ISTRIKU TUA
Bab 2 : Kesal
Segera kukunci pintu kamar, agar Fani tidak bisa masuk dan meratapi dulu kesalahannya. Istri tidak berguna itu sungguh menyebalkan, tak ada lagi yang bisa dibanggakan darinya. Kini dia sudah melarat, pekerjaannya sudah tidak menjamin masa depan lagi. Kenyamananku terancam sirna, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mau hidup susah.
"Mas, Mas Fahmi, buka pintunya! Adek mau masuk, Mas jangan marah dong!" terdengar suara Fani dari balik pintu kamar.
Aku muak mendengar suaranya, segera ku pasang headset ke telinga dan mendengarkan musik. Memejamkan mata dan merentangkan kedua tangan. Nikmat sekali rasanya tidur di kamar ber-Ac ini, maklum di kampungku cuma ada kipas angin. Itupun rebutan sama saudara-saudaraku.
Tanpa kusadari, aku sudah terlelap dan bermimpi bercumbu dengan gadis-gadis cantik. Kala kubuka mata dan menggeliat manja, suara Fani sudah tidak terdengar lagi, mungkin dia sudah pergi mengajar les privat.
Aku bangkit dan membuka pintu kamar, dan benar saja. Wanita tua yang nyebelin itu sudah tidak ada di rumah.Aku melangkah menuju meja makan dan membuka tudung saji. Ada tempe goreng, sambal telor dan sayur kangkung, aku menarik napas jengah.
"Ah, masa cuma lauk beginian? Gak ada kreatifnya sekali memasak, dasar istri tidak becus!" aku menggerutu sebal.
[Pulang les belikan Mas bakso, Mas bisa sakit perut kalau makan masakan kamu di atas meja itu.] Kukirimkan pesan w******p itu pada Fani.
Tak perlu menunggu waktu lama, pesanku langsung dibalas Fani.
[Iya, sayang. 30 menit lagi Adek pulang.]
Aku tersenyum senang dan kemudian duduk di depan televisi dan main playstation lagi. Kerena hanya inilah kegiatanku setiap hari, selain tidur dan main ponsel.
"Assalammualikum," terdengar suara Fani memberi salam dan kemudian terlihat pintu terbuka.
Aku masih duduk manis di depan tv, menunggu Fani menghampiri.
"Mas, ini Adek bawakan bakso pesanannya. Adek masukan mangkok dulu, ya." Fani melenggang menuju dapur dan tak beberapa lama dia sudah menghampiriku dengan semangkok bakso dan segelas orange juice. "Makan dulu, Mas."
"Iya, Dek. Makasih, ya." Aku langsung melahap habis bakso itu, sedangkan Fani hanya memandangiku saja.
"Mas, Adek mau pergi lagi. Mau ngeles anaknya Bu Danti, yang rumahnya di ujung kompeks ini." Fani mengulurkan tangannya dan salim kepadaku.
"Iya, hati-hati! Sebaiknya cari lebih banyak murid les biar pemasukan kita makin banyak lagi!" ucapku.
"Iya, Mas. Adek berangkat dulu ya! Cup ... " Fani mengecup pipiku.
Sehabis makan, aku melanjutkan tidur lagi. Ehm, inilah kegiatanku setiap hati. Bukan berarti aku 'mbah surip' ya, tapi inilah surgaku. Kenyamanan dalam hidup yang selalu kudambakan, bermalas ria sepanjang hari.
***
Jam 20.30, Fani baru saja pulang ke rumah sehabis mengajar les privat ke rumah-rumah. Wajahnya terlihat letih, ada sedikit rasa kasian juga.
"Udah pulang, Dek? Capek, ya?" aku duduk disampingnya sambil memijit pundak istriku itu.
"Nggak kok, Mas. Biasa saja," jawabnya lembut. "Mas ngapain saja seharian?"
"Yah, seperti yang Adek lihat. Memanjakan tubuh, biar selalu oke kala melayani kamu. Istri Mas tercinta," aku tersenyum manis dan menatap Fani penuh cinta, walaupun sebenarnya gak cinta.
"Ah, Mas bisa saja." Fani mencubit pahaku sambil tersenyum genit.
"Oh ya, Dek. Tabungan kita sudah habis lhoh. Gaji kamu sebagai guru honorer cuma sejuta sebulannya, gaji dari mengeles privat juga gak tentu. Paling banyak cuma sejuta setengah saja. Sedang cicilan kita banyak lhoh, mana cicilan motor belum lunas, barang elektronik juga. Apa kamu gak berniat menjual saja rumah yang di tempati mantan suamimu yang bajingan itu dan ketiga anakmu?"
"Oh, itu. Kasian anak-anak kalau rumah itu di jual, Mas. Nanti mau tinggal di mana mereka?" Fani merenung.
"Rumah itukan harta gonogini, jadi harus dibagi dong!" nada suaraku mulai meninggi. "Kamu juga, kenapa sih mesti berhenti dari PNS? Padahal jabatan kamu di kantor sudah Kabid, uang selalu mengalir dari setiap kegiatan proyek yang terselesaikan. Gak perlu susah payah jadi guru begini, mengajar ke sana ke mari tapi pendapatannya cuma seuprit."
"Mas, Adek itu dilaporkan karena kasus skandal kita. Bukan mau Adek berhenti, tapi dipecat." Raut wajah Fani berubah sedih.
"Memang kurang ajar sekali mantan suamimu itu. Awas saja kalau kita pulang kampung nanti, kusantet dia!" ancamku dengan emosi tinggi kala mengingat yang diperbuat mantan suami istriku kepada kami.
"Sudahlah, Mas. Semua ini sudah terjadi, kita jalani saja. Yang penting sekarang kita bisa selalu bersama dan tidak akan terpisahkan lagi." Fani mencoba memelukku tapi aku segera menghindar dan bangkit dari dudukku.
"Aku sumpahi gak panjang umur dia! Kalau mau cerai ... ya cerai saja. Kenapa juga mesti melaporkan kamu dengan tuduhan 'selingkuh' kepada 'Baperjakat' segala? Aku benar-benar sakit hati atas perlakuannya ini." Aku memukul dinding dengan kesalnya.
"Sudahlah, Mas. Jangan diingat lagi, nanti malah bikin tambah sakit hati. Sebaiknya kita tidur, yuk!" Fani memeluk tubuhku dari belakang.
Aku menarik napas panjang dan menepis tangannya.
"Kamu tidur duluan saja, Mas masih mau nonton bola di tv." Aku membawa bantal dan merebahkan diri di depan tv.
Fani masuk ke kamar dengan tampang kecewa.
"Rasain kamu nenek lampir, malam ini gak kukasih jatah dia. Salah sendiri! Kenapa gak menuruti saranku?" Aku menyeringai sambil menatap pintu kamar yang sengaja tidak ditutup si Fani. Mungkin di Sekarang sedang menangis sambil guling-guling karena tidak mendapatkan belaianku malam ini.
Bersambung ....
Istriku TuaBab 3 : Masa LaluSuara azdan subuh membangunkan tidurku, ternyata sudah tertidur di depan tv. Kulihat ke sebelah kanan, ternyata Fani juga ikutan tidur di luar bersamaku. Entah kapan juga ia berpindah dari kamar ke sini, aku tidak sadar.Aku menatap wajah yang sedikit berkerut itu, matanya dipenuhi lingkaran hitam. Ia tertidur sangat pulas."Dek, bangun, Dek!" Aku menggoyang punggungnya. "Ayo, kita pindah ke kamar."Fani membuka sedikit mata dan kemudian menggeliat. "Sudah pagikah, Mas?""Masih subuh, kamu kok ikutan tidur di sini sih?""Susah senang kita harus selalu bersama, Mas. Kalau Mas tiduran di lantai, maka Adek juga harus ikut," ucapnya sok bijaksana."Ya sudah, buruan kamu pindah ke kamar! Nanti malah sakit dan gak bisa kerja, kan bikin susah saja," ucapku sedikit ketus.Wajah ceria Fani langsung berubah muram, perlahan ia bangkit menuju kamar.***Hari ini hari minggu, Fani akan libur berkerja. Seharian dia akan full di di rumah, dia pasti akan meminta jatah se
ISTRIKU TUABab 4 : BujukanKuraih ponsel yang berada di samping bantal. Tenyata ada beberapa pesan dari Fani, kuabaikan saja. Jam menunjukan pukul 06.00, perutku terasa perih karena tadi malam belum sempat terisi apapun.Ketika membuka pintu kamar, Fani yang tertidur didepannya langsung terbangun lalu memeluk kakiku."Mas, maafkan Adek, Mas. Semenjak kita menikah, Adek sudah bertobat dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Adek sangat mencintai, Mas. Bimbinglah Adek ke jalan yang lurus, Mas. Hidup Adek yang terdahulu memang penuh dosa, tapi semenjak kita menikah, Adek sudah berubah," ucap Fani dengan sambil menangis dan masih memeluk kakiku.Astaga, kalau bukan karena aku masih ingin hidup enak dengan ongkang-ongkang kaki saja, sudah kutendang dia. Tapi aku berusaha menahan diri dan ada sedikit rasa kasian juga, walau bagaimana pun juga dia adalah istriku. Si pencari nafkah untukku."Sudahlah, Dek! Jangan berlutut seperti ini, Mas sudah memaafkanmu. Ayo, bangun!" Aku meme
ISTRIKU TUABab 5 : Tidak BergunaSeperti hari biasanya, sarapan sudah terhidang di atas meja. Tapi mataku menyipit, cuma ada nasi goreng berwarna pucat dengan setengah potong telor saja. Gelas di samping piring juga hanya terisi air putih, bukan susu seperti biasanya. Dan yang membuat hatiku dongkol, cuma ada tiga batang rokok saja. Mana cukup sehari cuma tiga batang. Jatah rokokku kan dua bungkus sehari, Fani mau korupsi ini.'Prakkk' kupukul keras meja makan, hingga air minum tertumpah ke dalam nasi goreng."Dasar istri tidak berguna, bikin sarapan yang enak saja dia tidak becus," umpatku dengan berang.Segera kukeluarkan ponsel dan mencari namanya."Halo, Assalammualaikum, Mas." Sambut Fani dengan suara sok lembut."Dek, sarapan apa ini yang ada diatas meja? Seperti makanan kucing saja!" ucapku dengan suara tinggi."Maaf, Mas. Susunya habis, bahan makanan yang lain juga habis. Uang gaji Adek ... ""Mas mau sarapan bubur ayam, tiga puluh menit lagi harus sudah diantar ke rumah ya!"
ISTRIKU TUABab 6 : KerjaJam di dinding menunjukan pukul 11.20, aku sudah bersiap untuk berangkat kerja untuk hari perdana ini. Fani juga sudah pulang dari sekolah, dia sengaja pulang awal agar mengantarku kerja."Mau berangkat belum, Mas?" tanya Fani."Ayo!" Aku memasukan ponsel dan rokok ke tas kecil selepangku."Lhoh, kok baju seragamnya belum dipakai?" Fani menatapku."Nanti Mas ganti pakaian di toilet Mall saja, malu kalau dari rumah sudah pakai dinas satpamnya." Aku menunjuk kantong plastik hitam yang kusimpan di atas meja ruang tamu. "Oh ya, Dek. Jangan lupa pakai maskernya!"Fani hanya terlihat menarik napas, kemudian kami berangkat. Memakan waktu 15 menit untuk sampai di Mall tempatku berkerja."Sampai sini saja, Dek. Gak usah ikutan masuk ke dalam." Aku menyipitkan mata melihat Fani yang sudah bersiap meninggalkan motor di parkiran."Oh, ya sudah. Adek pulang dulu kalau gitu, Mas yang semangat ya kerja dihari pertamanya," ujar Fani sembari mencium punggung tanganku.Aku men
Istriku TuaBab 7 : DemamSiangnya, benar sekali dugaanku. Aku terkena demam, sekujur tubuhku panas serasa bagai bara api. Tapi Fani malah belum pulang, menyebalkan sekali. Disaat suami sedang sakit begini, dia malah tidak ada.Beberapa saat kemudian, Fani pun tiba di rumah. Aku pura-pura tertidur, aku ingin Fani itu peka dengan apa yang kurasakan. Tapi dia malah acuh, berganti pakaian kerja dengan pakaian lainnya. Mungkin dia akan pergi mengajar les. Astaga, dia tidak mau menghampiriku. Ya sudah, aku pura-pura menggigil saja."Uuuuuuu, uuuuu, aduh ... sakit," rintihku dengan mata terpejam."Mas, kenapa?" tanya Fani sambil duduk di sampingku.Aku membuka sedikit mata, " Mas gak apa-apa, Adek mau ke mana?"Fani merasa dahiku dan wajahnya langsung tampak khawatir, "Mas demam, ya? Badannya panas banget, kita ke dokter sekarang ya!"Astaga, Dokter! Aku takut dokter, aku benci minum obat yang pahit itu, juga jarum suntiknya."Gak mau," rengekku sambil menaruh tangan Fani di kepalaku. "Piji
ISTRIKU TUABab 8 : Berhenti KerjaSejak kejadian itu, Fani menjadi lebih perhatian lagi padaku. Berarti tamparanku waktu itu sangat berkhasiat sekali. Jadi, wanita itu tidak bisa selalu dilembuti terus, sesekali memang perlu diberi kekerasan untuk mendokrin kepatuhannya pada kita. Itu menurutku, Fahmi Hairil Bin Usman. Putra dari petani miskin, yang sebelum berkenalan dengan Fani sangatlah menderita karena untuk beli indomie saja, harus ngutang di warung.Fani memang segalanya buatku, dia bisa menjadi sosok Ibu yang sangat memanjakanku, juga sosok istri yang sangat patuh dan penyayang, serta seorang Ibu Peri yang selalu bisa mewujudkan semua keinginanku. Aku sangat sayang sekali padanya, dan tidak mau sampai kehilangan dia. Hidupku akan berantakan tanpanya, aku tak bisa membayangkan semua itu. Jadi, aku harus bisa membuatnya tak berpaling dariku. Dengan wanita lain, aku gak yakin bisa hidup senyaman ini. Bayangkan saja, hanya dengan mas kawin sepuluh ribu rupiah, aku bisa mendapatkan
ISTRIKU TUABab 9 : GiselaJam di dinding menunjukan pukul 18.30, setelah sholat magrib, Fani sudah bersiap untuk berangkat mengajar les."Mas, Adek berangkat, ya!" Fani mencium punggung tanganku."Iya, sayang. Hati-hati di jalan! Pulangnya belikan Mas martabak manis ya, rasa keju susu." Aku menatapnya lembut."Iya, Mas." Fani mengangguk dan kemudian berjalan menuju pintu.Taklama berselang, deru suara motornya kian menjauh. Aku tersenyum senang dan membuka ponsel. Mengetik sebuah pesan untuk Gisela.[Dek, pulang kerjanya jam berapa?]Tiga detik kemudian, sudah muncul balasan darinya.[Ini sudah di jalan mau pulang, Bang.]Aku tersenyum lagi, bayangan bibir sexi dan tubuh moleknya membius otakku.[Jam berapa kita video callnya, sayang? Abang udah gak sabar 😊][Satu jam lagi, sayang.]Yes, Gisela memanggilku sayang. Rasanya terbang ke awan, aih ...Tepat pukul 19.30, aku langsung melakukan panggilan video. Hatiku dag-dig-dug menunggu Gisela menjawab panggilanku.Taklama kemudian, pang
ISTRIKU TUABab 10 : RibutSejak pertengkaran malam itu, aku sudah menghapus pertemanan dengan Gisela di facebook di depan Fani dan berjanji untuk tidak menduakannya lagi. Hem, itu hanya janji. Masalah bisa terpenuhi atau tidaknya aku tidak tahu juga. Yang terpenting sekarang, Fani bisa percaya dan luluh lagi hatinya padaku."Sayang, ayo sarapan dulu! Mas sudah bikin nasi goreng untukmu," sambutku pada Fani ketika keluar dari kamar.Fani sudah bersiap mau berangkat kerja. Pagi ini dia masih mengenakan kacamata kala berangkat kerja, karena lebam di mata bekas pukulanku waktu itu masih membekas. Padahal sudah seminggu.Fani terlihat melihat arloji di pergelangan tangannya."Baru jam setengah tujuh, Dek. Ayo!" aku menarik tangan Fani dan menuntunnya duduk di depan meja makan."Ayo, sayang ... dicicipi dong masakan Mas!""Iya, Mas. Makasih, ya." Fani senyum sumringah sambil memakan nasi goreng buatanku.Yes, akhirnya Fani bisa tersenyum lagi dan kembali kepelukanku.Setelah menghabiskan s
Istriku TuaBab 35 (Tamat)"Kenapa baru bilang sekarang, Dek?""Aku juga baru tahu, Mas, kalau sudah stadium empat sebab aku tidak pernah mau memeriksakannya pada Dokter.""Kenapa, Dek?" dadaku menjadi sesak, orang yang kucinta, yang sudah lama kucari tapi tak lama lagi ia akan meninggalkanku untuk selamanya."Mungkin ini hukuman dari Allah atas kesalahan dimasa lalu, aku ikhlas menerimanya.""Tapi, Dek .... ""Sudahlah, Mas. Kamu tak perlu bersedih! Mungkin ini azab wanita tukang selingkuh sepertiku, yang suka berzinah hanya demi kepuasan birahi. Aku senang, sebab disaat sakit melanda, aku sudah bertobat. Jadi, kupasrahkan semuanya pada Ilahi," kata Fani sambil menyeka buliran bening yang keluar dari pojokan matanya."Sudah kuputuskan, aku akan rujuk denganmu. Aku akan merawatmu, sayang." Kueratkan pelukan padanya, kami sama-sama menangis."Siapa nama wanita dan anak kecil yang bersamamu tadi, Mas?""Namanya Sandra dan anak kecil itu Stepy.""Setelah aku meninggal nanti, kamu harus m
ISTRIKU TUABab 34 : BertemuPagi ini, Stepy menelponku untuk menemani mamanya menghadiri pentas seni di sekolahnya. Ia akan tampil menari di sana, aku di minta hadir. Tak kuasa menolak ajakan calon putriku itu, maka kuiyakan saja.Beberapa saat kemudian, aku sudah duduk berdampingan dengan Sandra. Ia menolehku sekilas, lalu sibuk dengan ponsel. Apa aku yang harus menanyakan tentang kebenaran ucapan Stepy yang melamarku untuk jadi papa sekaligus suami dari sang mama. Tapi kok, Sandra cuek begini? Tidak ada gelagak kalau ia menyukaiku. Disaat sedang mengamati wajahnya, Sandra menoleh padaku. Wah, apakah ia akan melamarku jadi suaminya."Mas .... ""Iya," jawabku sambil menyunggingkan senyum."Itu, Stepy sudah naik ke atas panggung," ujarnya agak grogi.Aku segera menoleh ke arah panggung sambil mengusap wajah, ah ... padahal aku sudah kePDan.Disaat Stepy menari di atas panggung, tiba-tiba tangan Sandra menggenggam jemariku. Aku tersentak kaget dan mengerutkan dahi."Mas, penampilan S
ISTRIKU TUABab 32 : Nasib BaikTiga hari sudah aku menjadi pengasuh si Fani kecil. Ia selalu kubawa ke mana pun, bahkan ketika memasukkan lamaran kerja. Semoga dia bisa membawa hoki bagi kehidupanku. Naluri kebapakanku begitu menyeruak ke permukaan. Aku mulai menyayanginya dan menganggapnya anak.Kini langkah kami terhenti di depan sebuah Pabrik Kertas."Permisi, Pak. Saya mau melamar pekerjaan, di koran katanya Pabrik kertas ini sedang butuh beberapa karyawan bagian pengolahan," ujarku sambil menunjukkan koran yang kubawa."Iya, betul. Masuk saja, langsung antar lamaran anda ke HRDnya." Satpam itu terlihat ramah. "Tapi, gak boleh bawa anak, maaf.""Oh, ya sudah. Saya titip anak saya sama Bapak, boleh?"Satpam itu mengangguk dan menarik tangan Fani kecilku tapi ia malah menolah dan bersembunyi di belakangku.Satpam itu menatap Fani sampai keningnya terlihat berkerut, "Sepertinya saya pernah melihat anak ini? Apa dia benar anakmu?""Iya, dia anak saya. Ya sudah, saya permisi saja dan
Istriku TuaBab 31 : MerantauSesampainya di penginapan, segera kubersihkan tubuh. Tampang dekil ini harus kembali berubah rupawan. Kupandang pantulan diri di depan cermin, wajahku sudah kembali mulus. Bekas pukulan waktu di penjara juga sudah menghilang.***Pagi ini aku terduduk bingung dengan apa yang pertama akan kulakukan. Mencari keberadaan Fani atau mencari perkerjaan dulu? Ah, tingkat kecerdasanku memang minim, hanya tingkat kegantengan saja yang tinggi. Begini saja aku bingung, kan ... hanya bermodalkan wajah ganteng tanpa memiliki kecerdasan itu serasa menjadi perhiasan imitasi. Hanya indah tampilan, tapi tak ada gunanya. Sebab gak laku kalau di jual kembali. Aku memukul kepala dan kemudian bangkit menuju pintu.Kudekap beberapa map yang sudah berisi surat lamaran kerja, walau hanya bermodal ijazah SMA. Aku berbohong pada Fani kalau ijazah sudah di makan rayap, sebenarnya ada di simpan sama Ibu. Waktu itu aku sudah merasa enak bersamanya, sebab semua terpenuhi tanpa harus ke
Istriku TuaBab 30 : BebasHari ini aku sudah bebas dari penjara, tekatku sudah bulat. Setelah ini akan mencari Fani. Dua bulan sudah kami berpisah, waktuku untuk bisa rujuk dengannya hanya tinggal sebulan lebih.Pakaian sudah kumasukkan ke dalam koper, tapi kemudian. Aku terpikir sisa uang, ternyata bukan tiga juta lagi, hanya dua juta lebih saja. Sebab sudah kupakai buat berobat juga tempo hari. Sebaiknya sebelum menemui Fani, aku konsul ke doktet lagi. 'Si otong' harus sembuh, dia adalah mahkota keperkasaanku. Kusimpan kembali koper dan bersiap untuk ke rumah sakit. Demi Fani, sekarang aku sudah tidak takut lagi ke Dokter. Demi dia, aku harus sembuh dan bisa memberinya anak agar hubungan kami tak terpisahkan lagi."Bagaimana, Dokter? Kira-kita kapan saya bisa sembuh?" tanyaku pada Dokter ketika ia sudah selesai memeriksa senjata pamungkas."Hem, gak bisa langsung sembuh, Pak. Penyembuhannya bertahap, saya resepkan obat lagi saya, ya!" jawab sang Dokter sambil menuliskan sebuah rese
Istriku TuaBab 29 : KDRTMalam berikutnya, lagi-lagi Dinny menuntut hak sebagai istri. Berbagai alasan sudah kulontarkan, tapi ia masih ngotot mengajak berhubungan."Gak nyangka aku, Bang. Ganteng-ganteng kok, malah impoten!" ucapan itu keluar juga dari bibir tipis Dinny. Ia menatapku tajam, tatapan merendahkan.Tanganku langsung terangkat mendengar ucapannya, pukulan mendarat di wajah mulusnya. Hatiku murka."Aaaagghh," jeritnya histeris sambil memegangi wajah."Jaga ucapan, Dinny! Aku ini suamimu, aku pria normal. Hanya saja sekarang aku sedang sakit, kuharap kamu bisa bersabar." Tanganku terkepal dengan masih menahan amarah yang membuat tubuh ini gemetar."Sakit apa, Bang? Sakit Himpoten, kan? Aku menyesal menikah dengan pria sepertimu, aku jijik! Cih!" Dinny meludahi wajahku lalu keluar dari kamar.Setan! Awas saja kamu! Kukejar Dinny hingga ke depan pintu tapi ia sudah keburu keluar. Ah, aku gak mungkin menghajarnya di rumah ini, ini rumah orang tuanya.Seminggu sudah pernikahan
Istriku TuaBab 28 : Pernikahan KeduaAku masih mengantuk ketika Bapak dan Ibu masuk ke kamar. Ada apa mereka ke sini? Aku menyipitkan mata dan menarik tubuh, tapi masih dengan posisi berbaring."Bangun dulu, Fahmi! Bapak mau bicara," ujar Bapak seraya duduk di sampingku."Woahhh, ada apa sih, Pak?" Aku menutup mulut sambil menguap dan kemudian duduk."Ibu dan Bapak baru saja pulang dari rumah Pak Saiful, mertuamu.""Astaga, jadi ini bukan mimpi? Kejadian penggerebekan itu nyata?" Aku mengusap wajah dan menampar pipi."Awww, sakit!" Aku meringis."Iya, Fahmi. Ini bukan mimpi, sekarang ini kamu suaminya Dinny, putri tunggal Pak Saiful," jawab Ibu sambil menepuk pundakku.Aku tertunduk lemas, "Jadi, Bapak sama Ibu mau bicara apa?"Mendadak semangat hidupku semakin menurun saja, ingin mati namun masih berharap bisa rujuk dengan Fani."Pak Saiful mau meresmikan pernikahan kamu dan Dinny, acaranya satu minggu lagi." Bapak terlihat menarik napas."Ah, buat apa juga?" Aku kembali menarik sel
Istriku TuaBab 27 : DigerebekKeesokan harinya, aku gak mau lagi ikut Bapak ke Sawah. Kejadian kemarin bikin trauma saja. Hari ini rencananya akan ke pasar untuk membeli ponsel. Hidup tanpa ponsel membuatku gak update berita-berita di dunia dan menjadi kurang keren. Biarpun tinggal di kampung, tapi gak boleh ketinggalan jaman.Sesampainya di Pasar, kupilih ponsel yang harganya dua jutaan saja. Aku harus berhemat, uang dua puluh juta dari Fani ini harus bisa kugunakan semaksimal mungkin. Beli yang benar-benar penting saja, dan gak boleh boros. Sebab mencari uang itu susah, apalagi mencari kerja. Maka dengan itu, aku harus bisa kembali rujuk dengan Fani. Tapi, syaratnya aku harus bisa berubah jadi dewasa dan memiliki pekerjaan. Aduh, aku harus kerja apa? Oke, sebaiknya mencari kerjaan di medsos saja. Semoga ada lowongan buat jadi Direktur.Hem, ponselku sudah bisa digunakan. Hal pertama yang kulakukan adalah mengambil nomor Fani dari ponsel Ibu dan mencoba menelponnya."Nomor yang anda
Istriku TuaBab 26 : Patah HatiTiga hari sudah aku mengurung diri di kamar, meratapi nasib setelah ditinggal Fani. Hampa, nelangsa, nestafa, rapuh, hancur, putus asa dan hampir mengakhiri hidup. Tanpanya, duniaku seakan berakhir. Aku tidak ada semangat melakukan apapun juga. Inikah rasanya patah hati? Sungguh tega, Fani mematahkan hati seorang suami semuda dan setampan aku."Fahmi, Ibu masuk ya?" Suara Ibu terdengar di depan pintu."Iya, Bu. Masuk saja! Pintunya tidak di kunci."Ibu membuka pintu kamar dan melangkah menghampiriku yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan tangan memeluk lutut."Fahmi, coba ceritakan semuanya pada Ibu! Apa yang terjadi antara kamu sama Fani? Kemaren Ibu telpon dia, tapi nomornya malah gak aktif." Ibu duduk di sampingku.Aku menarik napas, seketika terasa sesak. Sepertinya saluran pernapasan tersumbat angin, hiks. Keringat pun mulai keluar lewat mata. Aku tidak menangis, hanya terasa sakit saja dada ini jika mengingat dia, istriku tersayang."Bu, Fa