ingin bersikap tegas kepada Istrinya itu, tetapi ia juga harus jujur, kalau Anna pastinya merasa tidak yakin dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.“Turunlah kamu ke bawah! Dan lakukan apa yang tadi saya perintahkan,” tegas Ray kepada sopirnya.Sopir itu menganggukkan kepala, sambil memberikan sikap hormat kepada Ray. Ia berjalan meninggalkan Ray dan Istrinya yang tetap berada di tempat mereka berdiri.Ray merangkul pundak Anna, lalu membimbingnya untuk masuk kamar mereka. “Sekarang kita nikmati saja sarapan ini selagi masih panas.” ajak Ray ketika dilihatnya, kalau di atas meja sudah tersaji makanan dan minuman.Mau tidak mau An
Anna memejamkan mata, sebelum ia memutuskan untuk mengikuti perintah nakal dari suaminya. “Kamu membuatku bersikap liar, Ray!”Ray memasangkan bathrobe ke badan Anna, lalu memegang pundak Istrinya dengan lembut. “Ini belum liar, seperti apa yang kuinginkan!”Anna berjalan mendahului Ray keluar kamar mandi, sambil berkata, “Saya tidak akan mau memenuhi fantasimu untuk bersikap liar!”Dalam tiga langkah panjang Ray sudah berhasil mensejajari langkah Anna. Ia mengatakan kepada Istrinya itu, kalau dirinya tidak akan memaksa, tetapi Anna sendirilah yang akan melakukannya.Anna memutar bola mata, ia tahu pasti suaminya akan menggunakan pesona maskulinnya. Yang dengan mudah akan membuat Anna bersedia melakukan apa saja untuk menyenangkan suaminya itu.Keduanya, kemudian berganti pakaian bersih. Setelahnya, Anna dan Ray berjalan keluar kamar menuju ruang makan.“Ray! Saya merasa, kalau ada yang mengintip kita.” Anna berhenti berjalan, ia melihat ke arah jendela kaca. Ia tadi merasa melihat ad
Ray menjadi gusar mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Wajahya menjadi merah, dengan tatapan yang menyorot marah. “Kenapa menjadi pengecut, Anna? Kenapa kau suka sekali melarikan diri dari masalah?”Anna memaksakan diri untuk tetap menatap mata Ray, walaupun dalam hati ia merasa ciut melihat tatapan Ray. Kedua tangannya berkeringat dingin, tetapi ia harus menguatkan dirinya. “Saya buk annya ingin melarikan diri dari pesta itu. Hanya saja saya tidak yakin akan bisa menjadi seorang wanita yang anggun.”“Kamu terlalu memikirkan apa yang belum terjadi! Berhentilah untuk berpikir, seperti itu,” tegas Ray.Anna memejamkan mata, ia tampak berusaha untuk menenangkan dirinya, agar tidak berteriak kepada Ray, karena suaminya itu memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Satu hal yang berbeda dengan dirinya.Ia menjauhkan dirinya dari Ray berdiri di depan cermin besar. Dilihatnya pantulan dirinya, dengan mata yang sembab, karena terlalu banyak menangis. Dilepasnya ikat rambut, sehingga rambutn
Anna mengambil pisau dari atas meja dapur, lalu ia genggam dengan erat. Jantungnya berdebar kencang, saat didengarnya suara langkah kaki dari arah luar rumah. ‘Ya, Tuhan! Siapa yang berada di luar dan tadi ia sudah masuk ke rumah ini? Diriku memang ceroboh, karena lupa mengunci pintu. Bagaimana, kalau itu adalah Derek dan ia mencoba untuk mencelakai diriku lagi?’ batin Anna.Tangan Anna terulur hendak menutup pintu dapur, ketika dilihatnya sebuah bayangan panjang. Lutut Anna terasa lemas, tetapi ia tetap memaksakan kakinya untuk tetap berdiri. Dengan tangan yang bergetar ia tetap memegang pisau berharap dapat dijadikan sebagai senjata untuk membela dirinya.“Anna! Apa yang kau lakukan berdiri di situ dengan pisau yang ada di tanganmu? Kau tidak mencoba untuk bunuh diri, bukan?” Tanya Ray dengan santainya.Mata Anna melotot tidak percaya, begitu melihat siapa yang berdiri di depannya. Pisau yang ia pegang jatuh ke lantai sampai menimbulkan bunyi yang nyaring.Begitu tersadar dari rasa
Anna berjalan cepat mendekati Ray, begitu sudah dekat ia mengangkat kedua tangan hendak memukul dada bidang suaminya. “Kamu tidak punya hati, Ray!” maki Anna.Ray dengan cepat menangkap tangan Anna, lalu menghempaskannya dengan kasar. “Kamu yang sudah membuatku melakukannya!”Usai mengatakan hal itu Ray berjalan, lalu masuk mobilnya. Ia tidak peduli, ketika didengarnya suara tangis Anna.Sopir Ray menatap Anna dengan rasa tidak nyaman, karena melihat wanita itu bertengkar dengan bosnya sampai menangis.“Selamat tinggal, Nyonya Anna! Semoga Anda baik-baik saja.” sopir itu, kemudian memasuki mobil, karena ia mendengar suara tidak sabar dari tuannya.Anna hanya diam mematung tidak menyahut ucapan dari sopir Ray, yang memang tidak menunggu tanggapan darinya. Dipandanginya mobil itu perlahan menjauh sampai menghilang dari pandangan.Dirinya berjalan menuju bangku kayu yang berada di bawah pohon, lalu duduk di sana. Dirapatkannya jaket yang ia pakai, karena udara semakin dingin saja.‘Bagai
Anna menjadi terkejut mendengar suara Ray, sampai-sampai keranjang telur yang ada di tangannya terjatuh ke rumput. “R-Ray! Kenapa kamu ke sini? Bukannya kamu lebih senang bersama dengan mantan Istrimu?” Tanya Anna dengan suara tersendat.Ray memejamkan mata dengan tangan ia kepalkan di samping badan. Ia harus menahan dirinya untuk tidak mengguncang tubuh Anna, agar Istrinya itu sadar akibat kekacauan yang telah dibuatnya.Anna mengamati Ray dengan takut-takut. Ia dapat melihat suaminya itu sedang menahan amarah dan itu semua dikarenakan dirinya. Ia juga dapat melihat, kalau Ray tidak dalam kondisi baik-baik saja.“Ka-kamu terluka Ray, apa yang telah terjadi kepadamu?” Tanya Anna, dengan suara pelan.Ray mendengus mendengar pertanyaan Anna. “Apakah kamu peduli kepadaku? Ataukah itu hanya sekedar pertanyaan basa-basi saja!” sindir Ray.Anna menghela napas, ia sudah menduga, kalau Ray akan bersikap skeptis kepadanya, setelah apa yang ia lakukan. Akan tetapi, kesalahan tidak sepenuh pada
Sopir itu membalikkan badan dengan gaya malas-malasan. Dimasukkannya tangan ke saku celana. Ia menatap Ray, dengan raut wajah tidak terbaca. “Istri Anda sudah meninggalkan apartemen ini.”Mata Ray melotot, dengan langkah yang tertatih ia mendekati sopirnya itu, lalu mencengkeram kerah kemejanya. “Kenapa ia bisa pergi dan kamu tidak bisa mencegahnya? Kamu tidak becus dalam menjalankan tugas, yang saya berikan!”Ray memaki sopirnya itu, ia mengangkat tangan ke udara hendak melayangkan pukulan ke wajah sopirnya itu, tetapi dengan cepat ia mengubahnya dan memukul dinding yang ada di samping kepala sopirnya itu, sehingga tangannya menjadi terluka.Dirinya berjalan menjauh dari sopirnya itu, lalu melihat ke sekeliling kamar apartemen yang baru disadari oleh Ray, bahwa apartemen itu terkesan sederhana dan tidak mempunyai banyak perabot.“Saya sungguh menyesal, Tuan! Namun, saya tidak akan berhenti untuk mencari keberadaan Istri Anda. Saya akan mencarinya sampai dapat dan membawa kembali Nyon
Ray menjadi terkejut, ia membalikkan badan. Ditatapnya pria yang baru saja melayangkan tinju ke arah pipinya, dengan keras. Ia berdiridari duduknya. “Saya juga tidak ingin berada di sini! Sekarang saya akan pergi dan katakan kepada istrimu untuk tidak menggangguku dan Istriku!”Ray berjalan menjauh dari suami Claire, dengan tangan terkepal di sisi badan. Ia gatal hendak balas menampar suami Claire. Hanya saja pria itu beruntung, karena Ray tidak ingin berurusan dengan pria itu.Ia hanya ingin cepat pergi dari tempat ini dan mencari keberadaan istrinya. Biar saja Claire menjadi tanggung jawab dari suaminya.‘Halo, apakah kamu sudah mendapatkan informasi kemana sopir taksi itu membawa istri saya?’ Tanya Ray, melalui telepon kepada sopir, sekaligus orang kepercayaannya.‘Saya saat ini sudah berada di depan gedung apartemen istri Anda, Tuan!’ sahut sopir Ray.‘Bagus! Saya sebentar lagi akan sampai di san. Tolong, kamu kirimkan alamatnya,’ ucap Ray.Ditutupnya sambungan telepon, lalu dima