Tamparan itu menyakitkan. Kepalanya terhempas ke samping saat Shine melepas cengkramannya dan mundur menjauh. Sudut bibirnya terasa berdarah. Shine jelas memukul dengan kekuatan tangannya. “Kenapa hanya satu kali tamparan?” Zaf kembali menatap Shine. “Berikan aku semua pukulanmu agar kau merasa lega. Aku memang pantas mendapatkan yang lebih dari ini.” Zaf bangkit berdiri, merentangkan kedua lengannya dan tersenyum. “Sekalipun aku harus lumpuh, aku tidak masalah. Asalkan setelah ini, kau tidak lagi meninggalkanku dan menetap di sampingku. Aku terima semuanya, Shine.” Shine tersenyum miring, merenggangkan otot tangannya dan mengepalkannya dengan erat. “Kau sendiri yang meminta seperti itu Zaf maka terimalah akibatnya.” Shine maju dengan tatapan bengis, Zaf diam di tempatnya menunggu serangan namun kaget saat tiba-tiba Shine loncat ke dalam pelukannya, melingkarkan kedua kaki di pinggang Zaf yang reflek memeluk Shine erat agar tidak terjatuh dan berdesis saat jemari istrinya menjamba
Flashback OnTiga bulan setelah kepergian ShineArsen berdiri berhadapan dengan Om-nya yang baru saja dijatuhi hukuman penjara dua puluh lima tahun juga denda triliunan rupiah oleh pengadilan. Masa tahanan yang tidak sesuai dengan gugatan karena Om Martin menggunakan segala cara untuk meringankan masa tahanannya. Dua puluh lima tahun bukan waktu yang singkat tapi Arsen ragu kalau selama itu, Om-nya akan menyadari semua kesalahannya. Terlebih lagi saat ini dia sedang tersenyum, nampak tidak khawatir dengan hukuman yang akan dijalaninya. Namun tetap saja, Arsen berharap Omnya akan berubah."Apa kamu merasa puas sudah memenjarakan Om-mu sendiri seperti ini, Arsen?" ucapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Hanya karena seorang wanita."Arsen menarik napas dalam, balik menatap Om-nya dengan ekspresi tenang. "Sejujurnya, aku hanya ingin membantu Om supaya sadar dan mau berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi nantinya. Semua ini bukan hanya tentang Shine tapi juga tentang kelua
Swedia"Ini rumah yang ditinggalkan Robin untuk Mamaku seandainya saja kami ingin kembali ke Swedia."Zafier dan Shine berdiri di depan rumah besar tiga lantai yang di sekitarnya di kelilingi taman bunga mawar dengan hiasan air mancur di tengahnya. Begitu hijau, udaranya segar karena berada jauh dari kota dan begitu tenang. Masih sangat pagi ketika mereka sampai. "Bukan hanya rumah, tapi masih banyak lagi. Semua sudah atas nama Mamaku."Zafier merangkul bahu Shine. "Jadi kalian memutuskan untuk kembali karena hal ini?""Mama yang ingin kembali dan berdamai dengan semuanya. Mama bahkan berencana untuk tinggal di sini menikmati masa tuanya. Tidak akan terlalu jauh dari rumah kita di Seattle nanti dan juga Italia."Zafier mengangguk, Shine tersenyum. "Kalau begitu ayo kita masuk. Kebetulan juga Lucca sudah berada di sini.""Lucca?""Iya, dia datang seminggu yang lalu.""Setelah setahun dia baru datang?" tanya Zaf tidak percaya, membiarkan saja Shine menariknya berjalan mendekati rumah.
Enam bulan kemudian,Jakarta, Indonesia“Apa selalu begini?”Zaf berjalan mondar-mandir di dalam kamar di apartemen mereka saat waktu menunjukkan pukul satu malam. Lize, begitu panggilan yang dia berikan untuk putri cantik dalam gendongannya yang saat ini tengah menangis entah karena apa. Padahal besok mereka harus bangun pagi-pagi untuk melakukan persiapan terakhir menghadapi hari besar kedua untuk kembali menikah secara sah di mata hukum dan agama di hadapan semua anggota keluarga dan juga para sahabat. Namun harapan mereka untuk bisa tidur nyenyak harus buyar karena entah kenapa, Lize malah rewel sejak satu jam yang lalu.Shine yang tergeletak di atas tempat tidur setelah sebelumnya bergantian mencoba menenangkan Lize yang sebentar nangis sebentar diam itu memandangi Zaf dengan senyuman.“Mungkin dia nerveous karena besok harus tampil cantik di hadapan semua orang mengalahkan pengantin wanita.”Zaf tersenyum, nampak sudah terbiasa mengendong Lize yang berusia sembilan bulan. “Ah, d
"Oh, jadi itu pulau yang dibangga-banggakan Zafier Gaster untuk istri tercintanya.”Zafier memutar bola mata saat mendengar nada menyindir dalam perkataan Shine yang berdiri di sampingnya, sibuk memegangi topi lebarnya agar tidak tertiup angin laut saat kapal boat mewah miliknya bergerak menuju sebuah pulau di kejauhan yang dibeli Zaf khusus untuk membawa istri tercintanya bulan madu. Meski saat ini keadaan mereka tidak lagi bisa dikatakan berbulan madu karena momen itu sukses terlewati hampir dua tahun lamanya.Dulu, Zaf sudah merencanakan semuanya dengan sempurna. Setelah mereka menikah ulang di Indonesia, Zaf akan membawa Shine ke pulau eksotisnya untuk menghabiskan waktu menciptakan keturunan dan pantang pulang sebelum mendapatkan oleh-oleh anak di dalam rahim Shine meski itu membutuhkan waktu beberapa bulan dengan optimisme tinggi. Tidak peduli Shine akan menghajarnya setiap hari karena menculiknya di pulau terpencil sekalipun, Zaf akan mengambil resiko itu.Namun rencana itu han
“Turunkan aku Zaf!!”Zaf tidak peduli Shine memberontak dengan memukul dadanya hingga terasa nyeri dan tetap menggendongnya ala bridal style masuk ke dalam kamar resortnya yang langsung berhadapan dengan lautan di kejauhan. Pulau yang terletak di salah satu kepulauan hawai ini memang tidak terlalu besar tapi begitu eksotis. Ada hutan kecil yang menyembunyikan air terjun indah di dalamnya. Hanya perlu beberapa jam untuk menjelajah keseluruhan pulau.“Apa-apaan ini?!” Shine ternganga melihat tempat tidur kayu dengan empat tiang di setiap sisi yang menggantung tirai tipis. Taburan bunga mawar tersebar di atas tempat tidur yang siap untuk digunakan. “Kau benar-benar mengusung konsep honeymoon vampire?”Zaf menaikkan alisnya, “Honeymoon Vampir?”Shine berdecak, “Sungguh sangat tidak kreatif.”“Hei, furniturenya memang sudah seperti ini sejak awal—” elak Zaf. “Kalaupun aku menggendongmu seperti ini memang karena seharusnya seperti ini pasangan pengantin. Kenapa kau tidak berlagak seperti wa
“Ah sial!” umpat Zaf, berusaha menyusul Shine yang bersemangat sekali menjelajahi pulau untuk menemukan air terjun saat hari sudah beranjak sore. Shine benar-benar membuat semua rencana yang telah dia susun menjadi berantakan. Seharusnya, setibanya di pulau, mereka akan menghabiskan waktu bermanja-manja di atas tempat tidur sampai waktunya makan malam dan berlanjut lagi sampai keesokan harinya namun pada kenyataannya, Shine malah kabur dengan alibi menjelajahi pulaunya. “Wah, kau benar. Pulau ini memang indah ya,” koar Shine sembari tetap berjalan melewati pepohonan. “Aku sudah tidak sabar ingin melihat air terjunnya.” “Persetan dengan air terjun!!” geram Zaf. “Lihat saja nanti malam, kau akan aku buat tidak berkutik sampai pagi.” “What!” Ucap Shine sembari berbalik. “Kau sedang menggerutu apa?” “Aku ingin menelanjangimu saat ini,” ucapnya dingin, melewati Shine yang cengar-cengir dan memimpin jalan membiarkan saja Shine mengikuti di belakangnya. “Jangan marah begitu dong Pak Jap
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul