POV ALDYDua hari berlalu, walau sebenarnya Arum belum boleh pulang, aku putuskan untuk merawat Arum secara mandiri di rumah. Selama ini Arum belum bisa sadar sepenuhnya ia hanya bisa mengigau menyebut nama Hadi. Sepertinya pria itu yang mengusai alam bawah sadarnya sekarang."Arum... aku berangkat ke Restoran dulu ya? Kamu cepat sembuh," pintaku mengenggam jemarinya.Trakt!Bunyi pintu dibuka perawat yang aku pekerjakan di rumah masuk dengan alat medisnya."Kita ganti infusnya dulu tuan," ujarnya, aku berdiri dan memantau Arum dari jarak satu meter."Sus, tolong rawat dia dengan benar, aku harus ke restoran dulu sebentar," ucapku, dengan sigap dia mengangguk."Baik tuan, tidak usah khawatir," ujarnya menyunggingkan senyum hangatnya. Kembal
Beberapa saat kemudian"Arum?" terdengar seseorang menyebut namaku. Suara yang tak asing lagi. Sontak saja aku menoleh dan berdiri mengejarnya."Mas Hadi...!" teriakku bergegas masuk ke dalam pelukannya. Aku sesegukan menangis merekatkan erat dekapan itu. Berharap yang aku lihat ini tidak mimpi."Hiks hiks...," tangisku pecah membenamkan wajah di dadanya."Mas... Hampir mati rasanya aku, membayangkan hal buruk menimpamu dan Caca Hiks." Kembali aku mempererat dekapanku. Mas Hadi hanya diam mengelus-ngelus rambutku. Bisa aku rasakan dia juga gemetar."Aku masih disini sayang? Karena cinta ini, dia membawaku padamu baru saja aku lolos dari kematian," lirihnya makin mendekap bahuku erat. Aku sedikit mendongakkan kepalaku melihat matanya yang tampak berkaca-kaca.
POV HADIFLASBACK.Satu jam yang lalu, Risa menerobos masuk Area penerbangan dan tampak terengah-engah lari dari kejaran petugas hanya untuk menemuiku."Hadi...!" teriaknya, sontak saja aku menoleh padanya sembari tetap membimbing Caca hendak naik pesawat."Hadi...! Aku mohon kembali. Aldi baru bercerai dengan istrinya, itupun juga belum sampai seminggu. Aku mencari tau infonya hingga bertemu dengan Tania mantan istrinya itu, Arum pun baru bertemu lagi dengannya setelah sekian lama, dia teman satu SMA kami Hadi. Aku tau di emang suka seenaknya dari dulu!" ujar Risa. Sedikit mataku terbuka."Ada apa dengan mama Arum tante?" tanya Caca."Tak apa sayang," ucapku mengelus rambutnya, kembali aku menoleh pada Risa."Kamu harus temui dia, Di. Aku
POV TAMAMagrib berkunjung, aku kembali ke rumah dengan mobil pinjaman dari kantor. Tak lupa pula aku dapat komisi juga dari mandor pabrik karna hari ini aku bekerja dengan cukup baik di hari pertama. Dengan uang komisi yang cukup untuk membeli lauk dan jajan Geby, aku pulang dengan riang hati. Begitupun Luna dia sangat senang menyambutku datang."Yeee... Papa pulang bawa mobil," girang Geby jingkrak-jingkrak melihat mobil pinjaman kantor itu."Mas.., ini mobil siapa?" tanya Luna. Aku tersenyum sedikit menoleh pada mobil itu dan berkata."Aku bekerja sebagai operator sayang, dan mobil ini pinjaman. Bersyukur kita bisa pinjam," ucapku. Luna sedikit nanar melihat mobil itu. Walau tidak mobil mewah Luna sangat bersyukur sekali."Setidaknya kita punya kendaraan nanti mas. Kalo seandainya tiba-tiba per
POV TAMAHari berlalu, aku masih bingung gimana caranya untuk punya pegangan untuk lahiran. Aku tak mungkin pinjam bos karna aku kerja juga belum genap dua minggu. Aku pusing mana hari ini bos sangat sibuk menghadiri hari pernikahan mitra bisnisnya dia yaitu Hadi tak lain kekasih mantan istriku sekarang. Aku tak mungkin bicara dengan bos di waktu sibuk seperti ini. Hari ini pabrik hanya bekerja setengah hari di karenakan hari bahagia Hadi, pak Bos beri keringanan kerja hari ini. Tentunya agar karyawan bisa menghadiri pernikahan itu. Semua staf dan buruh pabrik juga ikut di undang."Tama gimana? Kamu Ikut pergi melihat pesta Bisnisman Hadi itu?" tanya salah seorang rekanku sontak aku menggeleng."Gak, aku mungkin langsung pulang," ujarku, sedikit Dino mengangguk."Baiklah, aku duluan ya?" pamitnya aku mengangguk.
POV ARUMMas Tama, apa maksudnya datang ke pesta pernikahanku dengan meminta belas kasihan seperti ini. Aku harus tetap menyambut tamu yang lain dengan baik, ini hari kebahagiaanku aku gak boleh berwajah gundah. Setelah semua selesai memberi selamat kami berdua duduk. Aku masih kepikiran bisikan mas Tama tadi. Sedikit aku lirik mas Tama masih memandangku dengan tatapan berkaca-kaca dipojokan, Sedikit aku berdesih."Apa yang terjadi, segitu frustasinya 'kah mas Tama hingga tak mau cari orang lain untuk dimintai tolong," batinku di hati."Sayang, ada apa?" tanya mas Hadi, sontak aku menoleh. Dengan Sedikit mas Hadi melirik Tama. Melihat mas Hadi melihat ke arahnya, mas Tama sedikit menjauh. Aku mendegup. Aku bingung mau jujur sama mas Hadi atau gimana tentang mas Tama mengatakan sesuatu padaku. Mas Hadi bisa saja salah paham.Segerapun aku
POV RESTIMalam ini aku sisir jalanan yang sudah mulai sepi. Dadaku terasa sesak dan tersayat. Aku menangis tersedu-sedu sembari tetap harus berjalan mencari angkot untuk menuju rumah sakit."Hiks.... Apa aku beneran jalang?" lirihku dengan air mata yang mengucur deras. Dadaku terasa sakit sekali saat membayangkan setengah jam yang lalu. Seorang pelacur hina melayani tamu prianya, aku berdesih kesal saat mengingat semua itu."Hiks.... Arrrrrgggh..!" teriakku dimalam sunyi, tubuhku melemah tulangku seakan tak bisa menopang seluruh tubuhku. Aku bersimpuh dan menangis tersedu-sedu."Irfan...," bisikku tertunduk. Kembali air mataku mengucur deras saat mengingat orang yang aku cintai itu. Berkali-kali aku jatuh bangun dengan tertatihku coba berjalan hingga akhirnya aku sampai juga di rumah sakit, aku masuk ke dalam ruangan ICU dimana ib
POV ARUMBulan yang membahagiakan, satu bulan ini kami menghabiskan bulan madu bersama mas Hadi berduan ke Bali. Sengaja pilih yang dekat saja karna aku masih trauma akan peristiwa perjalanan keluar negri waktu itu. Satu bulan sudah sangat cukup karna mas Hadi harus kembali mengurus bisinisnya, dan tentunya Caca dia tidak mau berpisah denganku terlalu lama. Kami disambut oleh papa mama dengan wajah berseri keduanya saat di bandara. Sontak saja hatiku hangat."Selamat datang kembali pengantin baru, semoga setelah ini mama dapat kabar baik dari kalian ya?" ujarnya, aku sedikit menyunggingkan senyum hangat pada kedua mertuaku itu."Ayo sini Rum, mama bantu." sigap mama menyambat koperku."Gak usah ma, biar Arum aja ya?" sahutku, wanita paruh baya itu hanya tersenyum hangat menuntunku ke mobil.Sesaat sampa