"Ada apa?" Tanya Wiku Sasodara pada Amasu saat acara perhelatan makan dimulai. Amasu menunjukan surat Rukma. Wiku Sasodara kemudian menarik lengan Amasu dengan cepat untuk mencari tempat yang aman. "Jangan katakan apa-apa. Setelah ini kita temui Rukma."Kata Wiku Sasodara. "Tapi...?" Amasu mencoba mencegah Sang Wiku. "Aku tidak peduli. Aku harus menyelamatkan anak itu. Ia berbeda dengan Jentra. Anak itu lebih memiliki kemurnian hati daripada kau dan Jentra." Kata Wiku Sasodara. "Tapi guru.....Pangeran Balaputeradewa dan Maharaja Samarattungga sudah memutuskan...."Amasu masih mencoba memperingatkan gurunya. "Aku tidak peduli. Pangeran juga tidak peduli bukan dengan perasaanku, mengapa aku harus memikirkannya. Biarlah di rasakan nanti karma perbuatannya. Kita hanya belum tahu apa yang akan dia terima, bukan?" Wiku Sasodara berargumen. "Tadi guru bilang kepada Rakai Panaraban untuk tidak berurusan dengan orang-orang Walaing. Kenapa sekarang guru malah mau menyelamatkan putri yang mu
Sebagai pengantin baru, Jentra memboyong keluarga kecilnya ke rumahnya. Namun dengan beberapa perubahan karena Candrakanti menolak menemukan jejak Sriti di tempat itu. Jentra mengikuti apapun yang dikatakan Candrakanti asal itu membuat hati istri cantiknya itu bahagia. Jentra sebenarnya juga ingin membawa ibu dan paman mertuanya, namun keduanya menolak dengan alasan rumah Candrakanti yang lama harus juga ada yang mengurusnya. "Ayah...ayolah, aku ingin berkuda." Rengek Gyandra putri semata wayang mereka. "Tentu. Sabarlah sedikit. Ibumu sedang membuatkan bekal untuk kita. Sayang bukan kalau tidak dimakan." Kata Jentra dengan sabar. Akhirnya setelah sekian lama, ia benar-benar bisa memeluk putrinya tanpa perasaan takut atau ragu. Ia menarik Gyandra ke pangkuannya. "Kemarilah. Biar ayah mengepang rambutmu. Kau cantik. Mirip dengan ibumu. Kelak aku tidak akan membiarkan para pria itu mendekatimu." Kata Jentra "Lalu, kau akan menjadikannya Bikkuni?" Sahut Candrakanti sambil meletakan k
Jentra merasakan kehangatan pelukan istrinya dan perlahan-lahan kemarahannya mereda. Ia mencium Candrakanti perlahan lalu kembali menangis di pundak istrinya."Mengapa orang jatuh cinta itu selalu bodoh?" Tanya Jentra"Karena cinta itu adalah perasaan paling aneh yang dimiliki manusia, Kakang. Kau tidak bisa menentang Rukma sekarang. Cinta yang begitu besar, kekuatannya melebihi air dan api."Kata Candrakanti"Iya, kau benar. Aku hanya takut kehilangan Rukma. Hanya dia yang menemaniku saat aku kehilangan semuanya. Itu sebabnya aku tidak rela jika melihatnya harus mati di usia semuda itu hanya untuk perempuan yang tidak layak untuknya."Kata Jentra."Layak dan tidak layak hanyalah cara pandang kita saja terhadap sesuatu, Kakang. Seperti diriku? Putri seorang perampok, hidup dihutan, tanpa bekal dan kepandaian apapun. Namun seorang Panglima besar Medang sepertimu toh tetap menjatuhkan pilihannya padaku. Hingga bicara seperti itu di depan wiku Sasodara."Kata Candrakanti"Bicara apa?"Tanya
Rakai Panaraban menerima kedatangan Mpu Kumbhayoni dan beberapa pengikutnya dengan tangan terbuka. Namun beberapa abdinya sendiri mulai berbisik-bisik cemas, mengingat orang-orang ini adalah buronan kerajaan Medang. "Gusti, apa tidak terlalu berbahaya menerima mereka di sini. Pasukan sandi Medang pasti sudah mencium kemana mereka akan pergi." Kata Tumenggung Sudana. "Tapi ke mana mereka bisa pergi, Sudana? Mereka saudara kita. Sesama wangsa Sanjaya."Kata Rakai Panaraban. "Benar dimas Tumenggung Sudana. Kasihan mereka, jika kita bersikap begitu dingin. Apakah kita harus mengusir mereka? Apalagi kangmas Panaraban dan Mpu Kumbhayoni adalah saudara sepupu." Kata Dyah Meitala. "Saya tahu, Gusti ayu. Namun keberadaan mereka membahayakan sima kita. Bagaimana jika kemudian Rakai Garung atau Maharaja Samarattungga kemudian menyalahkan kita dan menghancurkan Sima kita. Padahal tempat ini adalah perlindungan terakhir wangsa Sanjaya yang masih benar-benar melestarikan peninggalan mendiang Mah
Ganika begitu gelisah ketika ia tanpa sengaja mendengar percakapan bahwa ayahnya meninggal di dalam tahanan dan telah diperabukan. Kesedihan mencengkeram begitu dalam sehingga ia tidak menyadari ketika dirinya diperhatikan oleh Mahamentri I Halu. "Gandhali, mengapa kau begitu gelisah? Adakah yang menganggu pikiranmu?"Tanya Pangeran Balaputeradewa. Ganika yang masih belum terbiasa dengan nama baru yang diciptakannya sendiri, meskipun mendengar ia tidak terlalu memperhatikan. Sehingga Pangeran Balaputradewa akhirnya menarik sedikit selendang Ganika dengan sayang. Ganika yang tersendat jalannya tiba-tiba tersadar. "Ohh...!"Teriaknya lirih. "Kau sedang memikirkan siapa? Sampai kupanggil-pun kau tidak mendengarkannya?"Tanya Pangeran Balaputeradewa. ""Aduh....maaf beribu maaf, Gusti. Hamba tidak memperhatikan kedatangan paduka. Saya sedang berpikir untuk kembali ke tempat asal saya, Gusti. Tetapi saya masih berpikir panjang karena setelah dirampok saya tidak punya ongkos untuk pulang."
Ganandara dan Kawindra menghadap Pangeran Balaputeradewa setelah sembuh dari sakitnya sekembali dari mendaki Udarati. "Apa yang sebenarnya terjadi? Hingga kau kembali dengan keadaan seperti itu tanpa membawa apa-apa." Tanya Pangeran Balaputeradewa dengan nada sedikit dingin. "Ampuni kami, Gusti. Kami tahu, Gusti kecewa karena kami pulang dengan tangan hampa. Namun Gunung Udarati adalah Gunung yang luar biasa, Gusti. Hanya mereka yang memiliki kesucian hati yang akan mampu menembus hutan larangan bernama suksma Ngulandara itu." Kata Ganandara "Benar, Gusti. Kami bahkan menyaksikan kematian yang lebih mengerikan daripada di dalam peperangan. Hantu-hantu yang tak berbentuk, tak berwajah mampu menembus tubuh manusia dan mencuri jiwanya."Lanjut Kawindra sambil menahan air matanya. "Dan kau ingin aku percaya dongeng anak-anak seperti itu? Lalu untuk apa kau berlatih bertahun-tahun sebagai prajurit sandi yang tangguh dan hebat. Kau tahu nilaimu adalah satu nyawa prajurit sandi sama besar
"Jadi ini rumah barumu, Gandhali. Kau bisa lebih leluasa tinggal di sini bersama Nini Suli. Kelak nanti jika sudah waktunya aku akan memperkenalkanmu dengan Kakakku Permaisuri Sri Kahulunan."Kata Pangeran Balaputeradewa. "Terima kasih, Gusti."Jawab Ganika dengan perasaan sedikit kacau karena ia tidak berharap bertemu dengan keluarga kerajaan yang telah menghancur leburkan keluarganya. "Oh ya, aku juga mendengar insidenmu dengan dayang Sriti beberapa waktu yang lalu. Hal itu jangan terlalu kau pikirkan. Sriti memang begitu tetapi untuk menjaga keamananmu, aku menempatkan Rukma dan Sena bergantian menjagamu. Jangan sungkan untuk meminta tolong pada mereka. Meskipun mereka perwira muda, mereka akan patuh pada perintahmu." Kata Pangeran Balaputeradewa. "Baik, Gusti. Kebaikan Anda, saya tidak mampu membalasnya. Hanya Dewa Agung yang akan memberikan banyak berkat untuk samua kemurahan anda kepada saya." Jawab Ganika tanpa mengalihkan pandangannya dari lantai. "Gandhali. Aku tidak memin
"Mengapa Pangeran Balaputeradewa sama sekali tidak melirik kepadaku? Padahal apa kurangnya aku coba? Memang sih kalau dibandingkan dengan gadis itu, ia lebih muda dan cantik sekali. Kalau jadi laki-lakipun aku pasti sudah jatuh cinta. Tapi aku sepertinya pernah melihat gadis itu tapi dimana ya?" Tanya Sriti dalam hati. Wajah Ganika memang seperti tidak asing bagi Sriti. Tetapi ia begitu penasaran dan terus mencoba mengingatnya, sampai tidak sadar ketika Pangeran Balaputeradewa datang dan memperhatikannya. "Heiii, Sriti!"Panggilnya. Seketika Sriti tergagap dari lamunannya dan dengan senyum ia menyambut kedatangan Mahamentri I Halu itu sambil menghaturkan sembah. "Ada yang Gusti perlukan dari saya sehingga Gusti memanggil saya?" Tanya Sriti. "Ya. Aku memanggilmu karena aku ingin memberikanmu tugas sebagai perajurit sandi." Kata Pangeran Balaputeradewa. "Tapi Gusti. Yang Mulia Maharaja menugaskan saya untuk melayani Gusti." Jawab Sriti. "Lha iya itu bentuk pelayananmu kepadaku ba