Kevin membawa tubuh lemas Sandra masuk ke dalam IGD. “Siapapun tolong aku!” pekik Kevin yang menahan dirinya sendiri supaya ia tidak menangis.Salah satu perawat mendekat. “Apa yang terjadi?” tanya perawat tersebut. Sementara Kevin membaringkan tubuh polos Sandra ke kasur yang kosong.Mata Kevin menatap perawat tersebut. “Telah terjadi kekerasan seksual kepada dirinya, aku yang menemukannya,” ucap Kevin“Kau yakin?” tanya perawat tersebut.“Aku yakin. Boleh aku bicara pribadi denganmu?” timbrung Kevin.“Si…silakan tapi kita harus memindahkan terlebih dahulu, jangan di sini kita ke tempat aman,” sambung perawat tersebut. Seorang dokter mendekati kepada mereka berdua, laki-laki itu kelihatannya masih muda.“Apa yang terjadi?”Perawat yang melihat dokter muda tersebut menggeser tirai pembatas hingga tidak ada yang melihat mereka. “Wanita ini mengalami kekerasan seksual, dok, apa yang harus saya lakukan?” jelas suster itu.Kedua mata dokter itu seakan hendak keluar dari rongga matanya sen
Kevin mengikuti polisi tersebut yang berjalan di depan ia sendiri , ia menaiki mobil van berwarna hitam. Beberapa orang melirik kepada dirinya berusaha mencari tahu apa yang terjadi. “Ada apa ini?” ucap salah satu pengunjung.“SudahlahMobil van hitam tersebut bergerak menuju ke kantor polisi terdekat dari pusat medis yang merawat Sandra. Dalam waktu dua puluh menit kemudian mereka tiba di kantor polisi, beberapa petugas kepolisian mendekat kearah bos mereka.Kevin turun di temani dengan beberapa petugas kepolisian yang menginterogasinya. Di ambang pintu, Kevin melihat teman satu sekolahnya. “Ke..Kevin?” sapanya.“Mike, kau bekerja di sini?” tanya ulang Kevin.Mike salah tingkah dia juga tidak menyangka bahwa akan bertemu kembali dengan Kevin. “Aah ya, aku bekerja di sini. Ada masalah apa?” ucap Mike.Atasan mereka mendekat kearah Mike. “Dia temanmu?”“Ya investigasi dia,” perintahnya yang memberitahu.“Ba..baik, pak,” jawab Mike. Mike mendekat kepada Kevin. “Ada apa denganmu? Apa ya
“Kau punya sopan santun apa tidak?” ejek Bram kepadanya. Bram mengambil dokumen yang sudah di dapatkan oleh Mike. “Sudah tahu aku sedang berbincang, kau bisa sabar atau tidak,” geram Bram kepada Mike.“Laporan ini bukan?” ejek Mike.Bram membuka laporan tahun 2009 tersebut, ia membacanya sekilas. “Ini dia,” kata Bram yang akhirnya mengetahui Kevin. “Garry, ini coba kau perhatikan. Dia ini laki-laki yang sama yang pernah datang 13 tahun yang lalu,” katanya yang menyerahkan dokumen itu.Garry membaca hasil penyidikan tersebut, ia membolak balik dokumen yang sudah menguning tersrebut. “Bagaimana ia bisa melakukan hal yang sama?” Wajahnya menunjukkan bahwa ia juga mengetahui bahwa ada yang ganjal.“Aku tak tahu tapi ini harus di selidiki lebih jauh,” ucap Bram.Mike hanya bisa mendengar ucapan mereka. “Apa yang harus aku lakukan, Capt?” tanya Mike yang terbengong dengan ucapan mereka berdua.Bram menendang tulang kering milik Mike. “Kau ini polisi! Jika kau melihat situasi yang seperti in
Mike meninggalkan rumah sakit dengan segera mungkin, ia tidak percaya apa yang di dengarnya sendiri tanpa berbasa basi lagi Mike menuju lokasi dimana terjadinya pemerkosaan berlangsung pada waktu tersebut.Mike menyusul bersama dengan temannya, Edi yang ia pinta untuk ke studio tersebut. Sedangkan satu petugas lagi mengurus bagian dokumentasi di lokasi kejadian. Mobil Mike menderu di jalanan yang penuh dengan lalu lalang mobil.Mike segera sampai di studio tersebut. Di ambang pintu Studio, Edi berdiri dengan tatapan iba kepada Mike. “Terlambat,” ucapnya yang memberitahu.“Apanya yang terlambat? Aku tahu kau yang paling bisa menemukan hal yang tak terduga, pasti ada yang aneh bukan,” celetuk Mike yang sudah menduga bahwa hal itu memang di sengaja.“Ya aku menyadari sesuatu. Itu murni bukan hanya pemerkosaan saja, ada kekerasan pula.” Hati Mike mencelos mendengar ucapan temannya sendiri. “Apa yang akan kau lakukan, Mike?”“Aku akan memberitahu temanku.” Mike masuk ke dalam studio terse
“Kau ini benar-benar memalukan! Kalau mau makan jangan pakai uang suamiku, pakai uangmu!” teriak kesal Anita.“Dia belum bekerja, apa salahnya jika kita yang melakukannya untuk dirinya,” balas Heru.Napas Anita berburu melihat Sandra yang asyik menikmati makanan yang di belikan oleh Heru, ia menampar Sandra di depan Heru. “Jika kau mau makan bekerja, jangan seenaknya saja kau hanya menumpang tinggal di sini,” oceh Anita.Sandra sudah berusaha untuk menahannya, ia sudah menganggap bibinya sendiri keterlaluan. Sandra mendongak menghadapi ancaman bibinya sendiri. “Apakah bibi pernah berada di posisiku?” balas Sandra.Anita melihat dengan kesal kepada keponakannya tersebut. “Sejak kapan kau berani seperti ini?” oceh Anita.“Kalau bibi bisa menjadi seperti diriku, aku ajak supaya kita bisa bertukar posisi,” geram marah Sandra.Wajah Anita mengeras, ia mengepalkan kedua tangannya namun ia sendiri juga tidak bisa berkutik, ketika kata-kata tersebut menghantam kepada dirinya, Anita sadar bahw
Melihat kehadiran tamu di rumahnya membuat Diana, Ibu dari Tania terkejut. “Siapa mereka?” tanya Diana dengan ketus.Tania sudah tak bisa berkutik lagi, ia tahu bahwa setidaknya dengan membawa orang kerumah sudah menjadi ranah Ibunya. “Mereka temanku, mereka hanya akan bermain,” jawab Tania dengan tertunduk.“Yakin hanya dengan bermain?” tanya Diana dengan tampang galak.“Pasti.” Mendengar jawaban Tania membuat raut wajah Kevin dan Sandra berubah pupus sudah harapan mereka bisa membuat Tania untuk menampung Sandra sementara waktu. Tania memandang kepada mereka berdua yang seakan bukan jawaban itu.“Ibu, akan masuk dulu, jika sudah selesai kalian bisa pulang,” cetus dengan nada kesal. Diana melenggang masuk ke dalam rumahnya, sementara supirnya membunyikan klakson beberapa kali.Kevin, Sandra dan Tania mau tidak mau harus mundur terlebih dahulu untuk membiarkan mobil bermeres Alphard tersebut masuk ke dalam rumah bergaya klasik tersebut. Tania menyikut Sandra. “Kenapa ke sini?” sergah
Sandra pernah ingat bahwa ayahnya memiliki teman masa kecil hingga sekarang. “Sa…Sandra? Kau anak Sandra anaknya Thoni?” celetuk Agus yang menahan rasa rindunya.“Paman!” teriak Sandra senang, air matanya membuncah membasahi pipi Sandra. Sandra berlari masuk ke dalam, ia memeluknya di depan para karyawan perusahaan tersebut. “Aku merindukan paman,” ucap Sandra.Agus memeluk Sandra, anak sahabatnya sendiri. “Kau kemana saja selama ini? Aku mencarimu, bagaimana keadaanmu setelah ayahmu tiada?” rasa rindu membuncah Agus.Beberapa petinggi lainnya juga terkejut bahwa selama ini Agus berusaha mencari Sandra yang berada di depan mereka. Terutama Kevin tidak percaya, bahwa Sandra merupakan anak sahabat dari Agus sendiri.Bibir Sandra bergetar ia tak menyangka bahwa ia akhirnya bertemu kembali dengan teman ayahnya yang merupakan ayah baptisnya sendiri. “Nanti saja aku ceritakan.” Sandra menghapus air matanya sendiri.“Duduklah,” pinta Agus. Sandra duduk atas permintaan pamannya sendiri, ia b
Mobil Agus perlahan sudah hendak sampai di daerah kawasan, ia sendiri juga sebenarnya tidak tahu dimana Kevin tinggal namun ia berharap Kevin bisa memberikan alamat rumahnya. “Rumahmu dimana?” Agus mempertanyakan rumah Kevin.“Tak jauh dari sini nanti belok ke kiri,” ucap Kevin yang mengarahkan jalan kepada supir Agus.Supir Agus yang mendengarnya melajukan mobilnya kearah kawasan rumah elite, melihat kawasan tersebut Agus sudah bisa menduga bahwa setidaknya Kevin merupakan anak yang bisa di percaya. “Kau mau turun dimana?” tanya Agus kepada Kevin.“Di depan saja, aku akan jalan kaki,” jawab Kevin.Agus merasa tak enak akan jawaban dari permintaannya tersebut, di dalam hatinya jelas ia ingin menolongnya lagi. “Kau tak masalah?” tanya ulang Agus. “Ya aku tak masalah, aku sudah biasa,” sahut Kevin.“Maaf merepotkan dirimu,” kata Agus meminta maaf.Kevin terdiam sejenak, ia juga ingin mengetahui keberadaan motornya sendiri. “Maaf, tapi bagaimana dengan motorku? Apa Pak Tan tahu rumahk
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya