Bab 36 - Duel MautPOV BELAKutinggalkan kantor mas Leon dengan langkah gontai, ternyata rencanaku memberi kejutan padanya gagal total. Bukan mas Leon yang kaget, malah aku yang merasa terkejut.Sia-sia masakan yang kubuat dengan sepenuh hati ini. Mas Leon malah akan pergi makan siang ke rumah mbak Nadine. Huft! Kuhembuskan napasku dengan kasar, mengapa hatiku merasa sakit melihat mereka pergi berdua. Bukankah mereka memang dekat sejak aku belum menikah dengan mas Leon. Kupandangi lagi makanan yang aku bawa, sebaiknya makanan ini aku berikan kepada yang membutuhkan saja. Dengan riang kulangkahkan kaki menuju ke tepi jalan untuk menunggu angkot yang lewat. ***"Kak Bela, kemana saja. Sudah lama kakak gak main ke sini. Kami kangen," seru anak-anak jalanan yang kutemui siang itu. Aku baru ingat kalau semenjak menikah dengan Mas Leon, aku melupakan kegiatanku membagikan nasi bungkus setiap hari Jumat."Kakak ada sedikit kesibukan, maaf, ya. Kakak janji akan datang hari Jumat besok!"
Bab 37 Buka Bajumu Aku tak menghiraukan larangan dari pak Sopir. Aku pun keluar untuk menghadapi dua orang suruhan Bang Juki itu."Mau apa, kalian?" "Ha-ha-ha! Ada nyali juga lu, kita mau membawa lu ke bang Juki. Ayo ikut!" jawab mereka dengan tertawa terbahak."Kalau aku gak mau? Kalian mau apa?" "Wah, nantangin dia Bos. Sudah, hajar aja!" Kedua orang itu menyerangku, aku pun bersiap menghadapi mereka. Perkelahian kami pun terjadi, aku berusaha mengalahkan keduanya dengan jurus-jurus yang sudah kupelajari selama ini.Salah satu dari mereka berhasil kubuat terjungkang karena tendangan ku. Aku kembali fokus pada yang seorang lagi, dia menyerang menggunakan sebuah pisau membuat aku terlalu fokus padanya.Sehingga aku lengah dan tak menyadari jika pria yang satu lagi mengambil sebuah batu yang ada di dekatnya.Bugh! Dia melemparku dari belakang. Rasa sakit spontan menjalar di punggungku. Untung aku masih bisa fokus menghadang pria satu lagi yang menghunuskan pisau ke arahku. Berula
Bab 38 - KhilafPOV Leon.Bela masih bengong dengan perintahku barusan. Padahal aku menyuruhnya membuka baju karena ingin melihat luka di punggungnya. "Aku hanya ingin melihat lukamu itu, takutnya parah. Biar bisa diberi obat," ucapku lagi.Bela pun menurut, dia berbalik membelakangiku. Lalu perlahan mulai membuka bajunya. Jantungku mendadak berdetak kencang melihat punggung Bela yang putih mulus.Untuk beberapa saat aku malah terpaku dengan keindahan tubuh Bela yang baru sekali ini kulihat."Mas, bagaimana lukanya?" tanya Bela menyentak kesabaranku. "Sebentar, sepertinya tidak terlalu parah. Mas ambil kotak obat dulu," jawabku lalu bergegas keluar kamar. Aku mengambil kotak obat yang terletak di lemari hias yang ada di ruang keluarga. Mama yang sedang menonton tv hanya mengawasiku tanpa berkomentar. Setelah kotak berhasil kuambil, aku pun kembali ke kamar. Bela masih pada posisinya tadi. Aku mengajaknya untuk duduk di sofa agar lebih gampang mengobati penyakitnya. Luka memarnya
Bab 39 - Di mana KamuAku beranjak ke luar kamar menuju ke balkon setelah berpakaian, lalu duduk di sana menikmati sejuknya angin malam yang menerpa tubuhku. Begitu sejuk dan dingin membuat otakku sedikit ringan. "Kamu melakukan apa?" tanya Bela tiba-tiba hadir di sampingku. Aku terperanjat dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Dia berdiri hanya memakai selimut saja. Bahunya terbuka sehingga aku bisa melihat jejak yang kutinggalkan tadi. Aku menunduk, merasa malu dengan apa yang sudah kuperbuat. "Ma-maafkan aku, aku khilaf. Aku ...." ucapku terbata dan terputus karena Bela memotongnya. "Tak apa, aku juga menginginkannya," ucapnya dengan nada datar. Pandangan mata kami bertemu, aku bisa melihat ada sorot sedih dan kecewa di sana. Apa di masih sedih karena melihat kedekatan ku dengan Nadine siang tadi. "Maksud kamu apa, Bela?" tanyaku lagi ingin tahu isi hatinya yang sebenarnya. "Tidak ada maksud apa-apa? Aku hanya ingin tahu, dengan kejadian tadi. Apa yang selanjutnya terjadi pa
Bab 40 Bela Kabur"Bela pergi diam-diam, apa kamu sudah periksa barang-barang kamu, Leon. Jangan-jangan sudah dibawanya pergi."Mama tiri ku terus saja mengoceh membuat kepalaku bertambah pusing. Apa dia tak ad perasaan simpati sedikitpun pada diriku?"Leon, kamu harus telpon ....""Mama, stop! Please, aku sedang berpikir. Jangan membuat pikiranku semakin galau!" teriakku saking kesalnya. Aku tak peduli dengan protesnya. Aku semakin pusing jadinya."Bela, kenapa kamu pergi setelah memberi kenangan indah padaku?" keluhku dalam hati. Karena tak ada lagi yang bisa kulakukan, aku pergi ke kantor karena hari sudah siang. Walau bagaimana pun aku harus bekerja profesional. Banyak rapat dan meeting penting yang harus aku hadiri hari ini.Soal kepergian Bela, aku sudah meminta tolong seorang temanku untuk mencarinya. Paling tidak tahu informasi di mana dia sekarang. Sayangnya tak ada satu pun info yang kudapat tentang keberadaan Bela. Dia mengulang bagai ditelan bumi. Istri Bang Ramon pun t
Bab 41 - Mirip DiaSampai di suatu perempatan, aku bingung harus berbelok ke mana. Terpaksa aku menghidupkan GPS dan bertanya arah ke kantorku. Ternyata pengetahuanku tentang jalan-jalan di ibukota sangat payah. Untung saja ada aplikasi yang bisa membantuku agar tak tersesat. Akhirnya aku tiba di kantor, langsung saja aku bersiap untuk rapat dengan dewan redaksi. Namun, di parkiran kantor aku bertemu dengan seseirang yang sepertinya aku kenal. Ya, aku tak mungkin salah mengenali orang yang akan masuk ke dalam mobilnya itu. Dia Jefri teman satu kampusku, aku cukup mengenalnya dulu. Karena dia adalah seorang aktifis kampus yang aktif sepanjang masa kami kuliah."Hay, Jefri. Apa kabar? Kamu ada urusan apa sampai bisa tiba di sini?" tanyaku pada Jefri, teman waktu kuliah dulu.Jefri menoleh padaku, untuk sejenak dia sepertinya sedang mengingat siapa aku. Kemudian dia tertawa dan mengulurkan tangannya padaku."Leon, kan. Ya ampun gak nyangka bisa bertemu di sini," serunya senang. Aku pu
Bab 42 - Mengelak"Maaf, tuan siapa. Saya bukan orang yang tuan maksud," jawab wanita berhijab tersebut."Oh, ma-maaf kalau begitu. Saya salah mengenali, soalnya wajah Anda mirip sekali dengan istri saya," terangku agar dia tak marah.Dia tersenyum dan aku kembali terpana. Senyumnya juga mirip sekali dengan Bela. Hanya suaranya saja yang berbeda, dia lebih merdu dan lembut. Sedangkan Bela suaranya kencang dan kasar seperti preman.Ah, memang Bela preman pasar. Namun, terus terang sampai sekarang aku masih merindukannya. Ternyata aku telah jatuh cinta dengan Bela. Namun aku menyadarinya setelah Bela pergi.Walaupun aku juga menikah dengan Nadine, tapi jauh di dalam lubuk hatiku tak ada rasa cinta sedikitpun buat dia.Tadinya kukira seiring waktu, aku akan bisa menyukai Nadine seperti aku yang lama kelamaan mulai menyukai Bela. Sayangnya sampai saat ini, aku tak bisa melupakan Bela."Leon, apa yang kamu lakukan di sini?" Pertanyaaan Jefri menyentakkan lamunanku."Ah, tidak ada, Jef. Ap
Bab 43 - Keresahan NadineHari hampir menjelang malam ini aku tiba di rumah. Nadine menyambutku dengan tatap mata yang tajam. Matanya menelisik ke setiap tubuhku, kemudian berlalu begitu saja ke dalam kamar.Aku menyusulnya ke kamar juga, ternyata Nadine sedang menyiapkan baju ganti untukku.Aku pun segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil berendam di bathtub, ingatanku kembali pada Zaki dan mamanya.Mereka bisa membuatku penasaran. Entahlah, rasanya aku mempunyai suatu hubungan dengan mereka."Mas, kamu belum selesai?" tanya Nadine. Gedoran di pintu dan teriakan Nadine membuatku kembali ke alam nyata."Iya, sebentar lagi!" balasku."Cepat, ya. Ada Papa sama Mama datang," teriaknya lagi.Segera kusudahi mandi lalu keluar dan langsung berpakaian. Setelah selesai, aku pun mencari keberadaan Nadine di ruang depan.Ternyata benar, mertuaku datang. Aku menjatuhkan bobot tubuhku di samping Nadine."Mama sama Papa sudah makan?" tanyaku karena perutku juga lapar.Mereka men