“It's about brotherhood.”-Gray Nicklaus, It's Ours
🎀
Gray dengan berat hati bangun dari bangku setelah diberitahu oleh Jasmine bahwa kembarannya berada di depan sekolah. Dia mengambil ponselnya yang sejak pagi berada di dalam ransel dan dalam keadaan mati. Dia yakin kalau Anthony akan menghubunginya tanpa henti.
"Gue keluar bentar ya." Gray memberitahu teman-temannya. Setelah itu dia keluar dari kelas, berjalan menuruni tangga. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Pandangannya ke depan, tapi terlihat kosong. Jujur, Gray masih belum mau menemui kembarannya itu. Hatinya masih belum mau menerima kenyataan pahit yang keluar dari mulut Anthony.
Tapi kalau sudah seperti ini, dia bisa apa? Menyuruhnya untuk pergi? Membiarkannya menunggu? Gray tidak punya hati untuk melakukan itu kepada kembaranya. Meski mereka sedang bermasalah, dia tidak akan sejahat itu membiarkan Anthony menunggu tanpa kejelasan.
Keadaan di koridor ramai, begitu pun dengan lapangan. Sudah ada yang bermain bola. Tapi sepertinya mereka baru memulai, seperti yang ia lihat.
Gray berjalan melalui pinggir lapangan, agar lebih dekat dengan pintu gerbang yang berada di posisi tengah-tengah dari lapangan. Dia bahkan hanya melambaikan tangannya saat ada yang mengajaknya main bola. Dan Gray hanya mengangguk saat setiap ada orang yang menyapanya.
Gray sudah bisa melihat mobil Anthony di depan sekolah sebelum dia keluar. Setelah dia meminta izin dan dibolehkan keluar, setelah mencari beribu alasan yang masuk akal.
Gray menatap mobil Jeep Anthony dengan tajam, melangkah mendekati mobilnya. Dia langsung saja masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang, disebelah Anthony yang duduk dibelakang setir. Tidak ada yang berbicara, keadaan dalam mobil terdengar bising di telinga Gray.
Keduanya sangatlah keras kepala. Gray tidak mau mengalah sampai Anthony meminta maaf dan Anthony tetap pada pendiriannya. Tapi mereka tahu, keadaan seperti ini tidak akan terselesaikan jika tidak ada salah satu dari mereka yang berbicara.
"Gue minta maaf." Lagi-lagi, keduanya terdiam. Memang insting saudara kembar tidak pernah meleset. Sampai meminta maaf saja mengucapkannya di saat yang bersamaan. Tapi setelahnya tidak ada yang berbicara lagi.
Tapi, setelah ia pikir-pikir. Kenapa dia harus meminta maaf kepada Anthony?
"Kenapa gue harus minta maaf?" Gray terheran kepada dirinya sendiri. Matanya membulat perlahan sampai membentuk bulat sempurna. Tolol banget sih gue, Gray memarahi dirinya sendiri.
"Gue gak akan minta maaf atas apa yang udah gua ucapain kemarin. Gue cuma mau buat diri lo sadar." Ucap Anthony, menghiraukan kicauan Gray sebelumnya. Dia masih menatap ke depan, kedua tangannya sekarang berada di setir.
"Tapi lo sadar kan apa yang lo omongin itu nyakitin hati gue?" Kali ini Gray menoleh ke arah Anthony dengan perasaan sakit yang sudah ia pendam sejak semalam. Gray menunggu untuk Anthony kembali menatapnya.
"Iya. Tapi itu yang lo butuhin." Sahut Anthony.
"Lo bahkan gak tau siapa Jasmine itu." Suara Gray meninggi, tapi belum sampai ke tingkat teriak. "Lo langsung berasumsi kalau Jasmine itu pacar gue! Emang gue pernah bilang gitu?" Lanjut Gray. Amarahnya meluap begitu saja, karena dia merasa tersudut.
"Terserah lo, Tony. Terserah apa yang mau lo pikir tentang gue dan Jasmine. Capek gue denger ceramahan lo yang itu-itu mulu, cuma buat gue merasa kayak orang bodoh terus-menerus." Gray dengan kasar membuka pintu mobil dan menutupnya. Dia berjalan ke pintu gerbang dan kembali masuk ke dalam sekolah. Di perjalanan, Gray mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum dia masuk ke kelas dan bertemu dengan temannya. Gray butuh sesuatu untuk menenangkan dirinya dan dia membutuhkannya sekarang.
🎀
Bima dan Gray mengendap-ngendap naik ke atas rooftop sekolah. Melalui tangga permanan yang berada di samping sekolah. Mereka sudah sangat familiar dengan tempat ini. Bagi mereka, rooftop adalah tempat persembunyin mereka untuk berbagai hal.
Tangga besi dengan lebar yang hanya memuat satu orang dan panjang lurus hingga mencapai ke lantai 3 atas dari gedung sekolah. Percayalah, atap kerucut yang terlihat tidak ada celah itu, sebenarnya bisa untuk dibuat berjalan di pinggirannya dan itu cukup lebar, tidak membuat mereka sulit untuk berjalan.
Mereka berjalan menyusuri pinggiran atap dan menuju ke tempat dimana sekolah menaruh toren air. Di sana, ada tempat lebih luas dari pinggiran atap. Dan di sana tempat mereka bersembunyi, jauh dari jangkauan orang lain.
Di balik toren air, ada tiga bangku dan juga atap yang menutupi mereka dari panas cahaya matahari langsung.
Gray dan Bima mengambil duduk di masing-masing bangku. Gray menaruh tasnya di bawah dengan sembarang setelah dia mengambil bungkus kotak kartu yang selalu ia bawa kemana-mana. Hanya saja, tidak ada yang tahu.
Tiba-tiba Bima tertawa, membuat Gray memberikannya tatapan aneh. "Hello kitty? Kemarin doraemon. Heran ya gak ada guru yang nyadar."
Gray menyerukan bahunya, membuka bungkus kartu bergambar hello kitty tersebut dan mengambil satu batang rokok yang tersimpan didalamnya. Sampai sekarang, masih belum ada yang mengira kalau di dalam kotak tersebut ada beberapa puntung rokok.
Memang jika ada yang bertanya, apalagi guru yang bertanya. Pasti Gray akan menjawab kalau itu kotak kartu mainan milik adiknya yang terbawa. Dan, tidak ada yang bertaya lagi sejak itu. Kenyataannya, dia tidak mempunyai adik, apalagi adik. Hanya ada dirinya dan Anthony sepanjang hidupnya.
"Lo mau?" Gray menawarkan. Menyodorkan kotak kartu tersebut ke arah Bima.
Tanpa berkata, Bima mengambil satu batang dari kotak tersebut. Lalu Gray menaruh bungkus kartu tersebut di bangku yang kosong. Dia menyudut rokoknya dengan korek api gas, langsung dia membawa ujung rokok ke bibirnya. Bima mengambil korek api dari tangan Gray dan menyalahkan rokok miliknya.
Keduanya bersandar pada sandaran bangku sambil menghisap rokok mereka masing-masing. Asap berkepul di depan wajah mereka, tapi mereka merasa nyaman dengan banyaknya asap seperti itu. Meski banyak orang mengeluh dengan asap rokok yang menyengat, tapi tidak dengan mereka. Itu adalah salah satu resiko yang harus mereka tanggung sebagai perokok.
Gray mengenal rokok sejak dia menginjak kelas 3 SMP. Di sana temannya memperkenalkan apa itu rokok dan bagimana cara bekerjanya. Saat itu Gray bersama dengan Anthony. Mereka memperhatikan temannya menghisap rokok seperti layaknya orang dewasa. Tapi, Anthony sejak awal sudah tidak menyukai hal itu. Tapi diam-diam Gray mencobanya dan dia jadi ketagihan sampai sekarang.
"Jadi sebenernya lo kenapa sama Anthony?" Bima mengepulkan asap rokoknya dan menjepit rokok di antara kedua jarinya. Dia menatap Gray yang terlihat stres.
"Lo ada hubungan apa sama Jasmine?" Bukannya menjawab Bima, Gray malah bertanya hal lain yang tidak ditebak oleh Bima kalau Gray akan menanyakan itu.
Gray menatap ke satu titik, tangannya masih terus memberi asupan kepada mulutnya. Matanya terlihat kosong, tapi pikirannya berkecamuk dari kejadian Anthony. Mereka tidak pernah bertengkar sampai seperti ini. Tidak ada yang sampai tidak mau mengalah dan bahkan sudah sampai berganti hari.
Bima memperhatikan temannya yang sudah ia kenal lama. Dia melihat Gray seperti sedang banyak masalah. Bima tahu Gray bukan perokok berat, tapi dia akan merokok kalau dirinya sedang memikul beban yang berat atau si kembar sedang bertengkar. Waktu ke waktu Bima memperhatikan hal seperti itu.
Tidak ada salah satu dari mereka yang menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh mereka sendiri. Gray, dia menghindari pertanyaan itu. Sama juga seperti Bima yang menghindari topik tentang Jasmine. Mereka adalah teman, jika satu topik yang dirasa akan membuat buruk keadaan lebih baik tidak dibicarakan dan dihindari. Gray dan Bima memiliki satu topik yang sangat sensitif. Hanya karena satu cewek, mereka tidak akan bertaruh untuk mendapatkan cewek tersebut. Hal itu terdengar sangat bodoh di telinga mereka.
Kesunyian adalah teman mereka saat ini. Walau mereka saling merasakan ada sedikit ketegangan diantara mereka, tapi mereka hanya membiarkannya saja dan menjalankannya seperti biasa. Pertemanan mereka tidak akan rusak hanya karena sebatas cewek yang menganggap hubungan mereka seperti layang-layang.
“Those puppy eyes and innocent smile got me like a jello.”-Gray Nicklaus, It's Ours
"Love is in the air. But you could only watch. Until it happens, happy watching."- It's Ours
"Cerita kita akan dimulai setelah ini. Jangan biarkan cerita kita berlalu begitu saja, jangan lupa abadikan di instagram."-Gray Nicklaus, It's Ours
"We are cool. More cooler than the other couples out there, but we ain't even a couple."-Gray Nicklaus, It's Ours
Zay: Gue udah di luar.Setelah menerima pesan dari Zay, Gray langsung bangun dari posisi telungkupnya, mengambil jaket, lalu keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Zay terlambat lima menit dari jadwal yang sudah mereka janjikan. Jadi sekarang mereka harus cepat.
"Dia memang hebat. Tapi dia tidak sehebat dirinya."- Jasmine Annisya, It's Ours?"Argh, pemandangan baru." Gray mengerang, merenggangkan otot-ototnya, lalu membuka gorden k
"Apa cemburu berarti tanda suka?"- Gray Nicklaus, It's Ours?"Ya." Gray menjawab, lalu mengulurkan tangannya ke arah Manu. "Gray Nickla
"A very wise man once said, pacar pertama bukan berarti cinta pertama, apa iya?"-Jasmine Annisya, It's Ours