Terimakasih telah mengikuti cerita ini. Yuk dukung terus dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya.
"Ibu ingin mendengar keputusan kalian, apa benar kalian ingin rujuk?"Asma menarik napas panjang, pada akhirnya sang ibu bertanya tentang hubungannya dengan Adam."Aku ....""Aku ingin rujuk Bu dengan Asma."Asma menatap ke arah Adam yang memotong ucapnya. Dia benar-benar tak menyangka betapa egoisnya mantan suaminya."Aku tak berniat rujuk Bu, bagiku sudah cukup hidup begini. Kita mulai saja hidup baru yang jauh lebih tenang."Adam ganti menatap Asma dia tak menyangka, wanita itu benar-benar menyerah pada keadaan. Hatinya sakit saat melihat wajah Asma yang terlihat datar."Pikirkan lagi Ma, anak-anak butuh orangtua yang lengkap. Lidya sudah mengijinkan kalau kalian mau rujuk."Asma terkejut dia menatap ibunya, seolah tak percaya pada apa yang wanita itu lakukan."Apa yang ibu lakukan? Tak bisakan berpikir dulu sebelum bertindak? Aku anak ibu begitu juga dengan Lidya, kenapa ibu harus melukai salah satu dari kami, untuk kebahagiaan yang lainnya."Asma mengelengkan kepala, jelas dia kec
"Lidya tak bisa menikah denganmu Bim, karena dia sedang hamil anak Aji."Prang ....Asma menutup matanya, saat melihat Bima menyenggol gelas jus yang baru datang. Jantungnya berdetak, karena mengira Bima akan melemparnya dengan gelas itu."Apa ini benar Mbak? Lidya hamil anak suaminya?"Asma menganggukkan kepala, dengan terpaksa dia harus cerita kalau satu hari sebelum menangkap basah Aji dan Putri, mereka berhubungan intim setelah berbaikan. Karena Aji telah menjatuhkan talak satu, untuk mengugurkan talak itu mereka berhubungan intim dan ternyata itu membuat Lidya hamil."Kenapa jadi begini Mbak? Kasihan Lidya. Apa dia terpaksa kembali lagi dengan suaminya?"Asma mengelengkan kepala, dia hendak mengatakan apa keputusan Lidya namun terganggu oleh panggilan dari ponselnya.[Halo Bu, ada apa?]Asma menjawab panggilan ibunya dia mengerutkan keningnya saat terdengar teriakan Lidya di sebarang sana.[Cepat pulang Ma, Aji tau Lidya hamil dia memaksa adikmu untuk pulang.]Asma melompat setela
POV : Aji.Aku memang bersalah, tapi tak bisakah memberiku kesempatan untuk bertobat. Lidya dan mbak Asma begitu keras kepala, kalau saja mereka diam tentu semua ini tak akan terjadi."Lidya keguguran dan itu kesalahanmu, semoga kau puas sekarang."Ucapan mbak asma memang pelan tapi begitu menyakitkan, seandainya aku tak menuruti permintaan mama untuk memaksa Lidya pulang. Semua ini tak akan terjadi."Sekarang tak ada lagi alasanmu untuk memaksa Lidya. Dia juga bebas menentukan, pada siapa dia menghabiskan hidupnya."Mas Adam juga sama, dia tak memikirkan perasaan adiknya. Aku hanya ingin kembali bersama Lidya."Percuma kau meratapi nasibmu Ji, kenyataannya tak ada lagi yang mengikat Lidya denganmu. Kalau saja kau bisa bersabar tentu semua ini tak akan terjadi."Aku mengacak rambutku karena semua orang seolah menyalahkan aku. Apa tak ada terpikir oleh mereka kalau aku sudah menyesali apa yang terjadi."Penyesalan memang selalu datang terlambat, tapi kami sudah memberimu peringatan, kau
POV : Aji"Cukup Aji, selama ini mbak terlalu menyayangimu. Ternyata kau adalah orang yang tak tau diri, buka matamu dan lihat wanita yang telah kau hancurkan hidupnya. Masih bisa kau menyalahkan orang lain, bahkan dengan kurang ajarnya kau menasehati ibu, yang terluka melihat penderitaan anaknya."Aku mengelus pipi yang di tampar mbak Asma. Apa dia tak mengerti kalau aku hanya ingin mempertahankan pernikahan, agar tidak terjadi perceraian."Sudahlah Ji, sebaiknya kau pergi dari sini. Kalau memang mau mempertahankan pernikahan kalian, kau bisa melalui pengadilan agama. Kami pun akan berjuang untuk membebaskan Lidya dari pernikahan kalian."Aku menatap mbak Asma. Sepertinya dia lupa siapa dirinya, hingga mau menjerumuskan adiknya."Apa seenak itu menjadi janda Mbak. Sampai kau mau adikmu juga menjadi janda, apa begitu menyenangkan berada dalam pelukan satu pria ke pria lain, tanpa ikatan pernikahan. Sepertinya kau lebih memilih bebas daripada rujuk dengan mas Adam. Dari Niko, George, la
"Akhirnya kau datang juga, Sekar."Riska tersenyum menatap ke arah Sekar dan Aji. Bibirnya tersenyum sinis, meski tubuhnya tak bisa bergerak sama sekali."Aku rasa kau datang pasti karena keraguan yang menyiksamu, sama seperti wanita itu. Istri pria bodoh yang rela berbuat apa saja untuk menolongmu. Awalnya aku tak mengenali wanita itu, hingga kedua anaknya menjadi penyebab kehancuranku. Tapi tak apa, aku dengar kalian sedang dalam masalah besar."Sekar mencoba menahan diri agar tak menyerang istri muda suaminya. Jika mampu ingin rasanya dia menghajar wanita itu."Kau tak perlu banyak bicara, katakan saja apakah benar Aji bukan anakku?"Riska tertawa dia terlihat senang, saat menatap wajah Sekar yang terlihat mulai tak sabar. Begitu juga dengan Aji yang berusaha sabar menghadapi tingkah Riska."Kau kaya bukankah akan lebih mudah dengan cara tes DNA. Jadi tak perlu kau bersusah payah mendatangi aku, Sekar."Brak ...."Katakan saja tak perlu banyak bicara."Aji mendorong kursi roda yang
"Tak perlu di pikirkan Ma."Asma mengangkat kepala saat mendengar suara Adam. Pria itu duduk di sampingnya, entah sejak kapan dia datang karena tak terdengar salam ataupun suara mobilnya."Ada apa kemari? Kalau mau bertemu Alkafi dia sedang tidur siang. Aku juga mau kembali ke kantor."Asma berdiri sedangkan Adam mengikuti di belakangnya. Pria itu membuka pintu mobil agar Asma naik."Tak perlu Mas, taksi online yang aku pesan sudah datang."Asma menunjuk ke taksi yang baru datang. Adam berlari dan meminta taksi itu pergi, dia membayar ongkos meski Asma tak jadi naik."Aku antar saja, sekalian ada yang mau aku bicarakan."Adam kembali membuka pintu mobil, Asma segera naik meski sedikit kesal. Adam hanya tersenyum meski terlihat sedih."Mama Riska meninggal."Adam memulai pembicaraan dengan kabar kematian Mama tirinya. Asma menjawab kalau dia sudah tau tentang itu."Apa kau juga tau soal Aji yang hampir di tukar waktu bayi?"Asma menarik napas karena dia juga baru tau tadi dari ibunya. S
Renno dan Alina saling memandang penuh cinta. Asma mengelengkan kepala melihat kebucinan itu."Untuk pertamakalinya, aku melihat pria dan wanita dewasa yang sedang jatuh cinta. Kalah anak ABG."Mereka tertawa namun dengan nada berbeda. Alina dan Renno tertawa seolah mengejek Asma, karena mereka tau betapa bucinnya Asma dan Adam."Kami jauh lebih mendingan daripada kau dan Adam Ma, kenapa sih kalian tak rujuk aja? Adam pria yang baik dan setia, dia bahkan rela menunggumu selama ini."Mendengar ucapan Alina hanya membuat Asma terdiam. Cintanya memang masih milik Adam, tapi mereka tak semudah itu kembali bersama."Lidya juga sudah dekat dengan Bima, aku rasa mereka akan cocok untuk menikah, hanya menunggu putusan cerai adikmu kan?"Bukan rahasia umum lagi kalau Lidya sudah mengugat cerai Aji. Hanya saja mereka sedang menunggu sidang."Aku rasa tak akan ada halangan jika Lidya sudah bercerai. Kalian berhak bahagia jangan terus berkorban Ma."Asma tersenyum karena dia tak merasa berkorban k
"Nik ...Niko, mau apa kau kemari? Bagaimana bisa Melisa mengijinkan kau masuk tanpa bertanya padaku?"Asma terlihat marah karena seharian ini dia merasa sekretarisnya menjadi aneh. Sekarang gadis itu dengan kurangajarnya membiarkan orang masuk tanpa meminta ijin dulu padanya."Kau tak perlu marah padanya karena dia tak tau aku masuk ke mari. Dia tak ada di tempatnya saat aku datang, jadi aku masuk saja untuk menemuimu. Aku dengar suara di kamar mandi, jadi tau kalau kau ada di dalam."Niko menjelaskan semua yang membuat Asma kesal. Dia terpaksa duduk untuk bicara dengan Niko."Aku datang dengan damai Ma, aku juga berniat meminta maaf padamu dan Adam. Sungguh aku telah menjadi orang yang jahat dan kejam, alasannya adalah dendam pada mantan suamimu, aku baru tau ternyata dendam itu tak seharusnya ada."Asma menarik napas dia sudah tau soal dendam itu, namun belum tau pasti apa sebenarnya alasan Niko membenci Adam."Ini tentang cinta pertamaku dan juga cinta pertama Adam." ***"Sayang."
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari