Terima kasih sudah mengikuti cerita ini. Yuk Dukung terus dengan cara memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya.
Renno dan Alina saling memandang penuh cinta. Asma mengelengkan kepala melihat kebucinan itu."Untuk pertamakalinya, aku melihat pria dan wanita dewasa yang sedang jatuh cinta. Kalah anak ABG."Mereka tertawa namun dengan nada berbeda. Alina dan Renno tertawa seolah mengejek Asma, karena mereka tau betapa bucinnya Asma dan Adam."Kami jauh lebih mendingan daripada kau dan Adam Ma, kenapa sih kalian tak rujuk aja? Adam pria yang baik dan setia, dia bahkan rela menunggumu selama ini."Mendengar ucapan Alina hanya membuat Asma terdiam. Cintanya memang masih milik Adam, tapi mereka tak semudah itu kembali bersama."Lidya juga sudah dekat dengan Bima, aku rasa mereka akan cocok untuk menikah, hanya menunggu putusan cerai adikmu kan?"Bukan rahasia umum lagi kalau Lidya sudah mengugat cerai Aji. Hanya saja mereka sedang menunggu sidang."Aku rasa tak akan ada halangan jika Lidya sudah bercerai. Kalian berhak bahagia jangan terus berkorban Ma."Asma tersenyum karena dia tak merasa berkorban k
"Nik ...Niko, mau apa kau kemari? Bagaimana bisa Melisa mengijinkan kau masuk tanpa bertanya padaku?"Asma terlihat marah karena seharian ini dia merasa sekretarisnya menjadi aneh. Sekarang gadis itu dengan kurangajarnya membiarkan orang masuk tanpa meminta ijin dulu padanya."Kau tak perlu marah padanya karena dia tak tau aku masuk ke mari. Dia tak ada di tempatnya saat aku datang, jadi aku masuk saja untuk menemuimu. Aku dengar suara di kamar mandi, jadi tau kalau kau ada di dalam."Niko menjelaskan semua yang membuat Asma kesal. Dia terpaksa duduk untuk bicara dengan Niko."Aku datang dengan damai Ma, aku juga berniat meminta maaf padamu dan Adam. Sungguh aku telah menjadi orang yang jahat dan kejam, alasannya adalah dendam pada mantan suamimu, aku baru tau ternyata dendam itu tak seharusnya ada."Asma menarik napas dia sudah tau soal dendam itu, namun belum tau pasti apa sebenarnya alasan Niko membenci Adam."Ini tentang cinta pertamaku dan juga cinta pertama Adam." ***"Sayang."
"Rujuk lah dengan mas Adam, Mbak. Percayalah aku sudah siap menerima semuanya, apalagi sidang perceraian ku sudah tinggal menunggu putusan pengadilan.Mas Aji tampaknya menerima keputusanku. Dia bahkan tak datang pada persidangan gugatan cerai kami, setelah semua beres mungkin aku akan menerima pinangan mas Bima."Asma menatap mata adiknya, mencoba mencari sesuatu yang di tutupi darinya. Ada rasa bahagia mendengar ucapan Lidya, namun dia tak boleh gegabah dalam mengambil keputusan."Kita bereskan satu persatu Dek. Percayalah apapun keputusan kita itu adalah yang terbaik, kau juga berhak bahagia, jadi jangan hanya pikirkan mbak saja. Pikirkan juga kebahagiaanmu."Asma memeluk adiknya. Dia senang karena Lidya bisa bangkit, setelah begitu banyak rasa sakit akibat perbuatan Aji."Mas Adam pria yang baik mbak, aku melihat bagaimana nasibnya saat kau menghilang. Aku tak mau kau kehilangan dia lagi, satu-satunya keinginanku adalah kalian rujuk lagi."Asma menarik napas lagi. Bukan tak mau ruj
Alam menunduk saat mendengarkan ucapan seorang wanita. Dia juga mendengar ucapan pedas dari orang yang menonton kejadian itu."Alam, brengsek kau!"Alam dan Asma terkejut melihat kedatangan Adam. Pria itu menghajar Mantan suami Asma habis-habisan, Adam berlari kemari setelah melihat Vidio viral di media sosial."Apa kau tak punya malu sama sekali? Lihat kau bahkan sudah viral karena ribut dengan seorang wanita. Asma melindungi anak yang kau sia-siakan, apa kau masih tak malu karena tangungjawabmu di selesaikan oleh mantan istrimu."Asma melihat ponselnya, kemudian melihat kesekeliling ternyata banyak orang yang merekam adegan itu. Alam terdiam karena tak menyangka semua kan menjadi seperti ini."Pergilah dari sini, aku harap kau brrhenti menganggu Asma dan anak-anaknya. Apa kau tau akibat dari perbuatan mu pada Shila, dia sampai tak mau pergi sekolah karena malu punya ayah sepertimu."Alam terkejut mendengar ucapan Adam. Dia tak menyangka anak kecil itu begitu kecewa padanya, dia menat
"Bu ada tamu yang ingin bertemu?"Asma menatap sekretarisnya, karena dia tak merasa ada janji bertemu dengan seseorang."Seorang wanita Bu, dia memang tak membuat janji. Saya kasihan karena dia bilang menggenal Bu Asma. Dia wanita tua dengan keadaan yang sangat memprihatinkan."Asma yang tadinya malas mendengar penjelasan Melisa. Jadi penasaran dengan wanita yang ingin menemuinya."Baiklah, suruh dia masuk."Asma terpaksa meminta wanita itu masuk setelah mendengar keadaannya yang kata Melisa menyedihkan. "Asma."Asma mengangkat kepalanya saat dua orang wanita masuk. Dia terkejut saat mengenali siapa wanita yang memanggilnya."Ibu, kenapa kemari? Tau darimana aku disini?"Asma menatap wanita muda yang memakai baju seragam. Dia kenal seragam itu, karena dia adalah orang yang meletakkan ibu Alam di panti itu."Maafkan ibu Nak."Asma berdiri dan menghampiri mantan ibu mertuanya, yang berusaha untuk berlutut. Wanita itu menangis sembari menolak agar Asma membiarkan dia berlutut."Jangan be
Kau bukan anak ibu, hanya menantu yang ibu sakiti tapi kau masih sangat baik. Meletakkan ibu di tempat yang baik ketika tak bisa bergerak karena stroke, sedangkan anak kandungku tak ingin tau aku hidup atau mati."Wanita itu menangis, Asma meraih tisu dan mengelap wajah mantan ibu mertuanya. Wanita itu tersenyum dan meraih wajah Asma, lalu menatapnya dengan penuh rasa haru."Terima kasih sekali lagi. Ibu tak menyangka masih bisa menemui mu dan meminta maaf langsung, sekarang ibu bisa menebus kesalahan yang sudah ibu lakukan, dengan cara membantu panti merawat teman-teman ibu."Asma terkejut lalu menatap gadis yang masih diam di samping mantan ibu mertuanya. Gadis itu membenarkan ucapan ibu Alam."Ibu sudah bisa berjalan walau mengunakan tongkat. Sekarang ibu membantu walau hanya mengajak teman-temannya ngobrol,di saat petugas membersihkan ruangan panti."Asma tersenyum dan memeluk mantan mertuanya. Dia menepuk bahu wanita itu dengan lembut."Ibu tidak usah memikirkan apapun lagi. Soal
"Kau tetap baik dan cantik Ma, salah satu yang membuatku semakin cinta dan tak bisa berpaling."Asma menatap orang yang baru saja datang. Entah sejak kapan pria itu melihat perbuatanya, yang menatap kepergiaan mantan mertuanya."Mau apalagi kau datang Mas, tak bisakah kau biarkan hariku tenang sehari saja?"Asma kembali masuk ke dalam kantornya meninggalkan Adam. Namun pria itu ternyata mengikutinya dari belakang, membawa sebuah bungkusan yang cukup besar."Aku ada banyak kerjaan Mas, katakan ada apa kau datang kemari?"Asma bertanya namun Adam tak menjawab, dia hanya sibuk mengeluarkan beberapa bungkusan yang dia bawa. Dengan mencium saja Asma tau, kalau Adam membawa makan siang."Aku sengaja membawa makan siang, agar kita bisa makan bersama untuk terakhir kalinya. Setelah ini aku akan pergi jauh mungkin pergi dari dunia ini juga."Brak ....Adam terkejut saat Asma melemparnya dengan berkas yang ada di meja. Dia tak suka pria itu bicara tentang kematian."Bawa makanan itu pergi jika k
"Dimana dia berada?"Asma berlari menghampiri Carisa dan Bagus. Kedua orang itu terlihat duduk di depan kamar pasien, Carisa bingung melihat keadaan Asma, sehingga berusaha untuk menenangkan wanita itu."Dimana Mas Adam!?"Asma berteriak membuat Carisa bingung dan menujuk ke arah kamar di depannya. Asma bergegas masuk, kakinya lemas ketika melihat tubuh pria yang dia cintai tertutup kain putih.Airmatanya tumpah ketika menyadari cinta sejatinya telah pergi untuk selamanya. Lidya dan ibunya menangis di depan pintu, mereka pasrah ketika Carisa mengajak mereka keluar dan duduk di kursi depan kamar pasien."Mas bangun, tolong jangan begini. Bagaimana aku akan hidup tanpamu?"Asma membuka kain yang menutupi tubuh Adam. Dia terduduk di samping tempat tidur, membelai wajah Adam membuatnya semakin menangis."Sayang bangun, kita pulang katanya mau rujuk. Ayo aku sudah siap menerimamu lagi menjadi suamiku."Asma menarik tangan Adam tapi dia terdiam ketika tangan itu jatuh begitu saja. Napasnya t
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari