“Tapi, Bunga enggak hamil, tante.”“Sayang, kamu telat menstruasi’kan? Itu artinya, kamu hamil!”“Enggak tante, Bunga udah keluar menstruasinya. Baru aja pake pembalut. Nih” Bunga menepuk pantatnya yang terlihat tebal.Aini mengernyitkan dahinya. “Masa? Tadi kamu bilang telat, coba deh kamu pake alat ini.” Aini menyerahkan alat tes kehamilan kepada Bunga.Bunga menolaknya, “Enggak usah tante, tadi memang Bunga belum menstruasi, tapi barusan ke kamar mandi, sudah keluar. Lega banget rasanya, perut udah gak begitu sakit.” Bunga menepuk-nepuk perutnya dengan tersenyum.“Tapi Bunga coba kamu pake ini dulu, siapa tau kamu hamil.” Aini sedikit memaksa.“Cukup Aini! Jangan memaksa! Sudah jelas semuanya!” Erlangga beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju ruang kerjanya.Marta menyusul suaminya.Erlangga berdiri di dekat jendela. Kedua lengannya bertumpu pada daun jendela. Tatapan matanya kosong. Sekali lagi Ia kecewa dengan sikap Aini yang sudah melambungkan harapannya setinggi lang
“Ibadah itu bukan cuma sholat Erlangga, masih banyak yang lainnya. Bisa jadi sholat yang kamu lakukan hanya karena penggugur kewajiban saja, kamu belum melakukannya sebagai kebutuhan berkomunikasi dengan sang pencipta.”“Lalu, apa yang harus aku lakukan?”“Lakukan hal yang membuat Alloh senang, Alloh pasti juga akan membalasnya dengan membuat senang hambanya. Entah dengan cara apa yang kita tidak pernah tau, tapi pertolonganNYA pasti menghampiri kita. Renungkan kata-kataku Erlangga. Harta kamu sangat banyak, tapi apa pernah kamu berfikir, bahwa yang sudah kamu keluarkan untuk kebaikan itu sudah sebanding dengan harta yang Alloh titipkan kepadamu? Hartamu bukan milikmu Erlangga. Kalau kau tak bisa mengelolanya dengan baik, Alloh bisa mengambilnya sewaktu-waktu tanpa kau mampu menahannya sedikitpun.”Erlangga terdiam, merenungkan nasihat dari istrinya.“Kami, ketiga istrimu, juga titipan dari yang kuasa. Kalau kau tak mampu berbuat adil kepada mereka, apa kamu siap jika suatu saat Alloh
“Bagaimana, Bunga?” tanya Aini kembali.“Iya.” Bunga menganggukkan kepala.“Baiklah. Aku ambil kunci mobil dulu.” Erlangga tersenyum. Wajahnya berbinar ceria. Ia begitu bahagia dan hatinya berbunga-bunga. Mudah-mudahan ini awal yang baik untuk kembali memulai hubungan.*****Suasana hening di dalam mobil. Tak ada satu patah katapun keluar dari mulut mereka. Erlangga pura-pura berkonsentrasi mengemudi. Padahal konsentrasinya terpecah oleh degup jantung yang tak beraturan.Duduk berdampingan dengan istrinya seperti duduk dengan wanita yang baru saja dikenalnya. Terasa kembali seperti ABG yang baru mengenal cinta. Ada rasa gemetar dan ingin selalu menyentuh. Bahkan tanpa sengaja Erlangga menyentuh lengan Bunga, debar di jantungnya kian meningkat. Namun Ia berusaha menguasai diri.Bunga membuang jauh pandangannya keluar. Ia tak ingin melihat wajah suaminya. Hatinya masih sulit melupakan peristiwa mengenaskan itu. Terlalu sakit untuk mengenangnya.Bunga tak mengerti, lelaki sebaik suaminya
Erlangga berterima kasih kepada ayah mertuanya. Karena Ia telah memenuhi keinginannya. Tanpa sepengetahuan Bunga, Erlangga dan papahnya pernah datang ke sini dan bertemu dengan ayah Bunga. Mereka berbicara enam mata. Pembicaraan yang menyangkut tentang rumah tangga anak mereka.Hadi wijaya sudah menjelaskan semuanya. Awalnya ayah Bunga marah dan kesal, tetapi Hadi wijaya berhasil meyakinkan dan meminta untuk menasihati putrinya. Hadi wijaya juga meyakinkan bahwa putranya pasti mampu berbuat adil.“Kamu paham apa yang ayah bicarakan tadi?”“Iya ayah, ngerti!” jawab Bunga ketus.“Ya sudah. Kalau begitu, ayah tunggu cucu dari kamu dan Nak Er ya.”“Do’akan saja, supaya kami cepat dapat momongan pak.” Erlangga tersenyum ceria. Ia merasa mendapat angin segar dari mertuanya.“Oh ya, maaf sebelumnya. Saya tidak bermaksud lancang. Bagaimana kalau rumah ini di renovasi total. Nanti akan saya kirim tenaga ahli kesini.”“Enggak usah Nak, terimakasih.”“Enggak usah sok baik deh! pake nyogok segala
“Boleh sayang,” sahut Erlangga kembali mengecup kening Bunga lembut. “Kalau kamu mau pulang, telpon aja, nanti aku jemput.” Erlangga menepuk pipi Bunga dengan lembut.“Bunga gak nyimpen nomor Pak Er.”“Istriku, sebegitu tidak pentingkah aku di matamu. Sampai nomor telpon suamimu sendiri tidak kamu simpan.” Erlangga menggelengkan kepala sambil mengacak puncak kepala istrinya. Ia lalu mengambil ponsel istrinya dan menyimpan nomornya. Lalu memperlihatkan nama, ‘My lovely husband’ yang Ia simpan di phonebook.Bunga membacanya dan memprotes, “Enggak mau nama itu,” sahut Bunga dengan mencebik dan memukul lengan suaminya.Erlangga tertawa lepas dan teramat bahagia. Seolah dunia ini hanya milik mereka berdua. Ia lalu mengunci kedua lengan Bunga dan membawa tubuh istrinya ke dalam dekapannya. Hatinya terasa begitu damai. Berjuta harapan Ia tumpukan pada istri ketiganya.****Erlangga kembali dari rumah istri ketiganya. Dengan tergesa masuk ke dalam rumah sambil memanggil nama Martha. Setiap
“Aku bingung dari mana memulainya. Aku malu mau ngomongnya Martha.” Erlangga menggaruk kepalanya yang tak gatal.“Ngomong aja, aku istrimu. jangan sungkan-sungkan.”“Begini, Marta. aku takut kalau Bunga menginginkan ... tidur denganku, aku tak mampu menandinginya.” Erlangga berbicara sangat pelan, seolah takut ada yang menguping pembicaraannya.“Ooh itu.” Marta mengulum senyum. Terselip rasa sakit dalam hatinya. Ingin menangis dan meminta keadilan untuk dirinya saat ini juga, tapi tak kuasa. Kembali Martha hanya bisa memendam kepedihan dalam hati saja dan berpura-pura bahagia walau bathin tersiksa.“Aku serius Marta, jangan senyam-senyum. Tolong bantu aku cari solusi. Kamu tahu sendiri kan, usia Bunga separuh dariku. Semangatnya pasti masih menggebu. Aku tidak percaya diri menghadapinya. Kamu sendiri dulu seusia Bunga juga sudah menikahkan? Pasti sedang semangat-semangatnya. Aini dulu juga begitu, tapi waktu itu aku masih muda, jadi aku mampu mengimbanginya. Nah kalau sekarang, aku su
"Yang istrinya muda itu?” Marta menatap kearah dua insan yang terlihat sedang dilanda asmara, walaupun perbedaan usia begitu mencolok.“Iya.”“Bagus ‘kan? Jadi ada teman ngobrol.”“Bagus apanya? kalau dia, pantas ke sini, usianya hampir tujuh puluh tahun, lawannya masih kinclong gitu. Kalo aku ‘kan belum setua itu.”‘Terus yang minta kesini itu siapa?” Marta berusaha bersabar biarpun sedikit kesal.Erlangga membisu. Tanpa berfikir panjang, Ia memutuskan untuk membatalkan niatnya. Sesaat kemudian Erlangga menggandeng lengan Marta dan mengayunkan langkah menuju ke parkiran mobil.Pada saat Erlangga hendak membuka pintu mobil, Ia merasakan tepukan kasar di bahunya. Pria itu menoleh ke arah telapak tangan milik seorang pria yang membuat matanya membulat dengan sempurna. “Yudi?!”Begitu juga dengan Martha yang tak kalah terkejutnya. Dia menutup mulutnya yang menganga lebar. Hatinya terasa membara kala melihat manusia yang paling dibenci di dunia ini. Rasanya tak ingin bertemu lagi dengan
Yudi merasa harga dirinya direndahkan di depan Erlangga. Diapun membalas ucapan mantan istrinya.“Kalau masalah harta, aku bisa berikan untukmu kalau kau menginginkannya! Mungkin saja suamimu bisa memberikan kemewahan, tapi tidak kepuasan bathinmu, karena hanya akulah yang mengerti kebutuhanmu akan hal itu, Sayangku,” ucap Yudi dengan berani menyentuh dagu Marta.Plakk, satu tamparan mendarat di pipi Yudi. “Jangan mimpi Yudistira! bagiku, kamu adalah pria yang menjijikan!” Emosi Marta tak terkendali. Ia begitu kesal kepada mantan suaminya yang terlalu percaya diri.“Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah mengganggu istriku, atau kamu akan menyesal!” Erlangga mengancam Yudi.“Aku tidak takut dengan lelaki banci sepertimu, Erlangga!” Yudi tersenyum sinis.“Apa maksudmu?” Erlangga melotot kearah Yudi.“Kita sesama lelaki, dan pasti tahulah tujuanmu datang ketempat ini. Baru punya bini dua saja sudah loyo,” ucap Yudi dengan melipat kedua lengannya di depan dada sembari menatap nakal k
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G