Berada tepat di pusat kota, sebuah gedung menjulang dengan sangat tinggi bahkan melebihi ukuran gedung-gedung di sekitarnya. Sebuah gedung yang memiliki 20 lantai dengan penampakan yang sangat mewah. Di bagian atas gedung tersebut terlihat jelas logo perusahaan dan juga nama dari perusahaan itu.
Kalingga's Group adalah sebuah perusahaan nomor satu di negara tersebut. Memiliki banyak anak cabang dimana-mana bahkan hingga keluar negeri. Sebuah perusahaan turun temurun yang dimiliki oleh keluarga Kalingga. Dan gedung yang menjulang tinggi di tengah kota tersebut adalah kantor utama perusahaan Kalingga's Group.Pagi itu suasana di dalam gedung tampak sangat sibuk. Seluruh karyawan baik dari tingkat bawah sampai tingkat tinggi, semuanya bekerja sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Sebenarnya itu adalah hal yang biasa, secara kantor tersebut adalah kantor utama dan tidak sembarangan orang bisa bekerja disana. Akan tetapi hari ini ada sesuatu yang tampak berbeda.Selain para karyawan mengerjakan tugas mereka, ada juga beberapa pegawai yang sibuk membereskan meja kerja dan juga ruangannya agar terlihat bersih dan juga rapi. Dan jika dilihat, yang lebih menonjol adalah pegawai wanita. Banyak pegawai wanita yang sengaja berdandan, memoles make up nya menjadi lebih tebal dari biasanya. Tidak hanya itu saja, ada salah satu pegawai wanita yang sengaja membuka kancing bajunya agar tubuh bagian atasnya bisa sedikit terekspos. Semua kesibukan dan cari perhatian yang dilakukan oleh para karyawan disana bukan karena tanpa sebab. Mereka melakukan itu semua karena hari ini sang CEO perusahaan sudah mulai masuk kantor lagi setelah melakukan perjalanan ke luar negeri selama satu bulan lamanya."Sis, kamu yakin mau ngelakuin hal ini? Memangnya gak ada laki-laki lain yang lebih muda, apa?" tanya Desi, teman kerjanya. Desi sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Siska."Iya lah. Asal kamu tahu ya, Des. Tuan Tama itu mungkin memang usianya sudah matang tapi karisma dan juga ketampanannya tak pernah hilang. Dia orang kaya, punya segalanya. Dan yang membuatku lebih bersemangat adalah dia masih single. Aku udah bosen ya Des, nunggu lama banget buat bisa dapetin Tuan Tama. Aku sudah berusaha menggoda dia dengan berbagai cara tapi apa buktinya? Nol besar. Jadi aku yakin hanya ini satu-satunya cara agar Tuan Tama bisa bertekuk lutut di hadapanku. Laki-laki mana sih yang bakal kuat jika diberikan pertunjukkan seperti ini?" ucap Siska sambil memajukan tubuh bagian atasnya."Kamu sudah tidak waras, Sis. Apa kamu lupa aturan perusahaan ini tentang tata cara berpakaian? Jangan salahkan aku jika gara-gara ini kamu bisa mendapatkan masalah dengan Tuan Tama," ucap Desi singkat dan dia kembali berjalan menuju meja kerjanya.Selang beberapa saat kemudian, para pekerja sudah mulai berbisik-bisik membicarakan jika sang CEO tampan Kalingga's Group sudah sampai di halaman gedung. Semua orang tampak berdiri dengan tegak menyambut orang nomor satu di tempat mereka bekerja itu. Orang yang pertama masuk tentu saja sang asisten pribadinya yang juga tak kalah tampan. Seorang asisten dan juga sekretaris sang CEO bernama Rey. Usia Rey lebih muda dari Tama. Rey masuk diikuti orang yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua. Siapa lagi kalau bukan Aditama Kalingga, sang CEO dan juga orang paling tampan di perusahaan tersebut.Semua orang yang dilewatinya memberikan salam dan juga sedikit membungkukkan badan. Akan tetapi bos besarnya itu terus berjalan dengan dingin. Tatapan matanya yang tajam tetap fokus ke arah depan dan tak memiliki niat sedikitpun untuk membalas atau menjawab sapaan dari para karyawannya itu. Jalan tegas Tama terhenti saat dia melewati seorang karyawati yang tampak sangat menonjol disana. Siapa lagi kalau bukan Siska. Wanita itu membungkukkan badannya dengan tujuan memberikan salam hormat. Dan tentu saja untuk menggoda sang CEO juga. Di dalam hati, wanita ini sangat kegirangan karena menurut pendapatnya, rencananya itu telah berhasil. Tama berhenti berjalan tepat di depannya.Siska mengangkat badannya lalu menatap wajah Tama. Dia pikir dirinya akan melihat wajah tergoda dari bos besarnya itu. Akan tetapi dia salah besar. Tama memang berhenti di depannya akan tetapi wajahnya dan juga pandangannya tetap menghadap ke depan. Hal itu membuat kening Siska sedikit mengerut bingung."Siapa namamu?" tanya Tama tegas tanpa menolehkan pandangannya."Siska Pak. Dari bagian pemasaran," ucap wanita itu sambil tersenyum."Rey," ucap Tama kepada asisten pribadi sekaligus sekretarisnya itu."Iya Tuan," jawab Rey dengan sedikit membungkukkan badan."Apa aturan perusahaan kita tentang cara berpakaian sudah berubah?""Tidak Tuan. Tidak ada yang berubah. Semua masih tetap sama," jawab Rey."Hmm bagus. Pecat wanita ini. Aku tidak suka ada pegawaiku yang mencoba bermain-main dengan aturan yang sudah aku buat."Dengan dinginnya Tama berlalu pergi dari tempat itu diikuti oleh Rey menuju ke arah lift yang akan mengantarkannya ke ruangan CEO di lantai teratas. Mendengar apa yang dikatakan oleh bos tampannya itu membuat Siska seketika lemas. Bukannya menjadi nyonya Tama seperti harapannya, sekarang yang ada dia malah dipecat dari perusahaan ternama ini. Dan semua orang sudah tahu, jika karyawan dipecat dari perusahaan Kalingga's group maka tidak akan ada perusahaan lain yang mau menerimanya bekerja.*** Tama dan juga Rey sudah masuk ke dalam ruangan CEO di lantai 20. Sang bos besar langsung duduk di kursi singgasananya dan memeriksa beberapa berkas yang sudah tersusun rapi di atas meja."Bagaimana?" tanya Tama. Pria berusia 30 tahun itu memanglah sangat giat bekerja. Apalagi semenjak sang ayah meninggal, kini dialah satu-satunya penerus bisnis keluarga tersebut. Tama memiliki sifat yang perfeksionis. Itu sebabnya dia tidak akan mentolerir kesalahan sekecil apapun."Semuanya aman Tuan. Tak ada masalah sama sekali," jawab Rey."Bagus. Aku ingin terus seperti itu. Jika ada masalah sekecil apapun, langsung laporkan padaku. Dan aku akan membereskannya dengan cepat," jawab Tama. Rey mengangguk.Keduanya kembali terdiam sejenak. Rey memberikan waktu kepada sang atasan untuk memeriksa semua berkas yang sudah dia siapkan terlebih dahulu. Lalu setelah beberapa saat, Rey kembali bersuara."Oh iya Tuan, apa Tuan masih ingat dengan Tuan Daksa?" tanya Rey. "Daksa?" Tama mendongak."Iya, orang yang selalu bermain di casino bar milik kita tapi selalu kalah dan sudah memiliki banyak sekali hutang di catatan kita.""Oh.. kenapa?" jawab Tama acuh. Dia kembali menghadapkan wajahnya ke arah berkas yang ada di tangannya."Semalam istrinya menghubungiku katanya dia akan memberikan anak gadisnya kepada anda sebagai alat untuk membayar seluruh hutangnya," ucap Rey."Apa?" Tama kembali mendongak. Dia sangat terkejut dengan apa yang diucapkan oleh sekretaris pribadinya itu."Apa dia sudah gila? Bagaimana bisa dia menjual anak gadisnya untuk melunasi semua hutangnya. Pekerjaanku bukan penjual anak gadis orang," ucap Tama."Kami sudah membicarakan hal itu dengan Nyonya Daksa. Dan kami juga sudah menolak. Tapi dia memaksa agar kami memberikan foto ini terlebih dahulu kepada anda sebelum kami mengambil keputusan.""Ini foto anak gadis dari Tuan Daksa," ucap Rey sambil menyodorkan sebuah foto seorang gadis ke depan Tama.Awalnya Tama terkesan acuh dan tak tertarik untuk melihat foto tersebut. Akan tetapi saat kedua matanya tidak sengaja melihat ke arah dimana foto itu berada, Tama pun sangat terkejut."Dia…?" gumam laki-laki itu.***“Dia…" gumam Tama. Laki-laki itu kembali menghadapkan wajahnya kepada sang sekretaris."Dia anak dari Daksa?" tanya Tama."Iya betul Tuan. Saya sudah menyelidikinya semalam setelah mereka memberikan foto ini. Gadis ini memang anak kandung dari Tuan Daksa. Namanya Zahra Aina Sabila. Usianya 20 tahun dan dia bekerja di salah satu kedai kecil di pinggir kota," jelas Rey."Zahra, ternyata benar dia," ucap Tama di dalam hatinya.Tama mengambil foto tersebut dan menatapnya dengan lekat. Melihat apa yang dilakukan oleh sang atasan, Rey pun merasa penasaran. Dan akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya."Ada apa Tuan?" tanya Rey membuyarkan lamunan Tama."Oh tidak. Tidak ada apa-apa. Tolong jadwalkan pertemuanku ke rumah Daksa hari ini juga," titah Tama."Sebenarnya semalam, Nyonya Daksa meminta izin untuk mengundang anda sore nanti ke rumahnya.""Hmm, baiklah. Kita akan datang kesana sore nanti.""Anda akan menerima tawaran mereka, Tuan?" tanya Rey tidak mengerti."Iya," jawab Tama sing
Setelah melewati perjalanan yang penuh dengan rasa malas akhirnya Zahra pun telah sampai di halaman rumah. Dia sedikit bingung saat melihat ada sebuah mobil hitam yang terparkir di depan rumahnya. Dia berjalan sedikit mendekat ke arah mobil tersebut."Ini mobil siapa? Sepertinya aku pernah melihatnya. Dimana ya?" gumam Zahra terus memperhatikan mobil tersebut. "Ah sudahlah, yang punya mobil seperti ini kan banyak. Bukan hanya satu orang saja," batinnya.Zahra akhirnya mengabaikan walaupun sesaat sebelumnya dia merasa pernah melihat mobil tersebut. Akan tetapi dia lupa dimana. Gadis itu pun melangkahkan kakinya lagi masuk ke dalam rumah."Aku pulang," ucap Zahra lirih. Dia bisa melihat di ruang tamu rumah mereka ada empat orang sedang duduk. Ayah dan juga ibunya yang menghadap kepadanya, seorang laki-laki yang tidak dia kenal duduk di kursi samping tapi dia bisa melihat wajahnya. Dan satu orang lagi yang duduk dengan posisi membelakanginya. Akan tetapi dari pakaiannya, Zahra bisa tau
Sebuah mobil berwarna hitam melaju membelah jalanan malam itu. Sebuah mobil dimana ada dua orang pria beda usia di dalamnya. Siapa lagi jika bukan Tama sang CEO dan juga Rey sang asisten yang kini sedang serius duduk di belakang kemudi. Sejak keluar dari rumah Daksa, Rey melihat jika atasannya tampak lebih diam dari biasanya. Sepertinya laki-laki itu sedang memikirkan sesuatu. Hanya saja Rey tak ingin bertanya ataupun mencari tahu.“Rey,” panggil Tama membuyarkan lamunan laki-laki itu.“Iya Tuan,” ucap sang asisten.“Sejauh mana kamu mencari tahu tentang Zahra?” tanya Tama. Rey menatap wajah sang atasan dari balik kaca spion.“Untuk sementara saya hanya mencari tahu sebatas status dia saja, Tuan. Saya pikir langkah awal yang harus saya ambil hanya sebatas apa benar jika nona Zahra adalah anak kandung dari Tuan Daksa. Dan ternyata hal itu memang benar. Hanya saja…” Rey terdiam sejenak karena Tama tiba-tiba saja memotong ucapannya.“Hanya saja kenapa?” tanya Tama cukup antusias.“Hanya
“Zahra tunggu!” ucap wanita paruh baya pemilik kedai bernama Mirna. Gadis itu menoleh lalu tersenyum.“Iya Bu?” tanya Zahra setelah posisi mereka berdekatan. Leo yang melihat hal itu sebenarnya sedikit penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh sang atasan. Akan tetapi tatapan tajam dari Ibu Mirna membuat Leo mengerti dan mengangguk lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam dapur untuk melakukan pekerjaannya disana. Walaupun sesekali dia tetap saja mengintip interaksi dua wanita berbeda jabatan itu."Kedai kita kedatangan tamu kehormatan. Dia baru saja datang beberapa menit yang lalu. Dan dia ingin kamu yang melayaninya secara khusus," ucap Ibu Mirna. Zahra mengerutkan keningnya bingung."Aku? Tapi kenapa Bu? Memangnya siapa dia?" tanya Zahra tidak mengerti. Menurutnya dia adalah pegawai paling junior di kedai tersebut. Masih banyak para pelayan lain yang lebih berpengalaman akan tetapi kenapa tamu itu menginginkan dia."Kamu datangi saja langsung. Tidak ada waktu lagi untuk menj
Zahra terus menyibukkan dirinya dengan fokus menyiapkan cappucino pesanan dari Tama. Dia tampak sangat hati-hati dalam meracik semua bahannya. Gadis itu tidak mau jika sampai satu gelas cappucino saja bisa membuat hidupnya berada dalam bahaya. Sekelebat bayangan senyum menyeringai dari Tama terus mengganggu konsentrasi gadis itu. Berulang kali dia menggelengkan kepalanya untuk mengusir gambaran tersebut. Leo yang sejak dari tadi memperhatikan gadis di depannya yang bertingkah sangat aneh, mengerutkan keningnya bingung.“Ra, apa yang terjadi? Katakanlah sesuatu agar aku bisa membantumu!” ucap Leo. Akan tetapi lagi dan lagi Zahra tidak memperdulikannya. Dirinya seolah tuli dan juga bisu.“Sudah selesai,” gumam Zahra pada akhirnya. Melihat hal itu, Leo semakin bingung. Hanya untuk membuat satu gelas cappucino saja kenapa gadis di depannya itu sampai berkeringat dingin seperti telah selesai berperang?"Ra…." Leo yang hendak berbicara lagi, langsung dipotong oleh Zahra."Sebentar ya Kak.
"Hmm, baiklah kalau begitu. Ada yang ingin kami tanyakan tentang Tuan Satria,” tanya inspektur polisi itu.Mendengar nama Satria, keringat dingin mulai muncul di tubuh Zahra. Apalagi di depannya kini ada sosok Tama yang menjadi dalang dari kematian Satria. Gadis itu mengalihkan pandangannya menatap laki-laki yang masih tenang menyeruput segelas cappucino itu. Dia tampak sama sekali tidak terganggu dengan apa yang diucapkan oleh polisi baru saja.“Sepertinya orang ini memang psikopat,” batin Zahra.“I.. iya.. ada apa ya Pak?” tanya Zahra dengan sedikit gugup. Dia kembali menatap para polisi itu lagi.“Begini nona Zahra, kami mendapat laporan dari kedua orang tua Tuan Satria bahwa Tuan Satria belum juga kembali ke rumah sampai sekarang. Mereka kehilangan jejak sama sekali. Dan dari informasi yang kami dapat jika Tuan Satria terlihat terakhir kali adalah bersama dengan anda. Apakah itu benar?” tanya inspektur polisi. Zahra terdiam sejenak. Pandangannya bolak-balik antara Tama dan juga
"Apa kamu yakin bisa pulang sendiri? Jika kamu mau aku bisa mengantarkanmu sampai depan rumah," ajak Leo. Laki-laki itu sangat khawatir karena dia melihat sejak kedatangan polisi dan juga CEO perusahaan Kalingga's Group tadi, Zahra menjadi lebih pendiam dari biasanya."Tidak usah Kak. Aku bisa pulang sendiri kok. Ini kan masih sore, masih terang," jawab Zahra sambil tersenyum."Apa kamu baik-baik saja, Ra? Aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Sejak dari pagi tadi, tingkahmu berubah. Sangat berbeda dari biasanya," tanya Leo lagi. Lagi-lagi Zahra tersenyum menanggapi rasa cemas sang teman."Aku beneran gak apa-apa Kak. Serius. Ya sudah, aku pulang dulu ya," pamit Zahra pada akhirnya. Leo hanya bisa melihat gadis itu yang berjalan semakin menjauh."Ayolah Leo, mau sampai kapan kamu akan jadi pengecut seperti ini? Cepat katakan cintamu pada Zahra! Tapi bagaimana dengan Satria? Ah, beberapa hari ini laki-laki itu tidak pernah datang kemari kan? Jadi apa salahnya jika aku tikung dia dari bela
Seperti yang sudah direncanakan tadi malam, hari ini sepulang kerja Zahra pergi bersama dengan Leo. Sejujurnya berjalan sore hari berdua dengan seorang laki-laki membuat dirinya sedikit paranoid. Bayangan kejadian dulu bersama dengan Satria adalah sebuah memori yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Itu sebabnya, kali ini dia menggunakan pakaian yang lebih tebal dari biasanya. Zahra sengaja menggunakan dua buah jaket untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Bukan dirinya tidak percaya kepada Leo akan tetapi dia hanya takut kejadian buruk sebelumnya akan terulang. Bukankah sebelumnya dia juga sangat percaya kepada Satria?“Sudah siap?” tanya Leo kepada Zahra yang baru saja keluar dari kamar mandi kedai untuk berganti pakaian.Gadis itu mengangguk. Melihat pakaian yang dikenakan oleh Zahra, membuat Leo sedikit mengernyitkan dahinya.“Apa kamu sakit?” tanya Leo kemudian.“Tidak,” jawab Zahra singkat sambil menggelengkan kepalanya.“Lalu kenapa menggunakan jaket berlapis seperti itu? Sore in
Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra
Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan
“Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar
Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da
Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa
“Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan
“Jika kamu berani menembak Rey, maka aku juga berani untuk menghabisi istri tercintamu ini,” ancam Nufa setengah berteriak.Rey dan juga Tama sontak menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat Nufa yang sedang menggenggam sebuah gunting dan bersiap untuk menancapkannya di dada Zahra yang belum juga sadarkan diri. “Coba saja kalau berani, Tama!” ucap Nufa lagi. Tama menatap tajam kedua mata tua sang kepala pelayan. “Dari sejak dulu, aku tidak pernah takut padamu ataupun juga pada Yudha - ayahmu.”Tama sadar jika ancaman Nufa bukan hanya gertakan saja. Dia tahu jika wanita paruh baya itu bisa saja berbuat nekad. Mereka sudah pernah menghabisi sang Ibu secara bersih. Sehingga semua bukti menjelaskan bahwa Naya meninggal karena sakit. Tama tahu jika pasangan bibi dan keponakan ini tidak bisa dianggap remeh.Perlahan laki-laki itu menurunkan senjatanya. Melihat Tama yang sepertinya menyerah, dengan cepat Rey berdiri dan mencuri senjata milik sang CEO. Kini suami istri itu berada di bawah
Senja sudah berakhir. Langit terang telah berubah menjadi gelap. Akan tetapi sampai detik ini Tama masih belum juga menemukan kabar keberadaan sang istri. Laki-laki itu mengemudikan kendaraannya dalam keadaan yang frustasi. Sesekali dia memukul kemudi mobil dengan keras dan sesekali dia juga menjambak rambutnya sendiri.Setelah mendapatkan pengakuan dari penjaga mansion, Tama langsung melajukan kendaraannya keluar dari rumah besar tersebut. Beberapa staf kantor pun sempat dia hubungi untuk mencari tahu tentang Rey akan tetapi mereka semua tidak tahu. Yang mereka katakan hanya satu yaitu Rey keluar dari kantor dengan cepat dan terburu-buru.“Aku berjanji padamu Rey, aku berjanji demi mendiang ayah dan juga ibuku, jika sampai kamu menyentuh Zahra sedikit saja, aku akan membunuhmu,” gumam Tama dengan sorot mata yang tajam.Fokus laki-laki itu membuyar saat dia mendengar ponselnya yang berdering. Dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut.“Bagaimana, Alex?” tanya Tama pada orang diba
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat mobil yang dikendarai oleh Tama sampai di halaman parkir mansion. Setelah bertemu dengan Kiran dan menyelesaikan masalahnya dengan pengacara Aldi, laki-laki itu memilih untuk langsung pulang ke rumah saja, tanpa menyempatkan diri ke kantor. Dia sudah tahu apa yang sedang terjadi disana dan Tama akan membiarkan Rey bersenang-senang sesaat sebelum besok dia akan membalikkan keadaan.Seperti biasa para pelayan berjajar di depan pintu untuk menyambut sang CEO. Namun ada yang aneh disana. Di dalam barisan para wanita itu, Tama tidak melihat sosok Nufa dan juga sang istri - Zahra. Kedua mata laki-laki itu seketika melirik ke atas. Menatap pintu kamarnya yang masih tertutup.“Hmm, mungkin dia ketiduran lagi karena lelah,” ucap laki-laki itu dalam hati.Sebuah senyum terukir manis di bibir Tama saat dia membayangkan tubuh mungil sang istri yang sedang terbaring di atas kasur. Entah kenapa tapi semenjak hubungan diantara mereka membaik, membuat Tama