*AJENG POV*
Untuk kesekian kalinya aku kembali mengisi hariku dengan para petani. Di sini aku sudah sangat mahir sekali ketika memanen padi. Dan hari ini adalah hari terakhir kami memanen hasil dari sawah ini.Tidak sampai setengah hari pekerjaan telah rampung. Kami sangat bergembira dengan hasil yang telah kami capai hari ini. Aku sangat merasakan Eporia dari kebahagiaan semua petani di desaku hingga aku pun sangat merasakan kegembiraan itu.
Seluruh wajah tersenyum cerah. Kerja keras mereka selama empat bulan terbayar lunas dengan hasil baik. Kami berkumpul di gubuk tengah sawah. Sebelum waktu makan siang, kami telah makan bersama-sama.
Begitu pun dengan pak Teguh dari dinas pertanian yang kala itu sedang memantau hari terakhir panen raya ini ikut bersama menikmati nasi bungkus daun. Dan memang pak Teguh hampir setiap hari mengunjungi kami.
“Bu Ajeng sudah pernah memancing ikan?” tanya Pak Teguh padaku.
“Belum pernah pak,” jawabku ketika k
*AJENG POV* Sejak acara memancing dengan pak Teguh, aku merasakan energi positif pada diriku mengaliri seluruh bagian dari tubuhku. Seperti pagi ini, aku kembali bersemangat untuk mengolah tubuhku menjadi lebih baik. Semalam aku sudah mulai memakai cream malam ku kembali. Bahkan sore hari ketika aku akan membersihkan diri, aku sempatkan diriku untuk melulur bagian tubuh yang bisa terjangkau dengan diriku. Sudah hampir lima bulan aku tidak merawat diriku dan aku juga tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Hanya saja sejak duka yang menimpaku berbulan-bulan lalu, memang aku sudah tidak lagi memedulikan keadaan sekelilingku, fisikku, juga suamiku sendiri.Aku hanya berfokus pada kesehatan putraku saat itu, lalu rasa kehilangan atas dirinya membuat aku semakin berduka dan membuat aku masuk ke dalam kegelapan diriku sendiri. Dengan tidak mengenali lagi siapa diriku, apa yang kuingini. Dan akhirnya aku pun bangkit dari kegelapan diriku. Tern
*BRAM POV* Kehamilan yang di jalani oleh Dina telah membuat hatiku sangat berbahagia. Aku merasa terlalu memanjakan Dina dengan segala sesuatu yang dimintanya. Sampai-sampai aku pernah mencari buah yang sulit aku dapatkan. Waktu itu ia meminta buah jamblang yang sulit sekali dicari. Buah itu berwarna agak keunguan ketika masih muda, tetapi akan terasa sangat manis ketika buah itu sudah berwarna agak kehitaman. Semasa aku kanak-kanak, di rumah temanku ada yang mempunyai pohon dari buah itu. Pada saat Dina yang waktu itu meminta buah itu, aku coba menghubunginya ternyata pohon itu telah ditebang. Akhirnya aku kirim ke semua kontak yang ada di teleponku menanyakan buah itu, syukurnya buah itu didapat dengan perjuangan yang lumayan berat. Dan yang membuat aneh diriku, ketika buah itu telah aku berikan padanya, Dina hanya memakannya tidak lebih dari lima biji. Aku sempat berpikir dia akan memakan semuanya. Susah juga ternyata masa mengidam sepert
*BRAM POV* Malam ini, aku menunggu Dina untuk meminta jatahnya padaku. Tetapi setelah menunggu hingga satu jam ia sama sekali tidak bergeming seperti malam-malam sebelumnya kejadian di alun-alun itu. Kulihat, ia malah menikmati bacaannya. Aku bertanya kepadanya “Dina, hari ini kamu tidak ingin menikmati tubuhku?” Dina hanya melihat ke arahku dan menggelengkan kepalanya. Sejak kejadian di alun-alun itu, telah tiga hari ini Dina tidak melampiaskan hasratnya untuk menikmati tubuhku, seperti beberapa waktu yang lalu. Ia biasanya minta jatah sehari dua kali bahkan ketika hasratnya tinggi bisa sampai tiga kali. Dan itu yang membuat dirinya hebat diatas ranjang. Karena hampir setiap lelaki senang dengan wanita yang bisa menyenangkan dirinya di atas ranjang. Dina bisa menjadikan seorang lelaki seperti seorang raja yang terlihat kuat dan jantan ketika bercinta dengannya. Dan itu adalah yang ingin dirasakan oleh setiap lelaki mana pun.
*BRAM POV* Kondisi Keuanganku yang semakin sulit membuat aku menjual rumah yang kini aku tempati, aku menjual rumah bunda dikarenakan bunda memerlukan biaya pengobatan untuknya juga, aku berniat melunasi hutang yang kemarin aku ambil dengan jaminan rumah ini. Dan aku berencana akan membuka rumah makan dari sisa penjualan rumah ibunda. Untuk masalah cafe akhirnya kami bisa mengovernya dan hasil dari over kontrak itu kami gunakan untuk membayar pembangunan dari ruko yang terbakar tersebut. Kini aku harus mencari rumah kontrakan bagi kami berdua. Ada terbesit dalam hatiku untuk menempati rumah yang telah aku berikan pada Ajeng, hanya saja untuk saat ini pun aku tidak tahu bagaimana keadaan Ajeng. Perasaan sedihku bertambah, mengingat Ajeng yang terasa semakin jauh dariku. Ditambah beban hidupku yang kian menghimpit membuat aku lebih memikirkan bagaimana caranya untuk bertahan. Selama ini tidak pernah terpikir olehku kalau kehidupan sulit ini akan menimpa
*AJENG POV* Keindahan perbukitan di kampung halamanku ini, baru aku rasakan setelah aku mengayuh sepeda mengelilingi daerah perbukitan di desaku. Begitu banyak yang kulihat, dari hijaunya perbukitan di tengah hamparan padi yang baru saja di tanam. Sungai dengan batu-batu besarnya, serta naik turunnya jalan di perbukitan yang membuat udara sepoi-sepoi menerpa wajahku, yang terasa hangat ketika menerima cahaya matahari pagi yang baru saja menyinari semesta yang indah ini. Untuk pertama kalinya aku berada di atas perbukitan yang tinggi melihat dari kejauhan keindahan yang luar biasa. Sulit sekali aku menjabarkan lukisan dari Sang Pencipta atas keindahan yang aku rasakan hari ini. “Ajeng, kita duduk disini saja untuk beristirahat,” Teguh mengatakan hal itu sambil menghentikan kayuhan sepedanya. Aku pun mengikuti ajakannya untuk menghentikan kayuhan sepedaku dan beristirahat di atas perbukitan yang kami lalui. “Wow , Indah sekali pemand
*AJENG POV* Deburan ombak dipantai pada malam ini hanya memperdengarkan iringan suaranya yang saling bersahutan. Dan pijakan kaki kami pada pasir hanya merasakan buliran-buliran sisa dari ombak yang telah terpecah. Aku merasakan resapan pasir pada kakiku yang tersapu buih-buih ombak yang terus menyapu pesisir pantai, dengan deburan ombak yang kian melemah pada saat sampai di pesisir. Aku memegang tangan Teguh dengan kedua tanganku. Sesekali aku sandarkan kepalaku pada pundaknya yang kokoh. Sesekali ia mengusap kepalaku dengan kelembutan. Kami tidak merasakan rasa lelah, ketika harus menyusuri pantai ini, walaupun sejauh mata memandang hanyalah hamparan pantai yang indah. “Kita akan makan malam di sana,” Teguh menggandeng tanganku mendekati sebuah restaurant di pinggir pantai dengan mengucapkan hal itu. Aku hanya tetap memegang tangannya, sambil mendekati restaurant yang akan kami tuju. Ketika berjalan aku merasa kakiku semakin dalam masuk dian
*BRAM POV* Kedatangan aku ke kampung halaman Ajeng membuat hatiku bertambah luka. Aku sama sekali tidak siap dengan segala sesuatu yang di luar perkiraan nalarku. Aku tidak menyangka seorang Ajeng yang lemah lembut, yang dulu menerima diriku dengan segala kekuranganku, kini mampu menjatuhkan diriku sedalam yang ia inginkan, seperti sebuah pembalasan yang telah lama ia rencanakan padaku. Keputusannya dan kata-kata tajamnya tepat mengenai diriku, yang pada saat ini telah diambang kehancuran dalam hal ekonomi. Masalah perceraian yang aku pikir bisa mereda malah semakin bertambah sulit untuk dipertahankan. Aku tidak tahu harus bagaimana menyikapi hal ini. Tetapi yang membuat diriku penasaran adalah, pada sosok lelaki yang dicintai Ajeng saat ini. Lelaki apakah yang mampu mempengaruhi sifat dan sikap yang menjadikan seorang Ajeng menjadi seorang wanita seperti saat ini. Sejak keluarga Ajeng tidak mau menerimaku untuk barang sejenak beristirahat di ru
*BRAM POV* Kereta api terakhir membawa aku kembali ke kota. Dengan kehancuran hati dan kehinaan harga diri, aku duduk diantara para penumpang kereta api di malam ini. Masih Terngiang-ngiang semua perkataan Teguh pada diriku. Aku merasakan kekalahan telak dari Teguh. Aku saat ini tidak sebanding jika harus merebut kembali Ajeng dari dirinya. Karena ia memiliki semua yang tidak aku miliki. Dan ketika aku melangkahkan kakiku keluar dari desa itu, aku merasa semua pandangan mata orang-orang didesa seperti berbahagia atas kekalahan diriku. Aku seperti seorang pecundang yang tertunduk lesu tanpa berani menatap orang-orang yang bertemu di jalan desa itu. Tidak seperti awal pertama aku melangkahkan kaki disana, penuh dengan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Permisi pak, silakan perlihatkan tiketnya,” tegur seorang petugas kereta api kepadaku yang masih terdiam tidak memberikan respon padanya. “Pak, petugas ini menanyakan tiketnya,”
*AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d
*BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer
*AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp
*BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg
*AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p
*AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu
*BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n
*BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt
*AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak