“Kalau kau mau pergi, ya pergi saja! Kenapa harus ada Inoue di sini?”
Ayu heran saat Hide menyebutkan Inoue akan datang tinggal selama dia keluar.
“Maaf, bukannya aku tidak menyukaimu, Mao-chan. Tapi ini tidak masuk akal.” Ayu meminta maaf pada Inoue, yang kini berdiri dan membungkuk di ruang depan, sementara Ayu dan Hide berdebat di lorong. Ayu tidak keberatan dengan kehadiran Inoue tentunya, hanya menurutnya tidak perlu ada.
“Aku tidak akan lari kemanapun. Bukankah kau sendiri yang mengatakan jika kau akan menemukanku dimana saja?” Ayu menyebut tantangan Hide yang sangat sombong itu.
“Memang, tapi bukan berarti aku siap untuk repot. Mencari akan merepotkan. Dan pikiranmu kadang terlalu cepat berubah. Aku mengantisipasi itu.” Hide menyebut kebiasaan Ayu yang kadang memutuskan sesuatu seperti mengikuti angin, kemana saja berhembus.
Ayu cemberut dan menggerutu, tapi tidak bisa membantah pernyataan itu,
“Kau tahu aku masih berguna. Kau masih bekerja untuk Kuryugumi, jadi aku rasa kau tahu aku berguna.”Hide menjawab dengan tenang, sementara Yui tampak kembali melirik ke arah katana di sampingnya. Tergoda untuk memakainya lagi.“Jika bisa, aku akan meninggalkan Kuryugumi!” Yui mendesis. Tapi perjanjian Kuryugumi bersifat seumur hidup—terutama bagi yang memegang tanggung jawab besar. Yui sudah terlibat terlalu dalam. Masaki tidak akan membiarkannya hidup jika berani pergi.“Jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu.” Ryu tentu tidak suka dengan rencana kakaknya itu, meski mungkin hanya candaan.“Tak perlu ada pertumpahan darah di sini. Aku malas.” Hide juga memotong pembahasan yang memang berbahaya itu. Jika hubungannya dengan Ryu dan Yui berjalan normal—bukan teman, adalah tugas Hide untuk melenyapkan Yui jika ia pergi. Tidak bijak membahas masalah seperti itu di hadapannya.Lagi pula Hide juga tidak ingin menggunakan kekerasan saat keadaannya belum pulih benar. Yui bukan lawan sem
Suasana dalam ruangan berwarna pink itu tampak muram, sangat tidak sesuai dengan tema.Hide menunduk diam, Ryu juga sama. Bahkan Yui—yang sejak tadi mencela dan mengungkit semua kesalahan Hide, juga terlihat diam akhirnya.Mereka semua mengenal Hayato pada satu titik, dan mereka semua tahu seperti apa pria itu. Kepergiannya tidak akan pernah mudah untuk siapapun. Ditambah kenyataan ia harus pergi dengan cara yang mengerikan.“Kenapa kau kembali mengungkit hal ini? Kau kemarin sudah menyerah. Kau membiarkan Ayu menikah.” Yui masih tidak mengerti kenapa Hide harus membahas hal ini lagi.“Dia bercerai.” Ryu menyahut, masih dengan mata menatap meja.“Pantas saja. Setelah itu kau kembali berharap padanya? Kau berharap terlalu tinggi. Selera Ayu tidaklah rendah seperti itu. Aku yakin dia tidak akan mau memilihmu meskipun meninggalkan suaminya,” ejek Yui, sambil menyeringai menatap Hide.“Dia sudah memilihku.” Hide membalas dengan puas. Ejekan itu setidaknya membuatnya melupakan Hayato sejen
“Kau menandai apa?” tanya Kyoko, saat melihat Ayu memberi lingkaran pada kalender yang ada di mejanya.Mereka mulai masuk dan bekerja di kantor baru kemarin, tapi hari kedua ini mereka masih tidak terlalu sibuk. Karenanya Kyoko heran melihat Ayu begitu tekun memandang ponsel dan kalender.“Festival musim panas dan pertunjukan kembang api!” Ayu menjawab dengan bersemangat.Dua hal yang membuat Ayu selalu menantikan datangnya musim panas, festival dan juga pertunjukan kembang api.Dua hal yang sudah lama tidak dinikmatinya karena menikah dengan Kaito, dua hal yang—dipastikan oleh Ayu akan dinikmatinya tahun ini.Karenanya, sejak tadi Ayu mencari jadwal perayaan festival musim panas dan juga pertunjukan kembang api, lalu memberi tanda pada kalender agar tidak melewatkannya."Mas
“Fujita!” Hide memanggil saat melihat Kyoko hanya berjalan sendiri---tanpa Ayu, menyusuri trotoar yang akan membawanya ke stasiun. Hide masih sempat menguntit, kesibukannya belum kembali normal. “Oh.” Kyoko menghentikan langkah. “Ada pria yang membawa Ayumi pergi.” Kyoko menyeringai, menebak apa yang diinginkan Hide. “Membawa? Menculik?” Hide sudah meraba ponsel untuk melepaskan apapun yang diperlukannya untuk menemukan Ayu. Bayangan terburuk Hide, Masaki mengetahui keberadaan Ayu. “Astaga! Gelap sekali tebakanmu!” Kyoko menggeleng, Tidak percaya Hide baru saja menyimpulkan penculikan hanya dari kata membawa. Kyoko tadi hanya separuh menggoda, tapi ternyata berbelok ke arah yang amat gelap. “Lalu apa maksudmu membawa? Jangan bercanda!” Hide langsung membentak. “Aku tidak yakin apakah ingin bekerja padamu atau tidak. Temperamenmu buruk sekali.” Kyoko memutar bola matanya. “Aku tidak peduli kau ingin bekerja padaku atau t
“Kau itu bicara apa?” Ayu kebingungan, dan berusaha melepaskan diri. Pertanyaan Hide tentu saja terdengar begitu aneh untuknya. Tidak berujung maupun berpangkal. “Aku ini hanya ingin bertanya tanpa konteks. Kau memilih yang mana?” Ini adalah titik ternekat Hide. Dia harus mendapat jawaban. “Lepaskan aku dulu,” pinta Ayu. Berada dalam pelukan Hide, tidak akan membuatnya bisa berpikir dengan jernih tentang apapun. Hide melepaskan pelukan, tapi masih menggenggam tangan Ayu dan menatapnya. Menunggu jawaban. “Kenapa ini penting?” Ayu tentu saja curiga, terutama melihat bagaimana Hide begitu menunggu jawabannya itu. “Aku hanya ingin tahu.” Hide sedikit mengeratkan genggamannya. Ayu masih mengerutkan kening ti
“Aku akan mengantarmu hari ini,” kata Hide, mengikuti Ayu keluar dari rumah.“Hm… ya. Eh? Untuk apa?”Ayu harus mengatur kata-kata yang keluar dari bibirnya dengan lebih baik, karena tadi lidahnya sedikit ngawur. Pengaruh dari otaknya yang mendadak berkabut, saat melihat Hide keluar dari rumahnya dengan memakai setelan jas lengkap yang rapi.Selama beberapa minggu di rumah itu, tentu saja Ayu tidak pernah melihat Hide memakai jas. Ia selalu memakai pakaian kasual yang pas di tubuh.Ayu biasanya lebih menyukai keadaan yang berantakan itu, tapi melihatnya rapi memakai jas dengan rambut tersisir—juga wajahnya tampak bersih, membuat jantung Ayu melompat dengan tiba-tiba. Seperti kelinci kelaparan yang melihat wortel, bersemangat—terlalu bersemangat.“Aku ada keperluan di
“Kondo–san, bisakah kau keluar sebentar?” Ryu meminta dengan amat sopan, kepada pria yang membungkuk itu. Memintanya keluar dari tangga darurat itu. Tadinya mereka akan melakukan meeting di atas, tapi karena ada panggilan mendadak, Hide berbelok sebentar ke tangga darurat. Panggilan itu cukup lama, dan Kondo yang ingin segera menjelaskan keadaan, meminta menyusul ke tangga darurat. Tapi ternyata itu ide buruk. Ryu bisa merasakan pandangan mata Hide yang mungkin sekarang ingin membunuhnya. Mereka tidak bisa keluar dari masalah itu dengan mudah. Ayu melihat semuanya. Ayu ikut memandang bagaimana Kondo keluar dari pintu darurat. Meninggalkan Ryu dan Hide yang kini saling memandang. Ryu mengangkat bahu tapi tidak bicara. Tentu menunggu Hide yang menjelaskan. Dia yang berhak untuk menjelaskan.
Hide berbaring di tatami, dengan tangan menekuk di bawah kepalanya sebagai bantal. Masih tertidur. Ayu sama sekali tidak heran—mulai terbiasa dengan keadaan Hide di dekatnya, tidak juga malu, karena jarak Hide cukup jauh, sekitar setengah meter. Ayu melihat nampan berisi makanan tidak jauh dari tempat Hide berbaring. Nasi kari yang sudah sangat amat dingin. Hide membawanya untuk makan malam, tapi tidak ingin membangunkan Ayu, dan akhirnya menunggu sampai tertidur. Ayu mengeluh dalam hati. Sulit untuk terus marah pada Hide, saat ia punya kebiasaan melakukan hal manis tanpa perlu berusaha. Kebiasaan Hide untuk memanjakannya memang sedikit diluar akal. Ayu bergeser dan berbaring miring menghadap ke arah Hide. Gerakan pelan, tapi Hide terbangun karena memang tidak mungkin ia akan tid
“Himawari! Natsu!”Terdengar bocah berumur sekitar sepuluh tahun menegur dengan keras, saat menemukan dua bocah yang lain bersembunyi di balik semak yang ada di bawah pohon.“Kenzo–aniki!”Natsu kaget melihat Kenzo yang tiba-tiba muncul lalu menarik anak perempuan—Himawari yang ada di sampingnya untuk berdiri, akan mengajaknya berlari, tapi tentu saja dicegah oleh Kenzo.“Tidak boleh! Kau membuat Okaa-san khawatir. Kau harus kembali.” Kenzo meraih lengan Natsu.“Tapi Himawari takut. Ia tidak suka sekolah.” Natsu menunjuk Himawari yang kini terisak.“Hima–chan.” Kenzo berlutut, lalu mengelus kepala Himawari yang menunduk.“Sekolah tidak menyeramkan. Kau akan bertemu banyak orang baru, dan teman-teman baru.” Kenzo membujuk lembut, sampai Himawari mendongak menatap mata Kenzo.“Tapi… tapi… aku ingin bersama Natsu. Aku tidak mau sekolah…”“Tapi…” Kenzo mengusap wajahnya. Himawari tentu akan ada di sekolah yang berbeda dengan Natsu. Himawari baru akan masuk taman kanak-kanak hari ini, bukan
“Tempat ini tidak buruk.” Hide tidak menolak secara langsung, tapi keberatan itu terlihat.“Memang, aku akan memastikan tempat ini tidak akan pernah buruk untuk anak-anak itu. Tapi Kenzo berbeda dengan anak-anak itu. Mereka anak-anak yang benar-benar tidak punya keluarga, terpaksa tinggal di sini. Kenzo punya aku. Aku keluarganya. Aku satu-satunya yang dimiliki oleh Kenzo.”Ayu tidak ingin mengakui hal itu ketika mengingat perbuatan ibunya, tapi Kenzo tetap adalah anak dari adik ibunya—keluarganya. Satu-satunnya keluarga kandung yang pantas dimilikinya saat ini, tidak ada yang lain.“Aku tidak bisa melupakan fakta itu, dan berpura-pura kalau Kenzo adalah orang lain. Hal ini akan menghantuiku saat tidur.” Ayu kembali membujuk.Hide memainkan kunci mobil yang di bawahnya sambil menatap bagian belakang kepala Kenzo yang kini kembali mencoba untuk menggambar sesuatu dengan krayon di kertas yang baru.“Aku tahu kau membenci ibunya—aku juga sama. tapi kau tidak harus membenci Kenzo. Anak it
“Aku masih tidak ingin melakukannya.” Hide menggerutu.“Aku tahu, tapi aku yakin kau juga tahu kalau ini yang paling benar.” Ayu menatap suaminya yang kini sedang melepaskan sabuk pengamannya. Sudah sekitar dua menit lalu mereka sampai, tapi belum ada yang mencoba turun.Keputusan yang mereka—Ayu ambil, memang sangat besar. Ayu perlu menenangkan diri. Dan Hide sudah menyerahkan pilihan pada Ayu, tapi tetap menjalaninya dengan setengah hati.“Sudah, ayo.” Ayu akhirnya membuka pintu dan turun.Anak-anak yang tadi bermain di halaman, berhamburan mendekat saat melihatnya.“Tanaka–san! Apa yang kau bawa hari ini? Gula-gula? Buku cerita?”Aneka suara bersahutan menyambut Ayu. Ia memang sudah sering mengunjungi panti asuhan itu dengan membawa hadiah, tentu mereka berharap Ayu akan membawa sesuatu.“Aku membawa sesuatu di mobil untuk kalian, tapi rahasia. Kalian bisa…”Ayu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena rombongan anak yang megerubunginya langsung berlarian meninggalkannya menuju
“Aku tidak ingin tidur denganmu.” Ryu mengulang pertanyaan itu sebagai bentuk ketidakpercayaan, karena terlalu absurd. Ia lalu menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya.“Aku rasa kemampuanmu untuk menyimpulkan sesuatu sedang tidak amat tajam saat ini,” kata Ryu.“Tidak!” Kyoko tersinggung tentunya. Meski tidak langsung, Ryu kurang lebih menyebutnya bodoh.“Jangan marah, aku maklum malah. Aku akan kecewa kalau keadaan pikiranmu amat tenang saat ini.” Ryu tersenyum puas.“Aku bukan tidak tenang!” Kyoko menyanggah.“Kau baru saja bertanya tentang keinginanku tidur denganmu. Aku rasa hal itu termasuk gangguan yang membuatmu tidak tenang.” Ryu meninggalkan koper, dan mendekati Kyoko, yang mendadak panik, mundur menjauh.“Jangan mengingkari. Kau tidak akan berhasil membuatku berpikir sebaliknya.” Ryu terkekeh pelan melihat kepanikan itu.“Aku tidak…” Kyoko menggigit bibir, tidak punya balasan pintar karena tentu paham juga kalau sikap Ryu yang menjauh memang mengganggu untuknya.“Kemar
“Jangan membukanya sekarang. Kau akan basah.” Ryu menaikkan hoodie jas hujan yang dipakai Kyoko pada saat yang tepat, karena detik berikutnya, air dalam jumlah banyak, menghambur ke arah tempat mereka duduk. Seperti ada yang menyiramkan ember raksasa ke arah mereka. Ini karena pertunjukkan yang mereka lihat, melibatkan paus orca yang melompat keluar dari air. Tentu saat terjatuh akan menghempaskan air dalam jumlah banyak ke arah penonton. Ryu bertepuk tangan seperti yang lain, menghargai kerja keras mamalia raksasa itu, tapi Kyoko tidak bertepuk tangan sekalipun—bahkan sampai pertunjukan itu selesai. “Apa kau tidak menyukainya?” Ryu bertanya saat mereka berjalan keluar dan melepaskan jas hujan yang telah basah kuyup. Ryu meraih handuk kecil yang dibagikan petugas, lalu memakainya untuk mengeringkan rambut dan leher Kyoko. Meski Ryu menutup hoodie pada saat yang tepat, tapi masih ada bagian rambut dan leher Kyoko yang basah. “Kau tidak suka akuarium. Aku akan mencatatnya.” Ryu ters
“Aku ingin pulang.”Kyoko menyahut dengan tiba-tiba, saat Ayu baru saja mengoleskan lipstik berwarna pink di bibirnya.“Hah? Kenapa? Apa ada yang tertinggal?” Ayu menegakkan tubuhnya dengan kebingungan. Ayu sejenak memandang perlengkapan kimono yang akan dipakai Kyoko.Seharusnya tidak ada, karena memang kimono Kyoko lebih sederhana—tidak banyak pernik kecuali hiasan rambut. Tidak seperti yang dipakai Ayu saat menikah di Utoro.Rencana Ryu, mereka akan melakukan pernikahan yang sama seperti Ayu, tapi mau berkompromi, dan menjadi lebih sederhana, yaitu menikah di balai kota. Ryu tidak mungkin berani memaksa, karena tahu benar bagaimana sejarah Kyoko dengan bangunan kuil. Lagi pula pestanya akan tetap ada, hanya upacaranya saja yang berubah.Keputusan itu tentu saja tidak ada yang memperm
“Kau pasti gila!” Kyoko berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sementara kepalanya mengingat-ingat apakah ada sedikit saja tanda Ryu tidak serius.Tapi semuanya serius. Ryu bahkan mengirim foto contoh kimono yang akan dipakainya pada hari pernikahan. Saat melihatnya, Kyoko mengira Ryu gila karena kebohongan mereka akan menjadi sangat sangat extra kalau sampai menyebut soal corak kimono.Namun, pada akhirnya Kyoko memilih, karena ingin mengakhiri pembahasan tidak penting itu. Pembahasan itu penting ternyata.“Apa kau akan diam saja?!” Kyoko membentak marah, melihat Ryu yang malah dengan santai menyesap bir dan memakan kacang yang juga dibawanya tadi.“Kau ingin aku melakukan apa?” Ryu mengernyit.“Ya batalkan itu semua! Hubungi mereka semua! Batalkan!” Kyoko duduk kembali di samping Ryu kemudian menyerangnya. Meraba pinggang Ryu.“Eh, tunggu! Jangan tiba-tiba menjadi agresif begini.” Ryu tentu saja kaget.“Agresif apa?! Ini! Hubungi mereka!" Kyoko hanya mengambil ponsel Ry
Ryu menggelengkan kepala saat kembali dengan mudahnya bisa membuka pintu apartemen Kyoko setelah memasukkan tanggal ulang tahunnya—dan akan datang lusa.Ryu sudah berpuluh kali mengingatkan Kyoko untuk pengganti password yang terlalu mudah ditebak itu. Bukan hanya sekali—saat dulu ia berhasil masuk untuk mencari alat penyadap, tapi beberapa kali setelahnya juga sama.Saat ini Kyoko sudah tidak lagi tinggal di Tokyo. Ia pindah ke Osaka karena memang pekerjaannya lebih banyak di daerah Osaka, setelah benar-benar aktif menjadi bagian dari Kuryugumi yang membantu Hide dan Ryu.Hanya Kyoko belum rajin bekerja setelah kunjungan ke rumah orang tuanya, dan tidak ada yang memaksa juga. Hide tidak menyuruh apapun, tergantung Ryu.Keamanan apartemen itu benar-benar lemah, terutama karena masih tidak ada suara apapun meski Ryu sudah berjalan memasuki ruangan selama beberapa saat. Sudah jelas Kyoko tertidur karena memang hari sudah cukup malam. Ryu memang langsung pergi ke apartemen itu setelah kem
Ayu mematut dirinya di cermin, menatap kimono baru yang akan dipakainya lusa. Kimoni itu dipesan khusus untuknya, jadi tentu semua pas. Tapi Ayu ingin melihat apakah warnanya cocok sesuai bayangan. Dan memang semua cocok. Jatuh dengan pas di tubuhnya, tidak berat dan panas. Itu yang penting, karena saat ini masih musim panas. Kimono modern dengan warna dasar putih itu, dihiasi oleh bunga sakura pink. Ayu bahkan menyiapkan hiasan rambut yang juga penuh dengan hiasan bunga sakura juga untuk melengkapinya. Ayu tidak memakai hiasan bunga itu sekarang, tapi saat mencoba untuk menempelkannya di kepala, warna pink itu juga cocok dengan rambut hitamnya. Semua beres kalau begitu. Ia sudah menyiapkan baju untuk Natsu, juga Hide. BRAK! Ayu tersentak dan menjatuhkan hiasan rambut di tangannya. Suara keras pintu geser yang tertutup itu, tentu membuatnya kaget. Untung saja Natsu ada di kamar sebelah, jadi tidak akan terganggu. Tidak terdengar suara tangis, bahkan saat suara langkah Hide saat m