Kalau pagi itu menjadi bagian dari pagi yang buruk bagi Felisha, maka pagi itu juga menjadi sebuah mimpi buruk yang menjadi nyata bagi Clay. Tepat jam lima pagi mobil Ando Sigit beserta empat mobil pengawalan sudah menunggu Clay Santoso. Tidak ada informasi apapun yang diterima oleh Clay, hingga saat melihat kedatangan mereka Clay merasa curiga kalau dirinya pasti akan diungsikan dari negara ini. “Selamat pagi, Tuan,” sapa Ando sambil menunduk hormat kepada Tuan Muda Santoso yang tampak sangat kacau pagi itu. “Ada apa kalian ke sini? Pergilah, aku tidak butuh di jaga. Aku hanya butuh sendiri untuk saat ini,” usir Clay sambil menyugar rambutnya yang tampak tidak karuan pagi itu. “Tuan, ikutlah dengan kami. Anda ditunggu oleh Nyonya Besar di Jakarta,” ajak Ando menatap prihatin Clay yang sejak kecil sering bermain dengannya. “Katakan kepada Mama, aku tidak mau ke Jakarta. Biar aku istirahat di Bandung saja. Aku tidak mau kemana-mana.
“Mama, tidak mengusirmu. Tapi, Mama mau mengantarmu ke London untuk menempuh Pendidikan. Lupakan Felisha dan hiduplah baru di sana. Kamu boleh pulang ke Indonesia kalau sudah lulus pasca sarjana di sana dan sudah melupakan Felisha. Sekarang naiklah, Mama tidak mau mendengar bantahan apapun. Clay, pergilah dengan Mama dan Ando.” Garini sadar jika keputusannya ini pasti akan menyakiti hati anak bungsunya. Tapi, mau bagaimana lagi. Dia tidak bisa berbuat banyak, kalau Clay tetap berada di Indonesia bisa dipastikan akan terjadi perang saudara. Semakin memikirkannya semakin Garini merasa benci kepada Felisha. Walau sebenarnya Felisha tidak bersalah dalam kasus ini. “Jadi benar dugaanku, kalian memang ingin menjauhkan aku dari Felisha. Minimal berikanlah aku waktu dan kesempatan untuk bertemu Felisha yang terakhir kali. Aku perlu penjelasan dan alasan mengapa dia membatalkan pernikahan ini secara sepihak. Aku harus minta penjelasan, Ma,” lirih Clay. Garini
“Syaratnya, ketika kamu ikut denganku, pergi dan temuilah Clay. Katakan kalau kamu membatalkan pernikahan ini karena kamu memang mengkhianati Clay, tanpa harus menyebut siapa ayah dari bayi didalam kandunganmu itu! Kalau kamu melawanku dan berani menunjukkan rasa cintamu kepada Clay. Aku bersumpah akan menghancurkan seluruh keluargamu, Felisha!” ancam Garini. Luruh sudah air mata Felisha mendengar syarat dan ancaman yang bertubi-tubi menghancurkan harga diri serta harapannya. Bibirnya hanya bisa bergetar tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata apapun. Dibiarkannya kristal bening berjatuhan tiada henti membasahi lutut Garini. “Seka air matamu itu, aku tunggu kau di bawah! Cepatlah, kami tidak memiliki banyak waktu!” bentak Garini lalu melengos melihat Kevin yang menatap Felisha penuh kekhawatiran. Kevin lalu berdiri menghampiri Felisha yang masih mematung sambil berlutut di tempat Garini duduk tadi. "Feli bersiaplah, aku akan mengant
"Clay berhentilah berharap, Aku tidak perlu berbicara panjang lebar. Di foto ini tertera namaku dan tanggal pemeriksaan terakhir. Kamu tahu ini apa kan? Aku memang mengkhianatimu, pergilah, lupakan aku, seperti aku yang telah melupakanmu." Felisha menguatkan dirinya memberikan hasil USG yang kini telah berpindah tangan. Mata Clay berkaca-kaca, melihat nama dan tanggal pemeriksaan yang tertera di hasil USG tersebut. Ia lalu meremas kuat hasil USG itu dan mengusap wajahnya dengan kasar. “Apa kamu tidak mau menggugurkannya? Jika kamu mau menggugurkannya aku masih mau menerimamu apa adanya,” balas Clay penuh harap sambil melangkah mendekati Felisha. “CUKUP! Kamu minta bukti, Mama sudah tunjukkan bukti, sekarang segera naik ke atas pesawat dan kita pergi dari sini!” cegah Garini langsung menghadang Clay dengan berdiri di antara mereka. Clay hancur, ia tertawa miris dan frustasi tampak jelas di wajahnya. “Aku, akan kembali mencarimu. Suat
Kedua tatap mereka saling bertemu, bukannya tersenyum dan menghampiri. Felisha justru membuang muka dan mengambil piring di meja makannya. “Aku, makan di kamar saja.” Sambil melipir tidak perduli. Kevin sudah biasa melihat tingkah Felisha. Sempat ia berpikir, apa perlu dirinya memakai cara keras lagi agar Felisha mau sedikit saja memandangnya sebagai suami? Tapi, setiap kali ia mau bertindak, Kevin selalu saja mengurungkan niatnya. Dia tau semuanya akan menjadi percuma, lagian ada bayi yang harus diprioritaskan saat ini. Kevin lalu mengangkat box bayi tersebut dan memasukkannya ke dalam kamar. Kali ini dia tidak lagi terlalu menghiraukan sikap Feli yah culas, baginya sudah menjadi biasaan dan sudah sewajarnya karena Felisha masih belum tau apa alasan dibalik tindakan gilanya. Tindakan yang dipilih untuk menjebak calon adik iparnya sendiri. Sambil membuka laptopnya Kevin melihat aktivitas yang dilakukan oleh Felisha di dalam kamar.
Kevin tidah habis pikir mendengar ucapan Garini. “Setelah semua bukti yang aku tunjukkan sebelum dia bertemu Felisha dan sesudah bertemu Felisha. Mama, masih bisa bersikap seperti? Sampai kapan Mama akan terus melindungi seorang monster seperti Clay?” tanya Kevin putus asa. “Tidak cukupkah kau merebut calon istrinya sampai harus mengatai adik kandungmu sendiri dengan sebutan monster?” amuk Garini dari balik speaker ponsel yang digenggamnya. Akhirnya Kevin memilih untuk menyerah dan menutup sesi perdebatan ini dari pada menjadi lebih panjang lagi. “Aku, hanya ingin Mama pulang, tapi kalau Mama memang masih mau dan nyaman di London yah sudah. Aku tidak akan memaksa, semua adalah hak Mama,” ucap Kevin dengan suara yang mulai melembut. “Hanya saja, sebentar lagi Felisha akan melahirkan. Apa, Mama tidak ada keinginan untuk kembali?” Kevin masih mencoba sekali lagi, siapa tau dengan ‘menjual’ nama calon cucunya Garini akan berubah pikiran.
“Sudah kenyang?” tanya Kevin sambil menyembunyikan senyumannya setipis mungkin. “Apa kau meminta resep kepada penjual Omlet tersebut juga dengan paksa?” sarkasme Felisha membuat Kevin hanya tersenyum begitu saja. “Atau? Apakah selama ini, kau yang? Ah! Tidak mungkin, sangat mustahil,” ucap Felisha sambil memandang remeh Kevin. Tatapan Felisha tidak mengganggu Kevin sama sekali. Bagi Kevin, tidak penting Feli tau siapa yang masak omlet itu selama ini. Yang paling penting adalah Felisha menyukai Omlet buatannya lebih dari makanan apapun yang selama ini dikonsumsinya. “Tidurlah, tidak perlu banyak berpikir, kalau kamu mau lagi tengah malam. Kamu tau di mana pintu kamarku.” Kevin lalu mengantar Felisha sampai di depan kamarnya walau harus kembali terjadi perdebatan kecil kembali diantara mereka. Felisha mengerjabkan matanya sambil memandang platfom kamar dan mati-matian tidak mau menerima kenyataan bahwa rasa omlet buatan Kev
Ia tau kalau ada beberapa titipan pengusaha dari salah satu kantor kementrian yang bersikeras untuk turut berinvestasi di sini. Hanya karena pihak kementrian pertambangan lebih percaya dengan pandangan bisnis Kevin, Pak Menteri Pertambangan lantas mengusulkan Muhammad Alzam untuk menjadi investor yang dibutuhkan negara. “Terima kasih, untuk kepercayaannya Tuan Kevin,” ucap Abidah Khairiyah sambil menatap kagum Kevin. Kevin tidak menyangka jika sekertaris sekaligus anak dari pengusaha kilang minyak terkaya di UEA ini bisa fasih berbahasa Indonesia. “Sama-sama, saya bahkan belum selesai menyelesaikan persentase saya,” kekeh Kevin. “Khai, come on … Let His finish, His job,” kekeh Tuan Alzam, sambil mepersilahkan kembali Kevin menunjukkan perhitungan anggaran biaya yang akan digelontorkan untuk keberhasilan proyek ini. “Kira-kira kebutuhan yang akan kita butuhkan kurang lebih saat ini adalah dua puluh milyar US dollar. Berikut bahan ba
Sesilia tampak tidak main-main untuk ancamannya kali ini. Dia masih sangat dendam dengan Clay, bagaimana cara Clay menghancurkan hubungannya dengan Damian adalah cara paling buruk sepanjang masa dan paling hina baginya.Kevin menyadari kepedulian sepupunya itu, ia tersenyum ramah. “Sesil, aku sangat bahagia mendengar rencana pernikahanmu dengan Damian.”“Alangkah baiknya, kau tetap fokus pada datangnya hari bahagiamu. Aku, kesana bukan untuk mengganggu kehidupannya Fely, Sesil. Aku ingin memastikan kalau ibu dari anakku saat ini baik-baik saja,” terangnya lalu mengelus rambut Sesil.“Tapi, Kev-““Beib! Come on, jangan menghalanginya. Bagaimana pun Mira masih butuh mommy-nya kan? Jika aku menjadi Kevin, aku juga akan melakukan hal yang sama. Kevin, bukannya mau mengemis cinta dan membuat Fely besar kepala, pikiranmu itu terlalu jauh.” Damian tersenyum singkat lalu mencium pipi Sesil untuk menenangkan wanitanya.Wajah Sesil tampak tidak bahagia, tapi isi hati dirinya sudah terbaca oleh
Ia usap wajahnya dengan kasar dan membanting pintu kamarnya. “Aku memang mencintaimu, Fely. Tapi, entah mengapa, pada saat aku mendapatkanmu. Rasanya, justru aku sangat membencimu.'' "Jika kau saja dengan mudahnya dapat meninggalkan Kevin dan anakmu. Maka suatu saat, kau tidak akan ragu meninggalkan aku ketika tau, bahwa aku adalah seorang masokis,” desis Clay lalu keluar meninggalkan apartemennya. Satu bulan sudah berlalu. Sejak Clay membanting ponselnya Felisha dan membuatnya hancur berkeping-keping, Feli sudah tidak diijinkan lagi olehnya memiliki ponsel. Jika Feli merindukan kedua orang tuanya, maka Clay akan mengijinkan Feli untuk menghubungi Hadi dan Betari melalui ponselnya. Dan, semua percakapan di bawah pengawasan Clay. "Clay, kenapa kau melakukan ini padaku? Aku hanya ingin sedikit privasi dengan menghubungi mamaku. Tidak bisakah, kau tinggalkan aku sebentar saat berbicara dengan mamaku?" tanya Feli dengan polosnya dan menahan getaran pada suaranya. Suara tawa sini
Felysha pun kembali menangis dengan bibir yang bergetar. Ia memaksakan diri untuk dapat mengucapkan kalimat yang hendak diucapkannya dengan hati yang sudah remuk berkeping-keping.“Bukankah, kau mengatakan kau mencintaiku?” tangis Felysha dengan manatap kedua manik gelapnya Clay.Spontan Clay segera melepaskan leher Fely. Ia menatap Fely dengan tatapan yang berbeda, seolah sadar akan sesuatu yang telah salah.Mata Clay pun mengembun, ia ingin meminta maaf. Tapi, bibirnya segera terkatup rapat dan Clay memilih untuk segera keluar, meninggalkan Felysha.Pada saat itu juga, pecah sudah tangis Felisha. Ingin mengejar cintanya tapi justru hatinya dihancur sedemikian rupa. Fely langsung memeluk kedua lutut yang dirapatkannya di dadanya.“A-apa yang sudah aku lakukan?! Selama ini, seharusnya aku sudah bersyukur. Oh Tuhan, aku telah salah jalan … maafkan aku, Tuhan,” lirih Felysha dalam hatinya.“Maafkan aku juga
“Itulah maksudku, Fely. Aku hanya merasa puas jika lawan main ku merasa kesakitan dan aku memang menginginkannya.” Clay menatap Fely dengan tajam dan terkesan berwajah bengis.“Apa kau sudah gila?” pekik Fely sembari membelalakkan kedua matanya, tidak percaya mendengar apa yang baru Clay ucapkan.Spontan saja sebuah tamparan mendarat di pipinya Felysha dengan keras, sangat keras hingga membuat Fely menangis. Ia ingin meminta Clay berhenti menyiksanya seperti ini. Tapi, Clay sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Fely berkata-kata.“Apa kau bilang?” desis Clay kejam.“Kau katakan, aku gila? Hem? Itu yang baru kau katakan?!” tuntut Clay menatap lekat Felysha dan menatap tepat di wajahnya Fely.Namun, Fely sama sekali tidak berani menjawab apapun. Ia justru menangis dan gemetar ketakutan. Lalu Clay seketika berteriak histeris, hingga mmebuat tubuh Fely terjingkat dari tempatnya.“Kau
Ada perasaan yang sangat berat dan sakit, sehingga membawa sensasi ngilu pada dirinya saat itu. “Tuhan, ada apa denganku? Kenapa, aku justru menyesal telah meninggalkan Mira dan Kevin? Apakah, langkahku ini salah?” batinnya berteriak.Saat ternyata ketika ia sudah bersama dengan Clay, sekalipun di dalam sebuah apartemen yang sangat mewah. Hatinya masih terasa sangat hampa. Felisha mengira jika ia pergi ke London bersama dengan Clay, dirinya akan merasa sangat bahagia, bahkan kegirangan sampai melupakan kehidupannya bersama dengan Kevin.Namun, semua itu tidak benar. “Apakah kebahagiaan yang ia dapatkan selama di Indonesia bersama Clay adalah kebahagiaan yang semu? Lantas, mengapa dengan bodohnya ia sampai menyusul Clay ke Bandung hanya untuk menghabiskan malam panas di atas ranjang?” Fely memejamkan kedua matanya.Fely berusaha meyakinkan dirinya, bahwa pilihan saat ini adalah yang terbaik. Bukankah selama ini ia selalu h
“Ah … apa, yang kau lakukan Damian?” desah Sesil sambil menelan salivanya.“Round two,” jawab Damian dengan suara seraknya sambil menyeringai dan kembali mencium bibir Sesil.Keduanya pun menghabiskan hari itu di dalam kantor Damian dengan bercinta sepanjang hari dan tidak memperdulikan dunia luar yang saat ini juga sedang tidak baik-baik saja.Dunia di mana Kevin menghadapi kenyataan, ia akan menjadi seorang ayah tunggal untuk menjaga anaknya. Dunia yang membuat Felysha bertindak bodoh, ia melupakan bahwa ia saat ini tinggal di kehidupan nyata. Bukan di kehidupan dongeng, putri dan pangeran seperti cerita yang ia dengar sebelum tidur di masa kecilnya dulu.Dunia yang tidak pernah menjadi tempat memuaskan dalam diri Clay. Pada saat ia sudah mendapatkan Felysha, keduanya pun memilih tinggal di London.Pikir Clay, ia sudah merasa cukup menang dan merasa puas dengan apa yang ia dapatkan. Tapi, yang terjadi dan ia rasakan
“Aku pun merasakan hal yang sama, Damian. Tidak ada pria yang dapat menggantikanmu di hatiku,” lirih Sesil kembali meneteskan air mata.Melihat hal tersebut, Damian langsung mengecup air mata Sesil di pipi kanan, lalu berpindah ke pipi yang sebelah kiri. Damian kembali mencium bibir Sesil dengan lembut, keduanya larut dalam romansa panas mereka.Kali ini bukan hanya sebuah kecupan singkat belaka. Tapi Damian melumat lembut bibir Sesil, bagian bawah ciumannya terbalaskan. Keduanya saling menyesap, menjelajahi bibir satu sama lain dengan ciuman yang tampak sangat dalam.Perasaan mereka menyeruak hebat, apalagi bagi Sesil, yang terdengar sedikit merinti ketika tangan Damian meremas buah dadanya dengan lembut.Sesil pun lantas mengelus tubuh Damian dan membuka kancing Damian satu persatu. Ia ingin menyentuh dada bidang serta perut yang sudah lama tidak ia sentuh. Kerinduan menuntun keduanya melangkah menuju ke sebuah sofa y
“Damian, Please!”“Nope! Menjauh aku bilang!” Damian masih berkeras.Tubuh Sesil menegang dan menatap tidak percaya pada pria yang dicintainya itu. Padahal selama ini, Damian selalu ingin memeluk Sesil dan yang selalu mencintai Sesil berada di dekatnya.Sesil adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Damian dan Sesil tahu itu semua sudah berubah. Damian yang lama telah mati, ketika mengetahui fakta bahwa Damian tidak lagi ingin berhadapan dekat dengannya.Sesil semakin menyesal, ia merasa bahwa dirinya pasti sudah kehilangan pria yang selama ini menjadi sentral dalam hidupnya.“Tapi Damian, aku mohon. Aku berjanji, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, aku akan lebih percaya padamu. Aku akan menghabiskan hidupku untuk percaya padamu Damian, izinkan aku untuk kita membuka lembaran yang baru,” tangis Sesil tidak terbendung.Hampir saja Damian tidak tahan dan ingin segera memeluk Sesil. Tapi, langkahnya terasa berat,ia masih menunggu p
“Bisakah kau memaafkan aku, Damian?” lirihnya seraya menyeka air matanya dengan cepat.Sesil merasa situasi ini semakin menakutkan. Ia harus menunggu apa jawaban dari mantan tunangannya tersebut. Damian tampak masih tanpa ekspresi, ia bahkan belum memberikan tanggapan apapun untuk Sesil.Damian malah memilih untuk berdiri dari kursinya, berbalik memunggungi tubuh Sesil yang masih setia duduk di sofa sampai beberapa detik yang rasanya sangat lama bagi Sesil. Damian pun berbalik menatap tajam wajah Sesil dan mengganggukkan kepalanya.“Baiklah, aku memaafkanmu,” jawabnya dengan tegas dan datar.Mendengar jawaban Damian yang sangat kering tersebut membuat Sesil menautkan kedua alisnya. Ia menggeleng dengan lemah. “Hanya seperti itu saja?” tandas Sesil keheranan.Ia mengira, jika Damian akan mempersulitnya. Ia bahkan lebih berharap Damian akan marah padanya, mengutuki dirinya serta menunjukkan emosi yang masih menyiratkan bahwa Damian memiliki sebuah ra