Bunga, istri ketiga, gadis yang mampu meraih hatinya hanya dalam waktu satu malam. Ya, satu malam, pesonanya yang luar biasa membuat Erlangga bertekuk lutut pada gadis itu. Harapan begitu besar kepada istri ketiganya itu. Bersamanya berharap bisa mempunyai anak dari buah cinta keduanya. Satu-satunya istri yang mampu memenuhi kebutuhan biologisnya.Tak memungkiri, sebagai pria normal dan sangat ingin hasratnya tersalurkan. Ia juga sudah memenuhi seluruh kewajibannya, dan wajar saja kalau ingin mendapatkan haknya. Erlangga menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.Martha melepas pelukan perlahan. “Cukup, tangisan tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaiknya, sekarang kita cari solusi untuk langkah selanjutnya.”“Kak Martha benar.” Aini melepas pelukan Bunga. “Kamu tenang saja Bunga, Tante akan selalu ada di samping kamu. Sekarang, Tante mau bikin perhitungan sama Erlangga!” Aini beranjak dari tempat duduknya.“Kak Martha, tolong bantu Bunga memakai pakaiannya kembali dan to
Martha menatap punggung suaminya hingga menghilang dari balik pintu. Ia kasihan kepada suaminya. Penyesalan selalu datang terlambat, Erlangga pasti sangat bersedih. Namun tidak mungkin dua manusia ini berada dalam satu atap saat emosi menguasai hati dan fikiran mereka. Inilah yang terbaik untuk sementara.Martha akan berusaha menyatukan keluarga ini. Ia yakin suatu saat nanti keluarganya pasti bisa kembali bersatu dan bahagia seperti dulu. Badai pasti berlalu.*******Martha duduk di tepi ranjang lalu menyentuh lengan Bunga lembut, “Bunga, sekarang kamu mandi dulu. Setelah itu kita sholat berjama’ah untuk menenangkan hati kita.”Bunga menggeleng, Ia tidak ingin bertemu dengan pria yang sudah mencabik-cabik harga dirinya. “Bunga, sholat di kamar saja. Bunga enggak mau ketemu Dia.”“Erlangga sudah pergi, kamu bisa tenang sekarang. Ayo, tante bantu kamu.” Martha mengambil handuk yang ada di lemari pakaian dan menutup tubuh Bunga. Dengan penuh kasih sayang, Ia menuntun Bunga hingga masuk
Erlangga turun dari Taxi. Ia melangkah gontai menuju teras rumah. Tak satupun pakaian yang di bawa. Ia memencet bel dan menunduk lesu.Seorang wanita paruh baya membuka pintu dan terkejut melihat keadaan putra semata wayangnya. “Angga? Kamu kenapa, sayang? Apa yang terjadi?” Nyonya Irma terlihat begitu cemas. Ia memegang kedua pipi putranya.Erlangga menghambur kepelukan mamahnya dan menangis di bahu sang bunda. “Mah, Angga sudah menyakiti Aini dan Bunga, Mah.”“Maksud kamu apa, Angga?” Irma melepas pelukan dan menatap wajah anaknya yang bersimbah airmata.“Angga ... angga .... ““Ada apa sih ribut-ribut?” Hadi wijaya keluar dengan menenteng surat kabar ditangannya. Ia terkejut melihat putranya yang berhati besi itu menangis. Ia tidak suka melihatnya. Hadi wijaya sudah mendidik anaknya untuk menjadi seorang pemberani dan tak takut menghadapi apapun.Dan kini, dia memangis di hadapan mamahnya seperti anak kecil. Ini pasti gara-gara perempuan. Hanya dari situlah kelemahan Erlangga yang
Aini duduk termenung di teras rumah. Sudah seminggu suaminya meninggalkan rumah. Rumah ini terasa begitu sunyi. Perasaannya begitu gersang, tak ada keteduhan di sana. Apakah suaminya benar-benar meninggalkannya. Aini menyesal kenapa Ia harus terlalu terbawa emosi. Bagaimana kalau suaminya benar-benar pergi meninggalkannya.Rasanya tak akan sanggup hidup tanpa belaian suaminya yang begitu baik. Belum lagi tanggungjawab kepada keluarga Bunga yang harus Ia tanggung sendiri. Aini takkan sanggup mengambil alih semua sendiri.Selama ini suaminya yang selalu bertanggung jawab jika ada masalah mendera. Belum lagi untuk biaya sehari-hari, mau dapat darimana kalau suaminya benar-benar menceraikannya. Apa yang harus Ia lakukan nuntuk membuat suaminya kembali. Tidak mungkin Ia menghiba dan memohon belas Kasih suaminya.Aini menghela nafas dan menghembuskannya perlahan untuk mengurangi sedikit beban pikirannya.******Bunga masih menyendiri di kamar. Sudah hampir satu minggu Ia tidak mau makan. Bu
“Ya sudah, kamu ke kamar ya.” Jawab Aini.“Iya Mah.” Jawab Adel dan berlalu.“Kira-kira, Mereka mau apa ya Kak? Kok aku deg-degan ya? Pasti Mas Erlangga sudah cerita semuanya. Apa mungkin Mas Erlangga mau menceraikan kita semua dan mengusir kita dari rumah ini? Kok aku takut ya kak, kalau hal itu bakal terjadi.” Aini begitu gelisah. Jemarinya saling meremas.“Mudah-mudahan saja tidak. Aku yakin Erlangga menyayangi kita semua. Sekarang kita turun ya.” Martha menepuk-nepuk punggung Aini untuk menenangkannya.“Bunga, kamu juga turun ya.” Aini menatap Bunga.“Bunga enggak mau, Tante!” Airmatanya kembali menetes.“Tapi kita harus selesaikan masalah ini secepatnya. Kamu enggak usah takut, kami pasti melindungimu.” Martha mencoba membujuk Bunga.Walaupun dengan bersusah payah membujuknya, akhirnya Bunga mau juga turun. Mereka bertiga turun. Aini menatap wajah suaminya yang tak terawat. Ia kelihatan begitu kurus. Aini benar-benar sedih melihatnya.“Bagaimana kabar Mamah dan Papah?” Aini menco
“Cukup papah!”“Sudahlah jangan ribut.” Ilham mencoba menengahi. “Menurut Ilham, apa yang Om Hadi bicarakan itu ada benarnya. Segala sesuatu itu harus diniatkan secara baik. Kak Erlangga itu punya hak terhadap istri-istrinya, dan istrinya juga harus memberikan apa yang menjadi haknya. Kalau Kakak tidak menunaikan kewajibannya begitu juga sebaliknya kalian sama-sama berdosa. Kalau sudah meniatkan diri untuk menikah, ya harus siap untuk menjalankan hak dan kewajiban, karena seorang istri itu menjadi tempat berlindung dari syahwat suaminya. Kalau sampai istri tidak mau memenuhinya para malaikat akan melaknat mereka hingga di pagi hari. Dan suamipun akan bergentayangan untuk mencari pemuasan di luar sana. Apa kalian mau memetik penyakit dari suami yang mencari kepuasan di luar?”“Tuh dengerin adik kalian ngomong. Dia aja yang belum nikah tau.”“Ridho Alloh itu terletak pada Ridho suami. Ada sebuah hadist yang mengatakan bahwa siapa saja perempuan yang meninggal dunia sedangkan suaminya ri
Bunga menatap Papah mertua dan suaminya bergantian. Sorot matanya begitu tajam dan penuh amarah, “Kalian memang manusia yang tidak punya hati! Manusia-manusia busuk yang hanya menganggap seorang perempuan rendah. Dan Kamu Erlangga, kamu laki-laki terkutuk yang sudah menghancurkan hidupku! Setelah kamu puas mereguk maduku dengan paksa, kini dengan begitu mudahnya Kamu membuangku seperti seonggok sampah yang menjijikan! Aku membencimu seumur hidupku Erlangga! Aku benciiiii !!” Bunga menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Ia lalu berlari tanpa arah.“Bunga ... “ Martha hendak berlari untuk mengejarnya. Namun Hadi Wijaya mencegahnya.“Cukup Martha! Biar Erlangga yang mengejarnya. Ini sudah jadi urusan Dia dengan Bunga!”Martha mengurungkan niatnya.Tanpa berfikir panjang, Erlangga mengejar Bunga yang berlari menaiki anak tangga. Ia takut Bunga akan melakukan hal di luar nalarnya.Benar saja, Bunga sudah berada di bibir balkon dan bersiap untuk terjun bebas.“Bunga tunggu! tolong
“Bunga mau ke rumah ibu.” Kata Bunga sambil memegangi perutnya.“Oh gitu. oh ya, ini tante bawakan pembalut herbal untuk kamu.” Aini memberikan pembalut kepada Bunga.“Makasih Tante. Maaf jadi ngrepotin. Ini juga Bunga mau minta dibikinin jamu sama ibu. Bunga belum menstruasi jadi perutnya sakit banget.” Ucap bunga sambil memegangi perutnya.“Yang benar, Bunga? Kamu belum menstruasi?!” Aini menutup mulutnya yang menganga lebar. Ia benar-benar terkejut mendengar ucapan Bunga.“Iya Tante, biasanya tanggal 5, ini udah mau tanggal 12,” Jawab Bunga sambil terus memegangi perutnya.“Jangan diminumin jamu. Tante anterin kamu ke dokter aja, ya?”“Gak usah tante, kalo udah minum jamu perutnya juga pasti enakkan.“Sudah jangan membantah! ayo tante antar kamu ke dokter!”“Iya tante, Bunga mau ke kamar mandi dulu sebentar.”Bunga kembali ke kamarnya.Aini menuruni anak tangga dan berlari memeluk Erlangga. “Kamu dengar sendiri kan Mas, kalau Bunga telat.” Aini melonggarkan pelukannya.“Maksud kamu
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G