Hari ini Hanin dibuat sibuk membantu Anggun mendekor ruang tamu untuk acara ulang tahun Arsilla. Ia begitu bersemangat mempersiapkan segala sesuatunya untuk sang putri. Bahkan Hanin sudah menyiapkan kado yang ia beli kemarin dari toko mainan. Beruntung Tita mau memberinya pinjaman hingga Hanin bisa membelikan sesuatu untuk Arsilla di hari istimewanya.
"Nin, tolong buatkan dua gelas jus untuk Pak Adam juga Bu Anggun. Mereka ada di ruang keluarga," titah Ratih menghampiri Hanin yang tengah mencuci sayuran yang akan dimasak untuk makan malam."Iya, Mbak, nanti saya buatkan."Ratih kembali ke ruang tamu menemani Arsilla yang tengah mencoba meniup balon yang tersedia di sana.Hanin pun bergegas membuatkan jus untuk sang majikan yang pasti kelelahan setelah menyulap ruang tamu menjadi bak istana dongeng seperti keinginan Arsilla.Setelah selesai, Hanin bergegas menuju ruang keluarga, tetapi langkahnya terhenti saat melihat dua orang yang sedang"Adam? Sejak kapan kamu berada di sana, Nak?"Lestari begitu gugup, pun dengan Hanin yang segera bergeser menjauhi mantan mertuanya. Tatapan Adam begitu tajam, menelisik dua wanita itu sampai mereka merasa dikuliti."Apa maksud ucapan Mama tadi? Kenapa Mama harus minta maaf sama dia?" tunjuk Adam dengan dagunya ke arah Hanin."Mama tadi enggak sengaja nabrak dia, jadi Mama minta maaf." Lestari berusaha menjelaskan meskipun ia ragu Adam akan mempercayainya."Cuma karena nabrak, terus minta maaf sampai harus pelukan begitu? Bahkan Mama sampai nangis. Benar-benar enggak masuk akal," timpal Adam seraya menggelengkan kepalanya."Mama nangis karena kaget melihat Hanin bisa berada di sini. Sudah lama Mama enggak bertemu sama dia."Adam tertawa sumbang mendengar penjelasan sang Mama. "Aku enggak habis pikir. Mama tahu, 'kan siapa dia? Mama tahu, 'kan apa yang sudah dia lakukan empat tahun lalu? Tapi dari dulu sampai sekarang, aku lihat M
"Mbak Hanin, saya bisa minta tolong?"Hanin yang sedang membereskan barang belanjaan, dikejutkan oleh Ratih yang terlihat sangat cemas. Wanita itu sudah berpakaian rapi seperti akan bepergian."Minta tolong apa, Mbak?""Tolong jaga Silla, Dia sekarang ada di kamarnya. Saya harus segera pulang kampung, Ibu jatuh di kamar mandi dan dilarikan ke rumah sakit," terang Ratih dengan gelisah. Wanita itu mendengar kabar dari saudaranya yang menelepon tadi pagi saat di sekolah."Iya, Mbak. Enggak usah khawatir, saya akan menjaga Silla. Tapi apa Pak Adam tahu kalau Mbak Ratih mau pulang kampung?""Sudah, tadi saya sudah menghubungi Pak Adam dan beliau mengizinkan," jawabnya seraya mengambil ponsel dari dalam tas yang sudah ia bawa."Bisa sebutkan nomor Mbak Hanin? Nanti aku kirim nomor ponsel Pak Adam agar Mbak bisa menghubunginya kalau terjadi sesuatu pada Silla.""Bisa, Mbak." Hanin pun mengambil ponselnya di meja, kemu
"P-pak Adam? Anda di sini?"Hanin terperanjat. Gegas ia bangun dari ranjang Arsilla, setelah melepas pelukannya pada tubuh sang putri. Beruntung Silla tidak terganggu dan masih tetap terlelap. Hanin memperbaiki penampilannya yang berantakan, lalu berdiri menghadap Adam dengan kepala yang menunduk."Jawab aku Hanin! Apa maksud ucapan kamu tadi?" Adam kembali mengulang pertanyaan."Ucapan yang mana, Pak?""Jangan berkilah. Sudah lama aku berada di kamar mandi dan cukup jelas mendengar semua yang kamu katakan tadi. Cepat jawab pertanyaanku, Hanin!"Hanin bergeming. Entah alasan apa yang akan ia berikan kepada Adam jika kenyataannya pria itu sudah mendengar apa yang ia ucapkan. Namun, untuk berkata jujur pun lebih tidak mungkin. Ada janji yang harus ia tepati pada seseorang."Hanin Ayuningtyas! Kamu dengar aku bicara, bukan? Kenapa diam saja?" Adam mulai hilang kesabaran. Tubuh tingginya mendekati Hanin, mengikis jarak di antara mere
"Wah, Silla lagi sarapan?"Arsilla dan Hanin menoleh ke arah Anggun yang langsung menghampiri mereka. Keduanya memasang senyum untuk calon istri Adam yang baru datang."Mama Anggun!" Pekik Arsilla dengan riang."Maaf ya, Sayang. Kemarin Mama enggak bisa ngantar Silla sekolah. Ada urusan keluarga," ujar Anggun seraya duduk di kursi sebelah Arsilla."Enggak papa, Ma. Silla diantar sama Mbak Ratih," sahut bocah kecil yang sudah menyelesaikan sarapannya."Hai, Mbak Hanin. Gimana kerja di sini, betah?" Anggun beralih pada Hanin yang sedang membereskan bekas makan Arsilla. "Alhamdullillah betah, Mbak. Terima kasih Mbak Anggun sudah memberi saya kesempatan untuk kerja di sini.""Sama-sama. Saya hanya ingin berterima kasih karena Mbak Hanin sudah menyelamatkan saya waktu itu." "Hanya kebetulan itu, Mbak. Beruntung saya sedang ada di sana," tutur Hanin dengan senyuman, sedangkan Anggun menautkan alis ketika ia teringat
"Ternyata kalian masih berhubungan." Adam berjalan mendekati Hanin yang masih mematung karena terlalu kaget, juga Bram yang tak kalah terkejut. Mereka sama-sama tidak menyangka akan bertemu dengan Adam di sini di saat keduanya tengah terlibat pembicaraan."Semalam aku sempat berpikir kalau aku mungkin saja salah. Kamu tidak pernah berselingkuh dan kalian hanya pura-pura. Ternyata lagi-lagi aku dibodohi. Kalian masih berhubungan sampai sekarang." Adam mengepalkan tangan. Ia hampir saja mengumpat karena hampir saja tertipu oleh mantan istrinya itu."Kamu salah paham, Dam. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan." Bram mencoba menjelaskan, tetapi Hanin memberi isyarat agar dia diam saja."Salah paham? Kalian pikir aku bodoh? Sudah dua kali aku memergoki kalian. Meskipun saat ini tidak seintim seperti empat tahun yang lalu, tapi aku yakin kalian masih berhubungan selama ini. Hampir saja aku dibodohi dengan tampang lugu kamu, Hanin. Seharusnya aku tahu kalau seora
"Kenapa Mama menyembunyikan hal besar seperti ini dariku?"Lestari dan Anggun begitu terkejut saat tiba-tiba saja suara Adam terdengar dari arah pintu masuk. Wajah keduanya berubah pucat, tidak menyangka Adam akan mendengar semua yang mereka bicarakan. Wajah pria itu terlihat memerah dengan rahang yang mengeras, pertanda sedang menahan amarah yang entah ditujukan untuk siapa."A-adam? Sejak kapan kamu berada di situ, Nak?""Sejak kalian membicarakan tentang Hanin. Katakan, Ma, kenapa Mama tega menyembunyikan hal besar seperti ini pada Adam?""Dam, duduk dulu, Nak. Nanti Mama jelaskan," pinta Lestari seraya berdiri menghampiri putranya. "Ayok duduk." Tangannya memegang lengan Adam untuk diajak duduk.Adam menurut. Meskipun rasa kesal dan marah masih bergelayut, ia coba menahannya demi mendengar penjelasan dari mamanya."Sekarang katakan," ucapnya penuh penekanan.Lestari menarik napas panjang sebelum mulai berbi
"Ayah!" Arsilla berlari menuju sang Ayah yang menunggu di pinggir mobil. Gadis kecil itu menyalami tangan Adam yang langsung berjongkok di depannya. Arsilla merasa heran karena biasanya Anggun yang akan menjemput, bukan sang Ayah."Mama Anggun sedang ada urusan, makanya Ayah yang jemput Silla." Adam yang mengerti kebingungan sang putri segera menjelaskan.Arsilla mengangguk tanda mengerti. Adam menggiring sang putri memasuki mobil, lalu ia memutar menuju kursi kemudi."Kita enggak pulang ke rumah dulu ya, Sayang. Di sana enggak ada siapa-siapa, Mbak Ratih baru kembali besok," ujar Adam setelah melajukan mobil meninggalkan sekolah Arsilla."Kan di rumah ada Tante Hanin, Ayah."Adam menoleh ke arah sang putri sebentar. Tangannya terulur mengusap rambut Arsilla penuh sayang. "Tante Hanin juga enggak ada di rumah. Ini kita mau cari dia.""Kok dicari? Memangnya Tante Hanin hilang?""Bukan begitu." Adam ter
"Anda mengancam saya?" Rahang Adam mengeras. Andai pria ini bukan orang yang sudah banyak berjasa pada keluarganya, ingin sekali ia menghajar Baskara sekarang juga."Bukan mengancam, lebih tepatnya memberi peringatan. Kalau tidak ada bantuan dana dariku, sekarang rumah sakit milik keluarga kamu pasti sudah bangkrut. Apa salahnya sih, kamu membalas budi dengan menikahi Anggun? Lagi pula, jika dilihat dari segi apa pun, Anggun jauh lebih baik dari mantan istri kamu." Baskara berujar santai sembari duduk kembali. Tangannya ia lipat di depan dada, menunggu respon Adam berikutnya."Bagi saya Hanin tetap yang terbaik. Meskipun dia tidak dilahirkan dari keluarga yang terhormat, tetapi kebaikan hatinya jelas memperlihatkan kalau dia wanita mulya.""Jadi kamu menganggap putriku itu hina?!"Baskara berdiri seraya menggebrak meja. Tangannya terkepal, siap untuk dilayangkan ke wajah Adam."Saya tidak berkata seperti itu. Saya hanya ingin mengingatkan
Bunyi tembakan yang memekakan telinga membuat Hanin menjerit histeris dan menutup mata. Ia tidak sanggup kalau harus menyaksikan tubuh Adam yang terkena hantaman timah panas. Namun, Hanin merasa aneh karena Adam sama sekali tidak berteriak kesakitan. Pria itu justru makin mengeratkan pelukan pada tubuhnya."Cepat bawa dia ke mobil!"Suara asing yang terdengar, memaksa Hanin untuk membuka mata. Ia terhenyak saat melihat tiga orang polisi memapah tubuh Baskara yang berjalan pincang. Rupanya bukan Adam yang terkena tembakan, melainkan pria paruh baya itu."Mas gak papa?" tanya Hanin sambil memeriksa seluruh tubuh Adam."Mas baik-baik saja. Beruntung tadi sebelum ke sini Mas sempat menghubungi polisi dan akhirnya mereka datang tepat waktu. Kamu juga baik-baik saja kan? Mereka tidak sempat menyakiti kamu?""Aku juga baik-baik saja, Mas.""Syukurlah." Adam bernapas lega. "Sekarang kita pulang. Kasihan Silla yang menanyakan kamu terus."Hanin mengangguk setuju. Rasa lega dirasakan keduanya k
Adam menjemput Arsilla yang ternyata sudah menunggu di depan gerbang bersama seorang satpam. Ia buru-buru menghampiri sang putri yang sepertinya sudah sangat kesal karena terlalu lama menunggu. Setelah mengucapkan terima kasih kepada satpam tersebut, Adam membawa Arsilla ke restoran tempat Tita bekerja untuk menanyakan perihal Hanin. Namun sayang, jawaban dari Tita membuat Adam kecewa. Tita sama sekali tidak tahu di mana Hanin. Adam makin cemas karena tidak tahu lagi harus ke mana lagi mencari sang mantan istri."Bunda ke mana, Yah? Kok gak jemput Silla?" tanya Arsilla ketika mereka dalam perjalanan ke rumah. "Bunda ada urusan sebentar. Makanya tadi dia nelepon ayah buat jemput kamu," jawab Adam terpaksa berbohong.Silla tidak lagi bertanya dan hal itu membuat Adam sedikit lega. Setelah mengantar putrinya pulang ke rumah, Adam kembali pergi untuk mencari keberadaan Hanin. Setiap ruas jalan ia susuri, pun ke kontrakan yang dulu ditempati sang mantan istri. Akan tetapi hasilnya tetap
Adam bergerak gelisah. Entah mengapa hatinya dirundung cemas semenjak Hanin dan Arsilla meninggalkan rumah. Ditambah, Sudah jam dua belas siang dan mereka belum kembali dari sekolah. Adam berulang kali mencoba menghubungi Hanin, tetapi ponsel mantan istrinya tidak aktif. Tidak biasanya Hanin seperti ini. Tidak mungkin jika hanya karena merasa kecewa padanya, Hanin sampai menonaktifkan ponselnya."Kamu kenapa, Dam? Sepertinya sedang gelisah?" Lestari muncul menghampiri sang Putra yang mondar mandir di ruang tamu."Sudah jam dua belas dan Hanin juga Silla belum pulang, Ma. Ponsel Hanin juga tidak aktif. Adam mengkhawatirkan mereka," jawabnya sembari terus mengotak-atik ponsel, berharap nomor Hanin telah aktif."Mungkin Hanin mengajak Silla ke suatu tempat dulu.""Enggak mungkin. Kalau pun iya, Hanin pasti minta izin dulu sama kita," ujar Adam sambil menghempaskan bobot tubuhnya di sofa.Lestari setuju dengan apa yang diucapkan putranya. Hanin memang biasanya meminta izin terlebih dahulu
Hanin sudah selesai memasak untuk sarapan. Setelah menata makanan di meja makan, ibu dari Arsilla itu bergegas ke kamar sang putri untuk membangunkannya."Putri Bunda sudah bangun. Langsung mandi ya, Nak. Bunda tunggu di ruang makan, kita sarapan sama-sama.""Oke, Bunda!" Arsilla mengacungkan kedua jempol tangan sebelum memasuki kamar mandi. Hanin tersenyum geli melihat tingkah polah sang putri.Saat kembali ke meja makan, Hanin sempat berhenti melangkah ketika melihat Adam sudah duduk di sana. "Silla belum bangun?" tanya Adam saat melihat Hanin hanya berdiri tak jauh dari tempatnya duduk."Sudah. Sekarang lagi mandi.""Kalau Mama?""Mungkin sebentar lagi ke sini."Hanin hanya menjawab singkat setiap pertanyaan yang Adam lontarkan. Adam sendiri memahami perasaan Hanin yang mungkin masih kecewa karena perkataannya kemarin. Tak lama kemudian, Lestari datang sambil tersenyum melihat putra dan mantan menantunya sudah terlebih dahulu berada di sana."Belum dimulai sarapannya? Maaf ya, Mam
Baskara terkejut ketika mendengar teriakan Rima yang berasal dari ruang rawat putrinya. Bergegas ia masuk untuk mengetahui apa yang terjadi. Matanya terbelalak ketika melihat sang istri yang sedang mengguncang bahu Anggun yang sama sekali tidak bergerak."Ada apa ini?" Baskara bertanya dengan suara gemetar. Perasaannya dilanda was-was, takut terjadi sesuatu yang buruk pada putrinya."Anggun, Pa. Putri kita gak mau bangun. Mama sudah mencoba membangunkan dia Anggun diam saja," terang Rima sambil tergugu di samping tubuh sang putri."Kenapa tidak panggil Dokter?" Baskara bergegas melakukannya. Ia memanggil Dokter dengan sedikit berteriak karena panik."Bapak dan Ibu tenang dulu. Biar saya memeriksa kondisinya," ucap Dokter yang baru saja tiba di ruangan. Baskara dan Rima sedikit menyingkir untuk memberi ruang. Raut ketakutan sangat kentara terlihat dari wajah kedua orang tua Anggun."Bagaimana kondisi putri saya, Dok?"Dokter muda bername tag Randy menghela napas sambil menggelengkan k
"Jangan coba-coba kabur, Adam!"Adam menghentikan langkah, begitu pun dengan Hanin dan Lestari. Mereka berbalik menghadap ke arah Baskara yang sudah naik pitam. Adam meninggalkan acara ijab qobul begitu saja dan Baskara tidak terima."Mau ke mana? Kalian mau coba-coba lari dan mengingkari janji?" tanya Baskara sambil menyeringai. "Kalau iya memangya kenapa?" tantang Lestari tanpa rasa takut."Nyonya Lestari, putra Anda sudah berjanji akan menikahi putri saya. Anda jangan ikut campur dengan mempengaruhi Adam agar membatalkan janjinya. Seharusnya Anda tahu bagi seorang laki-laki, yang dipegang adalah janji yang kami ucapkan. Apa Anda mau mengajarkan putra Anda untuk menjadi seorang pengecut?""Saya tidak pernah mengajarkan putra saya untuk menjadi seorang pengecut!" tukas Lestari dengan geram. "Justru Anda yang telah memaksa agar putra saya mau menuruti keinginan Anggun. Dengan dalih umurnya tidak akan lama lagi, hal itu Anda jadikan senja
Lestari begitu terkejut saat mendapati Hanin sudah berdiri di depan pintu. Arsilla terlelap dalam gendongan wanita itu, sama sekali tidak terganggu saat Hanin membawanya naik angkutan umum."Lho, Hanin? Kamu bersama Arsilla saja? Adam di mana?" cecar Lestari saat melihat Hanin yang berdiri dengan mata yang terlihat sembab. Wanita paruh baya itu merasa heran karena Adam tidak ikut serta bersama mantan istrinya."Mas Adam masih di rumah sakit, Ma. Dia--"Hanin tidak mampu meneruskan ucapan. Wanita itu terlalu sakit jika harus membayangkan saat ini Adam sudah resmi menjadi suami Anggun. Memang, Hanin memilih pergi dari rumah sakit. Ia tidak kuat jika harus menyaksikan Adam mengikrarkan janji suci untuk wanita lain. "Kenapa, Nak? Apa yang sebenarnya terjadi?" desak Lestari."Mads Adam. Dia ... dia akan menikahi Anggun.""A-apa?" Lestari menutup mulut karena terkejut. Tidak percaya akan apa yang dia dengar barusan. Bagaimana bisa Ada
Hanin keluar dari ruang rawat Anggun sambil membawa Arsilla yang terlelap dalam gendongannya. Ia memilih duduk di kursi tunggu yang tidak jauh dari ruangan tempat Anggun dirawat. Hanin ingin menetralkan dadanya yang kian sesak. Bohong jika Hanin benar-benar ikhlas Adam menikahi Anggun. Namun, ia tidak ingin bersikap egois dengan mengabaikan permintaan seseorang yang sedang berada di ujung maut. Ah, memangnya kapan ia bersikap egois? Bahkan dulu saja Hanin bersedia mengalah dan pergi demi keluarga Adam. Seharusnya tidak masalah jika kali ini ia mengalah sekali lagi, bukan? Namun, kenapa hatinya terasa berat untuk ikhlas? Kenapa takdir selalu saja tidak berpihak padanya? Di saat Adam mengetahui yang sebenarnya, kini datang masalah baru yang mengharuskan Hanin berkorban sekali lagi. Andai saja diperbolehkan, Hanin ingin pergi saja membawa Arsilla. Tak apa jika memang dia dan Adam sudah tak berjodoh. Asalkan selalu bersama sang putri, Hanin sudah sangat merasa senang.
Pukul sepuluh pagi, Adam sampai di rumah sakit bersama Hanin dan juga Arsilla. Adam sengaja membawa putrinya yang mungkin saja bisa membuat kondisi Anggun akan lebih baik. Ia sangat tahu jika Anggun begitu menyayangi Arsilla, pun sebaliknya. Putrinya itu sudah menganggap Anggun seperti ibunya sendiri.Tiba di depan ruang inap VVIP, Adam langsung disambut oleh Baskara dan istrinya. Raut kelegaan terpancar dari wajah keduanya saat mengetahui ternyata Adam tidak mengingkari janji untuk datang."Terima kasih, Nak Adam. Setelah apa yang keluarga kami perbuat, Nak Adam masih sudi untuk berbaik hati menjenguk Anggun," ujar Rima disertai senyum haru. Sesungguhnya ia malu pada Adam dan juga Hanin yang harus mengalami perpisahan karena ulah suami dan putrinya."Sama-sama. Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Adam seraya mendekat ke ranjang tempat Anggun berbaring, kemudian berdiri di sampingnya."Masih belum sadarkan diri," jawab Rima sembari menyusut air