POV ARUM
Malam berlalu, sang fajar berkunjung juga mengusik tenangku. Ini pagi pertama aku hidup seorang diri, mataku sembab karena menangis semalaman. Sedih saja saat mengingat garis nasib yang sudah tertorehkan. Kecintaanku pada mas Tama membutakan segalanya, aku menghancurkan banyak hati demi untuk hati seorang Tama. Aku telah membuang kebahagiaanku bersama mas Hadi demi dia. Kini aku seorang diri tanpa cinta tanpa keluarga. Mas Hadi sudah tak sudi melihatku. Ini memang kesalahanku. Aku benci mas Tama! Aku benci hidupku.
"Pagi neng?" sapa buk Hasna saat aku hendak menaiki mobil.
"Pagi Buk, mari buk saya berangkat kerja dulu ya?"
"Iya Neng, Hati-hati," sahutnya, aku menyu
Malam berkunjung, Mas Hadi terdengar berteriak memanggil pembantunya."Bik...,bibik.!" panggilnya dari kamar, entah berapa kali mas Hadi berteriak hingga aku mengcek ke dapur, kenapa pembantunya tidak datang-datang juga. Aku berjalan ke dapur dan mendatangi kamar Art itu."Bik, itu Mas Hadi memangg-" Ucapanku terhenti melihat dia gigil diatas kasur sembari bersembunyi dengan selimut tebal."Bibik kenapa?" desisku."Saya demam non, maaf. Inem juga tadi sudah izin pulang. Tolong bantu aku bilangin sama tuan," lirihnya gemetar. Sesaat hatiku terenyuh."Bibik....!" teriak mas Hadi makin lantang. Bergegas aku temui dia di kamar."Ya sudah bik, istirahat saja ya?" ucapku sembari bergegas.Sesampai di pintu kamar Mas Hadi, aku berd
POV TAMASore berkunjung, aku dan Geby beranjak pulang dengan menenteng barang bawaan yang lumayan untuk Luna dan bayi dalam kandungannya. Anak itu tampak ceria menenteng kresek berisikan nasi bungkus."Sini nak, kamu pasti capekkan," sigapku menganggkat badan gadis itu Menggendongnya pulang.Sesampai di rumah mataku terbelalak melihat Luna tergeletak tak sadarkan diri."Luna!" teriakku menurunkan geby. Bergegas aku rangkul wanitaku itu dan menepuk-nepuk lembut pipinya."Sayang?" lirihku. Geby juga tampak menangis histeris."Mama...," pekiknya menangis. Tak habis pikir aku mengendongnya ke atas kasur dan menyadarkannya."Luna.. Bangun lah," desisku, menepuk-nepuk pipinya sedikit kencang. Sayup-sayup matanya terbuka, berusaha ia getarkan bibirnya yang t
POV HadiSatu hari berlalu, Caca sudah mendingan. Namun dia tak mau bicara denganku."Sayang, kamu makan dulu ya Nak?" desisku menyodorkan sendok makan ke mulutnya sedikit ia menggerakkan lehernya."Gak mau...!" singkatnya, aku sedikit berdesih."Sayang kamu harus makan biar cepat sembuh nak?" ujarku."Caca gak mau sembuh! Caca mati aja," tukasnya, aku menelan liur, serek kerongkongan dan meletakkan piring itu lagi."Kamu gak mau sembuh? Baik lah! Berarti kamu tidak sayang pipi!" ucapku sedikit tegas. Anak itu tak bergeming hingga percakapan itu diselip oleh suara seorang dari pintu masuk."Caca...!" panggilnya, sontak saja wajahku berubah melihat Raina berdiri."Kamu...! Buat apa kamu datang lagi kesini!"
Tak butuh waktu lama, Aldi datang menemui kami semua, sepertinya dia sangat kesal akan perlakuan istrinya itu. Dia sepertinya sudah paham melihat warga ramai-ramai di depan kontrakanku."Ada apa lagi sekarang Tania?" ujarnya mendekat pada istrinya itu."Dia...! Dia wanita simpananmu'kan mas? Akhirnya aku menemukannya juga!" kesalnya.Plak....!Tamparan mendarat di pipi wanita itu, sontak saja mataku membulat. Semua orang juga terkejut."Dasar tidak tau malu? Kamu menyerang Arum kesini? Ini kali pertama aku menemuinya. Dan dia tidak tau apa-apa akan masalah kita!" bentaknya, perempuan itu gemetar memegangi pipinya. Bergegas Aldi merogoh sakunya dan melemparkan ponsel pada istrinya itu."Hotel Bintaro No 47, Kamu izin padaku untuk kerja keluar kota dengan Squadmu itu 'kan? Lalu siapa pasangan di atas ranjang ini. Cuih!" bentaknya. Dengan gemetar wanit
POV RAINA"Yes!" teriak Caca saat melihat ayahnya merangkul Arum."Mimi? Papa gak marah lagikan sama mama? Buktinya Papa peluk mama.."ucapnya girang. Aku juga tampak senyum sembari memantau kamera Cctv itu."Mimi, Mama sangat kedinginan?" ujar Caca sedikit sedih."Tak apa sayang, itu masih Wajar. karena ruangannya tertutup dan pakaian mama sedikit tipis makanya dia kedinginan kan ada papa?" ujarku, Caca melihatku dengan senyum, kembali aku melihat dua orang yang terjebak di ruangan full Ac itu. Entah kenapa ada yang tergores dihatiku melihat kebersamaan mereka. Mas Hadi. Dia pria yang pernah aku miliki. Aku pernah bersamanya, pelukannya dan sentuhannya lebih dulu aku rasakan. Kenapa hatiku tiba-tiba egois begini, seakan tak sanggup melihat kebersamaan mereka. Tapi ini memang jalannya, aku wanita yang buruk, sama sekali aku tidak akan pantas lagi untuk pria sekelas mas Hadi. Revan, di
POV HADIAku harus lakukan ini, aku gak mau Arum selalu ada di dekatku. Kehadirannya hanya membuat aku sakit. Aku tau dia butuh pekerjaan itu, tapi aku harus tega. Kesal kenapa hatiku terasa sangat bersalah saat aku mengingat air matanya. Dalam lamunanku di malam hujan lebat ini ponselku beedering.Drrrrrt drrrrt....!Segera aku menoleh pada meja kerjaku dan reflek menyambar ponsel."Risa?" bisikku."Ya Risa Haloo?" ujarku."Hadi kamu dimana? Kamu tau Arum. Dia membohongi kita, dia telah lama meninggalkan Tama dari rumah itu dan resmi bercerai," ucapnya."Mm-maksudmu?""Iya Hadi. Arum dia sudah meninggalkan mereka semenjak tiga bulan yang lalu, aku masih bingung kenapa dia tidak jujur pada kita," jelasnya, sontak aku gemetar membayangkan sem
POV ALDYDua hari berlalu, walau sebenarnya Arum belum boleh pulang, aku putuskan untuk merawat Arum secara mandiri di rumah. Selama ini Arum belum bisa sadar sepenuhnya ia hanya bisa mengigau menyebut nama Hadi. Sepertinya pria itu yang mengusai alam bawah sadarnya sekarang."Arum... aku berangkat ke Restoran dulu ya? Kamu cepat sembuh," pintaku mengenggam jemarinya.Trakt!Bunyi pintu dibuka perawat yang aku pekerjakan di rumah masuk dengan alat medisnya."Kita ganti infusnya dulu tuan," ujarnya, aku berdiri dan memantau Arum dari jarak satu meter."Sus, tolong rawat dia dengan benar, aku harus ke restoran dulu sebentar," ucapku, dengan sigap dia mengangguk."Baik tuan, tidak usah khawatir," ujarnya menyunggingkan senyum hangatnya. Kembal
Beberapa saat kemudian"Arum?" terdengar seseorang menyebut namaku. Suara yang tak asing lagi. Sontak saja aku menoleh dan berdiri mengejarnya."Mas Hadi...!" teriakku bergegas masuk ke dalam pelukannya. Aku sesegukan menangis merekatkan erat dekapan itu. Berharap yang aku lihat ini tidak mimpi."Hiks hiks...," tangisku pecah membenamkan wajah di dadanya."Mas... Hampir mati rasanya aku, membayangkan hal buruk menimpamu dan Caca Hiks." Kembali aku mempererat dekapanku. Mas Hadi hanya diam mengelus-ngelus rambutku. Bisa aku rasakan dia juga gemetar."Aku masih disini sayang? Karena cinta ini, dia membawaku padamu baru saja aku lolos dari kematian," lirihnya makin mendekap bahuku erat. Aku sedikit mendongakkan kepalaku melihat matanya yang tampak berkaca-kaca.
.... POV HADI"Mama maafin papa ya?" ujar putriku mendekat dan menggenggam pergelengan tangan Arum erat. Arum masih bungkam hingga dia tampak dilema, istriku berdesih dan coba menarik tangannya yang aku genggam erat, matanya tampak merintikan air mata deras."Tolong berikan aku kesempatan lagi mah."lirihku. Sedikit Arum menyibak belahan rambutnya dan menghela nafas sesak. Caca yang juga menunggu jawaban dari Arum itu juga ikut bersimpuh di sampingku."Mama, caca maunya Mama Arum yang tinggal bersama Caca. Maafkan Caca mah, Caca gak akan manja lagi. Caca akan berusaha mandiri supaya tidak merepotkan mama lagi" ujarnya. Arum bergerak memegangi bahu Caca dan membawanya berdiri."Sayang...., kamu jangan begini. Sama sekali mama tidak pernah di repotkan oleh Caca." ujarnya. Arum menoleh padaku dan berkata."Pergil
POV RESTITing nong.Bunyi bel bergema Asih tampak meninggalkan Arabela yang tengah tertidur dan segera beranjak ke pintu."Nona Cassandra Resnya ada?" tanyanya, darahku berdesir saat mendengar suara mas Aldi. Bergegas aku bersiap dan berdiri sembari menghela nafas untuk menghilangkan nervousku."Ada Tuan, silahkan." ujar Inem. Mas Aldi masuk aku menyambutnya dengan gaun hitam di tambah dengan aksen bling-bling yang menempel di lengan, leher dan telingaku sengaja aku pake perhiasan brilian putih senada agar penampilanku terlihat berkesan dan elegan. Sedikit mas Aldi terpana melihat aku berdiri di hadapannya."Aku fikir, kamu tidak akan datang Tuan" ujarku menggunakan bahasa inggris. Sedikit mas Aldi senyum tipis dan berkata."Aku sudah janji. Kita sudah sangat dekat belakangan, aku tida
Pov Resti."Aku tidak akan salah lagi, kamu Resti." lirih mba Arum meremas bahuku. Reflek aku memeluk dan menagis di pelukannya."Mba..." lirihku, mba Arum mendekap dan mengelus rambutku lembut."Aku hampir saja tidak mengenali mu Res? Kamu hebat sekali bisa sesukses ini." lirih mba Arum mengecup pucuk kepalaku. Mba Arum mendorongku pelan dan berkata sembari mengelus wajahku."Apa yang terjadi Res? Kenapa kamu menghilang? Kamu bilang kamu sudah punya anak? Kamu sudah menikah? Dengan siapa? Lantas hubunganmu bersama Aldi bagaimana? Sungguh mba sangat ingin tau semuanya Resti." ucapnya mencecarku dengan pertanya'an."Ceritanya panjang mba? , anakkku dia seumuran sama Andra. Aku pergi ke london saat hamil Arabela, aku menemui temanku disana, hingga ia tawari aku pekerja'an dan menjadi Casandra Res." jelasku. Mba Arum masih
"Aku tidak mengerti dengan takdir. Setelah perceraianku dengan Tania, aku bahkan tak bisa menjalani hidup lagi dengan normal. Lucu bukan? Tania yang berbuat salah tapi seolah aku yang dapat karmanya."ucapnya terkekeh. Kembali ia berucap dengan lirih sembari mengingat seseorang." Tuhan pernah bawa seseorang memberi sedikit warna dihidupku. Namun dia hanya sekedar hadir sebentar lalu pergi."ucapnya. Mba Arum tampak memperhatikan wajahnya mas Aldi dengan seksama."Sepertinya kamu begitu mencintainya?" tanya mba Arum. Sedikit mas Aldi mengangguk dan berkata."Ya, sangat. Hanya saja sekarang aku coba menyerah dan ikhlaskan dia." tuturnya sejenak hatiku rasanya teranyuh. Sungguh aku tidak ingin mas Aldi melupakanku. Aku harus kembali tapi aku bingung bagaimana mengahadirkan Resti yang dulu lagi dalam hidupnya suami. Atau aku langsung jujur saja? Entahlah aku menemuinya lain waktu saja. Aku sedi
POV RESTIDi depan kaca riasku di sebuah studio pemotretan terbaik di kota london ini aku menatap nanar pantulanku sembari pikiranku melayang jauh hingga ke indonesia. Bagaimana bisa aku kembali secepat mungkin ke indonesia sedangkan aku masih punya kontrak kerja dua bulan lagi. Dan Irfan akan segera berrtunangan dua minggu lagi. Aku masih sangat sibuk disini, mbak Arum? Dari sekian banyaknya wanita di dunia ini kenapa harus mbak Arum. Tapi saat aku melihat mata mas Aldi waktu itu. Dia tidak mungkin melupakanku semudah itu. Aku harus ingatkan dia lagi tentang Resti. Tanpa pikir panjang aku coba menghubungi mas Aldi.Tuuuut Tuuut....!Terdengar panggilan itu tersambung."Halo?"ucapnya"Halo Tuan indonesia?"sapaku dengan bahasa inggris terdengar mas Aldi terkekeh."Hay nona apa kabar?"tanyanya
POV HADI.Lelucon macam apa ini, apa yang dikatakan Arum sangat menyayat hatiku. Bagaimana bisa aku hadiri sidang perceraian. Siang ini aku tak bisa berbuat banyak selain menyendiri lagi di kamar, aku rapuh sekali, aku tidak mau bercerai dengan Arum rasanya hatiku sangat lelah sekali. Aku ingin berkeluh kesah pada Arum tentang hatiku entah bagaimana caranya membuat dia yakin bahwa aku belum membagi perasaanku ataupun cintaku. Cumbuan itu hanya naluriah yang tak bisa aku artikan. Aku resah sekali saat ini aku menyesal. Sekarang semua sudah terlanjur kacau begini. Aku benar-benar lelah. Dalam lamunanku itu terdengar bunyi mobil memasuki garasi sontak aku tersadar dan melihat siapa yang datang bersama mobilku itu. Aku beranjak ke balkon melihat keadaan dibawah bisa aku lihat putriku turun dari mobil dengan wajah lemes. Segera aku hampiri dia ke pintu."Caca... Kamu dari mana aja nak bareng kang supir?" tanyaku.
POV ARUM.Setelah melepas mas Tama pergi Aldi mengantarku kerumah. Aku terdiam sejenak melihat rumah itu, rumah ini masih terlihat bagus dan rapi. Karna memang aku selalu sewa jasa pekerja untuk membersihkannya tiap hari. Sedikit aku menghela nafas dan coba membuka kunci pintu itu."Kamu yakin bakal disini sendirian?" tanya Aldi yang Ikut juga masuk sembari menggendong Andra. Sebelumnya Andra sempat rewel bersamaku hingga Aldi mengmbilnya dan anak itu anteng lagi."Nanti aku akan hubungi Inem Al, dia pembantuku sebelumnya. Semoga saja dia masih bisa bekerja denganku." ujarku. Aldi mengangguk."Maaf aku belum sempat belanja, belum ada apa-apa di dapur. Kamu duduklah Al. Sini Andranya." ucapku mengambil anakku di gendongannya."Tak apa Rum, dia anteng sama aku." ujarnya. Aku mendegup dan coba kembali berkata gugup.&n
POV HADIDengan langkah gontai aku coba melangkah ke mobil. Dadaku terasa sakit aku bingung mau menyusul Arum yang pergi bersama Aldi sekarang atau kembali pulang, bahkan aku tidak tau bagaimana bicara pada Caca nanti yang ada di rumah, sungguh Aku masih belum percaya kalau Arum mengetahui ini, bisa-bisanya rumah tanggaku hancur dalam sekejap. Padahal aku tidak pernah ingin berniat mengkhianatinya, aku masih menjaga batasanku hingga sejauh ini. Aku tidak bisa jika Arum pergi dan beranggapan bahwa aku telah berkhianat."Oh Tuhan tolong aku "lirihku dengan mata berkaca-kaca dengan berat hati aku menyalakan mesin mobil dan melaju pulang.Sesampai di rumah. Tanpa kata sepatah katapun aku berlalu kekamar, aku kesal membanting semua yang ada. Berkali-kali aku coba mengusap wajahku agar tidak terlihat lemah. Namun aku tidak bisa. Aku terhenyak di kasur dengan air mata merintik.&
POV ARUMTuhan tolong beri aku kekuatan, semalam aku dapati mas Hadi pergi keluar dan kembali sebelum shubuh. Selama umur pernikahan kami, baru kali ini ia lakukan itu padaku. Aku sudah yakin mas Hadi telah membagi cintanya, entah bagaimana caranya aku kuat semalaman. Aku sudah muak. Aku tidak sanggup lagi menderita. Aku harus beberkan ke media. Publik terlanjur menuduh aku yang buruk. Padahal aku hanya korban dari segala pelik ini. Mas Hadi entah bagaimana rasanya hatiku sekarang. Kamu membagi cinta untuk mantan istrimu. Segala dongeng indah tentang kita di masa lalu itu hanyalah sebuah hiburan belaka untuk bisa aku kenang. Aku nanar menunggu wartawan datang ke ruang utama."Permisi selamat pagi Mbak Arum?" tanya salah seorang wartawan, aku sedikit tersintak dari lamunanku, tadinya aku fikir aku akan beberkan skandal mas Hadi. Tapi tak adil rasanya jika aku permalukan suamiku dihadapan publik. Lagi pula ini baru pertama ka