"Aku tidak akan memasukkanmu ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik dan juga membeberkan bukti penipuan-penipuan yang selama ini kau lakukan. Sebagai gantinya kau harus membersihkan namaku dan mengucapkan permintaan maaf di depan media." Helena memalingkan wajah saat mendengar semua yang dikatakan Zaf. "Lalu segeralah kamu bertobat," tambah Shine nampak seperti biarawati. Zaf tersenyum tipis mendengar hal itu. Helena menoleh dan menatap tajam keduanya. "Kalian berdua benar-benar brengsek!!" "Loh, yang penipu itu kan kamu, kenapa malah aku yang dikatain brengsek!!" Shine jelas tidak terima. "Aku benar-benar hamil anakmu Zaf," ucapnya dengan tatapan sedih ke Zafier yang menghela napas lalu mendekati ranjang di mana Helena berbaring. "Aku akan memberitahumu rahasia. Anak yang ada di dalam perutmu itu bukan anakku karena kita tidak bercinta malam itu." Helena sudah akan menjawab saat Zaf langsung melanjutkan bicaranya. "Aku tahu kau mau mengatakan apa. Kau merasa bercinta d
"Shine Aurora." Sasha mengucapkan namanya dengan penuh penekanan."Yes mom." Shine garuk-garuk kepala, sudah bisa menduga apa yang akan diocehkan sahabatnya. Setelah keluar dari ruangan rawat inap medusa, Shine memilih berdiri tidak jauh dari area taman rumah sakit"Kenapa Minnie maraung-raung kelaparan? Kamu gak pulang ya semalaman?" "Err—""Jangan bilang kalau kamu nginap di rumahnya bule itu dan masih berada di sana sampai sekarang? Oh Tuhan! Demi kaus kaki Santa, apa kepalamu kejedot tambok?""Slow down, Sha. Ini gak seperti apa yang kamu bayangkan kok." Shine mengigit ujung kukunya."Memangnya apa yang aku bayangkan?" Sasha bertanya balik."Hmm, membayangkan kalau aku dan bos sinting itu tidur bersama—""WHAAATT!!!" Shine langsung menjauhkan ponselnya mendengar pekikan Sasha. "Kamu tidur sama dia?""NO WAY!!" bantah Shine keras. "Aku gak tidur sama dia walaupun yah—" Shine mengacak rambutnya ketika ingat kalau tadi pagi dia bangun di tas ranjang empuk ukuran King Size dengan a
Zafier geram karena lelaki gila itu mengincarnya dengan menggunakan Shine. Zaf berusaha menahan tangannya tetap diam dengan kepalan tangan yang menguat saat dirinya dilucuti dan tembakannya di ambil paksa sebelum di bawa masuk ke dalam lift yang membawanya naik entah ke mana di dalam gedung tidak terpakai jauh dari pusat kota. Rey hanya bisa mengawasi dari jauh karena laki-laki gila itu mengancam akan melukai Shine kalau Zaf nekat membawa mereka masuk. Zaf penasaran siapa laki-laki yang dendam padanya itu dan mungkin inilah saatnya mereka saling berhadapan dan menuntaskan apapun yang dibawanya tapi Zaf berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan melakukan apapun agar Shine selamat tanpa luka gores sedikitpun. Laki-laki itu harus mendapatkan pukulan kemarahannya dan Zaf tidak pernah main-main. "Masuk!" Zaf di dorong masuk ke dalam salah satu pintu yang langsung tertutup di belakangnya. Diedarkannya pandangan sembari melangkah waspada memperhatikan dan mendengar setiap suara yang
Zaf berlari mendekat tapi secepatnya menghentikan langkah kakinya saat laki-laki kedua yang sejak tadi diam mengarahkan mata pistolnya ke kepala Shine. Zaf jelas tidak bisa bertindak gegabah. Sean tertawa membahana, kembali menatap Zaf dengan gelengan kepala."Laki-laki yang lemah. Aku baru menamparnya sekali dan kau sudah bereaksi berlebihan.Ck." Sean nampak geli sendiri. "Sama seperti yang kau lakukan dengan Victoria dulu yang rela pasang badan untuk melindunginya.""Kau seharusnya membusuk di penjara," desis Zaf. "Atau aku yang akan membunuhmu setelah ini!""Lakukan saja tapi jangan salahkan aku kalau wanita ini yang akan kau lihat lebih dulu terkapar dan tidak bernapas."Zaf bersuaha keras menahan amarah di dadanya."Saat Papa kita berdua menjodohkan Victoria dengan Max, kakak kembarmu itu, aku berpikir, kenapa kedua kembar Gaster begitu membuatku marah. Aku tahu kalau kau juga membenci kakakmu karena menerima perjodohan gila itu padahal dia tahu kalau Victoria mencintaimu dan beg
"Ini untuk almarhum kakakku, brengsek!!" Zaf memukul wajahnya dengan keras membuatnya terhuyung ke belakang lalu memukulnya lagi berkali-kali. Sean terhempas ke dinding dan Zaf menekan lehernya di sana dengan lengannya, saling menatap dengan luka masa lalu yang masih membayang. "Max memang mengakui mencintai Victoria dan dia mengatakannya padaku secara langsung tapi dia memilih mundur dan berniat membatalkan perjodohan itu tapi kau sudah lebih dulu mencelakakannya. Aku belum sempat minta maaf padanya!!" murka Zaf. "Aku membawa bayangan kematian Victoria dan penyesalan terhadap kakakku selama ini dan itu semua karena kau. Pikiran gilamu itu membuat kami semua menderita bahkan adikmu sendiri yang begitu menyayangimu." BUK!! Zaf memukul lagi wajahnya. "KAU SEHARUSNYA MATI SEJAK LAMA!!" Setelah berteriak, Zaf menghajar Sean membabi buta hingga membuat Shine khawatir dan berniat menarik Zaf menjauh sebelum terjadi pembunuhan berdarah tapi seseorang lebih dulu melilitkan tali ditubuhnya
Flashback On "ZAfier—" Suara seorang gadis memanggil seraya mengguncang tubuhnya. "Oh come on. Bangunlah, Zaf." Zaf perlahan membuka mata, merasakan sinar matahari menyinari wajah, diletakkannya lengan di atas kepala menghalangi sinar matahari agar bisa melihat lebih jelas. Matanya langsung menangkap wajah cemberut sunshine-nya. Zaf langsung bangkit untuk duduk. "Kau gak apa-apa kan?" Victoria cemberut, memperlihatkan tangannya yang terkena cakaran kucing membuat Zaf kaget. "Demi Tuhan!!" "Zaf, aku tahu kau takut sama kucing tapi kenapa kau malah pingsan dan membiarkanku di cakar seperti ini. Katanya kau mau melindungiku dari apapun." "Maafkan aku." Zaf panik, meniup luka Victoria dengan wajah penuh penyesalan. "Aku pengecut. Maaf." "Apa kucing tidak ada di dalam kata apapun yang kau ucapkan itu?" Zaf menghela napas, duduk berhadapan di bawah pohon rindang setelah insiden kucing agresife tadi. "Seharusnya dari apapun itu aku akan melindungimu. Fobiaku dengan kucing membuat
Zaf berdiri, menggendong Shine dalam pelukannya kemudian mengedarkan pandangan. "Suruh lima orangmu ganti baju untuk menjaga Shine di rumah sakit. Aku tidak mau kejadian seperti ini terjadi lagi." "Siap bos," ucap Rey dan berbalik pergi. "Sok bossy," dengus Shine, merasa terlalu lemah untuk jalan sendiri. Tubuhnya terasa sakit semua. "Aku memang boss dan kau juga sok jagoan." Zaf mendekap erat Shine dalam pelukannya dan membawanya pergi dari sana. "Aku memang jagoan!!" Zaf memutar bola matanya. "Oke, aku akan mengingatnya juga tindakan heroikmu tadi dan ah ya teriakan penyemangatmu. Idiot? Berani sekali kau meneriaki bosmu sendiri indiot." Sepanjang perjalanan mereka ribut berdua. "Kamu memang idiot. Kenapa kamu malah diam aja dihajar begitu?" "Hei, aku memikirkan keselamatanmu. Wanita macam apa kau ini yang ditawan tapi terlihat tenang-tenang saja." "Lalu aku harus apa? Histeris? Menangis tersedu-sedu seperti semua wanita yang dalam adegan penculikan?" "Yah begitu lebih
"Shine—" Shine tersentak ketika tangan seseorang melambai di depan wajahnya."Kamu ngelamunin apa sih?""Ah maaf Put. Aku memikirkan sesuatu tadi."Putra meletakkan sendoknya dan memandangi Shine lekat. "Apa kamu kurang nyaman selama beberapa hari ini aku ajak makan siang terus?"Shine sontak menggeleng dan tersenyum manis. "Tentu saja aku gak keberatan. Kenapa kamu mikirnya gitu?""Sepertinya pikiranmu lagi ada di tempat lain dan aku masih penasaran dengan bekas memar di wajahmu itu." Putra menunjuk pipinya. "Apa sudah tidak apa-apa?"Shine menggeleng. "Gak apa-apa kok. Kejadiannya kan sudah seminggu yang lalu. Nanti bekasnya juga hilang sendiri.""Preman itu gak datangin kamu lagi kan? Aku khawatir sekali. Sebaiknya aku akan memastikan kamu pulang ke rumah dengan selamat."Shine tersipu-sipu mendengar kalimat Putra itu. Siapa yang tidak bahagia saat gebetannya ternyata perhatian juga padanya. Bukankah itu artinya lampu hijau. Merry dan Reina bilang kalau Putra pasti juga memiliki p
Setelah hari itu, hidup Lize sepenuhnya berubah. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan suatu saat nanti, dia akan merindukan sinar matahari yang menyengat seperti panasnya Florida. Yang bisa dia lakukan saat ini ketika melihat sinar matahari hanyalah tersenyum tanpa ekspresi, berdiri di balik kaca transparan kamarnya yang tidak bisa ditembus matahari dan mencoba menerima keadaannya dengan lapang dada. Hari itu, saat mereka pergi liburan ke Florida yang seharusnya dua minggu menjadi dua hari, Lize divonis menderita penyakit langka Polymorphous light eruption (PMLE) yang menyebabkan kulit seperti terbakar jika terkena sinar matahari. Intinya, hidupnya terancam bahaya jika dia berada di bawah sinar matahari terlalu lama. Bahkan sekarang, sedikit saja bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kulitnya akan mulai melepuh seperti terbakar. Sungguh ironis hidupnya saat ini. Terkurung dalam dinding kaca saat siang dan melakukan semua kegiatan di luar rumah saat malam. Selama setahun d
Florida, Amerika SerikatLize mengangkat pandangannya ke atas, satu tangannya memegangi topi pantai yang menghalau pandangannya dari teriknya matahari yang menyengat meski angin pantai di sekitarnya mengibarkan rambut hitam panjangnya.“Lize—”Lize berbalik saat mendengar panggilan itu, menemukan Papinya yang sudah siap membaur bersama laut yang membentang luas tidak jauh di depannya.“Ya Pap?”“Apa yang kau pandangin sayang?”Lize menunjuk ke ujung cakrawala, ke arah matahari yang bersinar teriķ.“Terlalu panas.”Papinya tersenyum, “Sebaiknya kau bersenang-senang sementara kita berada di sini.”Lize menggelengkan kepala, “Meskipun ingin tapi aku tidak tertarik. Mana Mami?”“Berjemur.”Lize menoleh ke belakang, melihat Maminya yang sedang hamil adik kembarnya memasuki usia kandungan tujuh bulan menikmati teriknya matahari yang langsung menyengat kulitnya. Di sampingnya, Omanya melakukan hal yang sama sembari bermain pasir dengan Lucia.“Pap—”Entah kenapa, Lize merasa tubuhnya tidak e
Semenjak memiliki keluarga, Shine mendedikasikan seluruh perhatiannya untuk merawat kedua putrinya meski sesekali dia menerima tawaran iklan juga model. Meskipun Zafier dengan gaya angkuhnya berulang kali mengatakan kalau uangnya tidak akan habis sekalipun dia membelanjakannya terus menerus tapi Shine ingin tetap bisa melakukan sesuatu yang disukainya. Meski berat namun Zaf menyetujuinya dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Suaminya itu bahkan membelikannya pesawat pribadi yang bisa dia gunakan sesuka hati. Meski terlihat agak berlebihan namun Shine mengalah dan menerimanya dari pada Zaf melarangnya menjadi model lagi. Lelah selama perjalanan panjang dari Indonesia akan menghilang saat dia sampai di rumah seperti saat ini. Alih-alih menggunakan mobil untuk menjemputnya, Zaf malah mengirim helikopter yang saat ini mendarat sempurna di belakang mansion keluarga Gaster tidak jauh dari tamannya yang asri. Melintasi kebun mawar merah, Shine berjalan mengarah ke gazebo yang
“Kenapa kalian tidak bisa akur?”“Kenapa kami harus akur?” Zaf bertanya balik.Shine mendengkus, melipat lengan di dada sembari rebahan di tempat tidur saat Zaf bergabung dengannya.“Kalian sudah sama-sama tua dan seharusnya bisa berdamai.”“Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkannya.”Shine menghela napas, memiringkan tubuhnya ke arah Zaf dan menatapnya serius. “Dia seharusnya sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Memiliki istri dan anak lalu hidup bahagia bukannya malah menjadi orang tua tunggal karena kesalahan satu malam seperti ini. Aku benar-benar sedih Zaf.” “Seperti yang kau katakan, dia sudah tua dan pastinya tahu bagaimana harus bersikap. Aku yakin dia sedang menata hidupnya lagi jadi kau harus mempercayainya.”“Semoga saja.”Shine membiarkan saja Zaf menariknya dalam pelukan dan membisikkan sesuatu.“Aku juga berharap dia bisa bahagia.” Shine tersenyum. “Agar berhenti mengangguku seperti ini.”Shine melotot membuat Zaf sontak tertawa. Sikap menyebalkan suaminya memang s
“Kau sengaja melakukannya ya,” desis Zaf saat menemukan Arsen sedang menjaga Lize yang asyik dengan es krimnya sementara Lucia tidur di kereta dorongnya di salah satu restoran yang ada di Seattle. Duduk di samping Lize yang langsung tersenyum menyambutnya dan mendaratkan kecupan di pipi. “Tetap tidak berubah,” jawab Arsen entang, mengelus rambut Lize yang tertiup angin. “Tidak bisa membiarkan kami sedikit saja menghabiskan waktu bersama.” “Tidak akan!” ujar Zaf datar, mengalihkan tatapan ke Lize dengan ekspresi berbeda, tersenyum lembut. “Lize, mau Papi suapin makan es krimnya?” Lize sontak menggelengkan kepala membuat Arsen menahan senyumannya di sudut bibir. “Sama uncle Arsen aja.” “Good girl,” ujar Arsen, menyuapi sesendok besar es krim strawberry ke Lize di bawah tatapan kesal Zaf yang melipat lengannya di dada, kalah telak. “Shine bilang kau sedang meeting dan tidak bisa diganggu.” “Karena itu kau sengaja melakukan hal ini kan?” “Tidak. Aku hanya ingin kau tahu kalau ak
“Berapa lama kau akan meeting?”Zaf berjalan ke ruang rapat bersama Nick, sekretarisnya dan beberapa orang penting di perusahaannya yang mengikuti di belakang sembari mengangkat panggilan telepon dari Shine.“Mungkin tiga jam. Ada banyak hal yang harus dibicarakan.”“Oke baiklah. Kami sedang berbelanja saat ini jadi mungkin setelah selesai kau bisa menemui kami untuk makan siang bersama. Lize bilang dia ingin es krim pisang.”Zaf menghentikan langkah kakinya dan semua bawahannya ikut berhenti.“Bagaimana kalau aku tunda rapatnya dan menemani kalian?”Nick ingin menyahut namun terhenti saat Zaf melotot membuatnya langsung mengatupkan bibir.“Tidak perlu!” tolak Shine. “Kau tidak boleh mempermainkan bawahanmu seenaknya.”“Mereka tidak akan protes.” Zaf menoleh ke belakang, menatap satu persatu bawahannya yang hanya diam saja. “Begitulah enaknya jadi bos.”“Dasar bos setan memang!” umpat Shine. “Kau selesaikan saja pekerjaanmu lalu susul kami. Jangan membuatku marah!”Zaf mendesah, kemba
Zaf bangkit membuat Alva langsung kaget, berjalan menghampiri putrinya yang menunggu anak lelaki itu membukakan permen bentuk bunga matahari itu dengan sabar. Zaf menyimpitkan mata, mencoba mengabaikan tatapan Shine yang sesaat tadi beradu dengannya dan menaikkan alis penuh curiga. Zaf mengabaikannya karena yang terpenting saat ini menyelamatkan putrinya dari penggoda yang hanya bermodalkan permen itu. Zaf berdiri di belakang Lize dengan tatapan tajam membuat anak lelaki itu reflek menatapnya dan tertegun. Zaf menarik senyum ke sudut bibirnya menakuti membuatnya langsung mengerjapkan mata. Saat Lize berbalik, Zaf sontak tersenyum. “Papi—“ Ucap Lize dengan senyuman lebar. “Hai sayang, kau sedang apa?” “Mau makan permen,” ujarnya seraya menunjuk permen bunga di tangan anak lelaki itu. “Ah begitu.” Zaf mendekat, melipat satu kakinya agar sejajar dengan Lize sembari tangannya mengambil permen lain di meja dan membukanya. “Rasa strawberry lebih enak. Ini Papi bukakan.” Mengabaikan an
Seattle, Amerika Gaster Coorporation semakin berkembang pesat. Setelah berhasil memperjuangkan cintanya, memperistri Shine dan mendapatkan malaikat secantik Lize juga Lucia yang kedatangannya benar-benar tidak terduga, Zaf memboyong anggota keluarganya menetap permanen di Seattle dan menjalankan bisnisnya yang tersebar di berbagai belahan dunia dari sana. Sebagai kepala keluarga, pebisnis dan suami yang saat ini tengah bahagia menjalankan perannya, Zaf benar-benar merasa sedang berada di momen terbaik hidupnya. Pada akhirnya dia menemukan tempat untuk pulang bukan lagi persinggahan, diberi kesempatan menjadi hot Daddy untuk kedua putrinya. Suatu keberkahan yang diberikan Tuhan padanya. “Bukankah mereka terlalu cepat besar,” gumam Zaf di samping sepupunya, Alva Alexander memperhatikan gadis mereka masing-masing yang sedang asyik bermain bersama teman-teman sepantaran mereka dalam acara ulang tahun Angela, putri Alva yang berumur tujuh tahun di taman kediaman keluarga Alexander di Ne
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul