Kevin menatap hampa langit-langit di meja kerjanya, ayahnya sendiri mengitil ke atas. “Kau ini kenapa?” cecarnya. “Sebenarnya apa yang terjadi? Katakan kepada ayah,” omel Aditya.“Akulah penyebabnya.” Pikiran Kevin melayang mengingat kejadian tersebut seakan beribu-ribu ucapan maaf tidak ada gunanya untuk melumpuhkan dinding tebal yang di ciptakan sendiri oleh Sandra.Aditya meringis, seakan belum menyadari ucapan anaknya sendiri. “Kau yang menyebabkan hal tersebut?” tebak Aditya.Kevin berdeham sekali lagi. “Aku tidak tahu apa yang salah, aku memang mencintainya ayah tapi yang sudah aku ceritakan bahwa dirinya belum bisa meneriman diriku,” aku Kevin.Aditya menggeleng-gelengkan nestapa. “Wanita memang tidak bisa kita duga.” Ayah Kevin mendesah. “Lihat aku. Aku sendiri saja tidak bisa berkata-kata tapi jika memang ada masalah katakan saja siapa tahu ayah bisa membantumu, lihat umurmu kau sudah seharusnya menikah,” oceh Aditya dengan sikap anaknya tersebut.Kevin teringat akan masa lal
Tania membunyikan mobilnya baik Sandra dan Tania masuk ke dalam mobil. Tania tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Sandra. “Kenapa kau terburu-buru?” ucap Tania yang menstarter mobilnya“Bukan masalah itu memang aku mendapatkan tawaran pekerjaan namun aku tidak tahu dari siapa. Aku memang mengirimkan secara random, tiba-tiba saja di kamar mandi aku menerima telepon tersebut,” cerita Sandra.“Lalu?”“Dia mengatakan kepadaku bahwa ia akan menginterview besok, aku benar-benar tidak tahu itu benar atau tidak, jadi aku minta tolong kepadamu, bisa?” tawar Sandra.“Sebagai apa?” cek Tania.“Dia menawarkan aku bekerja sebagai penjaga toko,” jawab Sandra.Tania menghela nafasnya. “Mudah-mudahan saja kau bisa bertahan,” ucap Tania. Tania mengendarai mobilnya kearah apartemen Sandra. Sementara itu Sandra menceritakan ketika menerima telepon di kamar mandi restaurant.Sandra juga menjelaskan bahwa mereka sedang butuh cepat. Tania yang mendengarnya berusaha untuk tenang. “Kita lihat saja besok,
“Arrggghhh!” teriak Heru dan Sandra secara bersamaan. Sandra lemas mendengar pamannya berteriak sekencang itu. “Kau ini. Darimana saja?” pekik Heru yang terkejut melihat keponakannya baru pulang.“Aku habis bersama dengan Tania,” selorohnya dengan segera.Heru terkejut dengan penampilan baru Sandra, ia melihatnya dari ujung rambut hingga ke ujung kakinya. “Kau berdandan?” ucapnya yang mencari tahu.Sandra salah tingkah dengan penampilannya tersebut, sebenarnya ia juga tidak ingin terlihat seperti ini di hadapan pamannya sendiri. “A…aku akan memperbaikinya,” ujar Sandra yang berusaha menghindari pamannya tersebut.Heru penasaran akan apa yang terjadi, ia mencegat Sandra. “Tunggu, ada apa hingga kau berdandan?” omel Heru.“Tidak ada apa-apa,” bohong Sandra.“Aku tidak akan memberitahu, katakan saja apa yang terjadi?” cecar Heru.Sandra mengesampingkan rambutny ke daun telinga, ia tidak bisa lagi untuk mengelak. “Aku ada panggilan interview besok,” ujarnya yang memberitahu.Heru yang men
Sandra yang terbangun melihat jam wekernya, ia terbangun masih cukup pagi dengan dugaan yang tak ia kira. Dirinya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya untuk bisa awas dari alam mimpinya sendiri.Dengan langkah gontai ia menuju kamar mandi, ia tahu bahwa hari itu merupakan hari bersejarah dirinya. Anita yang melihatnya berusaha menegurnya, ia juga sudah kesal dengan anak ‘tak tahu di untung’. “Kapan kau akan bekerja? Seenaknya saja menumpang di rumahku,” oceh Anita.Sandra mengigit bibirnya, ia kesal dengan perkataan yang di lemparkan bibinya tersebut. Sandra ingin membalasnya namun ia merasa hal tersebut tidak akan berguna, beruntungnya Heru keluar dari dalam kamarnya. “Kau masak apa?” cekal Heru kepada Anita.“Kau jangan mengalihkan perkataanku, aku hanya sedang berurusan dengan keponakanmu,” ejek Anita.“Sudahlah, Anita, jangan seperti itu,” ucap Heru.Anita mendengus kesal dengan ucapan suaminya tersebut, ia tidak menyangka dengan perkataan yang di utarakan suaminya sendiri. “Jadi, k
“Ka..kau!” teriak laki-laki tersebut.“Dy…Dylan?” cengang Sandra.Dylan laki-laki yang di sukai oleh kaum hawa, berparas lebih tinggi dari sebelumnya, Sandra sendiri terkejut bahwa ia akan bertemu lagi dengan Dylan yang dulunya hanya seperti anak kecil.Sandra berdecak kesal ia yang tidak ingin bertemu lagi dengan dirinya malah harus berhadapan dengan laki-laki yang tak tahu diri tersebut. Sandra melipat kedua tangannya, ia melenggang pergi meninggalkan Dylan.Dylan yang tak suka dengan sikap Sandra mengejarnya, ia menarik tangan Sandra dengan kasar. “Lepaskan,” tampik Sandra.Dylan memberengut dengan kesal, ia mengambil tas Sandra dengan kasar. Sikap Dylan yang kasar justru malah membuat Sandra semakin membencinya. Sandra merasakan tangan Dylan mencengkram dengan kuat. “Argh sakit,” erang Sandra.“Ikut aku,” pinta Dylan.“Aku tidak akan ikut denganmu! Aku mau pulang!” geram Sandra.Dylan yang tak suka dengan segera memaksa membawa masuk Sandra ke dalam mobil Mercedes Benznya tersebut
Kevin membawa tubuh lemas Sandra masuk ke dalam IGD. “Siapapun tolong aku!” pekik Kevin yang menahan dirinya sendiri supaya ia tidak menangis.Salah satu perawat mendekat. “Apa yang terjadi?” tanya perawat tersebut. Sementara Kevin membaringkan tubuh polos Sandra ke kasur yang kosong.Mata Kevin menatap perawat tersebut. “Telah terjadi kekerasan seksual kepada dirinya, aku yang menemukannya,” ucap Kevin“Kau yakin?” tanya perawat tersebut.“Aku yakin. Boleh aku bicara pribadi denganmu?” timbrung Kevin.“Si…silakan tapi kita harus memindahkan terlebih dahulu, jangan di sini kita ke tempat aman,” sambung perawat tersebut. Seorang dokter mendekati kepada mereka berdua, laki-laki itu kelihatannya masih muda.“Apa yang terjadi?”Perawat yang melihat dokter muda tersebut menggeser tirai pembatas hingga tidak ada yang melihat mereka. “Wanita ini mengalami kekerasan seksual, dok, apa yang harus saya lakukan?” jelas suster itu.Kedua mata dokter itu seakan hendak keluar dari rongga matanya sen
Kevin mengikuti polisi tersebut yang berjalan di depan ia sendiri , ia menaiki mobil van berwarna hitam. Beberapa orang melirik kepada dirinya berusaha mencari tahu apa yang terjadi. “Ada apa ini?” ucap salah satu pengunjung.“SudahlahMobil van hitam tersebut bergerak menuju ke kantor polisi terdekat dari pusat medis yang merawat Sandra. Dalam waktu dua puluh menit kemudian mereka tiba di kantor polisi, beberapa petugas kepolisian mendekat kearah bos mereka.Kevin turun di temani dengan beberapa petugas kepolisian yang menginterogasinya. Di ambang pintu, Kevin melihat teman satu sekolahnya. “Ke..Kevin?” sapanya.“Mike, kau bekerja di sini?” tanya ulang Kevin.Mike salah tingkah dia juga tidak menyangka bahwa akan bertemu kembali dengan Kevin. “Aah ya, aku bekerja di sini. Ada masalah apa?” ucap Mike.Atasan mereka mendekat kearah Mike. “Dia temanmu?”“Ya investigasi dia,” perintahnya yang memberitahu.“Ba..baik, pak,” jawab Mike. Mike mendekat kepada Kevin. “Ada apa denganmu? Apa ya
“Kau punya sopan santun apa tidak?” ejek Bram kepadanya. Bram mengambil dokumen yang sudah di dapatkan oleh Mike. “Sudah tahu aku sedang berbincang, kau bisa sabar atau tidak,” geram Bram kepada Mike.“Laporan ini bukan?” ejek Mike.Bram membuka laporan tahun 2009 tersebut, ia membacanya sekilas. “Ini dia,” kata Bram yang akhirnya mengetahui Kevin. “Garry, ini coba kau perhatikan. Dia ini laki-laki yang sama yang pernah datang 13 tahun yang lalu,” katanya yang menyerahkan dokumen itu.Garry membaca hasil penyidikan tersebut, ia membolak balik dokumen yang sudah menguning tersrebut. “Bagaimana ia bisa melakukan hal yang sama?” Wajahnya menunjukkan bahwa ia juga mengetahui bahwa ada yang ganjal.“Aku tak tahu tapi ini harus di selidiki lebih jauh,” ucap Bram.Mike hanya bisa mendengar ucapan mereka. “Apa yang harus aku lakukan, Capt?” tanya Mike yang terbengong dengan ucapan mereka berdua.Bram menendang tulang kering milik Mike. “Kau ini polisi! Jika kau melihat situasi yang seperti in
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya