"Mi, perasaan aku jarang banget lihat suami kamu di rumah, kerja terus tah nggak ada libur?" tanya Priyati, tetangga Mimi.
"Iya, kerja terus liburnya kalau sakit aja," jawab Mimi jujur."Kerja terus tapi kok enggak kaya-kaya, jangan-jangan duitnya dipakai buat main wanita," celetuk Ita, tetangga Mimi yang paling suka menebar berita hoax."Hus! Kalau ngomong itu dipikir, Yu. Suaminya Mimi itu Kerjanya memang sering lembur, tapi bukan berarti dia nyeleweng. Orangnya baik dan kalem gitu kok, ya nggak Mi?" ujar Ningsih.Mimi pamit dari tempatnya belanja di warung pak Wage. Malas jika meladeni ucapan mereka yang kadang jadi membuatnya berpikiran macam-macam terhadap suaminya yang sering pulang malam itu." Nggak usah didengerin ucapannya si Ita. Dia memang suka ngomong tanpa dipikir, rumah tangganya saja tidak jelas," ucap Ningsih yang ikut pulang setelah pembicaraan mengenai Ardan tadi."Sudah biasa, Yu. Rumah tangga seumuran Kami memang pasti diuji banyak cobaan terutama ya masalah ekonomi dan juga orang ketiga. Menurut berita yang kemarin aku baca, rumah tangga itu bisa dikatakan berhasil jika sudah melewati semua fase dan akan terlihat setelah 10 tahun yang akan datang. Rumah tanggaku dengan mas Ardan baru 5 tahun dan kami masih perlu banyak belajar dari apa yang terjadi," jelas Mimi santai.Sebenarnya pikirannya juga sedikit terkontaminasi oleh ucapan Ita itu. Namun, ia tidak boleh berprasangka buruk yang akan menyebabkan hubungannya dengan Ardan bertambah kacau." Jadi kalau misal itu betul bagaimana?" tanya Ningsih ragu."Ya nggak gimana-gimana kalau jodoh nggak akan kemana mana. Setiap orang punya titik bosan, jika nanti dia melakukan hal buruk pasti Tuhan akan menunjukkan. Buat apa berprasangka buruk yang justru akan meracuni pikiran kita sendiri Toh, kalau Mas Ardan sudah enggak cinta pasti dia pasti akan melepaskanku. Santai lah, ikuti saja rencana Tuhan. Curiga boleh, menuduh jangan," jawab Mimi sambil tersenyum."Keren kamu, Mi, sabarnya kebangetan. Ita juga itu kurang kerjaan pakai ngomporin kamu, hari ini kamu enggak jualan?" tanya Ningsih."Nggak. Badanku lagi nggak enak. Lagian, modal juga kemaren terpakai buat beli bumbu dapur."Mimi memang sering berjualan di Sekolah Dasar tak jauh dari rumahnya. Berjualan ala kadarnya dan dengan untung yang tidak begitu besar tetapi cukup untuk jajan Laila sehari-hari."Ardan kalau ngasih jatah kamu harian atau bulanan?" tanya Ningsih."Kadang harian kadang bulanan. Enggak pastilah, tergantung pas dapat rezekinya itu kapan.""Bukankah karyawan tetap?" tanya Ningsih heran."Iya tetap tetapi kadang ada saja kebutuhan yang membuat uang belanja terpotong dan akhirnya harus rela berhemat," ucap Mimi."Kamu nggak tahu jumlah uang gaji suami berapa?""Nggak, Dia nggak pernah kasih tahu berapa yang didapat dan berapa yang dikeluarkan dia hanya bilang kalau uang gaji dipakai sebagian untuk cicilan motor dan uang bensinnya. Makanya aku bela-belain jualan biar bisa jajan Laela, ngandelin suami mah makan hati. Tapi setahuku sih memang nggak besar gajinya, berapa sih UMR kota Cilacap? Ibaratnya buat Cicil motor aja sisa berapa ratus ribu. Aku maklum saja, Lagian Mas Ardan juga nggak terlihat aneh-aneh banget," ucap Mimi.Ningsih mengangguk pertanda menyetujui ucapan Mimi. Faktanya Ningsih yang juga suaminya hanya pekerja serabutan, terkadang ia juga bingung dalam mengelola keuangan. Padahal Setiap hari selalu ada saja pekerjaan tetapi uang selalu saja habis dan kadang juga kurang."Eh, Mi, Sepertinya kamu kedatangan tamu? Wah pakai mobil juga pasti ini orang penting," ucap Ningsih menunjuk pintu rumahnya yang terbuka."Dari mana sih kamu? Ada bos datang, kamu buatin minum," perintah Ardan. Hari ini dia memang sengaja libur bekerja karena merasa tubuhnya tidak fit. Ardan sedikit kaget saat bosnya datang untuk menjenguk bersama dengan sekretaris tempatnya bekerja."Ini istrimu, Dan?" tanya Ferdi, bos Ardan." Iya Pak, Kenalkan ini istri saya namanya, Mimi."Ardan seperti enggan memperkenalkan Mimi kepada Bos dan sekretaris nya. Penampilannya sungguh sangat tidak enak dipandang. Daster kucel dengan rambut yang seperti tidak disisir membuat umur Mimi yang hanya baru 20 tahun ini terlihat seperti sudah 30 tahun lebih."Mimi, Pak, Mbak. Silakan dicicipi minumannya, maaf kalau seadanya," ucap Mimi."Matur nuwun, Mbak. Ini sudah Alhamdulillah dikasih minum, kami hanya mampir sebentar untuk menengok keadaan Ardan. Semoga cepat sembuh, mungkin akibat lembur semalam dia jadi sakit," ucap Melly, sektretaris Ferdi."Mungkin hanya kelelahan saja, Pak, Mbak. Terima kasih sudah menyempatkan datang kemari."Meli dan Mimi saling berbincang layaknya sahabat seperti sudah kenal lama. Meli orang yang mudah bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan Mimi yang baru saja ditemuinya. Bahkan Mimi tidak menaruh curiga sedikitpun kepada Meli karena semuanya terlihat biasa saja. Justru Ardan lah yang merasa gelisah akan kedatangan Meli ke rumahnya.Ada saatnya di mana Seorang Istri harus memiliki jiwa detektif. Namun, jangan sampai ke kecurigaannya menjadi neraka dengan menuduh tanpa bukti."Mas, Meli itu sekretarisnya bos atau istrinya Bos?" tanya Mimi saat tamu mereka sudah pulang."Kamu mikirnya siapa?""Kalau istrinya si Bos, wajar saja datang bersama ke sini. Tapi, kalau karyawan kok, rasanya aneh?" tanya Mimi."Aku yang sakit kok, kamu yang merasa aneh? Dah, bikinkan susu. Badan Mas agak menggigil," perintah Ardan membuat Mimi mendengus kesal."Aneh, tanya apa jawabnya apa," grundel Mimi.Mimi membuatkan susu sesuai keinginan Ardan. Meski keinginannya tak ada di rumah, Arden tak mau tahu. "Lama banget sih? Bikin susu apa meres susu?" tanya Ardan dengan nada sedikit sewot."Sabar, bahannya tidak ada di rumah, jadi harus beli dulu di Warung Pak Wage. Nih," ucap Mimi meletakkan gelas berisi susu di depan Ardan dengan hati-hati."Lain kali stock di rumah. Jadi kalau misal pas lagi kepengen malam-malam barangnya ada," protes A
~~Jika menginginkan istri yang baik, maka cerminkan sifat yang baik pula padanya. Pepatah mengatakan, istri adalah cerminan suami.~~"Mah, bagun!"Mimi terbangun saat tangan suaminya menggoyang tubuh mungil Mimi."Apa sih, Mas? Kan ini masih malam?" sahut Mimi malas. Baru beberapa jam yang lalu ia memejamkan mata setelah memijat badan Ardan, kini harus terbangun lagi kaena rengekan suaminya."Perut Mas sakit, ambilkan minyak gosok. Mungkin masuk angin," lirik Ardan."Itu namanya karma. Besok Kalau bawa makanan lagi nggak dikasih bukan hanya perutnya sakit, tapi jiwanya yang sakit," jawab Mimi sambil beranjak mengambil minyak gosok di samping tempatnya tidur."Mbok ya kalo ngomong itu dijaga mulutnya, suami lagi sakit kamu malah nyumpahin," protes Ardan." Siapa yang nyumpahin? Yang bilang perutnya sakit kalau makan makanan kota siapa? Eh, yang sakit perut malah yang makan, itu namanya karma. Mas harus ingat, karma tidak semanis kurma.""Sudah jangan kebanyakan ngoceh, kamu kerik biar
~~Pasangan yang setia adalah pasangan yang setiap hari bertengkar hal sepele tetapi masih awet sampai maut memisahkan.Hari-hari dilalui Ardan dan Mimi seperti biasa. Ardan yang dingin, semakin hari bertambah menyebalkan bagi Mimi. Ardan suka melakukan sesuatu sesuka hati dan mengabaikan Mimi tiap istrinya itu mengeluhkan lelah dengan kegiatan sehari-harinya." Mas atapnya bocor, mbok ya di perbaiki sana. Mumpung lagi sempat," perintah Mimi saat mendapati rumahnya penuh dengan air karena beberapa atap yang terlihat sudah tidak layak pakai menyebabkan banjir di setiap sudut ruangan."Rumah walaupun jelek kalau rapi, bebas bocor, pastilah akan nyaman ditempati. Besok kamu naik, perbaiki ya Mas?" imbuh Mimi lagi."Minta saja Bapak buat naik. Mas takut ketinggian," balas Ardan santai." Astagfirullah, masa minta bapak buat benerin rumah yang kita tinggali? Mau coba-coba jadi mantu durhaka?" sindir Mimi dengan nada yang sedikit dia naikkan." Iya kalau nggak ada yang benerin ya bawahnya d
~~Kesetiaan seorang istri diuji ketika suami tak punya apa-apa. Kesetiaan suami diuji ketika diposisikan dengan wanita yang bukan istrinya.~~Sudah setengah bulan Ardan tidak berangkat bekerja. Ada mengatakan jika bosnya bangkrut dan pindah ke Jogja."Kalau tidak kerja, lakukan apa aja yang dapat uang," ucap Mimi."Cari kerja itu susah, yang mudah itu minta. Kayak kamu itu," cibir Ardan saat makan singkong rebus pemberian mertuanya."Kalau Mas nggak kerja, bantuin aku siapkan bahan untuk berdagang. Selama ini, kita makan dari hasil jualanku.""Halah, jualan dapat buat beli beras aja bangga. Mas yang tiap hari dapat uang buat makan kita semua, biasa aja tuh, nggak kamu banggain. Malah kufurin!"Mimi memilih diam sambil menata sayur pecel yang hendak ia jualkan keliling.Ardan paling tak suka jika Mimi merasa dia yang menafkahinya. Selama ini dia berkuasa dengan uangnya dan dia benci status istri yang sok pintar dan berkuasa di atasnya."Nitip Laila, aku mau ngider pecel buat tambahan.
" Mas Ardan! Mas! Kebangetan kamu Mas, anak dibiarkan bermain sendiri di pinggir kolam nya Pak Narto. Untung tadi ada Pak Samin yang ngomong kalau Laila ada di sana lagi bermain sama si Wulan, kalau tidak apa jadinya tanpa pengawasan, anak seumur Laila bermain di tempat yang berbahaya?" teriak Mimi saat pulang dari berdagang. Sebenarnya dia belum selesai berkeliling, hanya saja panggilan Pak Samin membuatnya menyudahi dagangnya."Nggak usah teriak-teriak, anaknya sudah pulang 'kan? Gitu aja diributin. Salahin aja si Wulan, kenapa ajak Laila bermain. Sudah tahu Laila masih balita, kenapa dia ajak bermain jauh-jauh. Kamu beresin itu semua yang ada di atas meja, tadi abis ada tamu. Makanya Mas nggak sempat jagain Laila. Sudah enggak usah ngomel-ngomel, sudah jelek tambah jelek mukanya kalau nyerocos seperti itu."Ardan berbicara santai sambil menyesap cerutunya dan menonton televisi tanpa memperdulikan wajah Mimi yang sudah merah padam karena marah. Laila yang baru saja dinasehati oleh
" Mas kemarin kamu yang datang Itu si Meli? Katanya dia bawakan makanan banyak buat Laela," tanya Mimi saat Ardan sedang menyantap sarapannya." Iya.""Katanya berdua? Yang satunya lagi siapa?" tanya Mimi bak wartawan yang sedang mewawancarai narasumber nya."Dia sengaja datang untuk mengenalkan suaminya yang baru pulang dari Malaysia."" Oh jadi dia sudah punya suami, tapi kok kayak masih gadis," kata Mimi."Iya ialah. Kalau dia punya badan dirawat, nggak kayak kamu. Burik, busik, bau lagi. Mana ada yang percaya kalau kamu umurnya masih 20-an," ejek Ardan tanpa dosa.Mungkin perkataan Ardan memang sudah terbiasa bercanda dengan kata-kata yang mencemooh dan mencela fisik Mimi. Namun, sebagai istri yang dikatakan buruk tentunya dia tidak suka suaminya membandingkan dirinya dengan orang lain."Kalau istrinya mau cantik itu ya dimodali, kerjanya jangan suruh panas-panasan. Ini setiap hari Pagi siang sore kerjaannya di bawah terik matahari, sudah begitu pekerjaan rumah ketemu diri sendir
" Tumben Mas wangi banget? Dari kerja atau ke mana?" tanya Mimi saat mendapati Ardan pulang dengan pakaian kerja beraroma parfum. "Emang pakai parfum salah? Lagian kamu nyuci baju tidak pakai pewangi, malu aku kalau dekat-dekat sama orang tapi bau keringat," sangkal Ardan."Perasaan dari dulu kamu tidak pernah protes, bahkan kamu tidak menyukai aroma parfum. Kamu habis pergi?" tanya Mimi penuh selidik."Suami baru pulang tuh disambut dengan senyum ditawari kopi ini malah nyerocos kayak petasan. Bikin nggak nyaman saja di rumah." Ardan melepas pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Mimi yang masih menatapnya curiga.Mimi mengambil pakaian yang dipakai Ardan lalu meraba seluruh saku siapa tau Ia mendapatkan sesuatu yang bisa mengurangi rasa curiganya.Semenjak mendapatkan pekerjaan baru, Ardan sering pulang malam dan juga tidak makan di rumah. Dia beralasan jika makanan di rumah tidak berselera, Ardan juga kerap marah-marah tanpa sebab ketika Mimi menanyakan sesuatu m
“Kemana lagi, Mas? Minggu nggak libur juga?” tanya Mimi saat melihat Ardan yang sudah rapi dengan kaos dan celana panjang jeans miliknya.“Mainlah, di rumah sumpek. Laila mana?” tanya Ardan duduk sambil menyuap makanan ke dalam mulut. “Dah ke ladang sama Uti tadi. Aku nunggu kamu, niatnya aku mau ajak kamu menyusul ke ladang Uti sama kakung. Panen katanya,” ajak Mimi.“Ah, kamu saja lah. Kamu kan tahu, Mas ini sibuk. Lagian Mas nggak biasa ke kebun, bisa gatal-gatal semua badan itu.“Alasan terus,” decak Mimi membuat Ardan tertawa menyebalkan. Mimi mengambilkan jaket suaminya setelah Ardan selesai makan.Setiap Ardan bangun, Mimi selalu menyiapkan makanan wajib dan juga keperluan suaminya bekerja. Akhir-akhir ini memang Ardan jarang sekali di rumah. Dia sudah bak artis, pergi pagi pulang pagi. Curiga, tentu Mimi curiga. Namun, ketika ditanya bukan hanya omelan yang didapat tetapi kejengkelan Ardan yang berhari-hari membuat Mimi kadang malas lagi memikirkan kelakuan suaminya.“Pulang
"Om, pacarnya udah berapa?" Tanya Laila sambil terkekeh."Ee ee, nggak bahaya tah tanya-tanya tentang pacar? Ayahmu dengar bisa dinikahkan muda kamu," kekeh Adrian."Kan Laila hanya tanya saja kenapa harus sewot begitu? Dari tampang-tampangnya sih kayaknya udah mau nikah. Kapan Om? Laila udah nggak sabar pengen jadi Domas."Adrian mencubit hidung bangir Lela dan dia menatap ke arah langit sambil bergumam sendiri."Seandainya Om tidak dilahirkan lebih dulu pasti Om akan menunggu kamu sebagai calon istri Om tetapi Karena berhubung kamu masih kecil jadi Om akan nikah duluan bulan ini.""Bulan ini?"Adrian mengangguk. Dia memang akan berniat menikah bulan ini karena usianya sudah cukup matang. Dia sudah mendapatkan wanita yang cocok dan dia pun tinggal menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengan keluarganya."Ayah, Mama, Om Adrian mau nikah nih bulan ini katanya? Mama sama Ayah udah tahu belum?" Laila langsung berlari dan Adrian pun mengejar bocah yang ternyata sudah membocorkan renc
"Ma, papa kok nggak pernah datang lagi ke sini ya?" tanya Laila."Papa sibuk, Nak."Laila merengut. Sudah setahun lamanya Adnan pergi dari kota Cilacap dan meninggalkan kenangan dengan sang anak. Sengaja dia tidak memberikan kabar apapun agar Laila terbiasa tanpa dirinya. Sebenarnya Mimi sudah memberitahu bahwa sebaiknya menghubungi setidaknya seminggu sekali atau sebulan sekali untuk memberikan kabar kepada Laila agar tidak dikhawatirkan oleh anak yaitu, tetapi Adnan memilih untuk tidak menghubunginya karena dia tidak enak dengan Arfi. Sebagai lelaki yang memiliki banyak salah tentunya dia merasa malu jika selalu mengganggu hubungan keluarga mereka yang sudah cukup baik dan Adnan juga sedang mencoba untuk menata hidupnya agar menjadi lebih baik setelah menikah dan menerima sebagai istrinya yang sekarang.Santi dan Alvin datang berkunjung ke rumah Mimi dan mereka membawa anak mereka yang kini sudah pandai berceloteh ria. Kelahiran dengan jarak yang hampir sama dengan kedua anak Mimi
"Sudah pulang rupanya anaknya itu, kau antarkan jam berapa?" Tanya Melly saat dia bangun dan melihat Laila sudah tidak ada di kamarnya."Barusan.""Tumben kamu peka?" "Bukankah itu yang kamu inginkan? Kamu memang bukan sosok ibu tiri yang baik untuk anakku. Makanya aku pikir lebih baik aku mengembalikan saja kepada ibunya yang jelas-jelas lebih peduli kepadanya. Apalah arti Ayah ini jika dibawa ke sini hanya membawa dia terluka dan sedih mendengar kata-kata ibu tirinya," jawab Adnan yang tidak mau berdebat apapun dengan Melly."Baguslah kalau dia sadar diri. Sebagai anak memang dia harus tahu posisi kalau ayahnya ini tidak sekaya ibu nya yang menikahi bujang kaya."Jika dilanjutkan maka perdebatan ini akan kemana-mana dan bahkan membahas tentang nafkah yang tidak sesuai dengan permintaan Melly. Hal itulah yang membuat Adnan memilih untuk diam dan tidak banyak mendapat apapun tentang hal yang Melly ucapkan.Adnan pergi bekerja seperti biasanya Dan Dia mencoba untuk ikhlas menjalani ke
Laila menutup telinganya saat dia mendengar suara melengking dari luar kamarnya. Dia berpura-pura memejamkan mata saat Adnan sedang membacakan dongeng untuknya tadi. Dia tahu ayahnya itu sangat sayang kepadanya saat ini tetapi melihat kedatangannya ke rumah sang ayah kandung, Mely marah besar. dia tidak begitu disenangi oleh ibu tirinya membuat Laila merasa sendiri bahwa ayahnya sengaja mengajaknya untuk tidur lebih awal agar bisa menjelaskan alasan kedatangannya ke rumah ini."Kenapa kamu nggak minta izin sama aku buat ngajak anakmu itu tinggal di rumah ini? Kamu kan tahu sendiri kalau aku tidak suka anak kamu itu tinggal di rumah ini. Kamu saja masih numpang dan belum bisa memberikan aku nafkah yang baik dan juga menyenangkan anak-anakku. Sok-sokan Mau mengajak anggota keluarga baru dalam keluarga kita. Besok kamu harus antarkan dia dan biarkan saja Mimi yang merawatnya karena dia sekarang sudah lebih kaya karena menggaet laki-laki kaya. Kamu ini mikir nggak sih Mas? Untuk mencukupi
"Aku rasa Laila Sudah cukup tahu bagaimana cara untuk menepati janjinya. Dia bilang akan jalan-jalan bersama Adnan dan akan tetap kembali ke rumah ini. Dia hanya membutuhkan waktu untuk sang Papa bermain dengannya dan tidak akan menyakiti perasaan ibunya ini jika tidak kembali ke rumah ini. Dia sendiri yang menginginkan itu dan aku tidak berhak untuk melarangnya karena Adnan juga ayah kandung Laila."Mimi merasa sedih mendengarnya dan dia merasa gagal menjadi seorang ibu yang bisa berbuat adil kepada anaknya. Dia tahu pasti Laila sedih karena kasih sayangnya harus terbagi dengan adik-adik barunya tetapi dia juga tidak bisa menyalahkan keputusan Arfi yang membiarkan kepergian Layla karena keputusan itu pasti sudah dia pikirkan dengan baik."Kamu tidak usah terlalu sedih memikirkan anakmu karena aku yakin dia pasti bisa menyenangkan hati orang tuanya. Kita lihat saja Apakah anakmu itu akan kembali malam ini atau akan menginap di rumah Adnan. Jika memang Laila itu akan menginap di sana p
"Laila nggak pengen tinggal sama papa?"Ardan mengulangi pertanyaannya dan dia mengusap kepala Laila pelan untuk menyalurkan kasih sayang dan rasa rindunya kepada sang anak."Untuk apa kamu mengajukan pertanyaan yang tidak bisa Laila jawab di usianya yang sekarang? Seharusnya kamu sebagai seorang ayah tahu bagaimana cara untuk memposisikan diri sebagai ayah kandung di saat dia tinggal bersama dengan ayah tirinya," sahut Arfi.Arfi tentu saja kaget mendengar Ardan datang ke rumahnya dan ingin mengajak Laila untuk pergi bersamanya tinggal. Tentu saja tidak akan dengan mudah dia mengizinkan karena selama ini lelaki itu selalu saja membuat masalah dan tidak bisa dipercaya untuk mengasuh anaknya. Apalagi kedatangannya hanya untuk mengajak Laila pergi, dia tak akan mengizinkannya."Dia anakku dan aku berhak untuk mengajaknya tinggal kapanpun aku mau. Aku tahu kalau perasaan dia pasti sangat sedih ketika melihat kedua adik-adik itu lahir dan kalian mengabaikan kasih sayang yang dibutuhkan ol
Anak-anak Mimi sudah boleh dibawa pulang setelah 1 minggu menjalani perawatan di NICU. Mimi sudah mulai menyusui sejak 3 hari dirawat dan setelah 1 minggu dia sudah diperbolehkan untuk pulang. "Akhirnya baby Army sama Alma bisa pulang ke rumah. Senangnya cucu Oma sama Uti bisa menempati kamar yang baru," ucap Tiara saat dia menggendong salah satu anak Mimi dan Arfi."Rasanya tidak menyangka langsung diberikan cucu 2, jadinya bisa satu-satu menggendongnya.""Tuhan tahu kalau kita Mungkin saja akan berebut untuk menggendongnya jika hanya satu saja," kekeh Tiara.Alma dan Army digendong oleh Tiara dan Irah sedangkan Laila digandeng oleh Arfi untuk masuk ke dalam rumah."Anak Papa mau makan apa sore ini? Apa mau pesan makanan enak di restoran buat syukuran kepulangan kita," tanya Arfi."Papa mau beli?""Iya. Laila mau makan apa?""Hm, gak deh. Laila pengen ikut aja beli makanan sama papa.""Baiklah. Sekarang mandi dulu lalu Nanti Papa panggil buat ikut sama Om Adrian.""Yeew….."Laila sa
Siang hari keluarga Arfi dari Banyumas datang menjenguk dan mereka kaget karena mendengar bahwa Mimi melahirkan di usia kandungan 7 bulan saja. Mereka berkunjung saat Arfi tidak berada di tempat sehingga keluarga dari Arfi yang ada di Banyumas itu hanya bertemu dengan keluarga Hakim yang di Jakarta."Menantu mu lahiran sesar, Ra?" Tanya Syarifah."Caesar ataupun normal sama saja.""Iya jelas beda dong. Melahirkan normal itu sangatlah penuh perjuangan dan benar-benar berjihad yang sebenarnya, kalau melahirkan sesar kan tidak terasa dan tahu-tahu anaknya sudah di luar," cibir Syarifah."Melahirkan itu, baik Caesar maupun normal tetap saja sakit dan seharusnya kamu sebagai wanita pun tahu bagaimana perjuangan seorang ibu melahirkan anak-anaknya," sahut Tiara yang tidak ingin membuat anak menantunya sedih mendengar ucapan dari saudaranya itu. Mimi baru saja siuman, dia tidak ingin menantunya itu sedih jika mendengar ucapan Syarifah yang memang kadang suka berbicara asal."Bukan seperti it
"Sepertinya memang Laila sedikit cemburu dengan kelahiran kedua adik-adiknya. Kamu sebagai Ayah sambungnya harus bisa membuat anak sambung itu nyaman dan bahagia bersama dengan kalian. Resiko menikahi janda adalah harus menerima anak yang dibawa olehnya meskipun nanti kamu gunakan rasa berat dengan pengasuhan anakmu. Oma selalu mendukung keputusan kamu dan selalu akan berbahagia atas apapun yang kamu putuskan tentang hidupmu. Namun, Oma berpesan kepadamu jangan sampai kamu main tangan kepada istrimu dan jangan sampai keluarkan kata-kata yang bernada tinggi di depan anakku. Hal itu bisa membuat kamu merasa dibenci dan tidak akan dihargai oleh keluarga terlebih istri dan anak. Menikahi seorang janda itu berat tetapi pahalanya luar biasa karena bukan hanya menafkahi anak sendiri tetapi juga anak orang lain yang dibawa oleh istri. Pokoknya jangan sampai Oma mendengar kamu melakukan hal buruk kepada istri dan anaknya," ucap Ayu menasehati Arfi saat mereka sedang berjalan menuju ke ruang