"Cobalah membujuk ibu, Mbak Ani. Aku belum bisa pulang sekarang, semua ini demi pekerjaanku."Setelah tak bisa membujuk Asma, sekarang Alam ternyata menghubungi Ani yang sedang membantu mertuanya, agar segera sadar dari pingsannya, setelah kembali dari butik Asma."Nanti aku hubungi lagi, Lam. Ibu sudah sadar."Setelah mematikan panggilan dari Alam. Ani mencoba membantu mertuanya bangun. Meski tak iklas tapi dia harus pura-pura didepan ibunya Alam."Asma tak mau membantu, An. Wanita kejam itu tak perduli, meski ibu menangis di depannya. Sekarang bagaimana kita mencari Rika?"Ani sebenarnya tak perduli Rika hilang atau tidak. Dia senang adik iparnya tak ada, dia bisa menjual beberapa tas Rika dengan harga murah."Hati-hati jangan sampai mertuamu tau, kau punya uang karena menjual tas milik Rika, An."Pesan ibunya selalu dia ingat, selagi Rika hilang dia bisa menjual tas-tas mahal itu. Saat Rika kembali, dia bisa mencari alasan yang bagus."Ibu bel
"Maaf Bu aku tak berminat menjaga manusia tak berguna sepertimu. Apalagi tak bisa menghargai orang lain, aku bukan menantumu lagi, karena mas Dika sudah lama mati. Silahkan cari Asma, siapa tau dia mau merawatmu."Ani berjalan keluar dengan cepat tapi dia kembali berhenti. Karena ibunya Alam memohon agar dia tak pergi. Rasa takut ditinggal sendirian, membuat wanita itu melupakan harga dirinya."Ibu tak mau sendirian , An. Alam tak ada disini, sedang Rika tak tau rimbanya, siapa yang akan merawat ibu yang sedang sakit," ucapnya."Aku tak mau tau, Bu. Meski mati sekalipun, aku tak perduli. Sudah cukup ibu terus menghinaku selama ini.""Jangan pergi, An. Ibu akan minta Alam menikahimu, bukankah ini yang kau inginkan selama ini? Hingga rela ditiduri anakku hingga hamil."Ani tersenyum dia tak menyangka semudah ini rencananya berjalan. Sang ibu melihat senyum diwajah sang anak, lalu mendekat dan pura-pura membujuknya."Sudahlah An, kasihan dia. Siapa yang aka
"Tolong bebaskan aku, kenapa kalian menyekap ku seperti ini? Aku haus dan juga lapar."Rika berteriak dia berada di sebuah kamar sempit dan kotor. Dia tak tau kenapa dia bisa berada di tempat ini, setelah pesta di sebuah kafe dia terbangun di tempat ini, dengan rasa sakit luar biasa di area kewanitaannya."Tolong buka pintu aku mau keluar!"Kembali dia berteriak tapi anehnya tak ada yang mendengar atau pun datang untuk melihatnya.Rika tampak putus asa. Tenggorokannya sudah terasa sakit, begitu juga dengan perutnya yang terasa lapar luar biasa.Dia menangis dan mencoba meminta tolong, hingga terdengar pintu terbuka dan masuklah seseorang yang mengunakan topeng."Makanlah ini jatah mu, kalau tak mau kau bisa puasa selama dua hari."Hanya nasi dan ikan goreng meski tak berselera tapi dia lapar. Apa boleh buat dia harus menghabiskan makanan itu."Bagus kau mulai jinak rupanya. Malam ini bersiaplah untuk makan enak, ada dinner nanti malam, spesial dibuat untuk menyambut mu."Dari balik to
"Sudahlah tidak usah dipikirkan, Bu. Siapa tau dia sedang bersenang-senang dengan suaminya, yang katanya mengejar maaf istri pertamanya. Bisa jadi mereka sedang bersama sekarang."Ani asal bicara tapi lumayan membuat ibu mertuanya merasa tenang."Bisa jadi karena takut pada ibu dan Alam makanya dia menemui pria itu diam-diam."Wanita itu mencoba tersenyum, saat memikirkan kalau anaknya tengah bersama sang suami. Dia tak tau, kalau di tempat yang sangat jauh. Rika tengah berkeringat melayani tiga pria sekaligus dan direkam secara profesional.Putri tersenyum melihat Rika beradegan diatas ranjang. Bersama pria-pria asing yang disensor wajahnya."Bagus selesaikan semuanya, lalu kirimkan pada pemesan. Aku akan pulang selagi menunggu pesanan lagi dan biarkan dia istirahat."Rika tertidur dengan pulas, dia tak tau apa yang telah terjadi padanya dan apa yang sudah dia lakukan semalam setelah pesta."2M bos kau jadi jutawan. Dia mau lagi tapi ada permintaan."Putri mengambil ponsel dari tanga
Putri benar-benar berubah, jika orang yang mengenalnya tak akan percaya, kalau dia bisa berbuat seperti itu pada orang tuanya.(Aku mau pergi keluar negeri. Liburan seminggu kau awasi saja perempuan itu. Ingat jangan sampai lepas.)Putri mengirim sebuah pesan pada sahabatnya. Dia tengah berada di perjalanan menuju Singapura, tak mau diganggu, karena itu dia mematikan ponselnya.Dia benar-benar tak perduli pada keadaan ibu dan bapaknya. Untungnya ada tukang tagih hutang, hingga tau kalau keduanya tak bisa bergerak karena takut terluka."Bagaimana bisa terjadi seperti ini terus putri pergi kemana?"Pak RT yang datang terkejut saat melihat apa yang terjadi. Hampir seluruh lantai rumah penuh pecahan kaca, sedangkan bu Sum dan suaminya, hampir pingsan di tengah-tengah."Cepat bantu menyingkirkan serpihan kaca untuk menyelamatkan Bu Sum dan suaminya."Pak RT memberi perintah pada warga yang datang untuk melihat kejadian itu. Mereka segera mengambil sapu dan memakai sendal agar tak terkena k
"Tidak kalian pasti bohong! Rika tidak akan berbuat begitu. Apalagi pacaran dengan pria ini, dia bukan selera anakku.""Bohong bagaimana, kalau soal uang anakmu itu bisa melakukan apa saja? Termasuk menyerahkan tubuhnya pada si tua bangka ini. 30 juta anakmu menguras uang Suamiku."Ibu Alam limbung, dia masih tak percaya, Rika mau melayani pria seperti suami Sumanti. Tua, hitam dan sudah ompong."Ya Allah, dosa apa lagi ini."Wanita itu teringat saat Rika pulang membawa banyak barang dan uang. Apa mungkin hari itu, Rika habis melayani suami tetangganya."Tidak....itu tidak mungkin!""Apa kau pikir anakmu tak akan melakukan apa saja untuk uang. Lihat ini, dia bahkan rela menjadi bintang film gituan."Wanita itu merampas ponsel pria yang masih menonton film yang di perankan oleh Rika. Ani dan ibunya ikut melihat, Vidio yang di putar di depan wajah ibunya Alam.Mereka terkejut dan tak menyangka Rika bisa berbuat seperti itu. Sang ibu justru tak bisa bers
"Sudah jangan berisik pak RT kita sudah mau sampai rumah sakit nih."Si sopir segera memberitahu pak RT yang masih sangat marah pada Ani. Dia segera menarik napas dan istifar banyak-banyak."Tunggu aku panggil perawat untuk membawa brangkar. Perempuan ini serangan jantung, mana bisa jalan."Pak RT bergegas memanggil perawat yang langsung membawa brangkar untuk membawa pasien."Lepaskan tanganmu, Ani."Pak RT mengibaskan tangan wanita itu, karena dia memegang tangannya dengan erat."Perempuan setan, kau berusaha menggoda suamiku juga. Setelah keguguran entah anak siapa."Bu RT sangat marah, dia bahkan sampai melemparkan motornya. Setelah melihat tangan suaminya digengam Ani. Kini semua orang sibuk memisahkan kedua wanita itu.Bu RT seperti banteng yang mengamuk. Dia berhasil menghajar Ani, hingga wanita itu meminta ampun. Begitu kuatnya Bu RT sampai membuat baju Ani robek sana-sini."Berani kau sentuh suamiku lagi. Habis kau ku buat."Pak RT be
"Lagi-lagi Asma yang susah, meski sudah bercerai tetap saja dia yang direpotkan oleh keluarga ini."Kedua orang itu menarik napas, meski kasihan pada Asma. Mereka tak bisa berbuat apa-apa karena wanita itu memang berhati mulia. Ani terlihat kesal saat mendengar pembicaraan suami-istri itu. Lagi-lagi mereka memuji Asma."Kita pulang saja pak, bukankah sebentar lagi Alam datang. Aku tak mau melihat kedua orang ini bertemu, bisa muntah aku."Sindir Bu RT pada Ani."Ya udah pulang sana. Memangnya siapa yang mau kau disini, asal ingat kembali lagi, untuk membayar biaya rumah sakit ini jangan lepas tangan ya."Pak RT menarik istrinya agar segera keluar, dia tak mau mereka diusir karena membuat keributan didalam rumah sakit."Benar-benar ya ingin tak bejek-bejek tuh mulut si Ani. Heran apa tak ada otaknya, berani melawan kita yang berusaha menolongnya.""Sudah ayo pulang jangan mengomel terus. Mau bapak atau ibu yang bawa nih motornya?""Bapak saja biar roma
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari