POV : Adam."Aku saja mungkin tak akan secinta itu pada ibu. Sehingga buta akan sebuah kesalahan besar, yang terjadi di depan mata. Kau hebat mas bisa memiliki cinta sebesar itu, untunglah kita sudah berpisah, kalau tidak mungkin aku akan cemburu Mas."Senyum itu terlihat sangat sinis, diwajah wanita yang sangat aku cintai. Bahkan cinta itu membuatku gila, setelah aku menjatuhkan talak. Siapa yang akan tetap waras ketika dituntut pisah di depan jasad anak yang lama dirindukan. Talak yang terpaksa lepas disaat tekanan begitu keras menghimpit, mengiringi masalah yang melanda dan juga kehilangan yang begitu menyakitkan. Aku dihukum atas dosa yang tak aku lakukan.Tangisan dan teriakan tak didengar. Istri tercintaku bahkan begitu terluka, sehingga tak sudi mendengarkan penjelasan apapun. Rasa sakit itu terlalu berat untuk aku terima, sehingga membuat jiwa ini kosong dan akhirnya membuatku terdampar didalam ruang rumah sakit jiwa."Wanita itu sudah lama pergi bersama pria selingkuhannya D
POV :ADAM"Pak Adam, anda kembali?"Awal aku kembali ke kantor pertanyaan itu yang terus mengusikku. Sekretaris lamaku, ternyata dia masih betah disini."Kau tau apa yang menimpaku? Kenapa kau justru terkejut melihatku kembali?"Wanita itu tak menjawab tapi aku melihat wajah gugupnya. Aku tau dia pasti mengetahui rahasia tentangku."Kau, cepat kerja, jangan menganggu putraku."Wanita itu segera pergi setelah pamitan pada mama. Aku merasa heran kenapa dia seperti takut. Aku akan selidiki ini pasti ada yang tak beres."Lain kali tutup mulutmu, ingat kalau kau macam-macam aku bisa memecatmu. Satu lagi aku bisa membuatmu, tak mendapat pekerjaan dimanapun."Aku bersembunyi setelah mendengar ucapan mama, benar dugaanku sekretarisku diancam, tapi apa yang membuat mama mengancamnya. Rahasia apa yang tak boleh aku ketahui dari mulut sekretarisku.Aku membatalkan untuk ketoilet, karena harus melewati toilet wanita, karena kedua wanita itu ada disana."Mas Adam, darimana kok tampak bingung gitu?
POV : Adam"Maaf Ma, Adam punya banyak pekerjaan. Pusing makanya minta kopi, tadi mencari Ob gak ketemu makanya minta wanita itu membawakan kopi kemari."Aku menatap berkas diatas meja. Namun sebuah berkas membuatku terpaku, tak salah lagi tanda tangan itu sangat familiar."Maaf Ma, bisa tinggalkan Adam sendiri. Pekerjaan ini masih banyak takut mama bosan disini."Aku harus mengusir mama, karena aku tak mau dia mengetahui apa yang aku temukan. Apa mungkin ini milik satu orang, bukan orang lain yang kebetulan sama tanda-tangannya.Tak ada jalan lain aku harus menerima kontrak kerjasama ini. Aku sendiri yang akan menghandlenya, agar bisa bertemu dengan orang itu.****"Surabaya Mas? Kalau begitu serahkan pada orang lain saja. Aku tak mau Mas kerepotan disana sendirian, takutnya semua orang akan ikut pindah kesana. Tau kan mama dan Carisa tak mau berjauhan denganmu."Bagus benar, kalau aku kesana. Mama pasti akan tau dan itu akan menjadi masalah besar. Kalau begini harus segera menemukan
POV : Adam.Dia berjalan dengan kepercayaan yang sangat tinggi. Bahkan saat masuk tatapanya tak langsung menatap kearahku, dia justru terkejut setelah namanya disebut untuk diperkenalkan, dia menyebut namaku dengan bibir bergetar.Dia berusaha kabur tapi George mencekal tangannya. Entah apa yang dia katakan hingga wanitaku terdiam sembari menarik napas panjang. Keinginan terbesar ingin memeluk dan menciumnya tapi yang keluar dari bibirku adalah sebuah penghinaan.Wanita itu mencoba tegar, meski aku menunjukan sikap tidak bersahabat. Dari awal sampai rapat berakhir aku mengacuhkannya, berharap dia menatapku tapi tidak terlihat sama sekali dia melirik padaku.Pura-pura tau sungguh membuatku gelisah. Karena didalam hatiku ingin rasanya melompat dan memeluknya, mengucapkan lagi ribuan maaf, meski dia tak mau mendengarnya.Begitu rapat selesai wanita itu langsung pergi. Dia bahkan tak terlalu lama menatap wajahku, apakah dia benar-benar tak lagi mencintaiku."Mas Adam."Aku terkejut saat m
POV : AdamAku berbalik saat mendengar suara Niko di balik dinding pembatas ruangan. Tak lama terdengar suara Asma, ternyata dia bersembunyi di sana.Wanita terlihat emosi hingga tanpa sadar berteriak. Dia sampai mengeluarkan berkas pengunduran dirinya. Namun George berusaha membujuknya. Anehnya lagi pria itu bilang "demi anak-anakku" anak cuma satu kenapa dia mengulangi kata anak seolah asma punya anak lehih dari satu.Aku terkejut dan menatap Asma, sekilas aku menduga kalau anak kami kembar. Belum sempat aku bicara Niko mengangkat tubuh Asma dan membawanya pergi. Aku ingin mengejar tapi dokter sialan itu justru memberiku obat.****"Asma!"Aku berteriak saat melihat dia menampar mama. Aku bisa menduga kalau mama pasti menyerang duluan tapi tak sehatusnya Asma menampar mama.Tanpa sadar tanganku terangkat, namun ucapan Asma membuatku mengurungkan niat. Dia bicara soal fitnah lima tahun yang lalu, apa maksudnya dan kenapa mama terlihat takut.Setelah mama diam Asma segera pergi menaik
Begitu sampai di Jakarta semua menjadi semakin kacau. Dimulai dengan Alam yang menyerang, karena hendak menjadi pahlawan membuatnya berakhir di rumah sakit.Lalu Asma yang meminta pertemuan bertiga justru berakhir kacau. Ternyata itu hanya jebakan untuk menunjukkan siapa papa kandungku.Melihat papa meniduri seorang gadis membuat Asma limbung. Aku ingat mungkin seperti itu saat dia menangkapku dulu, aku mencoba menjelaskan tapi dia tak perduli sama sekali. Berbekal pisau yang aku temukan di lantai, aku memilih bunuh diri dengan memotong urat nadiku.Sakit, tapi tak sesakit saat dia menatap jijik padaku. Rasanya aku menyerah saja untuk mengakhiri derita ini, namun saat hendak menutup mata, dia justru berbisik membuatku ingin bertahan hidup lagi.****POV : AUTHOR.Kamar VVIP yang ditempati Adam terlihat ramai. Sudah tiga hari pria itu terbaring tak sadarkan diri, selama itu pula Asma tak pernah menjenguk. Bukan dia kejam, tapi dia hanya ingin melindungi hatinya."Ini sudah tiga hari, a
Aji dan Carisa baru sadar, kalau belum cerita soal papa dan mama sambung mereka. "Mereka sama-sama kena serangan jantung Ma, Mama Riska sampai kena stroke. Dia harus terbaring ditempat tidur tanpa bisa bergerak. Sedang papa masih belum pulih, papa terus mencari mama Ambar, apa mama tak mau menjenguknya?"Aji dan Carisa menatap wajah mama kandungnya. Mereka paham kalau wanita itu belum bisa memaafkan suaminya, tapi rasanya papa mereka tak sepenuhnya salah juga karena dalam pengaruh ilmu hitam."Uh ..."Ketiga orang itu terkejut saat melihat Adam menggeliat. Sepertinya pria itu mulai sadarkan diri, perlahan dia membuka mata membuat Carisa segera memeluknya, sedangkan Aji memanggil dokter."Syukurlah, akhirnya anda sadar pak Adam."Dokter itu tersenyum, setelah melihat Adam menganggukan kepala. Dokter segera pamit setelah memeriksa, Adam juga mulai melihat kedua adiknya tapi matanya melotot saat melihat seorang wanita duduk di kursi roda."Tidak mungkin? Untuk apa anda datang kemari? Bu
Asma terkejut lalu tertawa mendengar teriakan Adam. Dugaannya benar kalau surat cerai itu palsu, bagaimana surat itu ada hanya Riska yang tau asalnya."Kalau begitu tunaikan tanggungjawabmu. Selesaikan perceraian kita, karena lima tahun yang lalu kau telah menjatuhkan talak padaku."Asma menyeka airmatanya, lalu pergi meninggalkan Adam dan keluarganya. Dia tak perduli meski mantan suaminya menangis dan memohon pengampunan. Begitu sampai di parkiran Asma luruh ke tanah, cinta dan benci membuatnya merasakan sakit luar biasa di dadanya."Apakah tak bisa kau lupakan saja semua rasa sakit itu Mbak? Jika berpisah dan bersatu rasanya sama, kenapa tidak bersama saja demi banyak orang."Asma mengangkat wajahnya, lalu menatap Aji yang ternyata mengejarnya. Dia tertawa mendengar ucapan pria itu, seolah hati dan perasaannya tak ada artinya."Aku manusia yang punya hati dan perasaan. Demi menyenangkan semua orang, tak akan aku lakukan jika itu membuatku menderita."Asma berujar dengan percaya diri
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari