Gelap, dingin, dan basah.Tidak ada yang namanya ketenangan! Iveryne terbangun karena suara gedebuk beberapa kali di sekitar. Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah cairan kental dan potongan sebesar Archer, berwarna kuning pucat, dan menggeliat.Sinocallipus! Iveryne ingat, dia sempat membicarakan binatang ini tadi pada Reiger, sebelum tidur. Tapi dia tidak sungguh-sungguh ingin bertemu mereka dalam waktu dekat. Terlebih panjangnya sampai satu meter lebih! Kuning pucat dan antena coklat panjang.Puluhan sinocallipus merayap di langit-langit. Reiger di sisi lain membunuh dua sampai tiga dalam satu layangan pedang. Sabetannya tidak perlu diragukan, dan cairan kental memercik hebat.Sabetan semerah api melayang di udara. Hellfire tidak main-main, dan beberapa waktu ini, pedang itu selalu bercahaya.Yang membuatnya hampir memekik adalah, pakaiannya, kaos itu juga terkena lendir menjijikkan! Atau mungkin, darah. Darah berjenis lendir milik sinocallipus. Iveryne menarik Aelt
Keduanya melanjutkan perjalanan. Tidak ada salah satu pun yang sedia mengalah untuk sekedar beristirahat. Setelah merasa tubuh dan isi ransel kering, lalu menyempatkan diri mengisi perut dengan makan makanan kalengan, mereka langsung menghilangkan jejak.Tidak ada perbedaan antara siang dan malam. “Yakin tidak ingin istirahat?” Onyx kelabu di depannya mengarah tidak yakin pada kaki kanan yang di balut kain. Namun Iveryne salah mengartikan kalau pria itu tengah mengejeknya.“Jika aku tidak bisa menahan luka sekecil ini, aku akan menyerah sejak awal,” balasnya sinis. Mereka menuju sisi lain, mengikuti sulur hitam yang menjalar memanjang pada dinding Gua.Reiger memegang kayu yang dijadikannya obor, ransel hitamnya tergantung di bahu kanannya. Dia mengerti kalau Iveryne sempat merindukan Archer. Dia sering menangkap basah gadis itu diam-diam tengah memandangi kaleng biji-bijian makanan Archer.“Calix mungkin ceroboh, tapi tentang bertahan hidup, tidak perlu dikhawatirkan. Valdez dan Cam
Entah undakan yang keberapa kali mereka naiki. Sejauh ini, tidak ada yang salah, keseluruhan lorong Gua yang mereka lalui terbilang aman, setelah keduanya sepakat untuk mengikuti jalan yang memiliki taburan kristal bulan pada celah-celah sepanjang dinding.“Entah hari keberapa ini.” Kesekian kalinya, helaan nafas lelah Iveryne mengudara. “Apakah kamu yakin ini jalan yang benar?”“Kamu meragukannya, eh?” “Kita terus berjalan maju, bagaimana kamu tahu ini arah yang benar? Bagaimana kalau kita hanya berputar-putar di tempat yang sama?” Dia bertanya, pasalnya, jalan yang mereka lalui terlihat sama, ada penanda taburan cahaya seindah bintang langit malam.Tanpa menjawab, Reiger menarik tali yang melingkar di lehernya. Iveryne membeliakkan mata tak percaya setelahnya. “Kamu yang memberikannya.” Alis Reiger berkerut tipis, bukan pertanda heran maupun penasaran, tapi sebuah ledekan!Kompas dan arloji berada dalam satu tali yang sama. Iveryne ingat ini, bagaimana dia bisa lupa! Dirinya sendi
Bayang-bayang mimpi berputar jelas dalam kepalanya. Mimpi yang terasa nyata, seakan-akan dia ikut andil di dalamnya. Mimpi yang masih segar dalam otaknya seolah dia baru bangun dari tidurnya setelah mimpi itu. Tapi nyatanya, itu kemarin.Iveryne mendadak jadi pribadi yang pendiam. Reiger kerap kali memergokinya tengah melamun. Bahkan ketika mereka sudah mulai memakai obor, karena kristal bulan di dinding makin memudar seiring bertambahnya langkah perjalanan yang mereka berdua ambil.Gadis itu nampaknya lebih memikirkan tentang mimpi daripada keselamatan mereka dalam Gua, seperti hari-hari lalu. “Katakan padaku jika sesuatu mengganggumu.” Iveryne mendongak setelah memasang telinganya kembali, pria ini baru saja mengajaknya bicara kembali? Pada akhirnya?“Tidak ada. Fokus saja pada jalan kita,” tambahnya.“Kamu yang tidak fokus.” Obor di tangan Reiger adalah satu-satunya penambah penerangan. Tidak ada lagi kristal bulan, tapi sisi anehnya adalah, Iveryne nampak tidak terlalu memperdu
Sesak dan ketat. Iveryne bergerak gelisah, matanya hanya terbuka sebelah. Di manapun dia sekarang, ini adalah tempat terburuk. Dia merasa terbungkus erat. Matanya terasa berat saat mengerjap beberapa kali. Ribuan benang-benang sutra tipis menutupi seluruh tubuhnya dari ujung kuku sampai ujung rambut. Saat dia menggoyangkan kaki, seluruh tubuhnya ikut bergerak ke sana kemari, menandakan bahwa posisinya sedang tergantung. Reiger ada di sisi lain. Lucu sekali rasanya Iveryne bisa mengenali pria itu lewat topeng setengah wajahnya. Iveryne menghela nafas susah payah dari sela-sela benang yang membungkusnya, lalu menggoyangkan tubuhnya. Mengerahkan tenaga banyak tetap tidak cukup untuk menyenggol bungkusan tubuh Reiger. Iveryne mengayukan tubuhnya sejauh yang dia bisa, tapi Reiger masih belum bangun, bahkan ketika senggolan Iveryne seperti akan membuatnya jatuh dalam waktu dekat. "Reiger!" serunya, setengah berbisik. Puluhan kantung-kantung yang melekat pada gabungan benang-benang t
“Jangan lakukan ini, jangan lakukan itu. Baiklah, lain kali aku akan menonton aksimu sambil mengisi perut.” Hentakan kecil kakinya bergerak tidak sabar, gadis itu melirik tidak senang. Sementara Reiger berperang dengan batas kesabarannya.Gadis ini bukan tidak paham maksudnya, tapi memilih untuk tidak memahami. Dia ingin bertarung, dan membuktikan dirinya pantas untuk menjadi Ksatria Aregorn, tapi ini bukan waktu yang tepat.Tapi tidakkah dia pernah belajar bahwa perjalanan mereka ini bukan bagian dari latihan! Terpeleset sedikit saja, mungkin mereka berdua akan muncul di sisi lain dunia. Bernafas salah tempat pun bisa memindahkan jiwa mereka. Permukaan Hutan dipenuhi ilusi dan sihir hitam. Dan tempat mereka berpijak sekarang dikerumuni lusinan lebih spesies monster terinfeksi. Jelas sekali jika dia menjadikan Gua itu sebagai tempat latihan, yang tersisa darinya hanya nama. Dan Reiger, sialnya terjebak dalam tanggung jawab ini. “Berjalan perlahan atau kamu ingin menjadi kudapan?”
“Bagaimana bisa … Aelther? Apa yang terjadi?” Sebetulnya Iveryne ingin berteriak di depan wajahnya.‘Kenapa kamu menciumku!’ Tapi mengingat dia baru saja memakai Aelther, dia mengurungkan niat. Darah Reiger berdampak besar pada pedang perak itu, dan sekarang, dia tengah mengobati telapak tangan Reiger, membasuhnya, kemudian membalutnya dengan kain yang tersisa.“Kamu ingin bertanya tentang ciuman itu, bukan?” Reiger memainkan alisnya sembari memandang wajah Iveryne, namun gadis itu menggeleng singkat dengan wajah biasa. “Itu hanya satu ciuman, tidak ada artinya.” Reiger memberi pertanyaan lewat pancaran onyx kelabu. “Satu ciuman bisa tidak disengaja, ciuman kedua mungkin kebetulan. Dan ciuman ketiga … ” Ada jeda panjang, dan dia memilih tidak melanjutkan. “Dan … ciuman ketiga? Apa?” Iveryne benar-benar malu membahasnya, tidakkah pria ini mengerti bahwa dia sedang mencoba melupakannya! Hidungnya memerah tanpa sadar. Iveryne pura-pura bersin, meski itu tidak sepenuhnya berhasil, ka
“Kita tidak bisa mempercayainya begitu saja. Ini bisa jadi jebakan.” Reiger berkata, duduk di sisi lain sembari mengasah pedang. Hutan ini penuh dengan ilusi, mereka bahkan tidak seharusnya mempercayai apapun. Pendengaran maupun penglihatan. Tapi Iveryne adalah gadis tujuh belas tahun yang hampir mempercayai semuanya, tidak pernah dia melihat keraguan dalam biru cemerlang itu, sebaliknya, ada binar antusias ketika menemukan hal baru. “Coba jelaskan tentang cerita yang kamu maksud.” Iveryne meluruskan kakinya, dia berbaring dengan meletakkan kepala di atas ransel kulit, memandang langit-langit yang diisi oleh gemerlap bintang dan cahaya bulan, garis-garis seperti komet berada di sepanjang langkah ketika kuda perak melesat. Tidak ada obor atau pencahayaan lain. Setelah berhari-hari terkurung dalam Gua. Ini adalah penerangan terbaik. Lebih terang dan bercahaya dibandingkan masuk dalam ruangan penuh kristal bulan. Meski begitu, cahaya bulan secara langsung tidak ada bandingannya, apa
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Dalam kegelapan dingin penjara yang menyedihkan, Calix, Wilder, dan Heros duduk bersama di sudut sel, wajah mereka penuh dengan ekspresi kekecewaan dan kebingungan.“Kita sudah berada di sini berjam-jam, tapi tidak ada tanda-tanda pembebasan,” keluh Wilder dengan nada frustrasi, matanya menatap ke langit-langit yang tidak terlihat.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Calix sambil menggerutu kesal. “Aku mulai merasa seperti ini adalah akhir dari segalanya.”Heros hanya menggelengkan kepala dengan lesu. “Aku tidak tahu lagi. Semua rencana kita gagal. Kita terjebak di sini tanpa harapan.”“Kita harus tetap tenang dan bersabar,” kata Calix, mencoba menenangkan teman-temannya meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan. “Pasti ada jalan keluar. Kita hanya perlu mencari.”“Iveryne pasti dengan merindukanku,” tambah Wilder.Calix mencibir. “Pftt! Alih-alih merindukanmu, kurasa dia sedang mengkhawatirkan Reiger.” Heros, yang terus berada di sudut sambil menelungkupkan kepala di atas lipa
Ketegangan memenuhi aula. Iveryne berusaha menenangkan diri sendiri sementara tangannya bergerak gelisah dalam lengan baju kain yang panjang. Itu adalah suara Eldarion, pamannya.Iveryne segera merasa ada yang tidak beres, bahwa pamannya ini sengaja menyudutkan dirinya karena liontin mutiara di lehernya. Thalorin memandang ke arah Iveryne, tapi tetap diam. Meski dia tidak memiliki hubungan yang cukup erat dan baru bertemu dengan kakeknya, Iveryne langsung mengerti, kedudukan kakeknya penting. Penting untuk membantunya menghadapi pamannya.Iveryne menatap tidak nyaman pada pamannya. “Tidak ada kebenaran dalam tuduhan itu, Kakek. Saya tidak pernah bersekongkol dengan para Siren atau siapapun yang merugikan bangsa Elf.”Eldarion tertawa sinis. “Ah, tentu saja, kau akan membela diri. Tetapi tindakanmu telah mengkhianati kepercayaan dan keamanan bangsa ini. Bagaimana kita bisa mempercayaimu lagi?”Suasana tegang memenuhi ruangan saat pandangan semua orang bergumul dengan pertanyaan tak t
“Iveryne, apakah sesuatu mengganggumu?” Netra biru cemerlang menoleh kaget, tersentak dengan pertanyaan oleh suara asing. Dia menggeleng cepat, kemudian tersenyum kecil, berusaha untuk tetap tenang dan menetralkan diri, mencoba terbiasa lebih dulu.Iveryne melangkah di samping kakeknya, dengan langkah yang sedikit canggung, mencoba menyesuaikan diri dengan atmosfer beda. Thalorin Silverion, sosok lain yang berjalan di sampingnya, memancarkan aura yang hangat dan ramah, membuatnya sulit untuk menentukan apakah sikap itu dialamatkan padanya secara khusus atau mungkin sikap alaminya terhadap semua orang yang mereka temui. Terlepas dari itu, ketenangan dan kebaikan hati yang terpancar dari kakeknya memberikan sedikit kelegaan dalam suasana asing itu.Sementara itu, Iveryne masih tidak terbiasa dengan perhatian yang diberikan padanya oleh para Elf di sekitarnya. Ketika dia melewati mereka, baik itu Elf wanita yang lembut maupun Elf pria yang tegap, selalu menundukkan kepala dengan horm
“Berhenti membohongi dirimu sendiri!” Seruan kemarahan itu bergema dalam heningnya malam. Satu-satunya lawan bicara menatap datar, seakan tidak peduli sekeras apa teriakan itu terdengar.Cahaya bulan memancar terang, dua sosok berdiri di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Desiran angin menyapu daun-daun sekitar menjadi latar belakang pertukaran kata-kata penuh kemarahan.“Kamu yang seharusnya berhenti memaksakan.” Ada penekanan dalam intonasi datar itu, mengintimidasi orang di seberang sana, dia tetap tenang, tapi pria di seberangnya menatap marah.Dua orang dan ketidakpastian jawaban, adalah masalah.Salah satu sosok, dengan netra hitam memancarkan kemarahan, menatap tajam ke arah lawan bicara. Rambut hitamnya yang terurai menyapu pipinya, menambah kesan garang pada wajah tegang.Sementara itu, sosok di hadapannya tetap tenang, dengan netra abu-abu cerah yang tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Netra hitam menggelap di bawah desakan kemarahan, beberapa helai rambut hitam me
Bersama dengan Reiger yang masih belum sadar sepenuhnya, Iveryne, Calix, Wilder, dan Heros memulai perjalanan menuju hutan Lunare. Elara memberikan ramuan penyembuh kepada Reiger, harapannya agar pria itu bisa bertahan dalam perjalanan.Perbatasan antara Hutan Lunare dan Arvenwood tidak terlalu jauh, tetapi tetap memerlukan perjalanan yang hati-hati. Untungnya, para Creetress dengan baik hati memberikan kuda-kuda mereka. Sebetulnya meminjamkannya, tapi seperti ucapan Iveryne, kecuali salah satu dari mereka selamat untuk mengembalikannya, atau jika tidak, kuda-kuda itu mungkin tidak akan kembali lagi.Setelah melintasi perbatasan Arvenwood, perjalanan mereka menuju Hutan Lunare semakin tidak mudah saja. Cahaya bulan yang menyinari jalan setapak memberikan sentuhan magis pada lingkungan sekitarnya, tetapi juga menyoroti bayangan-bayangan yang misterius di antara pepohonan yang rapat. Angin malam berbisik dengan suara seram, seakan menawarkan peringatan akan bahaya-bahaya yang mengint
Dalam keheningan malam yang dihiasi gemerlap cahaya bulan, Iveryne duduk di tepi tempat tidur, mengamati penuh kekhawatiran sosok Reiger yang terbaring tak berdaya di sisinya. Cahaya bulan memancar lembut memasuki kamar mereka melalui jendela terbuka, menimbulkan bayangan samar di sekitar ruangan yang tenang.Dengan hati berdebar, Iveryne mendekat pada Reiger yang tidak sadarkan diri. Luka di pinggangnya sendiri sudah hampir sembuh sepenuhnya, tetapi luka-luka yang menghiasi tubuh Reiger masih terasa sangat mengejutkan dan sangat memprihatinkan.Ia meraih tangan Reiger, menempelkan telapak tangannya pada pipi dingin pria itu. Suatu cahaya biru pucat seolah-olah memancar dari kedalaman hati Iveryne, merambat melalui urat dan pembuluh darahnya, menciptakan aliran energi magis yang lembut namun kuat.Cahaya itu mengalir ke dalam tubuh Reiger, menyatu dengan sulur-sulur hitam yang menjalar di sekitar lukanya. Namun, meskipun cahaya itu berkilau sebentar, tidak ada perubahan yang terjadi.