Aisyah bermalam di villa. Pak Adam tak mengijinkannya untuk pulang karena sudah terlalu malam.
Aisyah masuk ke kamar yang sudah disiapkan untuk ibu dan dirinya. Aisyah duduk di tepian tempat tidur, dan meletakkan buket bunganya di atas nakas.Rasa penasarannya pada pengirim buket bunga, justru beralih pada Pak Wijaya. Entah kenapa pertanyaan tadi mengganggu dalam benaknya. "Apa mungkin benar Pak Wijaya mengenal ayah, atau mereka pernah bertemu sebelumnya? Kenapa Beliau seolah begitu perlu mendengar pengakuanku?" benak Aisyah terus berkecamuk dengan semua pertanyaan tentang hubungan ayahnya dan Pak Wijaya."Ada apa, Sayang?" Ibu Laila menutup pintu kamar, mendekati Aisyah dan duduk di sampingnya. "Ada yang sedang kamu pikirkan?"Aisyah menoleh ke arah ibunya dengan menyunggingkan senyum. "Tidak, Bu. Semua baik-baik saja," jawab Aisyah.Ibu Laila merengkuh tubuh Aisyah, dan spontan Aisyah menyandarkan kepalanya dalam dekapan Ibu Laila, sambil memeluk erat tubuh ibunya. Malam ini memang begitu berat untuknya. Dia hanya mencoba tetap terlihat baik-baik saja. Padahal hatinya telah hancur berkeping-keping.Ibu Laila mengecup ubun-ubun Aisyah. Mengusapnya halus. "Kamu mungkin bisa berucap semua baik-baik saja. Tapi ibu tahu ada yang sedang kamu coba sembunyikan," ucap Ibu Laila lembut.Aisyah hanya diam. Mata yang mulai berkaca-kaca, setelah mendengar ucapan ibunya."Kamu tak ingin bercerita sesuatu pada ibu?" tanya Ibu Laila hangat. "Kalau kamu tak ingin bercerita maka ibu tak akan memaksamu. Tapi ada yang ingin ibu tanyakan."Jantung Aisyah tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada perasaan khawatir yang tiba-tiba merasuk dalam hatinya. "Pertanyaan apa, Bu?"Ibu Laila melepas pelukannya. "Siapa Haikal sebenarnya? Kamu tak ingin jujur tentang siapa dia sebenarnya pada, Ibumu?"Aisyah benar-benar dibuat terkejut dengan pertanyaan ibunya. "Ha-haikal?" ucap Aisyah gugup."Iya Haikal. Ibu masih ingat betul waktu pertama kamu menyebut namanya, saat kamu pulang malam di hari pertama kamu bekerja. Kamu menyebut namanya dan saat ibu tanya siapa Haikal. Kamu menjawab kalau dia seorang supir kantor. Iyakan?"Aisyah menatap sekejap wajah ibunya, dan menunduk cepat. Aisyah hanya menganggukan kepala. Tak menyangka ingatan ibu nya begitu tajam. Kejadian itu padahal sudah hampir satu tahun."Tak mungkinkan ada orang yang wajah dan namanya mirip, kecuali itu orang yang sama?" tanya Ibu Laila hati-hati. Beliau tak ingin terkesan menginterogasi. Beliau hanya menatap lekat wajah Aisyah.Haikal yang sering datang ke rumah. Membuat Ibu Laila, paham dengannya. Hanya karena tampilannya saja, yang membuatnya sedikit pangling malam ini. "Huft." Aisyah menghembuskan nafas panjang. "Iya, Bu," jawab Aisyah singkat."Iya? Apa maksudnya, iya?"Aisyah menatap ke arah Ibunya. "Iya, mereka orang yang sama." Mata Aisyah mulai berkaca-kaca.Ibu Laila sontak merengkuh tubuh Aisyah dan memeluknya erat. Tanpa Aisyah bercerita banyak, Beliau tahu apa yang Aisyah rasakan kini.Ibu Laila paham tentang kedekatan mereka. Bahkan Haikal juga sudah begitu dekat dengan dirinya. "Sabar, Sayang. Pasti ada rencana indah dibalik semua yang terjadi malam ini." Ibu Laila mengecup ubun-ubun Aisyah berulang kali.Aisyah melepas pelukan Ibunya. "Aku baik-baik saja, Bu," jawab Aisyah sambil menyeka air matanya, dan menyungingkan senyum yang dipaksakan. "Bukankah ada Ibu yang selalu ada untukku."Ibu Laila menangkup kedua pipi Aisyah. "Iya, Sayang. Selalu." Ibu Laila mencium kening Aisyah.Aisyah menoleh ke arah nakas dan meraih buket bunga nya. Menunjukkannya pada Ibu nya."Apa ini?""Ini dari Aydan, mungkin." Aisyah mengedikkan bahu. Mengalihkan pembicaraan. Membahas Haikal hanya akan menambah luka hatinya makin dalam."Aydan?""Iya, Bu. Tadi Aydan di sini. Tapi entah dia kemana, karena setelah menemuiku dia tak nampak lagi batang hidungnya.""Aydan tak menemui ibu?"Aisyah mengendik. "Entah. Aku juga hanya melihatnya beberapa detik."Ibu Laila tersenyum melihat Aisyah. "Syukurlah, mungkin ada jalan lain yang sedang Tuhan tunjukkan," batin Ibu Laila.Ibu Laila melihat buket bunga, dan tanpa sengaja melihat sebuah amplop di sela bunga. "Sudah kamu baca isi suratnya?" Ibu Laila bertanya tiba-tiba."Surat?" Aisyah mengerutkan kening. "Dari mana Ibu tahu aku dapat surat, suratnya kan sudah aku masukkan ke tas tadi," batin Aisyah bingung."Iya, ini surat kan?" Ibu Laila menunjuk ke arah surat di sela bunga.Aisyah memperhatikan dengan seksama. Dan benar apa yang ibunya tunjuk. Aisyah bergegas mengambil dan membukanya."Cincin?!" bisik Aisyah tak percaya."Apa, cincin?!" Ibu Laila menegaskan apa yang didengarnya.Aisyah mengambil tempat cincin dari dalam amplop, dan membuka nya cepat. Menunjukkannya pada ibu nya."Aydan memberimu cincin?"Aisyah menggelengkan kepala, "Haikal." Aisyah menatap ibunya."Haikal? Kamu yakin? Kamu tidak sedang berkhayal bukan?"Aisyah tak menjawab pertanyaan ibunya. Dia masih memandang lekat cincin dalam genggamannya. Cincin yang beberapa hari lalu ia pilih. Saat mengantar Haikal mencari hadiah untuk ulang tahun ibunya."Ada yang kamu suka?""Meski ada yang aku suka, itu pun gak hari ini aku beli, Mas. Masih banyak yang lebih penting daripada perhiasan disini." "Aku hanya ingin, tahu seperti apa seleramu.""Ini." Aisyah menunjuk sebuah cincin yang dibalut dengan rose gold dan memiliki satu berlian di bagian tengahnya, yang didesain layaknya mahkota bunga."Aisyah, kamu yakin ini dari Haikal." Ibu Laila menyentuh pundak Aisyah, dan membuatnya terperanjat dari lamunannya.Aisyah mengangguk. "Ini cincin yang pernah aku pilih beberapa hari lalu. Saat itu Haikal bertanya desain cincin yang aku suka. Dia hanya menanyakan itu, itu yang aku ingat. Dia hanya membeli satu cincin sebagai hadiah untuk ibunya. Hanya itu yang aku ingat, Bu.""Simpan baik-baik, sebelum ada orang yang tahu. Tanyakan padanya apa maksud nya
Aisyah segera memarkirkan mobilnya di pelataran sebuah cafe. Celingukan ke kanan kiri. Memastikan ia berkunjung di tempat yang tepat.Masih sangat sepi, apa mungkin ia datang terlalu awal. Aisyah mengambil handphone dan menyalakannya. Men scroll layarnya perlahan.Tempatnya benar, sesuai dengan alamat yang Haikal bagi. Tapi kemana semua orang, kenapa masih begitu sepi, pikir Aisyah bingung."Apa yang sedang kamu lakukan?" Haikal yang baru datang menegur Aisyah. "Ayo masuk.""Iya, Pak," jawab Aisyah malas. "Bapak aja, baru sampai," gerutu Aisyah."Kamu bilang apa?" ucap Haikal sambil menutup pintu mobilnya, menenteng tas laptop di tangannya. "Bisa kamu ulangi.""Em, tidak. Tidak ada apa-apa." Aisyah menjawab cepat sambil merapikan diri.Aisyah mengekor di belakang Haikal yang sudah terlebih dahulu melangkah, masuk ke dalam cafe."Ini bukan akal-akalan, Bapak saja kan?""Akal-akalan untuk?""Untuk bertemu denganku?" jawab Aisyah lugu.Haikal menghentikan langkahnya. Memutar badannya dan
Haikal menatap Aisyah bingung. Entah apa yang sebenarnya dicarinya. Dan sepenting itukah.Aisyah menghentikan aksinya, merapikan semua barang yang telah ia bongkar dari dalam tasnya.Aisyah menenteng tasnya, dan memutar badannya. Meninggalkan Haikal begitu saja."Ada apa dengannya?" batin Haikal sambil menggelengkan kepala. Masih bingung dengan tingkah Aisyah.Aisyah menghentikan langkahnya. "Terima kasih untuk bunganya." Aisyah tak menoleh, hanya sedikit mengencangkan suaranya. Haikal sedikit tersentak, "Hanya itukah? Apa mungkin dia memang belum menemukan cincin yang aku letakkan di dalam bunga?" tanya Haikal dalam hati.Buket bunga dan cincin yang Haikal siapkan untuk melamar Aisyah nyatanya, tak berjalan sesuai harapannya. Semua kandas dengan pertunangan yang tiba-tiba terjadi, tanpa ada persetujuan darinya. Bahkan ayahnya memberi kabar pas jam pulang kerja. Tak ada waktu untuk memberikannya secara langsung pada Aisyah. Karena, Aisyah telah dulu pergi sebelum Haikal sempat menem
Haikal melangkahkan kakinya dengan santai. Mulai meninggalkan Aisyah yang masih termenung di belakangnya.Haikal menghitung dalam hati, dengan degup jantung yang semakin tak beraturan. Berharap Aisyah akan kembali seperti sebelum pertunangannya yang tiba-tiba terjadi. Skenario kehidupan yang sangat tak pernah Haikal inginkan terjadi.Aisyah masih berdebat dengan dirinya sendiri. Logika dan hati yang sedikit tidak sinkron. "Dia masih diam," bisik Haikal dalam hati. Dirinya terus berusaha bersikap tenang."Tunggu, Mas."Haikal berhenti seketika, senyuman mengembang di bibirnya. Ada kebahagiaan yang tak bisa terucap.Haikal memutar badannya, dengan wajah yang dibuat tetap tenang. Menutupi semua kebahagiaan yang tengah meluap-luap. "Kamu, memanggilku?" tanya Haikal dengan nada datar.Aisyah mendekati Haikal, perlahan. "Ya, kamu menang kali ini, Mas," ucap Aisyah dengan binar mata menantang.Haikal tersenyum senang. "Tak sulitkan?" Haikal memegang kedua bahu Aisyah. "Biarkan semua berjal
Haikal melangkah menuju pintu keluar cafe. Tangannya menggenggam erat pergelangan Aisyah. Tak ingin melepasnya, ya mungkin itu yang kini tengah Haikal rasa.Sedang Aisyah hanya pasrah, mengekor di belakang Haikal. Detak jantungnya terasa berdegup kencang. Perasaannya tak mampu berbohong. Meski mulutnya terus berucap tak mencintai Haikal. Mencintai bukan berarti harus memiliki, itu yang kini Aisyah pupuk dalam hati. Mengubur dalam apa yang pernah tercipta, itu yang kini menjadi fokus Aisyah.Sesekali Haikal melihat Aisyah dari ekor matanya. Pandangan yang sebenarnya enggan untuknya berpaling. Namun mempertahankan perasaan dan impiannya, tidak akan mudah. Semua akan membutuhkan proses dan menguras sedikit pikirannya."Masuklah." Haikal membukakan pintu mobil, sambil menatap wajah manis Aisyah.Aisyah mengangguk, dan segera mengikuti apa yang Haikal perintahkan. Pintu mobil segera Haikal tutup sesaat setelah Aisyah duduk di kursi depan penumpang. Haikal meninggalkan sekejap mobilnya. M
Haikal terus melangkah, melewati beberapa nisan di kanan kiri nya. Aisyah mengikuti seperti orang bodoh yang tak tahu apa yang sedang dia lakukan sekarang. Padahal pergi meninggalkan Haikal sangat bisa dilakukannya sekarang. Tanpa harus memikrkan sepeda motornya. Lagian sudah tentu Haikal akan mengembalikan sepeda motornya, namun entah kenapa dirinya tak ingin meninggalkan Haikal begitu saja. Haikal bak magnet yang tengah menarik tubuhnya."Sebenarnya kemana Haikal akan membawa ku?" gumam Aisyah dalam hati. Tiba-tiba Aisyah teringat ucapan Sari. "Pak Haikal itu sulit untuk dekat dengan wanita lain karena dia pernah di tinggal pergi sama mantannya. Awalnya mereka ribut dan siapa sangaka tak berselang lama si cewek meninggal karena tertabrak mobil. Dan itu terjadi di depan mata kepala Pak Haikal. Dan dari kejadian itu dia selalu merasa bersalah dan sulit untuk membuka hati." Ucapan Sari teman kerja nya terdengar jelas di telingannya."Apa mungkin dia mau membawa ku ke pusara mantannya du
Aisyah bergegas meninggalkan Haikal setelah mengatakan hal yang entah bagaimana tiba-tiba keluar dari mulutnya dengan begitu lancar. Mengendarai sepeda motornya dan pergi dari komplek pemakaman. Dalam perjalanan pulang ke rumah Aisyah terus merenungkan semua ucapan bodoh nya tadi. "Haikal tak akan begitu saja percaya dengan semua perkataanku bukan," ucap Aisyah dalam hati, sambil mengendarai sepeda motornya. "Betapa bodohnya aku ini!" Aisyah menggelengkan-gelengkan kepalanya.Aisyah terus memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Rencana yang harus disusun sebelum Haikal akan membuatnya terpojok karena ucapannya sendiri.Tin…..Seseorang tiba-tiba mengklakson Aisyah dengan keras. Dan menghentikan mobilnya tepat di depan Aisyah, membuatnya mengerem tiba-tiba. Mematikan sepeda motor dan memasang kuda-kuda. Siap berdebat. Mungkin itu yang ada dalam benaknya kini.Aisyah turun dari sepeda motornya dan segera mendekat ke kaca mobil bagian pengemudi. Diketuk dengan keras kaca mobil yan
"Aku rasa itu tidak terlalu penting untuk aku jawab," ucap Aisyah sambil menyunggingkan senyum di bibir nya, setelah merenung sejenak.Masalah pribadinya tak perlu orang lain tahu. Mungkin itu yang ada dalam pikiran Aisyah sekarang. Meski sebenarnya dia butuh tempat curhat sekarang. Tapi mungkin Aydan bukan orang yang tepat menurutnya."Baiklah," kata Aydan cepat. "Meski sebenarnya aku sangat membutuhkan jawaban yang pasti darimu!" Aydan meletakkan sendok di dalam mangkuknya, menggeser mangkok yang sudah tak bertuan lagi."Dan aku tahu kamu akan memaksaku untuk cerita meski aku tak mau." Aisyah memandang kesal ke arah Aydan, yang mendapat balasan senyuman manis. "Sudah aku duga!" gumam Aisyah pelan.Aydan terkekeh. "Setidaknya, aku tahu apa yang harus aku lakukan dengan hatiku!""Maksudnya?""Ya setidaknya aku tahu apa aku harus membiarkan rasa ini terus tumbuh, atau membiarkannya hingga perlahan mati," jelas Aydan sambil menatap Aisyah dalam.Aisyah segera memalingkan mukanya. "Dan i
Aisyah menutup pintu kamarnya, meletakkan tas nya di nakas dan membaringkan badan di kasur. Aisyah menghela sedikit nafas panjang, menghilangkan sedikit penat dirinya yang setengah hari ini benar-benar menguras kewarasannya.Tok…tok…tok….Terdengar pintu kamarnya di ketuk, di iringi suara ibunya dari balik pintu. "Boleh ibu masuk?"Aisyah terperanjat dari tidurnya, "Masuklah, Bu." Aisyah menjawab antusias. Pintu kamar segera terbuka. Aisyah mengembangkan senyum di bibirnya menyambut ibunya yang telah nampak di celah pintu yang terbuka.Ibu Laila segera masuk membiarkan pintu kamar tetap terbuka, melangkah mendekati Aisyah dan duduk di sampingnya. Mendekap tubuh putrinya yang begitu beliau sayang. "Ibu harap kamu tak sakit hati dengan perkataan ibu tadi," ucap Ibu Laila sambil mengusap lengan Aisyah. "Ibu hanya tak ingin melihat kamu terpuruk. Hanya itu."Aisyah memandang wajah teduh ibu nya. "Perkataan, Ibu? Perkataan ibu yang mana yang Ibu maksud?" Aisyah benar-benar tak paham deng
"Aku rasa itu tidak terlalu penting untuk aku jawab," ucap Aisyah sambil menyunggingkan senyum di bibir nya, setelah merenung sejenak.Masalah pribadinya tak perlu orang lain tahu. Mungkin itu yang ada dalam pikiran Aisyah sekarang. Meski sebenarnya dia butuh tempat curhat sekarang. Tapi mungkin Aydan bukan orang yang tepat menurutnya."Baiklah," kata Aydan cepat. "Meski sebenarnya aku sangat membutuhkan jawaban yang pasti darimu!" Aydan meletakkan sendok di dalam mangkuknya, menggeser mangkok yang sudah tak bertuan lagi."Dan aku tahu kamu akan memaksaku untuk cerita meski aku tak mau." Aisyah memandang kesal ke arah Aydan, yang mendapat balasan senyuman manis. "Sudah aku duga!" gumam Aisyah pelan.Aydan terkekeh. "Setidaknya, aku tahu apa yang harus aku lakukan dengan hatiku!""Maksudnya?""Ya setidaknya aku tahu apa aku harus membiarkan rasa ini terus tumbuh, atau membiarkannya hingga perlahan mati," jelas Aydan sambil menatap Aisyah dalam.Aisyah segera memalingkan mukanya. "Dan i
Aisyah bergegas meninggalkan Haikal setelah mengatakan hal yang entah bagaimana tiba-tiba keluar dari mulutnya dengan begitu lancar. Mengendarai sepeda motornya dan pergi dari komplek pemakaman. Dalam perjalanan pulang ke rumah Aisyah terus merenungkan semua ucapan bodoh nya tadi. "Haikal tak akan begitu saja percaya dengan semua perkataanku bukan," ucap Aisyah dalam hati, sambil mengendarai sepeda motornya. "Betapa bodohnya aku ini!" Aisyah menggelengkan-gelengkan kepalanya.Aisyah terus memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Rencana yang harus disusun sebelum Haikal akan membuatnya terpojok karena ucapannya sendiri.Tin…..Seseorang tiba-tiba mengklakson Aisyah dengan keras. Dan menghentikan mobilnya tepat di depan Aisyah, membuatnya mengerem tiba-tiba. Mematikan sepeda motor dan memasang kuda-kuda. Siap berdebat. Mungkin itu yang ada dalam benaknya kini.Aisyah turun dari sepeda motornya dan segera mendekat ke kaca mobil bagian pengemudi. Diketuk dengan keras kaca mobil yan
Haikal terus melangkah, melewati beberapa nisan di kanan kiri nya. Aisyah mengikuti seperti orang bodoh yang tak tahu apa yang sedang dia lakukan sekarang. Padahal pergi meninggalkan Haikal sangat bisa dilakukannya sekarang. Tanpa harus memikrkan sepeda motornya. Lagian sudah tentu Haikal akan mengembalikan sepeda motornya, namun entah kenapa dirinya tak ingin meninggalkan Haikal begitu saja. Haikal bak magnet yang tengah menarik tubuhnya."Sebenarnya kemana Haikal akan membawa ku?" gumam Aisyah dalam hati. Tiba-tiba Aisyah teringat ucapan Sari. "Pak Haikal itu sulit untuk dekat dengan wanita lain karena dia pernah di tinggal pergi sama mantannya. Awalnya mereka ribut dan siapa sangaka tak berselang lama si cewek meninggal karena tertabrak mobil. Dan itu terjadi di depan mata kepala Pak Haikal. Dan dari kejadian itu dia selalu merasa bersalah dan sulit untuk membuka hati." Ucapan Sari teman kerja nya terdengar jelas di telingannya."Apa mungkin dia mau membawa ku ke pusara mantannya du
Haikal melangkah menuju pintu keluar cafe. Tangannya menggenggam erat pergelangan Aisyah. Tak ingin melepasnya, ya mungkin itu yang kini tengah Haikal rasa.Sedang Aisyah hanya pasrah, mengekor di belakang Haikal. Detak jantungnya terasa berdegup kencang. Perasaannya tak mampu berbohong. Meski mulutnya terus berucap tak mencintai Haikal. Mencintai bukan berarti harus memiliki, itu yang kini Aisyah pupuk dalam hati. Mengubur dalam apa yang pernah tercipta, itu yang kini menjadi fokus Aisyah.Sesekali Haikal melihat Aisyah dari ekor matanya. Pandangan yang sebenarnya enggan untuknya berpaling. Namun mempertahankan perasaan dan impiannya, tidak akan mudah. Semua akan membutuhkan proses dan menguras sedikit pikirannya."Masuklah." Haikal membukakan pintu mobil, sambil menatap wajah manis Aisyah.Aisyah mengangguk, dan segera mengikuti apa yang Haikal perintahkan. Pintu mobil segera Haikal tutup sesaat setelah Aisyah duduk di kursi depan penumpang. Haikal meninggalkan sekejap mobilnya. M
Haikal melangkahkan kakinya dengan santai. Mulai meninggalkan Aisyah yang masih termenung di belakangnya.Haikal menghitung dalam hati, dengan degup jantung yang semakin tak beraturan. Berharap Aisyah akan kembali seperti sebelum pertunangannya yang tiba-tiba terjadi. Skenario kehidupan yang sangat tak pernah Haikal inginkan terjadi.Aisyah masih berdebat dengan dirinya sendiri. Logika dan hati yang sedikit tidak sinkron. "Dia masih diam," bisik Haikal dalam hati. Dirinya terus berusaha bersikap tenang."Tunggu, Mas."Haikal berhenti seketika, senyuman mengembang di bibirnya. Ada kebahagiaan yang tak bisa terucap.Haikal memutar badannya, dengan wajah yang dibuat tetap tenang. Menutupi semua kebahagiaan yang tengah meluap-luap. "Kamu, memanggilku?" tanya Haikal dengan nada datar.Aisyah mendekati Haikal, perlahan. "Ya, kamu menang kali ini, Mas," ucap Aisyah dengan binar mata menantang.Haikal tersenyum senang. "Tak sulitkan?" Haikal memegang kedua bahu Aisyah. "Biarkan semua berjal
Haikal menatap Aisyah bingung. Entah apa yang sebenarnya dicarinya. Dan sepenting itukah.Aisyah menghentikan aksinya, merapikan semua barang yang telah ia bongkar dari dalam tasnya.Aisyah menenteng tasnya, dan memutar badannya. Meninggalkan Haikal begitu saja."Ada apa dengannya?" batin Haikal sambil menggelengkan kepala. Masih bingung dengan tingkah Aisyah.Aisyah menghentikan langkahnya. "Terima kasih untuk bunganya." Aisyah tak menoleh, hanya sedikit mengencangkan suaranya. Haikal sedikit tersentak, "Hanya itukah? Apa mungkin dia memang belum menemukan cincin yang aku letakkan di dalam bunga?" tanya Haikal dalam hati.Buket bunga dan cincin yang Haikal siapkan untuk melamar Aisyah nyatanya, tak berjalan sesuai harapannya. Semua kandas dengan pertunangan yang tiba-tiba terjadi, tanpa ada persetujuan darinya. Bahkan ayahnya memberi kabar pas jam pulang kerja. Tak ada waktu untuk memberikannya secara langsung pada Aisyah. Karena, Aisyah telah dulu pergi sebelum Haikal sempat menem
Aisyah segera memarkirkan mobilnya di pelataran sebuah cafe. Celingukan ke kanan kiri. Memastikan ia berkunjung di tempat yang tepat.Masih sangat sepi, apa mungkin ia datang terlalu awal. Aisyah mengambil handphone dan menyalakannya. Men scroll layarnya perlahan.Tempatnya benar, sesuai dengan alamat yang Haikal bagi. Tapi kemana semua orang, kenapa masih begitu sepi, pikir Aisyah bingung."Apa yang sedang kamu lakukan?" Haikal yang baru datang menegur Aisyah. "Ayo masuk.""Iya, Pak," jawab Aisyah malas. "Bapak aja, baru sampai," gerutu Aisyah."Kamu bilang apa?" ucap Haikal sambil menutup pintu mobilnya, menenteng tas laptop di tangannya. "Bisa kamu ulangi.""Em, tidak. Tidak ada apa-apa." Aisyah menjawab cepat sambil merapikan diri.Aisyah mengekor di belakang Haikal yang sudah terlebih dahulu melangkah, masuk ke dalam cafe."Ini bukan akal-akalan, Bapak saja kan?""Akal-akalan untuk?""Untuk bertemu denganku?" jawab Aisyah lugu.Haikal menghentikan langkahnya. Memutar badannya dan
Aisyah tak menjawab pertanyaan ibunya. Dia masih memandang lekat cincin dalam genggamannya. Cincin yang beberapa hari lalu ia pilih. Saat mengantar Haikal mencari hadiah untuk ulang tahun ibunya."Ada yang kamu suka?""Meski ada yang aku suka, itu pun gak hari ini aku beli, Mas. Masih banyak yang lebih penting daripada perhiasan disini." "Aku hanya ingin, tahu seperti apa seleramu.""Ini." Aisyah menunjuk sebuah cincin yang dibalut dengan rose gold dan memiliki satu berlian di bagian tengahnya, yang didesain layaknya mahkota bunga."Aisyah, kamu yakin ini dari Haikal." Ibu Laila menyentuh pundak Aisyah, dan membuatnya terperanjat dari lamunannya.Aisyah mengangguk. "Ini cincin yang pernah aku pilih beberapa hari lalu. Saat itu Haikal bertanya desain cincin yang aku suka. Dia hanya menanyakan itu, itu yang aku ingat. Dia hanya membeli satu cincin sebagai hadiah untuk ibunya. Hanya itu yang aku ingat, Bu.""Simpan baik-baik, sebelum ada orang yang tahu. Tanyakan padanya apa maksud nya