Part10
Saat sampai di depan rumah, ternyata dirumah ada yang datang.Ku putar gagang pintu, aku segera masuk ke dalam."Eh, ada Bi Sari!"sapaku pada Bi Sari yang tengah duduk di ruang tamu sendiri."Danu, gak ngantor?" Tanya Bi Sari padaku.Aku langsung mencium punggung tangannya dan mendaratkan bokong ke sofa yang berhadapan dengan Bi Sari."Hari ini, Danu mau istirahat dulu, Bi. Lelah kerja melulu" ucapku sambil tersenyum padanya.Hesti datang dari arah dapur, membawakan minuman dan cemilan. Tatapannya dingin padaku. Bahkan Dia tidak menyapaku sama sekali."Ini, Bi. Cicipin dulu." Ucapnya ke Bibinya"Sayang, Mas, ko gak di sapa?" Rajukku"Em, Mas, gak ngantor?" Tanyanya datar.Tok..tok..tok.. Siapa lagi yang bertamu jam pagi begini? Gumamku"Biar, Mas, yang buka!"--**-- Saat membuka pintu, aku kaget sekali. Ibu datang bersaPart11"Yasudah, Ibu istirahat dulu, Danu mau keluar sebentar"ucapku menengkannya, Ibu hanya diam.Aku keluar, menemui Hesti dan Bi Sari.Aku bawa mereka pulang ke rumah.Ku telpon bi Iyem dan minta Bi Iyem, asisten rumah tangga Ibu, untuk menemani Ibu di rumah sakit.Sesampainya di rumah.Ku sampaikan maksudku pada Bi Sari dan Hesti, kami bertiga duduk di ruang tamu."Begini, Sayang, Bi Sari, Danu minta maaf. Atas perlakuan Ibu tadi pagi!" Ucapku membuka obrolan."Danu, benarkah kamu mau di nikahkan lagi?"tanya bi Sari tajam."Benar, Bi. Bahkan tadi di rumah sakit, Ibu meminta Saya menikah besok dengan Naomi! Sayang, Hesti. Tolong izinkan, Mas. Sayang!" Aku mencoba menjelaskan ke Bi Sari dan memohon Hesti menerima maksud Ibu, yang ingin segera menimang cucu."Silahkan! Tapi ceraikan aku dulu, Mas." Ucapnya dingin"Mas, Sayang Hesti. Mana mungkin mas sanggup berpisah. Bukan ini yan
Part12Pov HestiSetelah ku jelaskan semua ke Ayah, Ayah pun berjanji akan membantu permasalahan pelik rumah tangga kami."Semoga ada jalan terbaik"ucap batinku.Pagi--* jam 06:05 WIB.Aku dan Bibi sudah bersiap di dapur membuat sarapan untuk kami bertiga."Sayang! Selamat pagi, selamat pagi Bi Sari!" Ucap mas Danu sambil berjalan menuju meja makan.Bi Sari tersenyum tipis. "Selamat pagi juga, Danu." Ucapnya, sedangkan aku hanya terdiam, rasanya masih enggan menjawab sapaannya, masih ada rasa sakit dihati ini, ketika mata ini memandanginya."Bi, Hesti, selesai sarapan, Mas langsung ke rumah sakit, jenguk Ibu. Malam tadi, Ayah telepon, katanya Ayah nemani Ibu di rumah sakit." Ucap mas Danu"Oh, iya silahkan, salam buat Ibumu, semoga segera sehat kembali."ucap bi Sari.*____* Siang hari saat kami bersantai di ruang tengah, sambil menonton televisi.Tokk...tok..tok.... "Ti
Part13Pov Ibu.Sialan.... Ayah datang lagi. Gagal rencanaku kalau begini, harusnya aku bisa maksa si Danu buat nikahin Naomi secepatnya. Biar tau rasa tu Hesti, tapi malah kacau berantakan gini, sandiwara ku hampir saja terbongkar.Haruskah aku pura-pura sakit jantung? Biar mereka semua nurut sama permintaanku. Aku gak mau dong, kalah sama perempuan kampung itu.Tok..tok... Em, itu pasti Ayah, ah rasanya aku ingin sendiri saat ini, mau cari inspirasi buat misahin anakku dari perempuan kampung itu.Tokk..tok.. "aih, Ayah berisik kali, tidur di ruang tamu saja, Ibu lagi pengen sendiri, Ibu kecewa sama Ayah, Ayah, gak sayang sama Ibu lagi." Teriakku dari dalam kamar."Yasudah."jawab Ayah dari luar.Sialan, gak mendapatkan sinyal baik dari, Ayah. Aku harus sabar. Aku pasti menang melawan Hesti dan Bibi nya yang songong itu.***_____*** Sarapan pagi."Pagi, Bu. Ayo sarapan!"ucap Ayah.
Part14POV Hesti"Aku harus kuat, biar bagaimana pun, ini rumah tanggaku, bagiku. Menikah cukup sekali seumur hidup. Mereka terang-terangan ingin merusak kebahagiaanku, maka takkan semudah itu ku biarkan"gerutu ku dalam hati, pikiran melayang-layang mendesakku terus berpikir keras, menyelamatkan bahtera rumah tangga ini.Sudah akhir bulan, aku telad sudah 1 minggu, tapi memang biasa sudah, tamu bulananku itu terlambat.Tak berselang lama, mas Danu datang dari kantor, Dia masuk, ku raih tangannya, ku cium punggung tangan itu, dan dia kecup kening ini. Dia langsung memelukku erat."Sayang, maafin Mas, ya, yang gak bisa bahagiain kamu!" Lirihnya di telingaku."Iya, Mas, maafin, Hesti juga. Gak bisa bahagiain mas dan keluarga." Ucapku sedih."Dek, kamu itu, terlalu baik. Mas sayang sekali padamu," ucapnya sambil mengeratkan pelukan."Oya, Dek. Ibu sakit, Dia minta kita kesana! Semingguan
Part15POV HESTI.Malam ini, terasa panas sekali kamar, padahal kamar ini berAC. Mas Danu pun terlihat gelisah sekali tidurnya.___***___ pagi, ku bangunkan Mas Danu, untuk menunaikan sholat subuh, tapi, Mas Danu menolaknya, dengan alasan masih ngantuk dan cape, seperti bukan mas Danu yang ku kenal. Biasanya, selelah apapun Dia, Dia tetap menunaikan kewajibannya.Setelah selesai, akupun keluar kamar, untuk membantu bibi menyiapkan sarapan, setelah sarapan selesai, semua orang sudah pada keluar, termasuk Naomi, "ahh ternyata nginap disini tuh penyengat" gumamku dalam hati.Saat sarapan pagi, mas Danu, terlihat terus memandangi Naomi, hatiku tiba-tiba rasanya sakit sekali. Tapi aku harus tahan, aku kuat."Danu, sudah dong, Nak. Jangan memandangi Naomi terus, di makan dulu sarapannya, " ucap Ibu sambil tersenyum."E-eh i-iiya, Bu,"Mas Danu gelagapan, aneh sekali, gak seperti biasanya.&n
Part16"Ini, Istri Pak Bram, Bu Ayu Tyas, dan itu anakknya Radit. Usia nya baru lima tahun," ucap Asisten rumah tangga tersebut. Kami pun tercengang, rasa tak percaya, tapi ini kenyataannya."Kurang ajar, berani sekali Perempuan ini mengganggu rumah tanggaku," Ibu berteriak histeris.Aku hanya terdiam, tak bergeming sedikitpun. Namun, tiba-tiba Ibu sesak nafas, tubuhnya melemah, seketika Ibu pingsan. Aku dan Naomi panik, aku pun segera berlari memanggil Perawat.Tak lama, aku kembali dengan salah satu perawat, membawa kursi roda. Ibu pun segera di bawa keruang perawatan."Ibu kenapa?" Tanya mas Danu bingung."Ibu, pingsan, setelah mengetahui sebuah kenyataan," ucap Naomi. Sedangkan aku tetap terdiam. Drama kacau keluarga ini, lirihku dalam hati sambil menatap nanar ke arah Ibu yang terbaring lemah."Kenapa? kenyataan apa?" tanya mas Danu lagi."Mas, Ayah kamu, punya Istri dan anak simpanan, anaknya sud
Part17Pov Hesti.Mas Danu dan Naomi keluar ruangan, hanya tersisa aku dan Ibu dalam keheningan di ruangan ini.Aku mendekat ke ranjang Ibu."Bu, Hesti, mau keluar sebentar nengok Ayah, Ibu, istirahat dulu, ya!" Pintaku padanya.Dia mengangguk, aku pun berlalu dari ruangan Ibu, sambil menghubungi, Bi Sari.Ku buka logo berwarna hijau yang ada di gawaiku, Ku kirim pesan ke Bi Sari.(Bi, Hesti dirumah sakit, Ibu mertua sama Ayah terbaring di sini. Bisakah bi Sari bantu Hesti jaga mereka)Send!(Ko bisa? Yaudah kamu kirim alamat rumah sakitnya, Bibi segera kesana!) Balasnya.(Rumah Sakit Idaman, Ibu di ruang mawar, Hesti mau ke UGD lagi nengok Ayah sebentar, nanti kalau Bibi sudah sampai, telepon saja!) Balasku lagi.(Oke, Sayang.)Aku pun segera menuju ruang UGD, menunggu Dokter keluar.Tak lama kemudian, ada Perawat yang keluar ruangan."Sus, g
Part18Setelah berbincang- bincang. Om Handoko pamit dari ruangan Ibu. Aku pun langsung membrondong berbagai pertanyaan ke Bi Sari."Bi, jawab jujur, siapa yang Bibi maksud Kak Ayu itu, apa dia kerabat Bibi?" Tanyaku antusias.Mata Bibi seketika berembum, nafasnya terdengar berat."Sayang, Ia, Ia.., itu Kaka Bibi," ucapnya terbata-bata sambil terisak."Oh, kenapa Bibi sedih? harusnya senang dong bisa ketemu, apa Bibi gak pengen menjenguknya?" Tanyaku polos."Nanti saja, Bibi belum siap melihatnya lagi, setelah sekian tahun. Baru ini Bibi dapat kabar tentangnya, matanya terus menerawang menembus langit-langit kamar."Ada apa sebenarnya, Bi?" Tanyaku penasaran."Wanita itu, Ia adalah Ibu kandung mu, Ti," ucapnya sambil terus menyeka air matanya. Suara nya terdengar berat dan parau."Hah? benarkah, Bi. lalu Ayahku kemana?" Aku memberondong Bi Sari dengan berbagai pertanyaan.Ak
"Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelaki
°pov Mama Naomi°"Papah, Ira, keterlaluan sekali kalian ini."Hancur lebur hatiku, melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Suami yang selama bertahun-tahun setia hidup bersamaku, dalam duka maupun suka, kini bergelut penuh cinta di belakangku.Yang paling menyakitkan hati lagi, wanitanya adalah keponakanku sendiri."Sejak kapan ini terjadi?"tanyaku dengan emosi yang terus kutahan, menatap penuh amarah kepada dua makhluk yang bermain cinta diatas dosa ini."Su--dah lama," sahut Ira terbata-bata."Kenapa kamu tega, Ira?" tanyaku lagi dengan nada sebiasa mungkin, agar Ira tidak gugup menjawab pertanyaanku. Sedangkan orang tuanya nampak syock dan terdiam menatap anaknya."Maafkan kami, Mah!"sahut suamiku."Jelaskan!" Lagi-lagi aku ingin fokus tahu, apa penyebab kegilaan mereka ini."Pertama kali Tante membawaku ke rumah, aku dan Om Hendra, sudah mulai melakukan hubungan terlarang
Part56Aku kembali ke kota cantik, untuk menjemput Ira, aku datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Kediaman Ira nampak sepi, aku langsung saja masuk, pintu luar tidak terkunci. Terdengar suara cekikikan yang berasal dari dalam kamar Ira, tanpa mengucapkan salam, aku langsung saja berjalan menuju kamar itu.Ku dorong pelan pintu kamarnya."Astaghfirullah ..., Ira." Aku tercengang tak percaya, wanita yang baru beberapa Minggu ini resmi ku nikahi telah berani berbuat curang."Mas, kenapa--- da--tang tanpa memberitahu dahulu?" tanyanya terbata-bata."Sejak kapan?" Aku bertanya dengan tenang, sebisa mungkin ku tahan segala emosi di dalam dada.Ira membenarkan selimut, agar menutupi keseluruhan tubuhnya. Dia tidak menjawab sama sekali pertanyaanku, hanya menunduk."Sejak kapan? Om." Aku bertanya kembali dengan laki-laki di sampingnya.Mereka berdua menatapku sesaat."Pulangl
Part54"Beri Mas waktu, mas akan tebus secepatnya!" pintuku dengan sungguh-sungguh.Padahal aku saat ini bingung, itu memang salahku, yang begitu terbuai akan cinta yang baru dari seorang daun muda yang lagi segar-segarnya. Ia bahkan pandai memuaskan ku dalam segala hal.Hingga aku kalap, selalu memenuhi apapun mau wanita baruku itu. Tentunya tanpa sepengetahuan Hesti Istriku yang sekarang nampak membosankan dan bak bunga layu, tak segar dan tak menggairahkan lagi.Aku jelas tak mungkin bisa memenuhi mau nya Hesti untuk memberikan sertifikat rumahnya kembali, sebab uang hasil sertifikat itu saja sudah ku habiskan untuk bersenang-senang bersama wanita baruku itu.Rumah mendiang Ibuku? Hesti saja tidak tahu, bahwa rumah itu telah ku hadiahkan untuk kekasih tercintaku ini, rumah itu pula tempatku memadu kasih bersamanya."Mas, aku hamil!" ujar Ira, wanita yang kini tengah menjalin hubungan terlarang bersamaku.
Part53"Nak, ayo sudah siap belum!" teriak Ibu dari bawah.Aku bergegas keluar kamar, aku dan Ibu berencana berbelanja kebutuhan dapur hari ini, sambil jalan-jalan. Sedangkan Mas Danu, sudah sehari ini dia tak pulang ke rumah, bahkan ponselnya saja tidak ia aktifkan.Aku menghela napas berat, kala harus mengingat tingkah Mas Danu akhir-akhir ini yang sangat mencurigakan."Ayo, Bu!" anakku, setelah sampai dilantai bawah, tempat Ibu menunggu sedari tadi. Kami pergi bertiga, aku, Ibu dan si kecil dalam gendongan. Menaiki taksi online, kami menuju pusat perbelanjaan terbesar, sebab biasanya barang yang menjadi pilihan lebih banyak.Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju masuk kedalam.Ibu memilih menggendong anakku, sedangkan aku sibuk menelusuri tempat perbelanjaan dengan mataku, sibuk mencari bahan yang kami perlukan."Ti," Ibu memanggilku yang tengah berjalan kesana kemari mendorong troli belanja.
Part52Akhir-akhir ini, mas Danu sering pulang tengah malam, bahkan kadang bisa pagi hari baru pulang. Alasannya banyak kerjaan, tapi ko firasatku berkata lain, ada hal yang ia sembunyikan."Selamat malam," sapa Mas Danu, saat memasuki kamar kami, raut lelah tergambar di wajah gantengnya. Aku tersenyum, lalu mencium takzim punggung tangannya.Mas Danu masuk kekamar mandi yang tersedia didalam kamar kami, ia membersihkan diri, lalu menghempaskan tubuh diatas ranjang.Aku sambil fokus menggendong bayi kami yang lagi menyusu.Bunyi getar handphone terdengar berderit diatas laci nakas samping ranjang, aku mendekat ke arah benda pipih itu terletak.Panggilan seseorang yang disebut Pak Dira. Mungkin panggilan penting, sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi masih ada panggilan telepon.Aku mengangkatnya, sebelum aku bersuara, terdengar suara lebih dahulu dari sebrang telepon dengan nada marah.
Part51Semenjak Satpam gadungan itu tertangkap, memang keadaan sudah mulai membaik, bahkan rumah tidak mengerikan seperti dahulu, hidup kami sudah mulai membaik lagi.Mas Danu, ia makin sering perhatian pada aku dan anaknya, ia begitu terlihat sangat mencintai kami.Suara ketukan pintu luar menggema, aku yang bersantai diruang keluarga bersama anakku, langsung kuraih laptop yang ada dimeja, sebelum membuka pintu, aku terbiasa ngecek keadaan rumah dari CCTV yang tersambung di laptopku.'Ayah? Apakah ini Ayah dan keluarga nya'gumamku dalam hati."Bi, bukain saja pintunya, suruh tunggu diruang tamu!"titahku, Aku bersiap-siap menyambut mereka, namun, terlebih dahulu ku kirimkan pesan untuk Mas Danu.Pesan singkat dari aplikasi berwarna hijau.[ Mas, Ayah datang kemari bersama keluarga barunya ] sendt ...[ Serius? Ngapain mereka datang?] balasnya.[ Belum tahu, nanti ku kabari
Part 50•POV Mamah Naomi•"Apa? Kamu buron?" Aku tersentak kaget."Iya, aku terlalu lama bersembunyi membawa bayi mereka!""Bedebah, kenapa kamu bisa seceroboh itu!" Aku kesal langsung membanting gawaiku ke lantai. Hancur berserakan.Aku benci mendengar kabar itu, aku benci jika harus memikirkan masalah yang akan aku hadapi.Seceroboh itu, aku salah memilih orang untuk bermain.Hesti!!! Aku benci, gara-gara kamu dan Danu, anakku meregang nyawa sia-sia.Aku tidak akan ikhlas dan rela melihat kebahagiaan kalian. Akan ku hancurkan.Aku menghela nafas panjang, mencoba mengendalikan diri, gugup kini menyerang tubuhku, pikiran mulai pusing dengan segala kemelut hidup yang melilit hati. Dendam mendarah daging ditubuh ini kian membara, sebelum hancur aku takkan mundur.Ku pandangi gawaiku yang hancur berserakan, aku mendekat, kuraih gawai itu, aku lemparkan kesana ke
Part 49Polisi akhirnya mulai menyelediki laporanku, aku yakin, penculikan ini pasti ada campur tangan Satpam yang baru sehari bekerja dirumah kami.Mas Danu tergopoh-gopoh berlari menuju ke arah kami semua berdiri."Sayang! Sayang mana bayi kita?" tanya nya dengan nafas memburu, wajah basah keringat dan memerah.Aku menangis sesenggukan kembali, teringat keadaan bayiku yang sudah menghilang selama 5 jam ini."Mas, kamu dapat Satpam dari mana?" tanyaku dengan wajah datar."Satpam, ia rekomendasi dari Mamah nya Naomi," jawabku."Apa? Kenapa Mamah nya Naomi rekomendasi ke Mas Danu tentang Satpam itu. apakah Mas bercerita padanya bahwa Mas nyari Satpam?" tanyaku panjang lebar menatap lekat wajahnya itu."Ada, cuma waktu itu kebetulan Mas sama Mamah Naomi ketemu diluar, Mas ngobrol sebentar lalu mengatakan padanya bahwa Mas nyari petugas keamanan!" jelasku."Mas, apa Mas gak curiga?