"Ini semua gara-gara Lo, andai Lo gak gangguin gue, mungkin gue gak akan difitnah begini!" rasa ungkapan yang amat kesal ku tujukan untuk Jali."Diandra Nak, gak boleh begitu sama bos Anom, bagaimanapun dia anak dari majikan Emak. Maka kamu harus sopan terhadapnya juga," tegur Emak."Tapi Mak, memang pria ini biang keladinya, kalau saja dia tak menyergap aku di jalan mungkin tidak ada masalah sama sekali," kataku terkekeh sambil mencibirkan bibir.Bu Janita yang melihat reaksi yang memarahi anaknya malah nyengir kuda. Sedangkan Mak Jamilah malah merasa bersalah."Kalau aja Lo gak bikin masalah sama gue, mungkin gue juga gak akan menyergap Lo cewek Tengil!" hardik Jali tak mau kalah."Emak sini deh," kata Bu Janita menyenggol tangan Emak, sambil mengajak Emak menjauh dari kediaman aku dan Jali yang masih saling serang adu mulut."Ada apa Nyonya Janita?"Awalnya Emak merasa bersalah dan takut karena kelakuanku yang amat sangat kesal dan tidak akur terhadap Jali. Pikir Emak Nyonya Janita
Hampir saja aku terbuai oleh rangkaian kata-katanya. Pria itu memang pintar membuat dadaku dak-dik-duk tak karuan.Haris mengambil tanganku yang berada di sisi, ia begitu erat menggenggamnya."Tangan kamu dingin banget Dian? Kamu abis bikin es atau abis berenang?""A-aku baru saja berenang Haris.""Berenang dimana wanita cantik sepertimu?""Berenang di hati kamu," ungkapku sambil malu-malu kucing.Berada di dekat pria itu membuat jantungku hampir saja akan terbang. Dia begitu lihai dalam memberikan gombalan yang terucap dari bibirnya yang tipis. Lebih terlihat sexi dari bibir Ceu Saodah."Sebenarnya aku menyukaimu, kamu mau gak jadi pacar aku," ungkap Haris mengungkapkan perasaannya yang amat dalam.Membuatku bimbang apakah aku harus percaya dengan ucapan yang keluar dari mulutnya itu, atau hanya ingin membuat jantungku berpacu saja.Kedua bola mata Haris tak hentinya menatapku dengan tatapan yang begitu menggoda, matanya yang sipit mampu membuatku terpukau dengan ketampanan pria yang
Ku raba benda pipih yang sejak tadi ku simpan di dalam saku celana. Kebetulan nomor Haris sudah tersimpan. Tak ada salahnya kalau aku hubungi dia menggunakan aplikasi warna hijau untuk memastikan bahwa sudah sampai ke rumahnya.[Sayang kamu sudah sampai Belum?] Langsung jempolku menyentuh kirim. Namun centang 2 tapi entah kenapa centang itu masih abu-abu. Sedangkan Whatsapp Nya sedang online.Mungkin dia masih di jalan kali, makannya belum sempat membalas pesanku. Tidak ada salahnya ku tunggu sambil menghitung uang penghasilan hari ini.Ku ambil tas selempang yang selalu mendampingi ku tatkala berjualan.Tak lama kemudian pesan itu dapat balasan [Masih di jalan sayang. Aku belum nyampe, ini macet banget. Emang kamu sudah sampe ya?][Sudah sayang. Kasihan bnaget dong pasti kamu bum makan juga, yang sabar ya] balasku di iringi dengan memberikan emot mata love love.[Iya padahal aku lapar banget. Sayang aku mau bilang sesuatu sama kamu][Bilang apa sayang. Bilang aja, apa susahnya] balas
Saat ku cermati lebih dekat ternyata mobil tersebut telah melaju dengan kencang. Akhirnya yang tertinggal hanya perasaan penasaran saja. Tapi mana mungkin juga Hariss bisa bersama Bu Janita sedangkan Bu Janita 'kan sudah tua. Maksudku sudah tante-tante. Tapi tidak ada kemungkinan juga sih kalau mereka punya hubungan persaudaraan misalnya. Brak!Satu hantaman tangan mendarat di bahuku. Sungguh aku terkejut dan segera menoleh pada arah tangan yang menepuk bahuku."Rojali! Apaan sih Lo bikin kaget gue aja. Ternyata Lo selain tukang bikin kesal Lo juga bikin gue jantungan. Hampir saja jantung gue copot. Seandainya jantung gue copot Lo mau tanggung jawab haaah!" gerutuku.Bagaimana tidak kesal orang sedang terdiam dia kagetkan begitu kasar."Lagian Lo gak ada kerjaan banget melamun di tepi jalan, gak sekalian aja di tengah jalan Lo biar keserempet sama becak atau kendaraan yang lainnya,""Suka-suka gue. Tubuh, tubuh gue. Mau dimana pun itu urusan gue," serangku balik."Jadi cewek Lo gak m
"Mak Dian kagak salah lihat Mak? Kenapa Emak bisa sama dia ke masjid bareng? Pantesan Dian barusan cariin Emak. Eh Emaknya kagak ada di dalam kamar. Dian pikir Emak di culik duda pirang, ternyata memang benar sama duda tapi bukan duda pirang melainkan duda burik," ledekku puas sembari cengengesan dengan puas kala di jalan tak sengaja berpapasan dengan Emak dan Juga Rojali, pria yang saat ini menjadi musuhku."Dian! Jaga mulutmu itu, kamu jangan suka menghina, apalagi bicara seperti itu, Den Jali tampan begini kamu bilang burik!" gerutu Emak tidak suka kala mendengar sang cucu meledek Rojali anak majikan Emak Jamilah."Mak belain aja terus dia!" tunjukku pada Rojali yang masih terpaku."Heh Lo janda sedeng, yang mukanya kaya jalan tol tapi sudah rusak. Kagak boleh belagu Lo, gue gini-gini lebih di sayang Emak di banding Lo!" lawan Rojali."Hah! Emak sayang sama Lo! Jangan mimpi Lo Jali, Emak sayang sama Lo sebab Emak hanya sebatas kerja di rumah Lo, gak lebih. Iya 'kan Mak?""Kalian ini
Ketika akan menempuh perjalan tak menjaga mata Bu Janita melirik sebuah motor yang terparkir di sebuah cafe."Itu sepertinya motor Jali? Ngapain dia berada di sini? Katanya mau berangkat kerja?"Beberapa pertanyaan muncul di benak Bu Janita dengan penasaran yang meninggi.Bu Janita pun turun dari mobil tersebut dan masuk mulai celingak-celinguk mencari keberadaan sang anak."Kenapa motornya ada disini sedangkan Jalinya tidak ada," gumam Bu Janita seraya masuk kedalam ruangan untuk mencari.Setelah melangkah lebih dalam lagi tak sengaja Bu Janita melihat Rindu sedang sibuk dengan ponsel di tangannya. Tapi terlihat sosok wanita itu sedang duduk sendiri. Namun minuman yang berada di meja ada 2 sudah pasti Rindu dengan seseorang.Bu Janita bersembunyi terlebih dulu sambil memastikan apakah Rindu janjian bersama Rojali atau hanya sekedar kebetulan.Namun setelah beberapa saat kemudian Jali Datang Di toilet, Rojali duduk di kursi berlawanan dengan arah Rindu.Jali mulai memegang tangan wani
"Dek kenapa menangis?" tanyaku ketika melihat anak kecil berumur tujuh tahun itu menangis histeris."Kak aku mau jajan tapi Ibu aku malah marahin aku habis-habisan, tadinya aku pengen beli cilok Kakak tapi Ibu tidak ngasih uang malah marahin aku," rengek anak gadis itu.Aku menghela nafasku begitu kasar. Ternyata di dunia ini masih ada ibu-ibu modal pelit begitu."Kalau Adek mau Kakak akan kasih tapi janji ya jangan nangis begitu. Kakak jadi pengen nangis juga lihatnya," bujukku pada sang anak.Aku bangkit dari jongkokanku untuk mengambil cilok lalu memberikan pada anak kecil yang menangis itu."Nih ciloknya, Kakak sudah bungkusin sekarang kamu jangan nangis lagi kalau kamu masih mau nanti minta lagi sama Kakak ya," kataku sambil menyodorkan 1 bungkus cilok pada anak kecil itu.Dia begitu sumringah kala mengambil cilok yang kuberikan. Kasihan sekali anak yang tidak berdosa itu, ia masih kecil tapi ibunya pelit sekali atau mungkin kagak punya uang kali . Kalau kagak punya uang jangan d
"Ini 'kan restoran mewah," ucapku sambil memperhatikan tempat yang sudah di janjikan oleh Haris.Ku perhatikan secara saksama dari luar, tempat yang sungguh mewah dan megah.[Sudah sampai belum, tinggal masuk sayang aku sudah siap memesan semua makanan untuk kita makan siang] kembali datang pesan dari Haris.[Aku sudah di luar, sekarang akan masuk] balasku diiringi emot love love.Tiada pilihan yang bisa ku pilih selain masuk ke dalam restoran yang pasti sudah Mahal harganya. Ruangannya pun bersih dan tempatnya pun juga terlihat mewah. Orang-orang yang sedang makan saja disini pada cantik dan juga rapi. Mereka sepertinya bukan orang biasa-biasa sepertiku.Semua penglihatan mata berpusat padaku kala aku hanya memakai baju kaos warna hitam pendek dan juga celana jeans panjang Sobek di daerah lutut.Dan hampir saja aku lupa kalau aku masih mengenakan topi yang setiap hari menemaniku berdagang.Duh malu juga, orang lain pada rapi dan bersih, aku malah kucel dan dekil kayak gini. Haris nga
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -