POV ARUMMas Tama, apa maksudnya datang ke pesta pernikahanku dengan meminta belas kasihan seperti ini. Aku harus tetap menyambut tamu yang lain dengan baik, ini hari kebahagiaanku aku gak boleh berwajah gundah. Setelah semua selesai memberi selamat kami berdua duduk. Aku masih kepikiran bisikan mas Tama tadi. Sedikit aku lirik mas Tama masih memandangku dengan tatapan berkaca-kaca dipojokan, Sedikit aku berdesih."Apa yang terjadi, segitu frustasinya 'kah mas Tama hingga tak mau cari orang lain untuk dimintai tolong," batinku di hati."Sayang, ada apa?" tanya mas Hadi, sontak aku menoleh. Dengan Sedikit mas Hadi melirik Tama. Melihat mas Hadi melihat ke arahnya, mas Tama sedikit menjauh. Aku mendegup. Aku bingung mau jujur sama mas Hadi atau gimana tentang mas Tama mengatakan sesuatu padaku. Mas Hadi bisa saja salah paham.Segerapun aku
POV RESTIMalam ini aku sisir jalanan yang sudah mulai sepi. Dadaku terasa sesak dan tersayat. Aku menangis tersedu-sedu sembari tetap harus berjalan mencari angkot untuk menuju rumah sakit."Hiks.... Apa aku beneran jalang?" lirihku dengan air mata yang mengucur deras. Dadaku terasa sakit sekali saat membayangkan setengah jam yang lalu. Seorang pelacur hina melayani tamu prianya, aku berdesih kesal saat mengingat semua itu."Hiks.... Arrrrrgggh..!" teriakku dimalam sunyi, tubuhku melemah tulangku seakan tak bisa menopang seluruh tubuhku. Aku bersimpuh dan menangis tersedu-sedu."Irfan...," bisikku tertunduk. Kembali air mataku mengucur deras saat mengingat orang yang aku cintai itu. Berkali-kali aku jatuh bangun dengan tertatihku coba berjalan hingga akhirnya aku sampai juga di rumah sakit, aku masuk ke dalam ruangan ICU dimana ib
POV ARUMBulan yang membahagiakan, satu bulan ini kami menghabiskan bulan madu bersama mas Hadi berduan ke Bali. Sengaja pilih yang dekat saja karna aku masih trauma akan peristiwa perjalanan keluar negri waktu itu. Satu bulan sudah sangat cukup karna mas Hadi harus kembali mengurus bisinisnya, dan tentunya Caca dia tidak mau berpisah denganku terlalu lama. Kami disambut oleh papa mama dengan wajah berseri keduanya saat di bandara. Sontak saja hatiku hangat."Selamat datang kembali pengantin baru, semoga setelah ini mama dapat kabar baik dari kalian ya?" ujarnya, aku sedikit menyunggingkan senyum hangat pada kedua mertuaku itu."Ayo sini Rum, mama bantu." sigap mama menyambat koperku."Gak usah ma, biar Arum aja ya?" sahutku, wanita paruh baya itu hanya tersenyum hangat menuntunku ke mobil.Sesaat sampa
POV RESTI.Pagi ini di dalam ruangan salah satu kamar club ini, aku menyandar lemah sembari nanar membayangkan kemarahan mas Aldi kemaren. Mataku terasa basah saat aku mengingat tamparannya melayang ke pipiku yang begitu keras. Membuat aku tersadar. Bahwa memang aku sangat rendah.Aku tak ada harga lagi dimata siapapun."Hiks...," tangisku pecah kembali membayangkan betapa hinanya diri ini. Dari pintu kamar terdengar knop pintu terbuka sontak aku menoleh. Teman yang membawa aku ke limbah hina. Celine. Begitu nama malamnya. Nama aslinya ia lah habibah. Aku tidak habis fikir kenapa dia sangat senang dan nyaman melakoni karir esek-esek ini. Sedikit aku menyunggingkan senyum melihatnya mendekat."Bagaima kabarmu hari ini?" tanyanya, aku sedikit membuang muka dengan tertunduk."Begitulah...,"lirihku.&n
POV TAMA.Hari yang malang, aku di pecat dari kantornya pak Broto hanya karna sering salah gunakan mobil kantor untuk keperluan pribadiku. Tentu saja sekarang aku sangat bingung bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang ini saja aku dapatkan susah payah aku harus nunggu beberapa bulan waktu konfirmasi dari perusahaan ini dan malah sekarang aku di pecat.*****Siang ini Luna menyambutku datang dari kantor dan dia terheran melihat aku turun dari ojek."Mas? Ada apa? Kenapa? Mobilmu mana?" tanyanya, aku menghela nafas dan coba menghenyak di teras."Mas di pecat Na?" ucapku pelan. Luna juga ikut menghenyak dan reflek menautkan alis."Kok bisa mas? Ada apa?" tanyanya tak habis pikir. Aku menghela nafas dan berkata."Kat
POV TAMATuuuuuuut...!Bunyi panggilan tersambun. Butuh waktu cukup lama untuk Aldi baru mengangkat telfonku."Halo.." ucapnya terdengar lemas. Sontak aku menautkan alis."Gue sekeluarga sudah berada di resto cabangmu. Dan hari ini sudah mulai buka, antusias warga sini lumayan Al, kamu beruntung sekali mendapat pelanggan sebanyak ini," jelasku, Aldi terdengar bungkam tidak menyahut."Lo baik-baik aja kan?" tanyaku, terdengar Aldi berdesih."Lo urus aja semua ya Ma, gue lagi butuh sendiri," singkatnya, sontak gue menautkan alis panggilan itu terputus."Ada apa dengan ni orang, kadang happy kadang muram. Bunglon kali yak?" bisikku sendiri."Geby, jangan lari-lari nak. Nanti semua pecah," ujar Luna mengejar anaknya. Dengan sen
POV LUNAAku sudah bisa kembali hidup dengan enak dan layak di rumah pemberian Tuan Aldi, tak lain bos dari mas Tama sendiri. Pria tampan berkelas dan sangat sukses itu. Mungkin dia lupa padaku. Tapi aku tau dulu waktu jaman-jaman aku sering main di Club bersama Dion ia sering datangi Club walau hanya sekedar bersenang-senang atau bahkan Jajan wanita malam. Haaah Mudah-mudahan saja dia tak mengenaliku. Tapi sekarang itu bukan urusanku. Selama dia mau memberi kami pekerjaan masalah urusan pribadinya aku tidak mau ikut campur aku salut sama mas Tama punya teman setampan dan sesukses itu juga ternyata, sempat berfikir kenapa aku terlalu bucin pada mas Tama waktu itu. Padahal andai aku bisa memanfaatkan pria sekelas mas Aldi aku pasti untung banyak. Tapi tak dipungkiri mas Tama juga pria yang baik mau membantuku keluar dari penjara. Dan membiayai kedua anak-anakku. Tapi bagaimana ya naluri kecil sekarang seakan tak temukan keb
POV TAMAAku kesal pada Luna, bisa-bisanya dia bikin onar di acaranya Arum, untungnya Hadi pria yang bijak. Kalau tidak bisa saja dia memaki dan mempermalukan kami didepan semua orang."Aku tak habis pikir denganmu Na, apa yang terjadi? Apa yang kamu katakan pada Hadi?" tanyaku tak habis pikir. Luna tampak masa bodoh dan tetap bungkam dengan wajah ringan tanpa beban."Luna!" bentakku di dalam mobil. Ziah karyawan resto yang aku ajak untuk menjaga Kenzi pun juga tampak terkejut."Apa sih mas? Berisik? Aku gak ngomong apa-apa kok. Hadinya aja yang kebawa emosi. Gak ada yang salah kok dengan ucapanku," gerutunya. Reflek aku berdesih."Mas udah ya, kita gak usah bahas ini lagi. Kamu gak usah jadikan beban juga masalah barusan," tegasnya."Ya tapi kan?" ucapanku terpotong karena
.... POV HADI"Mama maafin papa ya?" ujar putriku mendekat dan menggenggam pergelengan tangan Arum erat. Arum masih bungkam hingga dia tampak dilema, istriku berdesih dan coba menarik tangannya yang aku genggam erat, matanya tampak merintikan air mata deras."Tolong berikan aku kesempatan lagi mah."lirihku. Sedikit Arum menyibak belahan rambutnya dan menghela nafas sesak. Caca yang juga menunggu jawaban dari Arum itu juga ikut bersimpuh di sampingku."Mama, caca maunya Mama Arum yang tinggal bersama Caca. Maafkan Caca mah, Caca gak akan manja lagi. Caca akan berusaha mandiri supaya tidak merepotkan mama lagi" ujarnya. Arum bergerak memegangi bahu Caca dan membawanya berdiri."Sayang...., kamu jangan begini. Sama sekali mama tidak pernah di repotkan oleh Caca." ujarnya. Arum menoleh padaku dan berkata."Pergil
POV RESTITing nong.Bunyi bel bergema Asih tampak meninggalkan Arabela yang tengah tertidur dan segera beranjak ke pintu."Nona Cassandra Resnya ada?" tanyanya, darahku berdesir saat mendengar suara mas Aldi. Bergegas aku bersiap dan berdiri sembari menghela nafas untuk menghilangkan nervousku."Ada Tuan, silahkan." ujar Inem. Mas Aldi masuk aku menyambutnya dengan gaun hitam di tambah dengan aksen bling-bling yang menempel di lengan, leher dan telingaku sengaja aku pake perhiasan brilian putih senada agar penampilanku terlihat berkesan dan elegan. Sedikit mas Aldi terpana melihat aku berdiri di hadapannya."Aku fikir, kamu tidak akan datang Tuan" ujarku menggunakan bahasa inggris. Sedikit mas Aldi senyum tipis dan berkata."Aku sudah janji. Kita sudah sangat dekat belakangan, aku tida
Pov Resti."Aku tidak akan salah lagi, kamu Resti." lirih mba Arum meremas bahuku. Reflek aku memeluk dan menagis di pelukannya."Mba..." lirihku, mba Arum mendekap dan mengelus rambutku lembut."Aku hampir saja tidak mengenali mu Res? Kamu hebat sekali bisa sesukses ini." lirih mba Arum mengecup pucuk kepalaku. Mba Arum mendorongku pelan dan berkata sembari mengelus wajahku."Apa yang terjadi Res? Kenapa kamu menghilang? Kamu bilang kamu sudah punya anak? Kamu sudah menikah? Dengan siapa? Lantas hubunganmu bersama Aldi bagaimana? Sungguh mba sangat ingin tau semuanya Resti." ucapnya mencecarku dengan pertanya'an."Ceritanya panjang mba? , anakkku dia seumuran sama Andra. Aku pergi ke london saat hamil Arabela, aku menemui temanku disana, hingga ia tawari aku pekerja'an dan menjadi Casandra Res." jelasku. Mba Arum masih
"Aku tidak mengerti dengan takdir. Setelah perceraianku dengan Tania, aku bahkan tak bisa menjalani hidup lagi dengan normal. Lucu bukan? Tania yang berbuat salah tapi seolah aku yang dapat karmanya."ucapnya terkekeh. Kembali ia berucap dengan lirih sembari mengingat seseorang." Tuhan pernah bawa seseorang memberi sedikit warna dihidupku. Namun dia hanya sekedar hadir sebentar lalu pergi."ucapnya. Mba Arum tampak memperhatikan wajahnya mas Aldi dengan seksama."Sepertinya kamu begitu mencintainya?" tanya mba Arum. Sedikit mas Aldi mengangguk dan berkata."Ya, sangat. Hanya saja sekarang aku coba menyerah dan ikhlaskan dia." tuturnya sejenak hatiku rasanya teranyuh. Sungguh aku tidak ingin mas Aldi melupakanku. Aku harus kembali tapi aku bingung bagaimana mengahadirkan Resti yang dulu lagi dalam hidupnya suami. Atau aku langsung jujur saja? Entahlah aku menemuinya lain waktu saja. Aku sedi
POV RESTIDi depan kaca riasku di sebuah studio pemotretan terbaik di kota london ini aku menatap nanar pantulanku sembari pikiranku melayang jauh hingga ke indonesia. Bagaimana bisa aku kembali secepat mungkin ke indonesia sedangkan aku masih punya kontrak kerja dua bulan lagi. Dan Irfan akan segera berrtunangan dua minggu lagi. Aku masih sangat sibuk disini, mbak Arum? Dari sekian banyaknya wanita di dunia ini kenapa harus mbak Arum. Tapi saat aku melihat mata mas Aldi waktu itu. Dia tidak mungkin melupakanku semudah itu. Aku harus ingatkan dia lagi tentang Resti. Tanpa pikir panjang aku coba menghubungi mas Aldi.Tuuuut Tuuut....!Terdengar panggilan itu tersambung."Halo?"ucapnya"Halo Tuan indonesia?"sapaku dengan bahasa inggris terdengar mas Aldi terkekeh."Hay nona apa kabar?"tanyanya
POV HADI.Lelucon macam apa ini, apa yang dikatakan Arum sangat menyayat hatiku. Bagaimana bisa aku hadiri sidang perceraian. Siang ini aku tak bisa berbuat banyak selain menyendiri lagi di kamar, aku rapuh sekali, aku tidak mau bercerai dengan Arum rasanya hatiku sangat lelah sekali. Aku ingin berkeluh kesah pada Arum tentang hatiku entah bagaimana caranya membuat dia yakin bahwa aku belum membagi perasaanku ataupun cintaku. Cumbuan itu hanya naluriah yang tak bisa aku artikan. Aku resah sekali saat ini aku menyesal. Sekarang semua sudah terlanjur kacau begini. Aku benar-benar lelah. Dalam lamunanku itu terdengar bunyi mobil memasuki garasi sontak aku tersadar dan melihat siapa yang datang bersama mobilku itu. Aku beranjak ke balkon melihat keadaan dibawah bisa aku lihat putriku turun dari mobil dengan wajah lemes. Segera aku hampiri dia ke pintu."Caca... Kamu dari mana aja nak bareng kang supir?" tanyaku.
POV ARUM.Setelah melepas mas Tama pergi Aldi mengantarku kerumah. Aku terdiam sejenak melihat rumah itu, rumah ini masih terlihat bagus dan rapi. Karna memang aku selalu sewa jasa pekerja untuk membersihkannya tiap hari. Sedikit aku menghela nafas dan coba membuka kunci pintu itu."Kamu yakin bakal disini sendirian?" tanya Aldi yang Ikut juga masuk sembari menggendong Andra. Sebelumnya Andra sempat rewel bersamaku hingga Aldi mengmbilnya dan anak itu anteng lagi."Nanti aku akan hubungi Inem Al, dia pembantuku sebelumnya. Semoga saja dia masih bisa bekerja denganku." ujarku. Aldi mengangguk."Maaf aku belum sempat belanja, belum ada apa-apa di dapur. Kamu duduklah Al. Sini Andranya." ucapku mengambil anakku di gendongannya."Tak apa Rum, dia anteng sama aku." ujarnya. Aku mendegup dan coba kembali berkata gugup.&n
POV HADIDengan langkah gontai aku coba melangkah ke mobil. Dadaku terasa sakit aku bingung mau menyusul Arum yang pergi bersama Aldi sekarang atau kembali pulang, bahkan aku tidak tau bagaimana bicara pada Caca nanti yang ada di rumah, sungguh Aku masih belum percaya kalau Arum mengetahui ini, bisa-bisanya rumah tanggaku hancur dalam sekejap. Padahal aku tidak pernah ingin berniat mengkhianatinya, aku masih menjaga batasanku hingga sejauh ini. Aku tidak bisa jika Arum pergi dan beranggapan bahwa aku telah berkhianat."Oh Tuhan tolong aku "lirihku dengan mata berkaca-kaca dengan berat hati aku menyalakan mesin mobil dan melaju pulang.Sesampai di rumah. Tanpa kata sepatah katapun aku berlalu kekamar, aku kesal membanting semua yang ada. Berkali-kali aku coba mengusap wajahku agar tidak terlihat lemah. Namun aku tidak bisa. Aku terhenyak di kasur dengan air mata merintik.&
POV ARUMTuhan tolong beri aku kekuatan, semalam aku dapati mas Hadi pergi keluar dan kembali sebelum shubuh. Selama umur pernikahan kami, baru kali ini ia lakukan itu padaku. Aku sudah yakin mas Hadi telah membagi cintanya, entah bagaimana caranya aku kuat semalaman. Aku sudah muak. Aku tidak sanggup lagi menderita. Aku harus beberkan ke media. Publik terlanjur menuduh aku yang buruk. Padahal aku hanya korban dari segala pelik ini. Mas Hadi entah bagaimana rasanya hatiku sekarang. Kamu membagi cinta untuk mantan istrimu. Segala dongeng indah tentang kita di masa lalu itu hanyalah sebuah hiburan belaka untuk bisa aku kenang. Aku nanar menunggu wartawan datang ke ruang utama."Permisi selamat pagi Mbak Arum?" tanya salah seorang wartawan, aku sedikit tersintak dari lamunanku, tadinya aku fikir aku akan beberkan skandal mas Hadi. Tapi tak adil rasanya jika aku permalukan suamiku dihadapan publik. Lagi pula ini baru pertama ka