Asma berdiri hendak kembali ke mobilnya. Namun berhenti saat mendengar Adam berteriak."Mama memberi waktu enam bulan untuk kau mengandung. Jika tidak, terpaksa aku menikah dengan pilihan mama."Asma berbalik menatap suaminya. Dia tak percaya Adam melakukan ini padanya."Apa kau setuju dengan permintaan mama? Apa kau akan menceraikan aku, jika ternyata tak hamil juga?"Adam terkejut setelah menyadari kesalahannya, dalam menyampaikan cerita. Kini dia berusaha memperbaikinya, tapi terlambat Asma terlanjur marah."Cukup mas, aku menyerah saja mulai sekarang."Asma mendekati Adam dan mengambil kunci mobil dari tangan suaminya. Tanpa perduli teriakan Adam, dia pergi meninggalkan tempat itu."Bodoh ... apa yang kau pikirkan, Asma. Kau pikir Adam berbeda dengan mantan suami mu, ternyata mereka serupa.Asma menangis, dia tak menyangka pernikahannya akan kandas. Sama seperti pernikahan pertamanya, dengan cerita yang hampir sama.Ting ...Ting ...trying ...Asma menatap ponsel yang dia letakkan
Bug ...."Hai ....!'Semua orang terkejut saat Adam datang ke kantor Niko dan menghadiahi pria itu sebuah pukulan. Niko tak terkejut karena dia tau siapa Adam, pria itu tak akan diam saja jika miliknya di sentuh orang, kecuali satu ...mantan istrinya yang tertangkap bersetubuh dengan pria lain. Itulah satu-satunya hak milik, yang tak dia bela pelepasannya."Aku sudah peringatkan kau, agar tidak mendekati istri ku. Berani sekali kau menjadi temannya."Teman? Niko tersenyum mendengar ucapan Adam. Membuat suami Asma itu murka karena merasa di remehkan."Aku senang jika akhirnya Asma mengakui aku temannya. Sekarang aku pastikan kau akan kehilangan dia."Niko tertawa sembari menepuk pipi Adam. Pria itu kembali tersulut emosi, tapi berusaha untuk mengendalikan dirinya."Jangan menantang ku, Nik. Kau tau aku selalu unggul dari mu, saat ini menghancurkan perusahaan mu, bisa aku lakukan dengan mudah. Pikirkan para pegawai mu jika itu terjadi."Kali ini Adam yang menepuk pipi Niko. Namun di waj
.Asma kembali melangkah masuk ke kamar, setelah meletakan makanan dan minuman untuk semua yang datang ke rumahnya."Sudah puas kan? Sekarang mama bisa menikahkan lagi mas Adam. Lemah, membela istri saja tak mampu."Carisa mencibir kearah Adam. Dia memilih pulang karena Asma pun sudah menyerah."Sebaiknya mama dan papa pulang saja, aku tak akan pernah berpisah dengan Asma, atau menikah dengan wanita manapun."Adam melangkah menuju ke kamar untuk bicara dengan Asma. Sedangkan papa dan mamanya pulang, meski wanita itu tak mau tapi dipaksa oleh suaminya."Mau bicara apa lagi Mas? Sudahlah tak perlu lagi. Kau sudah kehilangan kesempatan untuk bicara, aku tak mau jadi biang salah terus, ini sudah lebih dari cukup aku diam."Asma memalingkan tubuhnya tidur membelakangi Adam. Sakit rasanya di hina terus-menerus tanpa bisa melawan, parahnya lagi tak ada pembelaan yang berarti dari suaminya."Maafkan mas, karena tak berani bicara. Bukan karena tak mau, hanya takut mama drop jika aku melawannya
"Maaf Sayang, karena belum bisa membuat mu bahagia. Bersabarlah lagi untuk menghadapi mama, kita pasti bisa bertahan."Adam mencium kening istrinya. Ada rasa sakit setiap kali mamanya menghina Asma, tapi dia juga tak bisa keras melawan mamanya, karena takut kehilangan wanita itu jika terpukul atas perbuatannya."Kau memang tak bisa memilih diantara istri dan mama mas. Tapi kau juga harus adil diantara keduanya, coba cari tahu kenapa mama kembali membenci Asma. Pasti ada alasannya, karena dulu dia merestui pernikahan kalian kan?"Adam teringat dengan ucapan Bagus. Menurutnya satu-satunya alasan kebencian mamanya pada Asma, adalah karena Asma belum hamil juga setelah dua tahun menikah."Itu bukan alasan Mas. Hamil atau tidak itu kehendak Allah, tak ada yang bisa menentangnya. Dokter terhebat pun belum tentu bisa, melakukan bayi tabung jika tanpa ijin sang pencipta. Tolong jelaskan pada mama tentang kekuasaan Allah, yang coba dia gugat dengan menyalahkan Asma."Lagi-lagi Adam mengigat pe
Asma dan sekretaris Adam terkejut, saat melihat pemandangan di dalam ruangan. Adam menatap Asma, lalu mencoba mendorong Adisty. Dengan tertatih dia berdiri dan berusaha meraih Asma. Namun semua terlambat Asma sudah berlari keluar."Riska, tolong kejar istri ku."Riska sang sekretaris hendak pergi, tapi dia berhenti dan kembali menolong Adam. Dia merasa Adam yang lebih utama untuk di tolong."Satpam, tolong antar Bu Adisty keluar. Pak Adam sedang tidak enak badan, saya akan mengantarnya pulang."Dengan marah Adisty pergi meninggalkan kantor Adam. Sedangkan Riska meminta orang, untuk mengamankan gelas minuman Adam."Simpan dengan baik, aku rasa ada sesuatu dalam minuman itu. Mungkin kita membutuhkannya jika pak Adam meminta."Ucap Riska, namun sebuah suara membuat gadis itu terkejut dan heran."Tak perlu, kalian jangan ikut campur. Biarkan semua ini menjadi rahasia, kau ... kalau mau tetap bekerja tutup saja mulut mu."Riska terkejut, dia tak menyangka wanita yang dia kenal sebagai mama
"Diam dan tutup mulut mu. Aku tak mau ada yang tau soal kehamilan ini, termasuk Adam dan keluarganya. Mereka pasti akan memisahkan aku dengan anak yang belum lahir ini."Asma mengelus perutnya, kini dia jadi takut, jika harus terpisah dengan anak dalam kandungannya."Kalau tak mau Adam dan keluarganya tau. Apa yang akan kau lakukan, untuk menutupi kehamilan mu itu?"Asma terdiam dia membenarkan ucapan Niko. Untuk sementara mungkin dia bisa menutupinya, tapi tak bisa selamanya."Untuk sekarang mereka tak akan tau, selanjutnya akan aku pikirkan."Asma berucap pelan sembari berdiri dia berniat untuk pulang. Kasihan Shila kalau terlalu lama di tinggal."Kalau mau pulang aku antar saja, daripada pingsan lagi di jalan. Sebagai teman aku tak rela terjadi sesuatu pada mu."Asma sebenarnya tak mau diantar Niko, tapi dia juga harus memikirkan kandungannya. Tadi saja hampir dia terhempas ke lantai, kalau tak keburu di tolong Niko dan di bawa ke rumah sakit."Baiklah tapi tolong sampai depan saja
Asma menatap Adam yang terlihat mengelengkan kepala. Dia jadi muak melihat pria di depannya, seharusnya dia tak mudah luluh saat menatap wajah itu."Mama bisa mulai mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama. Setelah mas Adam tandatangan, aku juga akan memberi tandatangan dengan rela."Asma berbalik hendak pergi, tapi ternyata Adam mencekal tangannya dengan erat."Aku tak akan pernah menceraikan mu. Apalagi masalah di kantor tadi hanya salah paham, aku tak tau kenapa tiba-tiba merasa pusing dan tak sadar saat Adisty duduk di pangkuan ku."Asma tersenyum sinis, dia tau mana mungkin Adam mengaku salah. Meskipun telah melakukan kesalahan besar."Terserah, aku tak perduli mas, salah paham atau tidak, apa yang aku lihat itulah kebenarannya. Mulai sekarang jauhi aku, cerai atau tidak bagiku kau sudah tak berarti lagi."Adam merasa sakit luar biasa. Dia hanya bisa menatap kepergian Asma menuju ke kamar Shila. Lalu berbalik menatap mamanya."Apa ini yang mama inginkan? Dengan membawaku ke h
"Kau mau kemana, sayang?"Adam bertanya karena melihat pagi-pagi Asma keluar dari rumah. Dia mencoba mengikuti istrinya, tapi wanita itu hanya terlihat mengawasi rumah tetangganya."Sayang mau kemana?"Adam kembali bertanya, karena pertanyaannya tak di jawab oleh Asma. Wanita itu berjalan mendekati rumah, yang halamannya rimbun dengan pohon mangga.Tin ...tin ...."Asma kau mau kemana? Ayo aku antar."Adam mengepalkan tangan melihat kelancangan Niko. Dia semakin marah karena Asma menunjuk ke arah rumah, yang halamannya rimbun dengan pohon mangga."Kau tunggu di sini aku mintakan pada pemiliknya."Adam semakin marah, saat melihat Asma memegang tangan Niko dan mengelengkan kepala."Lepaskan istriku, kau jangan kurangajar Nik."Niko tak melawan, dia hanya menatap Asma yang mengelus perutnya. Sudah dua Minggu sejak kejadian itu, dia yakin Asma sedang mengidam, matanya melihat pagar yang lumayan tinggi, dia segera meminta Adam membawa istrinya pulang."Maling .... !"Niko nekad mencuri, di
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari