Flashback On Florida, Amerika Serikat "Kau memintaku untuk apa—" Shine jelas tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Zafier. "Apa aku harus mengulangnya berkali-kali sampai kau percaya." "Maybe—" Shine menggidikan bahu. "Ini terlalu tiba-tiba hingga membuat otakku agak pusing untuk mencernanya." Zaf memutar bola mata, meronggoh sesuatu di dalam saku celana, mengeluarkan kotak beludru dan membukanya di depan Shine yang tercengang. Cincin bermatakan berlian biru pucat seperti mata Zafier. Terlihat mewah dan cantik meski berdesain sederhana. Setelah puas tercengang dengan cincin itu, matanya mengamati ekspresi Aafier di depannya yang menatapnya lembut. Ada keseriusan yang nyata di sana dan Shine tidak sanggup mendebat meski tahu apa yang akan dilakukan Zaf. "Aku akan memberikan kesetian juga sisa hidupku untukmu tapi kau harus menikah denganku besok." Shine melongo sesaat, Zaf mengulurkan cincin itu. "Ini cincin warisan keluargaku. Kau, mempelai pengantin generasi ber
Bandung, Indonesia "Kau memiliki dua putri yang luar biasa." Melvina mengingat ucapan Zafier dua tahun lalu yang didengarnya melalui perekam audio tadi malam. Laki-laki itu ternyata sengaja merekamnya, agar nanti, saat dia sudah sehat seperti sekarang, ada bukti yang memperlihatkan kalau dia sungguh-sungguh dengan niatnya. "Tidak heran jika keduanya sangat diinginkan oleh lelaki bukan dari jenis lelaki biasa. Abigail yang lembut bisa memiliki hidup dan hati lelaki yang berbahaya. Bukan saja sifat dan sikapnya tapi juga kedudukannya sebagai seorang ketua klan Mafia. Tapi kau tidak perlu mengkhawatirkannya, karena lelaki itu menjadikan Abigail seperti Ratu di sana. Tidak ada yang akan menyakitinya karena dia begitu dilindungi. Kau tenang saja." "Sementara Shine Aurora. Dia bagaikan matahari agar aku tetap bisa melanjutkan hidup. Aku bersedia menyerahkan banyak hal untuknya termasuk komitmen dan juga kesetiaan. Kedatanganku ini sekaligus untuk meminta restumu agar suatu hari nant
FlashBack On Las Vegas, Amerika Serikat "Kalian telah sah menjadi sepasang suami istri.” Lonceng katedral menggema nyaring bersamaan dengan ekspresi Zafier Gaster yang mengembangkan senyuman lebar dipenuhi raut bahagia tanpa perlu ada yang ditahan lagi karena akhirnya kalimat sah itu menggema bagaikan sinar matahari pagi yang akan menerangi kehidupannya setelah sebelumnya tersesat tanpa arah di dalam kegelapan yang bertahun-tahun ini dia jalani. Memperhatikan lekat istri yang dia dapatkan penuh perjuangan, Meskipun Shine Aurora di hadapannya menatap horror karena mungkin di matanya sekarang, ekspresinya perpaduan antara setengah bahagia setengah mesum. Semuanya terasa benar bagi hidupnya, memperjuangkan Shine untuk dijadikan satu-satunya wanita yang akan dia cintai seumur hidup sampai kematian memisahkan. “Istriku—“ Zafier menatap intens, menarik pinggangnya merapat dengan kebahagiaan membuncah. “Geli.” Shine menggelengkan kepala meskipun tidak menghindar saat Zaf semakin mendek
Shine berdiri di depan kaca westafel memperhatikan penampilannya saat ini. Hanya mengenakan gaun tidur merah membara sehalus satin dengan rambut tergerai. Mencoba meredakan gemuruh hatinya yang sejak masuk ke dalam hotel mewah di kawasan elite Las Vegas tidak berhenti berdegup cepat. Mencoba mencari alasan masuk akal yang membuatnya menjadi seperti ini.Dulu, dia sama sekali tidak membayangkan akan menikah dengan lelaki seperti Zafier Gaster. Jangankan membayangkan, memikirkannya saja dia sudah kesal bukan main. Berusaha keras berpegangan pada akal sehat dan janji yang teguh dia pegang sebelum Zaf datang dan meluluhlantahkan semuanya. Kalau dia belum bisa menerima laki-laki itu, dia jelas tidak akan berada di dalam kamar bersama Zafier seperti saat ini. Degupan jantungnya yang semakin mengacaukan perasaannya seperti menjelaskan dengan gamblang kalau dia juga menginginkan Zafier Gaster untuk hidupnya. Sama seperti lelaki itu yang menginginkannya.“Aku yakin istriku bukan wanita pengec
Tidak peduli jika ruangan kamar berantakan akibat foreplay mereka yang tidak terkendali. Tidak peduli jika dia harus mengganti rugi beberapa penghias kamar yang pecah saat Shine menariknya kesana kemari. Tidak peduli tubuhnya mengeluarkan peluh keringat bahkan sebelum mereka sampai ke intinya karena tidak bisa berciuman hanya diam di tempat, Zafier Gaster bahagia. Saat akhirnya dia bisa menyeret Shine yang berubah liar ke atas tempat tidur, Zaf tidak habis-habisnya kagum memandangi tubuh istrinya yang menggeliat penuh gairah di bawah tubuhnya. “Sunshine—“ Bisik Zaf, memandangi istrinya yang dikuasai gairah, siap untuk dia miliki seutuhnya. “Aku mencintaimu.” Shine memekik kencang, mencengkram punggung Zaf dengan kukunya yang tajam diiringi desisan samar dari mulut Zaf yang tidak sanggup menanggung rasanya karena dia hampir gila saat ini. Tubuh mereka berdua terasa terbakar, Shine menggeliat dengan erotisnya, Zaf menahan diri untuk tidak menyakitinya. Setelahnya, tidak ada yang bisa
"Kamu yakin tidak salah memilih suami atau mungkin sedang menyesalinya saat ini dan memikirkan cara terbaik untuk lepas darinya."Alih-alih menjawab kegusaran lelaki di belakangnya, Shine memilih mengabaikan. Menarik sedikit sudut bibirnya ke samping, mengeratkan kedua lengan yang melingkari pinggangnya dengan dagu terangkat. "Apa kau tidak kasihan padaku sedikit saja," desahnya. "Cintaku yang tak sampai karena kau lebih memilih lelaki playboy itu dan sekarang malah menjadikanku tumbal," decaknya kesal meski wajahnya tetaplah semaskulin biasanya. "Perfect!" geramnya."Mungkin aku bisa menggunakanmu sebagai alasan yang bagus untuk melepaskan diri," ujar Shine."Setelahnya berita tentang kematianku akan gempar di luar sana," desisnya."Aku hanya memberi usul." Tubuh mereka makin merapat. "Apa kamu tahu, ekspresi Zafier Gaster yang paling aku favoritkan?" Shine mengubah posisi, berbalik menghadap Andrew."Percayalah kalau aku sama sekali tidak ingin tahu dan tidak peduli."Shine mengab
"Freya melarikan diri Pak." Zaf berhenti melangkah,berdiri di balik pintu kamar mandi mengenakan jubah tidurnya. "Bagaimana bisa?" Tanyanya tidak percaya. Saat ini, Martin dan Freya sedang dalam penahanan selagi pihak polisi melakukan penyelidikan dan berita yang diberikan Rey jelas membuatnya kaget. "Aku pikir ada yang membantunya kabur. Dia tidak mungkin melakukannya sendiri." "Seharusnya bukan Freya yang dibantu kabur jika memang seperti itu yang terjadi melainkan Martin. Aku merasa ada yang aneh." Zaf mengelus rahangnya seperti sedang berpikir. "Bagaimana dengan Martin?" "Dia menyewa pengacara paling handal untuk menangani kasusnya melawan keponakannya sendiri." Zafier memijat pelipisnya, mencoba menerka apa yang sedang terjadi. "Apa kau tidak bisa melacak Freya?" "Sama sekali tidak Pak. Terakhir kali dia terlihat di stasiun kereta api tapi tidak ada informasi lebih lanjut kemana tujuannya. Sama sekali tidak ada transaksi atas namanya yang bisa membantu kita melacaknya."
Shine menoleh ke arah nakas saat mendengar ponselnya berbunyi. Perlahan dia bangun, membiarkan Minnie tidur dengan nyenyak dan bergegas mengambil ponselnya. Mengeryit melihat nomor tidak dikenal yang muncul di sana."Halo?" Tidak ada yang bersuara membuat Shine heran. "Halo?""Shine Aurora."Shine terdiam saat mengenali suara itu namun dia tidak percaya. "Freya?""Sebelum aku pergi jauh, ada yang ingin aku beritahu padamu tentang Zafier.""Bukankah seharusnya kau dipenjara?"Freya tertawa, "Aku berhasil kabur. Zafier dan anak buahnya sedang mencariku saat ini tapi yah, aku akan pergi. Aku hanya ingin mengatakan hal ini padamu. Tentang suami yang coba untuk kau percayai. Apakah kau merasa sudah mengenal Zafier lebih dari yang seharusnya?""Apa maksudmu?!" Shine melihat sekilas ke arah pintu kamar mandi yang tertutup. "Tentang sesuatu yang dia sembunyikan dan tersimpan rapi di laci meja kerjanya. Kau akan mengerti jika melihatnya.""Zaf pasti akan menangkapmu!!" Desis Shine."Sampai ju
Setelah hari itu, hidup Lize sepenuhnya berubah. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan suatu saat nanti, dia akan merindukan sinar matahari yang menyengat seperti panasnya Florida. Yang bisa dia lakukan saat ini ketika melihat sinar matahari hanyalah tersenyum tanpa ekspresi, berdiri di balik kaca transparan kamarnya yang tidak bisa ditembus matahari dan mencoba menerima keadaannya dengan lapang dada. Hari itu, saat mereka pergi liburan ke Florida yang seharusnya dua minggu menjadi dua hari, Lize divonis menderita penyakit langka Polymorphous light eruption (PMLE) yang menyebabkan kulit seperti terbakar jika terkena sinar matahari. Intinya, hidupnya terancam bahaya jika dia berada di bawah sinar matahari terlalu lama. Bahkan sekarang, sedikit saja bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kulitnya akan mulai melepuh seperti terbakar. Sungguh ironis hidupnya saat ini. Terkurung dalam dinding kaca saat siang dan melakukan semua kegiatan di luar rumah saat malam. Selama setahun d
Florida, Amerika SerikatLize mengangkat pandangannya ke atas, satu tangannya memegangi topi pantai yang menghalau pandangannya dari teriknya matahari yang menyengat meski angin pantai di sekitarnya mengibarkan rambut hitam panjangnya.“Lize—”Lize berbalik saat mendengar panggilan itu, menemukan Papinya yang sudah siap membaur bersama laut yang membentang luas tidak jauh di depannya.“Ya Pap?”“Apa yang kau pandangin sayang?”Lize menunjuk ke ujung cakrawala, ke arah matahari yang bersinar teriķ.“Terlalu panas.”Papinya tersenyum, “Sebaiknya kau bersenang-senang sementara kita berada di sini.”Lize menggelengkan kepala, “Meskipun ingin tapi aku tidak tertarik. Mana Mami?”“Berjemur.”Lize menoleh ke belakang, melihat Maminya yang sedang hamil adik kembarnya memasuki usia kandungan tujuh bulan menikmati teriknya matahari yang langsung menyengat kulitnya. Di sampingnya, Omanya melakukan hal yang sama sembari bermain pasir dengan Lucia.“Pap—”Entah kenapa, Lize merasa tubuhnya tidak e
Semenjak memiliki keluarga, Shine mendedikasikan seluruh perhatiannya untuk merawat kedua putrinya meski sesekali dia menerima tawaran iklan juga model. Meskipun Zafier dengan gaya angkuhnya berulang kali mengatakan kalau uangnya tidak akan habis sekalipun dia membelanjakannya terus menerus tapi Shine ingin tetap bisa melakukan sesuatu yang disukainya. Meski berat namun Zaf menyetujuinya dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Suaminya itu bahkan membelikannya pesawat pribadi yang bisa dia gunakan sesuka hati. Meski terlihat agak berlebihan namun Shine mengalah dan menerimanya dari pada Zaf melarangnya menjadi model lagi. Lelah selama perjalanan panjang dari Indonesia akan menghilang saat dia sampai di rumah seperti saat ini. Alih-alih menggunakan mobil untuk menjemputnya, Zaf malah mengirim helikopter yang saat ini mendarat sempurna di belakang mansion keluarga Gaster tidak jauh dari tamannya yang asri. Melintasi kebun mawar merah, Shine berjalan mengarah ke gazebo yang
“Kenapa kalian tidak bisa akur?”“Kenapa kami harus akur?” Zaf bertanya balik.Shine mendengkus, melipat lengan di dada sembari rebahan di tempat tidur saat Zaf bergabung dengannya.“Kalian sudah sama-sama tua dan seharusnya bisa berdamai.”“Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkannya.”Shine menghela napas, memiringkan tubuhnya ke arah Zaf dan menatapnya serius. “Dia seharusnya sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Memiliki istri dan anak lalu hidup bahagia bukannya malah menjadi orang tua tunggal karena kesalahan satu malam seperti ini. Aku benar-benar sedih Zaf.” “Seperti yang kau katakan, dia sudah tua dan pastinya tahu bagaimana harus bersikap. Aku yakin dia sedang menata hidupnya lagi jadi kau harus mempercayainya.”“Semoga saja.”Shine membiarkan saja Zaf menariknya dalam pelukan dan membisikkan sesuatu.“Aku juga berharap dia bisa bahagia.” Shine tersenyum. “Agar berhenti mengangguku seperti ini.”Shine melotot membuat Zaf sontak tertawa. Sikap menyebalkan suaminya memang s
“Kau sengaja melakukannya ya,” desis Zaf saat menemukan Arsen sedang menjaga Lize yang asyik dengan es krimnya sementara Lucia tidur di kereta dorongnya di salah satu restoran yang ada di Seattle. Duduk di samping Lize yang langsung tersenyum menyambutnya dan mendaratkan kecupan di pipi. “Tetap tidak berubah,” jawab Arsen entang, mengelus rambut Lize yang tertiup angin. “Tidak bisa membiarkan kami sedikit saja menghabiskan waktu bersama.” “Tidak akan!” ujar Zaf datar, mengalihkan tatapan ke Lize dengan ekspresi berbeda, tersenyum lembut. “Lize, mau Papi suapin makan es krimnya?” Lize sontak menggelengkan kepala membuat Arsen menahan senyumannya di sudut bibir. “Sama uncle Arsen aja.” “Good girl,” ujar Arsen, menyuapi sesendok besar es krim strawberry ke Lize di bawah tatapan kesal Zaf yang melipat lengannya di dada, kalah telak. “Shine bilang kau sedang meeting dan tidak bisa diganggu.” “Karena itu kau sengaja melakukan hal ini kan?” “Tidak. Aku hanya ingin kau tahu kalau ak
“Berapa lama kau akan meeting?”Zaf berjalan ke ruang rapat bersama Nick, sekretarisnya dan beberapa orang penting di perusahaannya yang mengikuti di belakang sembari mengangkat panggilan telepon dari Shine.“Mungkin tiga jam. Ada banyak hal yang harus dibicarakan.”“Oke baiklah. Kami sedang berbelanja saat ini jadi mungkin setelah selesai kau bisa menemui kami untuk makan siang bersama. Lize bilang dia ingin es krim pisang.”Zaf menghentikan langkah kakinya dan semua bawahannya ikut berhenti.“Bagaimana kalau aku tunda rapatnya dan menemani kalian?”Nick ingin menyahut namun terhenti saat Zaf melotot membuatnya langsung mengatupkan bibir.“Tidak perlu!” tolak Shine. “Kau tidak boleh mempermainkan bawahanmu seenaknya.”“Mereka tidak akan protes.” Zaf menoleh ke belakang, menatap satu persatu bawahannya yang hanya diam saja. “Begitulah enaknya jadi bos.”“Dasar bos setan memang!” umpat Shine. “Kau selesaikan saja pekerjaanmu lalu susul kami. Jangan membuatku marah!”Zaf mendesah, kemba
Zaf bangkit membuat Alva langsung kaget, berjalan menghampiri putrinya yang menunggu anak lelaki itu membukakan permen bentuk bunga matahari itu dengan sabar. Zaf menyimpitkan mata, mencoba mengabaikan tatapan Shine yang sesaat tadi beradu dengannya dan menaikkan alis penuh curiga. Zaf mengabaikannya karena yang terpenting saat ini menyelamatkan putrinya dari penggoda yang hanya bermodalkan permen itu. Zaf berdiri di belakang Lize dengan tatapan tajam membuat anak lelaki itu reflek menatapnya dan tertegun. Zaf menarik senyum ke sudut bibirnya menakuti membuatnya langsung mengerjapkan mata. Saat Lize berbalik, Zaf sontak tersenyum. “Papi—“ Ucap Lize dengan senyuman lebar. “Hai sayang, kau sedang apa?” “Mau makan permen,” ujarnya seraya menunjuk permen bunga di tangan anak lelaki itu. “Ah begitu.” Zaf mendekat, melipat satu kakinya agar sejajar dengan Lize sembari tangannya mengambil permen lain di meja dan membukanya. “Rasa strawberry lebih enak. Ini Papi bukakan.” Mengabaikan an
Seattle, Amerika Gaster Coorporation semakin berkembang pesat. Setelah berhasil memperjuangkan cintanya, memperistri Shine dan mendapatkan malaikat secantik Lize juga Lucia yang kedatangannya benar-benar tidak terduga, Zaf memboyong anggota keluarganya menetap permanen di Seattle dan menjalankan bisnisnya yang tersebar di berbagai belahan dunia dari sana. Sebagai kepala keluarga, pebisnis dan suami yang saat ini tengah bahagia menjalankan perannya, Zaf benar-benar merasa sedang berada di momen terbaik hidupnya. Pada akhirnya dia menemukan tempat untuk pulang bukan lagi persinggahan, diberi kesempatan menjadi hot Daddy untuk kedua putrinya. Suatu keberkahan yang diberikan Tuhan padanya. “Bukankah mereka terlalu cepat besar,” gumam Zaf di samping sepupunya, Alva Alexander memperhatikan gadis mereka masing-masing yang sedang asyik bermain bersama teman-teman sepantaran mereka dalam acara ulang tahun Angela, putri Alva yang berumur tujuh tahun di taman kediaman keluarga Alexander di Ne
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul