“Jangan bertanya tentang itu tadi padaku!” Ayu memberi peringatan dengan panik, saat melihat Kyoko mendekatinya. Jelas saja topik pertengkarannya Hide tadi, tidak untuk dibahas lebih jauh.
“Astaga! Siapa juga yang ingin membicarakan apa yang kalian lakukan di ranjang? Aku tadi hanya mencela karena memang dia menyebalkan.” Kyoko bergidik jijik, sambil duduk di hadapan Ayu.
“Kau tidak menyukai Hide.” Ayu kemarin tidak terlalu menyadari hal ini, tapi sekarang terlihat jelas jika Kyoko tidak lah menghormat pada Hide seperti yang lain.
“Tidak. Untuk apa juga aku menyukai pria kasar semacam itu? Bukan aku ingin mencela pilihanmu—karena ia tergila-gila padamu, tapi aku tidak akan pernah bisa menyukainya.” Kyoko mengulangi hal yang dulu sudah diketahui Ayu.
Dan pernyataan itu kini
Hide kembali duduk. Kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya. Terlalu lemas karena kejutan ini sungguh diluar dugaan.Tidak mungkin Ia akan mengira bisa mendengar nama Ishida lagi setelah sekian lama melupakan dendamnya. Seperti permintaan Masaki.“Aku sebenarnya tidak ingin membahas hal ini denganmu. Aku hanya ingin kau menerima kedudukan Sandaime itu dengan tenang seperti rencana lalu aku akan pergi. Tapi ternyata darah tetap lebih kental dari air. Ia lebih memilih Ayumi dari pada kau.” Shibata menunduk sambil mengusap lengannya. Sikap pria yang telah gagal.“Tapi itu permintaan mustahil! Ayumi tidak bisa menjadi Sandaime. Ia bahkan tidak tahu apapun tentang Kuryugumi.” Ryu memprotes keputusan absurd itu.Tapi Hide mengangkat tangannya. Menghentikan Ryu, karena ia tidak ingin berpikir ke arah sana&mdas
Hide lega. Mimpi buruk yang terburuk dalam pikirannya tidak terjadi. Hide tidak tahu apakah dia mampu untuk menerima jika ternyata orang tuanya ternyata tewas di tangan Masaki.Ia langsung merasa tidak mampu seandainya harus menanggung kenyataan jika orang yang selama ini membesarkannya adalah pembunuh kedua orang tuanya. Hide tidak mungkin bisa menerima kenyataan jika tangan Masaki yang membebaskannya dari jasad ibunya yang telah dingin adalah tangan yang juga mencabut nyawa dari tubuh itu.Hide telah melewati banyak hal, tapi kenyataan itu mungkin akan menghancurkan sedikit sisa manusiawi dalam dirinya.“Kenapa kau terlihat lega?!” Shibata menegur Hide, sekaligus Ryu yang rupanya kembali memiliki perasaan yang sama. Ryu bahkan sampai menghela napas yang menunjukkan kelegaan amat sangat.“Kau tidak mendengar
“Apa—tentu tidak! Aku marah pada Masaki, bukan Hayato! Aku ingin menjadikanmu Sandaime karena Hayato meninggal, bukan sebelumnya. Sebelum itu terjadi, aku harus memuaskan diri melihatmu bisa bertahan hidup sampai besar tanpa terancam lagi.”Hide memandang wajah Shibata yang mengetuk meja dengan telunjuk, menandaskan jawabannya. Memperlihatkan kesungguhannya.“Kau salah. Aku tidak hidup aman tanpa ancaman. Orang yang membunuh Hayato–aniki, mereka mengincarku bukan?” tanya Hide.“Itu karena Masaki bodoh!” Shibata mendesis.“Maksudmu?”“Saat laporan kejadian orang tuamu dibuat, aku tidak lagi boleh ikut campur menangani kasusnya. Aku terlalu dekat dengan Kenji dan Haruka. Aku tidak boleh melakukan apapun kecuali memakamkan orang tuamu. Karena itu, aku ti
Ayu menggeser pintu sampai membuka dengan sangat perlahan. Berhati-hati agar tidak menimbulkan suara.Menurut pelayan yang tadi bicara padanya—saat mengantarkan nampan sarapan yang saat ini ada di tangannya—Hide ada di ruangan itu, dan sedang tertidur.Ayu tadi kaget karena tidak menemukan Hide di kamarnya. Kamar yang ditempatinya adalah kamar Hide.Ryu yang yang menunjukkannya tadi malam, sekaligus mengatakan Hide akan menyusul setelah urusannya selesai. Tapi ternyata sampai pagi ia tidak juga datang.Ayu tidak marah, tapi tak ayal juga khawatir. Dan kini Ayu lega melihat Hide paling tidak beristirahat, meski posisinya tidak nyaman. Ia bahkan masih memakai jas lengkap yang kemarin.Ayu meletakkan nampan sarapan, dengan masih berusaha tanpa mengeluarkan suara. Ayu lalu berjinjit menghampiri Hide yang ber
Hide bersujud untuk yang ketiga kalinya di hadapan altar lalu mundur. Kelompok orang yang ada di belakangnya, melakukan hal yang sama, mengikuti. Mereka semua berdiri di hadapan altar yang telah tertata dengan guci berwarna hijau itu sebagai pusatnya.Guci itu akan berada di atas altar kuil sampai lima puluh hari ke depan, sebelum dibawa ke pemakaman untuk dikuburkan. Itu adalah ritual terakhir dari rangkaian seluruh upacara pemakaman. Selama masa tunggu itu, siapapun bebas untuk mengunjungi dan memberi penghormatan terakhir.Hide menyelesaikan penghormatannya lalu berbalik, dan beberapa orang langsung menghampirinya. Tidak banyak orang yang ikut dalam acara yang ini, hanya pilihan saja. Selain Yui dan Ryu, kepala keluarga dari anggota Kuryugumi, terlihat juga ketua ichizoku yang lain.Tiga yang lain langsung berpamitan, sementara Abe da
“Akan ada acara makan malam resmi malam nanti, apa kau tidak keberatan untuk ikut?” tanya Hide, sambil mencolek pipi Ayu yang tengah menatap pemandangan di luar mobil. Mereka berjalan pulang setelah acara penghormatan di kuil itu.“Makan malam bersama siapa? Apa harus aku ikut?” tanya Ayu, jelas saja sedikit segan.Ia kemarin sedikit merasa kecewa saat Hide tidak memperkenalkannya pada orang-orang yang mereka temui secara jelas, tapi setelah mendengar keterangan dari Kyoko tentang lingkungan hidup Hide, Ayu merasa baik-baik saja tanpa diperkenalkan pada siapapun, tapi sepertinya tidak mungkin dihindari.“Maaf, tapi ini harus. Akan menjadi pertanyaan kalau kau tetap tinggal bersamaku tanpa orang tahu kau siapa.” Hide mengeratkan genggaman tangannya, untuk meyakinkan Ayu.“Tenang saja ak
“Oh, ya. Benar. Aku lupa. Terima kasih.”Ayu yang tidak bisa mengatakan hal lain, tersenyum gugup pada Shibata yang kembali berdiri di tempatnya. Ayu tidak mungkin menjelaskan jika semua itu adalah kebohongan di hadapan begitu banyak orang yang kemungkinan akan menganggapnya kurang ajar.“Aku juga LUPA. Aku seharusnya tidak menuangkan sake itu untukmu.” Hide menekankan kata lupa sambil memandang Ayu dengan mata membesar. Hide menormalkan keadaan, meski juga kebingungan.“Ha.. ya.” Senyum gugup Ayu semakin jelas terlihat, tapi apalagi yang bisa di katakannya?“Aku mungkin membuat kalian semua terkejut, tapi aku rasa ini saatnya aku memperkenalkan Ayumi pada kalian. Ini Ayumi Tanaka, dia istriku.”Paling tidak kata-kata Hide itu menimbulkan reaksi—terkejut dan hera
“Aku … tidak tahu. Aku tidak terlalu mengingat … mmm… siklus bulananku dengan cermat, jadi aku tidak tahu.”Ayu menggeleng tidak yakin. Ia tidak pernah merasa perlu mengingat semua itu, karena tidak perlu merasa berhati-hati untuk tidak hamil. Ayu tidak ingat kapan terakhir ia mengalami siklus bulanan.“Apa kau merasa mual atau pusing?” Hide ingat bagaimana Ayu mengalami mual dan pusing parah.“Tidak ada. Aku baik-baik saja.” Ayu menggeleng dengan yakin. Ia tidak mengalami mual apapun selama ini. Tidak ada yang berubah.“Kau yakin?” Hide bertanya sekali lagi, karena tentu ingin jawaban lain. Tapi Ayu hanya bisa menggeleng.“Apa… maksudku …. Aku tidak tahu kau begitu menginginkan aku hamil.” Ayu terbata karena heran. Ia dud
“Himawari! Natsu!”Terdengar bocah berumur sekitar sepuluh tahun menegur dengan keras, saat menemukan dua bocah yang lain bersembunyi di balik semak yang ada di bawah pohon.“Kenzo–aniki!”Natsu kaget melihat Kenzo yang tiba-tiba muncul lalu menarik anak perempuan—Himawari yang ada di sampingnya untuk berdiri, akan mengajaknya berlari, tapi tentu saja dicegah oleh Kenzo.“Tidak boleh! Kau membuat Okaa-san khawatir. Kau harus kembali.” Kenzo meraih lengan Natsu.“Tapi Himawari takut. Ia tidak suka sekolah.” Natsu menunjuk Himawari yang kini terisak.“Hima–chan.” Kenzo berlutut, lalu mengelus kepala Himawari yang menunduk.“Sekolah tidak menyeramkan. Kau akan bertemu banyak orang baru, dan teman-teman baru.” Kenzo membujuk lembut, sampai Himawari mendongak menatap mata Kenzo.“Tapi… tapi… aku ingin bersama Natsu. Aku tidak mau sekolah…”“Tapi…” Kenzo mengusap wajahnya. Himawari tentu akan ada di sekolah yang berbeda dengan Natsu. Himawari baru akan masuk taman kanak-kanak hari ini, bukan
“Tempat ini tidak buruk.” Hide tidak menolak secara langsung, tapi keberatan itu terlihat.“Memang, aku akan memastikan tempat ini tidak akan pernah buruk untuk anak-anak itu. Tapi Kenzo berbeda dengan anak-anak itu. Mereka anak-anak yang benar-benar tidak punya keluarga, terpaksa tinggal di sini. Kenzo punya aku. Aku keluarganya. Aku satu-satunya yang dimiliki oleh Kenzo.”Ayu tidak ingin mengakui hal itu ketika mengingat perbuatan ibunya, tapi Kenzo tetap adalah anak dari adik ibunya—keluarganya. Satu-satunnya keluarga kandung yang pantas dimilikinya saat ini, tidak ada yang lain.“Aku tidak bisa melupakan fakta itu, dan berpura-pura kalau Kenzo adalah orang lain. Hal ini akan menghantuiku saat tidur.” Ayu kembali membujuk.Hide memainkan kunci mobil yang di bawahnya sambil menatap bagian belakang kepala Kenzo yang kini kembali mencoba untuk menggambar sesuatu dengan krayon di kertas yang baru.“Aku tahu kau membenci ibunya—aku juga sama. tapi kau tidak harus membenci Kenzo. Anak it
“Aku masih tidak ingin melakukannya.” Hide menggerutu.“Aku tahu, tapi aku yakin kau juga tahu kalau ini yang paling benar.” Ayu menatap suaminya yang kini sedang melepaskan sabuk pengamannya. Sudah sekitar dua menit lalu mereka sampai, tapi belum ada yang mencoba turun.Keputusan yang mereka—Ayu ambil, memang sangat besar. Ayu perlu menenangkan diri. Dan Hide sudah menyerahkan pilihan pada Ayu, tapi tetap menjalaninya dengan setengah hati.“Sudah, ayo.” Ayu akhirnya membuka pintu dan turun.Anak-anak yang tadi bermain di halaman, berhamburan mendekat saat melihatnya.“Tanaka–san! Apa yang kau bawa hari ini? Gula-gula? Buku cerita?”Aneka suara bersahutan menyambut Ayu. Ia memang sudah sering mengunjungi panti asuhan itu dengan membawa hadiah, tentu mereka berharap Ayu akan membawa sesuatu.“Aku membawa sesuatu di mobil untuk kalian, tapi rahasia. Kalian bisa…”Ayu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena rombongan anak yang megerubunginya langsung berlarian meninggalkannya menuju
“Aku tidak ingin tidur denganmu.” Ryu mengulang pertanyaan itu sebagai bentuk ketidakpercayaan, karena terlalu absurd. Ia lalu menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya.“Aku rasa kemampuanmu untuk menyimpulkan sesuatu sedang tidak amat tajam saat ini,” kata Ryu.“Tidak!” Kyoko tersinggung tentunya. Meski tidak langsung, Ryu kurang lebih menyebutnya bodoh.“Jangan marah, aku maklum malah. Aku akan kecewa kalau keadaan pikiranmu amat tenang saat ini.” Ryu tersenyum puas.“Aku bukan tidak tenang!” Kyoko menyanggah.“Kau baru saja bertanya tentang keinginanku tidur denganmu. Aku rasa hal itu termasuk gangguan yang membuatmu tidak tenang.” Ryu meninggalkan koper, dan mendekati Kyoko, yang mendadak panik, mundur menjauh.“Jangan mengingkari. Kau tidak akan berhasil membuatku berpikir sebaliknya.” Ryu terkekeh pelan melihat kepanikan itu.“Aku tidak…” Kyoko menggigit bibir, tidak punya balasan pintar karena tentu paham juga kalau sikap Ryu yang menjauh memang mengganggu untuknya.“Kemar
“Jangan membukanya sekarang. Kau akan basah.” Ryu menaikkan hoodie jas hujan yang dipakai Kyoko pada saat yang tepat, karena detik berikutnya, air dalam jumlah banyak, menghambur ke arah tempat mereka duduk. Seperti ada yang menyiramkan ember raksasa ke arah mereka. Ini karena pertunjukkan yang mereka lihat, melibatkan paus orca yang melompat keluar dari air. Tentu saat terjatuh akan menghempaskan air dalam jumlah banyak ke arah penonton. Ryu bertepuk tangan seperti yang lain, menghargai kerja keras mamalia raksasa itu, tapi Kyoko tidak bertepuk tangan sekalipun—bahkan sampai pertunjukan itu selesai. “Apa kau tidak menyukainya?” Ryu bertanya saat mereka berjalan keluar dan melepaskan jas hujan yang telah basah kuyup. Ryu meraih handuk kecil yang dibagikan petugas, lalu memakainya untuk mengeringkan rambut dan leher Kyoko. Meski Ryu menutup hoodie pada saat yang tepat, tapi masih ada bagian rambut dan leher Kyoko yang basah. “Kau tidak suka akuarium. Aku akan mencatatnya.” Ryu ters
“Aku ingin pulang.”Kyoko menyahut dengan tiba-tiba, saat Ayu baru saja mengoleskan lipstik berwarna pink di bibirnya.“Hah? Kenapa? Apa ada yang tertinggal?” Ayu menegakkan tubuhnya dengan kebingungan. Ayu sejenak memandang perlengkapan kimono yang akan dipakai Kyoko.Seharusnya tidak ada, karena memang kimono Kyoko lebih sederhana—tidak banyak pernik kecuali hiasan rambut. Tidak seperti yang dipakai Ayu saat menikah di Utoro.Rencana Ryu, mereka akan melakukan pernikahan yang sama seperti Ayu, tapi mau berkompromi, dan menjadi lebih sederhana, yaitu menikah di balai kota. Ryu tidak mungkin berani memaksa, karena tahu benar bagaimana sejarah Kyoko dengan bangunan kuil. Lagi pula pestanya akan tetap ada, hanya upacaranya saja yang berubah.Keputusan itu tentu saja tidak ada yang memperm
“Kau pasti gila!” Kyoko berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sementara kepalanya mengingat-ingat apakah ada sedikit saja tanda Ryu tidak serius.Tapi semuanya serius. Ryu bahkan mengirim foto contoh kimono yang akan dipakainya pada hari pernikahan. Saat melihatnya, Kyoko mengira Ryu gila karena kebohongan mereka akan menjadi sangat sangat extra kalau sampai menyebut soal corak kimono.Namun, pada akhirnya Kyoko memilih, karena ingin mengakhiri pembahasan tidak penting itu. Pembahasan itu penting ternyata.“Apa kau akan diam saja?!” Kyoko membentak marah, melihat Ryu yang malah dengan santai menyesap bir dan memakan kacang yang juga dibawanya tadi.“Kau ingin aku melakukan apa?” Ryu mengernyit.“Ya batalkan itu semua! Hubungi mereka semua! Batalkan!” Kyoko duduk kembali di samping Ryu kemudian menyerangnya. Meraba pinggang Ryu.“Eh, tunggu! Jangan tiba-tiba menjadi agresif begini.” Ryu tentu saja kaget.“Agresif apa?! Ini! Hubungi mereka!" Kyoko hanya mengambil ponsel Ry
Ryu menggelengkan kepala saat kembali dengan mudahnya bisa membuka pintu apartemen Kyoko setelah memasukkan tanggal ulang tahunnya—dan akan datang lusa.Ryu sudah berpuluh kali mengingatkan Kyoko untuk pengganti password yang terlalu mudah ditebak itu. Bukan hanya sekali—saat dulu ia berhasil masuk untuk mencari alat penyadap, tapi beberapa kali setelahnya juga sama.Saat ini Kyoko sudah tidak lagi tinggal di Tokyo. Ia pindah ke Osaka karena memang pekerjaannya lebih banyak di daerah Osaka, setelah benar-benar aktif menjadi bagian dari Kuryugumi yang membantu Hide dan Ryu.Hanya Kyoko belum rajin bekerja setelah kunjungan ke rumah orang tuanya, dan tidak ada yang memaksa juga. Hide tidak menyuruh apapun, tergantung Ryu.Keamanan apartemen itu benar-benar lemah, terutama karena masih tidak ada suara apapun meski Ryu sudah berjalan memasuki ruangan selama beberapa saat. Sudah jelas Kyoko tertidur karena memang hari sudah cukup malam. Ryu memang langsung pergi ke apartemen itu setelah kem
Ayu mematut dirinya di cermin, menatap kimono baru yang akan dipakainya lusa. Kimoni itu dipesan khusus untuknya, jadi tentu semua pas. Tapi Ayu ingin melihat apakah warnanya cocok sesuai bayangan. Dan memang semua cocok. Jatuh dengan pas di tubuhnya, tidak berat dan panas. Itu yang penting, karena saat ini masih musim panas. Kimono modern dengan warna dasar putih itu, dihiasi oleh bunga sakura pink. Ayu bahkan menyiapkan hiasan rambut yang juga penuh dengan hiasan bunga sakura juga untuk melengkapinya. Ayu tidak memakai hiasan bunga itu sekarang, tapi saat mencoba untuk menempelkannya di kepala, warna pink itu juga cocok dengan rambut hitamnya. Semua beres kalau begitu. Ia sudah menyiapkan baju untuk Natsu, juga Hide. BRAK! Ayu tersentak dan menjatuhkan hiasan rambut di tangannya. Suara keras pintu geser yang tertutup itu, tentu membuatnya kaget. Untung saja Natsu ada di kamar sebelah, jadi tidak akan terganggu. Tidak terdengar suara tangis, bahkan saat suara langkah Hide saat m