Istriku Tua
Prolog
Hari ini kehidupanku sedikit bewarna, sebab sudah berhasil membeli ponsel. Walaupun jadul, yang penting punya. Dengan ini, aku akan mencari kenalan buat teman sms-an. Siapa tahu juga bisa dapat jodoh yang kaya raya. Aku terus tersenyum sambil rebahan di atas kasur lapuk di kamar jelek milikku ini. Sudah berdoa siang dan malam pengen punya kamar yang bagus dan mewah, tapi belum juga terkabul.Aku masih berbaring dengan kaki kulipat di atas lutut sambil mengacak nomor ponsel buat di miscall, siapa tahu kesasar ke nomor Luna Maya? Kan, asyik. Aku nyengir sendiri."Halo," sapa suara seorang wanita dari seberang sana.Aku langsung duduk, "Ya, Halo.""Ini siapa?" tanya wanita itu lagi."Maaf, apa ini nomor ponselnya Andi, temanku? Dia mana, ya?" aku pura-pura salah sambung sambil menahan senyum."Oh, ini bukan nomor Andi. Mungkin kamu salah sambung.""Oh, gitu, ya. Terus ini siapa, dong?""Saya Fani," jawab wanita itu lembut.Yes, aku yakin sekali, dari suara dan namanya ... dia cantik dan masih muda. Hem, semoga juga tajir."Oh, Fani, ya namanya. Aku Fahmi," ujarku. "By the way, Fani ini masih sekolah atau udah kerja? Boleh dong kita kenalan?""Hem, nanti saja kenalannya. Sekarang aku masih sibuk. Oke? Bye." Fani segera memutuskan sambungan telepon.Bye, Fani. 'Cup' kucium ponsel butut itu berkali-kali.Keesokan harinya, setelah bangun tidur, aku langsung meraih ponsel dan mengetik sms untuk Si Fani.[Selamat pagi, cantik. Udah bangun tidur, belum?]Beberapa detik kemudian, balasan darinya pun muncul.[Selamat pagi juga. Udah dong, ini sudah di tempat kerja.][Iya kah? Kamu kerja di mana?][Ada deh. Kamu sendiri lagi apa? Gak kerja?][Masih nyari kerja, tapi belum dapat.][Oh, gitu. Ya sudah, sambung nanti lagi. Aku harus menghadiri rapat.][Oke deh, jangan capek-capek kerjanya. Yang semangat ya, Fani.][Iya.]Hem, gak salah lagi. Si Fani ini pasti kerja di kantoran. Pokoknya akan kupepet terus dia, sampai dapat. Jangan kasih kendor! Hahaa ....Hari terus berlalu, setiap hari selalu kuberikan Fani perhatian-perhatian kecil walau hanya lewat sms. Dia juga semakin terbuka padaku, hubungan kami semakin dekat. Bahkan ia sudah sering mengirimiku pulsa dan kemudian menceritakan tentang statusnya. Aku sedikit terpukul dengan pengakuannya yang sudah bersuami dengan tiga orang anak. Aku masih termenung di depan jendela, masih berusaha menelan kenyataan pahit ini.[Mas, kamu ada nomor rekening, gak? Adek mau kirim uang, buat Mas beli ponsel yang bagus dan buat jajan juga.]Senyumku langsung mengembang membaca sms dari Fani, tadi malam kami sudah resmi jadian dan panggilan 'Adek dan Mas' sudah kami putuskan untuk panggilan sayang.Langsung kuketik balasan sms untuknya.[Mas gak ada nomor rekening, Sayang. Hari ini mau bikin dulu kalau gitu, tapi kamu isikan Mas pulsa dua ratus ribu ya! Buat Mas jual lagi sama orang untuk modal bikin buku tabungan.][Iya, sayang. Bentar lagi Adek kirim pulsanya.]Semenjak hari itu, Fani semakin sering mengirimiku uang. Ponsel mahal sudah bisa kubeli, agar kami bisa video call-an. Hem, wajahnya memang sudah tua. Tapi, kebaikan dan keloyalannya membuatku semakin membutuhknnya. Ini semua demi kesejahteran yang kuimpikan sejak dulu.Fani, aku yakin ... Kau akan mampu menjadi Ibu peri yang akan menuruti dan memenuhi semua inginku. I love you, Sayang.***
Istriku TuaBab 1 : Namanya Fani"Mas, Adek berangkat kerja dulu ya! Di atas meja makan sudah Adek siapkan susu panas dan nasi goreng sosis kesukaan, Mas," ucap Fani sambil mencium punggung tanganku."Iya, hati-hati!" jawabku dengan mata setengah terpejam karena masih mengantuk. "Oh, iya. Rokok Mas sudah di belikan belum?""Nanti Adek belikan, sekarang Adek mau berangkat mengajar dulu." Fani mengecup lembut pipiku tanpa protes dengan bau jigong khas bangun tidur."Jangan lupa, Dek. Nanti pas Mas bangun tidur, rokok harus sudah ada di samping sarapan, ya!" ancamku dan kemudian menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh."Iya, Mas," jawab si Fani, istriku yang umur dan wajahnya tua itu.Aku kembali ke dunia mimpi dan terbebas dari pandangan tubuh gendut dan wajah tua si Fani, istri yang cinta mati kepadaku itu. Yang rela meninggalkan segalanya hanya demi menikah denganku yaitu mantan suami dan tiga orang anaknya. Tapi, aku bukan 'Pebinor' ya, dia yang mengejarku dan mengajak menikah
ISTRIKU TUABab 2 : KesalSegera kukunci pintu kamar, agar Fani tidak bisa masuk dan meratapi dulu kesalahannya. Istri tidak berguna itu sungguh menyebalkan, tak ada lagi yang bisa dibanggakan darinya. Kini dia sudah melarat, pekerjaannya sudah tidak menjamin masa depan lagi. Kenyamananku terancam sirna, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mau hidup susah."Mas, Mas Fahmi, buka pintunya! Adek mau masuk, Mas jangan marah dong!" terdengar suara Fani dari balik pintu kamar.Aku muak mendengar suaranya, segera ku pasang headset ke telinga dan mendengarkan musik. Memejamkan mata dan merentangkan kedua tangan. Nikmat sekali rasanya tidur di kamar ber-Ac ini, maklum di kampungku cuma ada kipas angin. Itupun rebutan sama saudara-saudaraku.Tanpa kusadari, aku sudah terlelap dan bermimpi bercumbu dengan gadis-gadis cantik. Kala kubuka mata dan menggeliat manja, suara Fani sudah tidak terdengar lagi, mungkin dia sudah pergi mengajar les privat.Aku bangkit dan membuka pintu kamar, dan benar sa
Istriku TuaBab 3 : Masa LaluSuara azdan subuh membangunkan tidurku, ternyata sudah tertidur di depan tv. Kulihat ke sebelah kanan, ternyata Fani juga ikutan tidur di luar bersamaku. Entah kapan juga ia berpindah dari kamar ke sini, aku tidak sadar.Aku menatap wajah yang sedikit berkerut itu, matanya dipenuhi lingkaran hitam. Ia tertidur sangat pulas."Dek, bangun, Dek!" Aku menggoyang punggungnya. "Ayo, kita pindah ke kamar."Fani membuka sedikit mata dan kemudian menggeliat. "Sudah pagikah, Mas?""Masih subuh, kamu kok ikutan tidur di sini sih?""Susah senang kita harus selalu bersama, Mas. Kalau Mas tiduran di lantai, maka Adek juga harus ikut," ucapnya sok bijaksana."Ya sudah, buruan kamu pindah ke kamar! Nanti malah sakit dan gak bisa kerja, kan bikin susah saja," ucapku sedikit ketus.Wajah ceria Fani langsung berubah muram, perlahan ia bangkit menuju kamar.***Hari ini hari minggu, Fani akan libur berkerja. Seharian dia akan full di di rumah, dia pasti akan meminta jatah se
ISTRIKU TUABab 4 : BujukanKuraih ponsel yang berada di samping bantal. Tenyata ada beberapa pesan dari Fani, kuabaikan saja. Jam menunjukan pukul 06.00, perutku terasa perih karena tadi malam belum sempat terisi apapun.Ketika membuka pintu kamar, Fani yang tertidur didepannya langsung terbangun lalu memeluk kakiku."Mas, maafkan Adek, Mas. Semenjak kita menikah, Adek sudah bertobat dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Adek sangat mencintai, Mas. Bimbinglah Adek ke jalan yang lurus, Mas. Hidup Adek yang terdahulu memang penuh dosa, tapi semenjak kita menikah, Adek sudah berubah," ucap Fani dengan sambil menangis dan masih memeluk kakiku.Astaga, kalau bukan karena aku masih ingin hidup enak dengan ongkang-ongkang kaki saja, sudah kutendang dia. Tapi aku berusaha menahan diri dan ada sedikit rasa kasian juga, walau bagaimana pun juga dia adalah istriku. Si pencari nafkah untukku."Sudahlah, Dek! Jangan berlutut seperti ini, Mas sudah memaafkanmu. Ayo, bangun!" Aku meme
ISTRIKU TUABab 5 : Tidak BergunaSeperti hari biasanya, sarapan sudah terhidang di atas meja. Tapi mataku menyipit, cuma ada nasi goreng berwarna pucat dengan setengah potong telor saja. Gelas di samping piring juga hanya terisi air putih, bukan susu seperti biasanya. Dan yang membuat hatiku dongkol, cuma ada tiga batang rokok saja. Mana cukup sehari cuma tiga batang. Jatah rokokku kan dua bungkus sehari, Fani mau korupsi ini.'Prakkk' kupukul keras meja makan, hingga air minum tertumpah ke dalam nasi goreng."Dasar istri tidak berguna, bikin sarapan yang enak saja dia tidak becus," umpatku dengan berang.Segera kukeluarkan ponsel dan mencari namanya."Halo, Assalammualaikum, Mas." Sambut Fani dengan suara sok lembut."Dek, sarapan apa ini yang ada diatas meja? Seperti makanan kucing saja!" ucapku dengan suara tinggi."Maaf, Mas. Susunya habis, bahan makanan yang lain juga habis. Uang gaji Adek ... ""Mas mau sarapan bubur ayam, tiga puluh menit lagi harus sudah diantar ke rumah ya!"
ISTRIKU TUABab 6 : KerjaJam di dinding menunjukan pukul 11.20, aku sudah bersiap untuk berangkat kerja untuk hari perdana ini. Fani juga sudah pulang dari sekolah, dia sengaja pulang awal agar mengantarku kerja."Mau berangkat belum, Mas?" tanya Fani."Ayo!" Aku memasukan ponsel dan rokok ke tas kecil selepangku."Lhoh, kok baju seragamnya belum dipakai?" Fani menatapku."Nanti Mas ganti pakaian di toilet Mall saja, malu kalau dari rumah sudah pakai dinas satpamnya." Aku menunjuk kantong plastik hitam yang kusimpan di atas meja ruang tamu. "Oh ya, Dek. Jangan lupa pakai maskernya!"Fani hanya terlihat menarik napas, kemudian kami berangkat. Memakan waktu 15 menit untuk sampai di Mall tempatku berkerja."Sampai sini saja, Dek. Gak usah ikutan masuk ke dalam." Aku menyipitkan mata melihat Fani yang sudah bersiap meninggalkan motor di parkiran."Oh, ya sudah. Adek pulang dulu kalau gitu, Mas yang semangat ya kerja dihari pertamanya," ujar Fani sembari mencium punggung tanganku.Aku men
Istriku TuaBab 7 : DemamSiangnya, benar sekali dugaanku. Aku terkena demam, sekujur tubuhku panas serasa bagai bara api. Tapi Fani malah belum pulang, menyebalkan sekali. Disaat suami sedang sakit begini, dia malah tidak ada.Beberapa saat kemudian, Fani pun tiba di rumah. Aku pura-pura tertidur, aku ingin Fani itu peka dengan apa yang kurasakan. Tapi dia malah acuh, berganti pakaian kerja dengan pakaian lainnya. Mungkin dia akan pergi mengajar les. Astaga, dia tidak mau menghampiriku. Ya sudah, aku pura-pura menggigil saja."Uuuuuuu, uuuuu, aduh ... sakit," rintihku dengan mata terpejam."Mas, kenapa?" tanya Fani sambil duduk di sampingku.Aku membuka sedikit mata, " Mas gak apa-apa, Adek mau ke mana?"Fani merasa dahiku dan wajahnya langsung tampak khawatir, "Mas demam, ya? Badannya panas banget, kita ke dokter sekarang ya!"Astaga, Dokter! Aku takut dokter, aku benci minum obat yang pahit itu, juga jarum suntiknya."Gak mau," rengekku sambil menaruh tangan Fani di kepalaku. "Piji
ISTRIKU TUABab 8 : Berhenti KerjaSejak kejadian itu, Fani menjadi lebih perhatian lagi padaku. Berarti tamparanku waktu itu sangat berkhasiat sekali. Jadi, wanita itu tidak bisa selalu dilembuti terus, sesekali memang perlu diberi kekerasan untuk mendokrin kepatuhannya pada kita. Itu menurutku, Fahmi Hairil Bin Usman. Putra dari petani miskin, yang sebelum berkenalan dengan Fani sangatlah menderita karena untuk beli indomie saja, harus ngutang di warung.Fani memang segalanya buatku, dia bisa menjadi sosok Ibu yang sangat memanjakanku, juga sosok istri yang sangat patuh dan penyayang, serta seorang Ibu Peri yang selalu bisa mewujudkan semua keinginanku. Aku sangat sayang sekali padanya, dan tidak mau sampai kehilangan dia. Hidupku akan berantakan tanpanya, aku tak bisa membayangkan semua itu. Jadi, aku harus bisa membuatnya tak berpaling dariku. Dengan wanita lain, aku gak yakin bisa hidup senyaman ini. Bayangkan saja, hanya dengan mas kawin sepuluh ribu rupiah, aku bisa mendapatkan
Istriku TuaBab 35 (Tamat)"Kenapa baru bilang sekarang, Dek?""Aku juga baru tahu, Mas, kalau sudah stadium empat sebab aku tidak pernah mau memeriksakannya pada Dokter.""Kenapa, Dek?" dadaku menjadi sesak, orang yang kucinta, yang sudah lama kucari tapi tak lama lagi ia akan meninggalkanku untuk selamanya."Mungkin ini hukuman dari Allah atas kesalahan dimasa lalu, aku ikhlas menerimanya.""Tapi, Dek .... ""Sudahlah, Mas. Kamu tak perlu bersedih! Mungkin ini azab wanita tukang selingkuh sepertiku, yang suka berzinah hanya demi kepuasan birahi. Aku senang, sebab disaat sakit melanda, aku sudah bertobat. Jadi, kupasrahkan semuanya pada Ilahi," kata Fani sambil menyeka buliran bening yang keluar dari pojokan matanya."Sudah kuputuskan, aku akan rujuk denganmu. Aku akan merawatmu, sayang." Kueratkan pelukan padanya, kami sama-sama menangis."Siapa nama wanita dan anak kecil yang bersamamu tadi, Mas?""Namanya Sandra dan anak kecil itu Stepy.""Setelah aku meninggal nanti, kamu harus m
ISTRIKU TUABab 34 : BertemuPagi ini, Stepy menelponku untuk menemani mamanya menghadiri pentas seni di sekolahnya. Ia akan tampil menari di sana, aku di minta hadir. Tak kuasa menolak ajakan calon putriku itu, maka kuiyakan saja.Beberapa saat kemudian, aku sudah duduk berdampingan dengan Sandra. Ia menolehku sekilas, lalu sibuk dengan ponsel. Apa aku yang harus menanyakan tentang kebenaran ucapan Stepy yang melamarku untuk jadi papa sekaligus suami dari sang mama. Tapi kok, Sandra cuek begini? Tidak ada gelagak kalau ia menyukaiku. Disaat sedang mengamati wajahnya, Sandra menoleh padaku. Wah, apakah ia akan melamarku jadi suaminya."Mas .... ""Iya," jawabku sambil menyunggingkan senyum."Itu, Stepy sudah naik ke atas panggung," ujarnya agak grogi.Aku segera menoleh ke arah panggung sambil mengusap wajah, ah ... padahal aku sudah kePDan.Disaat Stepy menari di atas panggung, tiba-tiba tangan Sandra menggenggam jemariku. Aku tersentak kaget dan mengerutkan dahi."Mas, penampilan S
ISTRIKU TUABab 32 : Nasib BaikTiga hari sudah aku menjadi pengasuh si Fani kecil. Ia selalu kubawa ke mana pun, bahkan ketika memasukkan lamaran kerja. Semoga dia bisa membawa hoki bagi kehidupanku. Naluri kebapakanku begitu menyeruak ke permukaan. Aku mulai menyayanginya dan menganggapnya anak.Kini langkah kami terhenti di depan sebuah Pabrik Kertas."Permisi, Pak. Saya mau melamar pekerjaan, di koran katanya Pabrik kertas ini sedang butuh beberapa karyawan bagian pengolahan," ujarku sambil menunjukkan koran yang kubawa."Iya, betul. Masuk saja, langsung antar lamaran anda ke HRDnya." Satpam itu terlihat ramah. "Tapi, gak boleh bawa anak, maaf.""Oh, ya sudah. Saya titip anak saya sama Bapak, boleh?"Satpam itu mengangguk dan menarik tangan Fani kecilku tapi ia malah menolah dan bersembunyi di belakangku.Satpam itu menatap Fani sampai keningnya terlihat berkerut, "Sepertinya saya pernah melihat anak ini? Apa dia benar anakmu?""Iya, dia anak saya. Ya sudah, saya permisi saja dan
Istriku TuaBab 31 : MerantauSesampainya di penginapan, segera kubersihkan tubuh. Tampang dekil ini harus kembali berubah rupawan. Kupandang pantulan diri di depan cermin, wajahku sudah kembali mulus. Bekas pukulan waktu di penjara juga sudah menghilang.***Pagi ini aku terduduk bingung dengan apa yang pertama akan kulakukan. Mencari keberadaan Fani atau mencari perkerjaan dulu? Ah, tingkat kecerdasanku memang minim, hanya tingkat kegantengan saja yang tinggi. Begini saja aku bingung, kan ... hanya bermodalkan wajah ganteng tanpa memiliki kecerdasan itu serasa menjadi perhiasan imitasi. Hanya indah tampilan, tapi tak ada gunanya. Sebab gak laku kalau di jual kembali. Aku memukul kepala dan kemudian bangkit menuju pintu.Kudekap beberapa map yang sudah berisi surat lamaran kerja, walau hanya bermodal ijazah SMA. Aku berbohong pada Fani kalau ijazah sudah di makan rayap, sebenarnya ada di simpan sama Ibu. Waktu itu aku sudah merasa enak bersamanya, sebab semua terpenuhi tanpa harus ke
Istriku TuaBab 30 : BebasHari ini aku sudah bebas dari penjara, tekatku sudah bulat. Setelah ini akan mencari Fani. Dua bulan sudah kami berpisah, waktuku untuk bisa rujuk dengannya hanya tinggal sebulan lebih.Pakaian sudah kumasukkan ke dalam koper, tapi kemudian. Aku terpikir sisa uang, ternyata bukan tiga juta lagi, hanya dua juta lebih saja. Sebab sudah kupakai buat berobat juga tempo hari. Sebaiknya sebelum menemui Fani, aku konsul ke doktet lagi. 'Si otong' harus sembuh, dia adalah mahkota keperkasaanku. Kusimpan kembali koper dan bersiap untuk ke rumah sakit. Demi Fani, sekarang aku sudah tidak takut lagi ke Dokter. Demi dia, aku harus sembuh dan bisa memberinya anak agar hubungan kami tak terpisahkan lagi."Bagaimana, Dokter? Kira-kita kapan saya bisa sembuh?" tanyaku pada Dokter ketika ia sudah selesai memeriksa senjata pamungkas."Hem, gak bisa langsung sembuh, Pak. Penyembuhannya bertahap, saya resepkan obat lagi saya, ya!" jawab sang Dokter sambil menuliskan sebuah rese
Istriku TuaBab 29 : KDRTMalam berikutnya, lagi-lagi Dinny menuntut hak sebagai istri. Berbagai alasan sudah kulontarkan, tapi ia masih ngotot mengajak berhubungan."Gak nyangka aku, Bang. Ganteng-ganteng kok, malah impoten!" ucapan itu keluar juga dari bibir tipis Dinny. Ia menatapku tajam, tatapan merendahkan.Tanganku langsung terangkat mendengar ucapannya, pukulan mendarat di wajah mulusnya. Hatiku murka."Aaaagghh," jeritnya histeris sambil memegangi wajah."Jaga ucapan, Dinny! Aku ini suamimu, aku pria normal. Hanya saja sekarang aku sedang sakit, kuharap kamu bisa bersabar." Tanganku terkepal dengan masih menahan amarah yang membuat tubuh ini gemetar."Sakit apa, Bang? Sakit Himpoten, kan? Aku menyesal menikah dengan pria sepertimu, aku jijik! Cih!" Dinny meludahi wajahku lalu keluar dari kamar.Setan! Awas saja kamu! Kukejar Dinny hingga ke depan pintu tapi ia sudah keburu keluar. Ah, aku gak mungkin menghajarnya di rumah ini, ini rumah orang tuanya.Seminggu sudah pernikahan
Istriku TuaBab 28 : Pernikahan KeduaAku masih mengantuk ketika Bapak dan Ibu masuk ke kamar. Ada apa mereka ke sini? Aku menyipitkan mata dan menarik tubuh, tapi masih dengan posisi berbaring."Bangun dulu, Fahmi! Bapak mau bicara," ujar Bapak seraya duduk di sampingku."Woahhh, ada apa sih, Pak?" Aku menutup mulut sambil menguap dan kemudian duduk."Ibu dan Bapak baru saja pulang dari rumah Pak Saiful, mertuamu.""Astaga, jadi ini bukan mimpi? Kejadian penggerebekan itu nyata?" Aku mengusap wajah dan menampar pipi."Awww, sakit!" Aku meringis."Iya, Fahmi. Ini bukan mimpi, sekarang ini kamu suaminya Dinny, putri tunggal Pak Saiful," jawab Ibu sambil menepuk pundakku.Aku tertunduk lemas, "Jadi, Bapak sama Ibu mau bicara apa?"Mendadak semangat hidupku semakin menurun saja, ingin mati namun masih berharap bisa rujuk dengan Fani."Pak Saiful mau meresmikan pernikahan kamu dan Dinny, acaranya satu minggu lagi." Bapak terlihat menarik napas."Ah, buat apa juga?" Aku kembali menarik sel
Istriku TuaBab 27 : DigerebekKeesokan harinya, aku gak mau lagi ikut Bapak ke Sawah. Kejadian kemarin bikin trauma saja. Hari ini rencananya akan ke pasar untuk membeli ponsel. Hidup tanpa ponsel membuatku gak update berita-berita di dunia dan menjadi kurang keren. Biarpun tinggal di kampung, tapi gak boleh ketinggalan jaman.Sesampainya di Pasar, kupilih ponsel yang harganya dua jutaan saja. Aku harus berhemat, uang dua puluh juta dari Fani ini harus bisa kugunakan semaksimal mungkin. Beli yang benar-benar penting saja, dan gak boleh boros. Sebab mencari uang itu susah, apalagi mencari kerja. Maka dengan itu, aku harus bisa kembali rujuk dengan Fani. Tapi, syaratnya aku harus bisa berubah jadi dewasa dan memiliki pekerjaan. Aduh, aku harus kerja apa? Oke, sebaiknya mencari kerjaan di medsos saja. Semoga ada lowongan buat jadi Direktur.Hem, ponselku sudah bisa digunakan. Hal pertama yang kulakukan adalah mengambil nomor Fani dari ponsel Ibu dan mencoba menelponnya."Nomor yang anda
Istriku TuaBab 26 : Patah HatiTiga hari sudah aku mengurung diri di kamar, meratapi nasib setelah ditinggal Fani. Hampa, nelangsa, nestafa, rapuh, hancur, putus asa dan hampir mengakhiri hidup. Tanpanya, duniaku seakan berakhir. Aku tidak ada semangat melakukan apapun juga. Inikah rasanya patah hati? Sungguh tega, Fani mematahkan hati seorang suami semuda dan setampan aku."Fahmi, Ibu masuk ya?" Suara Ibu terdengar di depan pintu."Iya, Bu. Masuk saja! Pintunya tidak di kunci."Ibu membuka pintu kamar dan melangkah menghampiriku yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan tangan memeluk lutut."Fahmi, coba ceritakan semuanya pada Ibu! Apa yang terjadi antara kamu sama Fani? Kemaren Ibu telpon dia, tapi nomornya malah gak aktif." Ibu duduk di sampingku.Aku menarik napas, seketika terasa sesak. Sepertinya saluran pernapasan tersumbat angin, hiks. Keringat pun mulai keluar lewat mata. Aku tidak menangis, hanya terasa sakit saja dada ini jika mengingat dia, istriku tersayang."Bu, Fa