Malam itu setelah pulang dari menemui ayah dan juga ibunya, Zahra tidak bisa tidur. Jam di dinding kamar sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam akan tetapi gadis ini masih berdiri di dekat jendela menatap langit malam yang tampak semakin gelap saja. Bayangan adegan terakhir sebelum mereka kembali, masih terus berputar di dalam kepalanya."Baiklah kami setuju. Lagipula jika kami sudah memiliki rumah besar beserta isinya, apalagi ditambah dengan sebuah mobil, kami tidak membutuhkan Zahra lagi."Ucapan tegas nan angkuh dari Ibu Lita membuat gadis ini mengerti sejauh mana pentingnya dirinya di dalam keluarga itu. Selama bertahun-tahun dia bekerja membantu perekonomian keluarga hanya karena sang ayah yang tidak memiliki pekerjaan dan akhirnya lebih senang mempertaruhkan apa yang dia punya di atas meja judi. Bahkan dia juga rela tinggal bersama seorang laki-laki yang sangat kejam hanya untuk membantu melunasi hutang ayah dan juga ibunya.Gadis itu berpikir jika semua pengorbanannya tersebu
Tama duduk menyandarkan tubuhnya di atas sofa. Sebuah laptop masih menyala di atas meja. Begitu juga ponselnya yang selalu setia teronggok di samping layar persegi empat tersebut. Malam itu Tama tidak bisa tidur. Sejak tadi dia masih memeriksa berkas-berkas perusahaan yang masuk ke emailnya dan menurutnya ada beberapa yang terasa ganjil.Laki-laki itu keluar dari dalam kamarnya saat tenggorokannya terasa kering. Karena air minum di dalam teko sudah habis, dirinya terpaksa pergi ke dapur. Setelah selesai dengan segala urusannya dan hendak kembali ke dalam kamarnya, saat itulah dia melihat sang Ibu yang masuk ke dalam kamar Zahra. Siapa sangka hal itu berhasil membuat dirinya penasaran dan akhirnya mengintip kedua wanita itu. Sungguh suatu hal yang tak pernah dia lakukan.Kini Tama tak bersemangat untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah mendengar dan juga melihat interaksi di antara Zahra dan juga Ibu Naya, membuat pikiran laki-laki itu menjadi terganggu."Zahra, permainan apa yang seda
"Aku ingin semua jadwal pertemuanku untuk minggu depan disiapkan untuk diselesaikan minggu ini," titah Tama kepada sang asisten. Mereka kini sedang berada di dalam ruangan sang CEO mengerjakan pekerjaannya seperti biasa."Minggu ini? Memangnya jika saya boleh tahu ada apa Tuan?" tanya Rey."Aku akan menikah," jawab Tama santai dengan mata yang masih terus fokus pada beberapa file yang sedang dia tandatangani. "Menikah?" Rey terkejut mendengar hal itu. Bagaimana tidak, selama ini dia tidak pernah melihat sang atasan dekat dengan seorang gadis manapun akan tetapi sekarang dia malah mendengar jika sang CEO akan menikah."Hmm," gumam Tama. Dia tidak sedikitpun berniat mengobrol atau membicarakan tentang hal ini lebih jauh dengan Rey."Tuan maaf jika pertanyaan saya mungkin terkesan tidak sopan tapi jika saya boleh tahu lagi, siapa gadis beruntung yang akan menjadi Nyonya Tama Kalingga?" tanya Rey lagi. Sungguh kabar tiba-tiba ini membuat hati kecilnya gelisah. Dia adalah orang terdekat T
Sepanjang perjalanan pulang raut wajah Ibu Naya menjadi tidak seceria tadi. Pertemuan mereka dengan Leo lalu laki-laki itu mengatakan jika dirinya adalah kekasih sang calon menantu, membuat pikiran wanita itu menjadi tidak karuan. Apalagi sampai mereka berpisah, Zahra tidak juga mengatakan kepada Leo jika dirinya akan menikah dengan Tama.Zahra yang duduk di samping Ibu Naya masih menunduk. Dia belum berani menatap wajah Ibu Naya yang tampak begitu dingin."Sejak kapan kalian berhubungan?" tanya Ibu Naya pada akhirnya. Zahra menoleh ke arah wanita tua itu."Sejak… sejak ayah dan ibu Lita menjadikan aku sebagai alat pelunas hutang pada Tuan Tama," jawab Zahra lirih. Ada rasa takut muncul di hatinya mendengar nada pertanyaan Ibu Naya yang cukup tegas dari biasanya."Apa Tama tahu?" tanya wanita tua itu lagi. "Tahu," jawab Zahra mengangguk."Lalu?""Waktu itu Tuan Tama menyuruhku untuk mengakhiri hubungan kami. Karena status alat pelunas hutang ini," jawab Zahra lagi."Itu artinya hubu
Sepanjang hari Tama tidak bisa tenang. Seluruh pikirannya dipenuhi dengan satu nama, Zahra. Bagaimana gadis itu memperlakukan sang Ibu dengan sangat baik dan juga lembut. Bagaimana candanya bisa membuat sang Ibu yang sudah lama termenung menjadi sering tertawa. Dan bagaimana kedekatan kedua wanita berbeda generasi itu yang sudah membawa dampak positif bagi kehidupan Ibu Naya.Akan tetapi bayangan masa lalu yang begitu menyakitkan pun juga kembali muncul. Malam disaat hari yang mengenaskan itu, Tama sedang berada di luar kota. Saat dokter keluarga mereka menghubunginya dan berkata jika sang adik tengah berada di rumah sakit dalam keadaan kritis."Apa? Tapi bagaimana bisa dokter?" ucap Tama kaget. Dia bahkan menghentikan rapat malamnya yang sedang dia lakukan saat itu."Sebaiknya anda segera datang. Ada yang harus saya jelaskan yang tidak mungkin saya katakan kepada Nyonya Naya," ucap dokter keluarga tersebut.Malam itu juga Tama kembali bersama dengan Rey yang selalu setia menemani per
Setelah Tasya dimakamkan, tanpa sepengetahuan Ibu Naya, Tama meminta Rey untuk menyelidiki semuanya. Dan hasilnya ada beberapa nama yang terlibat dalam kasus penganiayaan Tasya. Salah satunya adalah Zahra. Menurut Rey, Zahra lah yang sudah mengajaknya pergi malam itu. Dan hal itu dibuktikan dengan chat ajakan dari nomor Zahra yang masih tersimpan di ponsel Tasya. Hal inilah yang menjadi faktor utama mengapa Tama sangat membenci seorang Zahra Aina Sabila.Tama percaya jika Zahra adalah dalang dibalik musibah dan semua kesedihan yang terjadi di dalam keluarganya. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rey jika Zahra bekerja sama dengan beberapa laki-laki untuk menganiaya Tasya dengan alasan iri karena Tasya adalah salah satu keluarga Kalingga.***“Apa?”Zahra sangat kaget saat mendengar jika selama ini Tama menuduhnya bekerja sama dengan para berandalan untuk menganiaya Tasya. Dia benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa Rey mendapatkan informasi tak masuk akal seperti itu. Sekarang
Semenjak tahu alasan sebenarnya mengapa Tama begitu membencinya, membuat semua kejadian yang menimpa hidupnya menjadi sangat jelas dimata Zahra. Dulu dia selalu bertanya kenapa Tama begitu bersemangat ingin sekali menerimanya sebagai alat pelunas hutang? Kenapa laki-laki itu terus saja menghukumnya bahkan sampai menyiksanya? Zahra tidak pernah menyangka sama sekali jika semua ini terjadi karena kesalahpahaman di masa lalu. Zahra ingin sekali membuktikan pada Tama jika dirinya tidak bersalah. Dia ingin sekali membuktikan jika dirinya tidak terlibat dalam kasus penganiayaan yang menimpa Tasya. Tapi bagaimana caranya? Sedangkan apapun yang dia katakan tidak berpengaruh pada laki-laki itu. Keyakinannya atas semua bukti yang sudah dia dapat, begitu besar. Sehingga Tama tidak bisa digoyahkan sama sekali."Hmm, Tasya kenapa kakakmu begitu keras kepala? Apa yang harus aku lakukan agar kakakmu bisa percaya jika aku tidak bersalah," gumam Zahra pelan."Ada apa Nak?"Suara seorang wanita tua be
Zahra masuk ke dalam gedung perusahaan Kalingga dengan tangan yang terus mendorong kursi roda Ibu Naya. Pandangan gadis itu menunduk saat dia menyadari jika para karyawan disana sedang memperhatikannya dan sesekali berbisik-bisik dengan mata yang tertuju kepadanya. Dengan gelagat seperti itu, semua orang juga tahu jika mereka sedang membicarakan Zahra."Angkat kepalamu Zahra! Ibu tidak suka jika pandanganmu menunduk di hadapan mereka semua. Ibu ingatkan sekali lagi jika kamu adalah calon istri pemilik perusahaan Kalingga's Group. Ibu tidak suka jika kamu merendah seperti itu," titah Ibu Naya. Inilah salah satu alasan kenapa Ibu Naya setengah memaksa Zahra untuk berkunjung ke kantor perusahaan Kalingga. Wanita tua itu ingin Zahra belajar untuk membiasakan diri berhadapan dengan mereka, para karyawan bawahan Tama. Zahra harus tahu bagaimana caranya bersikap di depan para pegawai itu mengingat hari pernikahannya dengan Tama yang tinggal tiga hari lagi.Ibu Naya tahu jika kantor sudah di
Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra
Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan
“Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar
Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da
Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa
“Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan
“Jika kamu berani menembak Rey, maka aku juga berani untuk menghabisi istri tercintamu ini,” ancam Nufa setengah berteriak.Rey dan juga Tama sontak menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat Nufa yang sedang menggenggam sebuah gunting dan bersiap untuk menancapkannya di dada Zahra yang belum juga sadarkan diri. “Coba saja kalau berani, Tama!” ucap Nufa lagi. Tama menatap tajam kedua mata tua sang kepala pelayan. “Dari sejak dulu, aku tidak pernah takut padamu ataupun juga pada Yudha - ayahmu.”Tama sadar jika ancaman Nufa bukan hanya gertakan saja. Dia tahu jika wanita paruh baya itu bisa saja berbuat nekad. Mereka sudah pernah menghabisi sang Ibu secara bersih. Sehingga semua bukti menjelaskan bahwa Naya meninggal karena sakit. Tama tahu jika pasangan bibi dan keponakan ini tidak bisa dianggap remeh.Perlahan laki-laki itu menurunkan senjatanya. Melihat Tama yang sepertinya menyerah, dengan cepat Rey berdiri dan mencuri senjata milik sang CEO. Kini suami istri itu berada di bawah
Senja sudah berakhir. Langit terang telah berubah menjadi gelap. Akan tetapi sampai detik ini Tama masih belum juga menemukan kabar keberadaan sang istri. Laki-laki itu mengemudikan kendaraannya dalam keadaan yang frustasi. Sesekali dia memukul kemudi mobil dengan keras dan sesekali dia juga menjambak rambutnya sendiri.Setelah mendapatkan pengakuan dari penjaga mansion, Tama langsung melajukan kendaraannya keluar dari rumah besar tersebut. Beberapa staf kantor pun sempat dia hubungi untuk mencari tahu tentang Rey akan tetapi mereka semua tidak tahu. Yang mereka katakan hanya satu yaitu Rey keluar dari kantor dengan cepat dan terburu-buru.“Aku berjanji padamu Rey, aku berjanji demi mendiang ayah dan juga ibuku, jika sampai kamu menyentuh Zahra sedikit saja, aku akan membunuhmu,” gumam Tama dengan sorot mata yang tajam.Fokus laki-laki itu membuyar saat dia mendengar ponselnya yang berdering. Dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut.“Bagaimana, Alex?” tanya Tama pada orang diba
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat mobil yang dikendarai oleh Tama sampai di halaman parkir mansion. Setelah bertemu dengan Kiran dan menyelesaikan masalahnya dengan pengacara Aldi, laki-laki itu memilih untuk langsung pulang ke rumah saja, tanpa menyempatkan diri ke kantor. Dia sudah tahu apa yang sedang terjadi disana dan Tama akan membiarkan Rey bersenang-senang sesaat sebelum besok dia akan membalikkan keadaan.Seperti biasa para pelayan berjajar di depan pintu untuk menyambut sang CEO. Namun ada yang aneh disana. Di dalam barisan para wanita itu, Tama tidak melihat sosok Nufa dan juga sang istri - Zahra. Kedua mata laki-laki itu seketika melirik ke atas. Menatap pintu kamarnya yang masih tertutup.“Hmm, mungkin dia ketiduran lagi karena lelah,” ucap laki-laki itu dalam hati.Sebuah senyum terukir manis di bibir Tama saat dia membayangkan tubuh mungil sang istri yang sedang terbaring di atas kasur. Entah kenapa tapi semenjak hubungan diantara mereka membaik, membuat Tama