"Dirga, bagaimana kelanjutan mengenai penyelidikanmu?" Di dalam ruanganan tiga lelaki itu membahas mengenai rencana selanjutnya yang akan mereka jalankan. Arya, Alex, serta Dirga, salah satu orang yang di percaya oleh Arya untuk mengawasi target dari jarak yang lumayan dekat."Seperti yang kita duga sebelumnya, Tuan. Prasetya Group memang mempunyai keterkaitan dengan ini." Dirga memberikan berkas yang sudah ia cocokkan sebelumnya mengenai perusahaan itu, dan ternyata memang benar adanya."Jadi, mereka sendiri murni yang melakukan?" Arya memeriksanya, lantas ia mengamati sekali lagi."Mengenai hal itu. Sebenarnya saya kurang yakin. Sepertinya masih ada seseorang yang berdiri di belakang mereka." Dirga kembali menjelaskan. Tugasnya memang terbilang berat. Jika lengah sedikit saja mungkin pihak musuh akan langsung mencium pergerakannya."Kau bisa kan mencari tahu lebih detail lagi? Aku ingin semua terbongkar. Termasuk siapa saja yang pernah berdiri di belakang mereka. Kita harus mengusut
"Siapa sih!" Airin meletakkan majalah yang ia baca dengan kasar, lantas beranjak menuju pintu depan karena mendengar bel pintu yang terus saja berbunyi."Lagian di mana sih para pelayan?" Wanita itu terus menggerutu, namun ia etap melanjutkan langkah untuk melihat siapa tamu yang mengunjunginya di waktu yang hampir petang ini.Ceklek,Airin sejenak terpaku melihat siapa tamu yang datang mengunjunginya. Seorang perempuan yang mungkin seumuran dengannya tengah berdiri sambil mengulas senyum.Tunggu, dia 'kan perempuan yang datang ke acara pernikahanku kemarin. Kalau tidak salah namanya, Rengganis. Ya, Rengganis. Dia juga perempuan yang dulu di ceritakan Elisa. Ya, tidak salah lagi.Airin masih menatap, memperhatikan Rengganis dengan seksama. Memindai penampilan wanita itu dari atas sampai bawah.Lantas Airin kembali berbisik dalam hati, pantas saja Tuan Arya lebih memilih dia di banding Elisa. Dia cantik, manis, lemah lembut pula. Beda sekali dengan aku, eh!Airin membekap mulutnya send
"Maaf,Tuan, apa ini tidak salah?" Alex melayangkan protes pada Arya selaku pemimpin perusahaan Keluarga Pratama.Lelaki itu hanya mengernyit, mendapati protes dari sang asisten dengan wajah bingung, "Tidak salah? Maksudmu bagaimana?" Arya melayangkan kembali pertanyaan tadi."Apa Anda benar-benar ingin bekerja sama dengan Perusahaan Tuan Bara?" Alex mendadak ragu. Selain ia sudah mengenal siapa pemilik perusahaan itu, rasanya ia terlalu malas jika berhubungan dengan masa lalunya kembali."Kenapa? Apa kau masih memiliki rasa dengan wanita itu?" Arya menelisik wajah Alex yang terlihat tidak nyaman."Bukan begitu, Tuan. Maksud saya, kenapa Anda melimpahkan tanggung jawab penuh pada saya? Bukankah wewenang ini harusnya Anda sendiri yang memegang?" Alex melihat gelagat lain dari sorot mata Arya. Bertahun-tahun tahun ia sudah mengabdi dengan lelaki itu, tapi baru kali ini ia tidak mengetahui apa yang sebenarnya tengah Arya rencanakan."Apa? Aku hanya ada hal lebih penting yang harus aku ker
Alex pulang ke rumah saat jam dinding di ruang tamu menunjuk angka sembilan. Lelah, hari ini sangat ia rasakan. Dengan langkah gontai ia menaiki tangga satu persatu untuk mencapai kamar miliknya.Saat ia membuka pintu, orang pertama kali yang ia lihat adalah Airin. Gadis itu terlihat tengah memainkan ponsel miliknya. Saat melihatnya masuk, dengan cepat Airin meletakkan benda itu dan berjalan mendekat ke arah Alex."Kamu sudah pulang?" Entah ada angin apa mendadak Airin menyambutnya. Berdiri dengan ragu menatap ke arah Alex yang baru saja datang."Iya." Alex hanya menjawab seperlunya. Ia letakkan tas kerja ke tempatnya, lantas tangannya melonggarkan dasi yang masih melilit di leher."Apa kamu memerlukan sesuatu?" Airin terlihat sedikit ragu, ia masih berdiri dan terus mengikuti langkah Alex di belakangnya."Kenapa?" Alex heran. Ia mengulurkan tangan, menempelkan pada kening Airin, "Apa kepalamu habis terbentur sesuatu?"Airin hanya mencebik. Namun ia memalingkan wajah ke arah lain demi
Airin masih terjaga. Dengan posisi yang memunggungi Alex, ia menunggu lelaki itu terlelap."Jadi, kau hanya basa-basi saja tadi." Suara Alex kembali terdengar. Selanjutnya Airin merasakan ada pergerakan di sebelahnya.Airin memilih bungkam sampai suara Alex tidak lagi terdengar. Hanya hembusan napas teratur milik Alex, menandakan lelaki itu mulai terlelap.Airin menunggu lagi beberapa saat, dan saat ia yakin Alex sudah benar-benar tidur, Airin berbalik. Ia tatap wajah suaminya dari samping. Tidak cukup sampai di situ, Airin merasa kurang puas. Ia coba mengulurkan tangan menyentuh wajah Alex. Namun tiga detik kemudian ia tarik lagi.Senyum Airin mengembang karena Alex masih diam dalam posisinya. Sekarang ia lebih berani lagi. Ia ulurkan tangan dan menyentuh bagian lain, membelai sembari sedikit menusuk dengan ujung jarinya. Namun saat Airin sudah terlena, tiba-tiba ...Greppp!Kedua mata Alex terbuka di serta cekalan yang kuat di tangannya."Apa yang kau lakukan?" Sorot mata Alex sejen
Glutak!Ponsel terjatuh tepat di kaki Alex dengan begitu saja. Lelaki itu nampak diam dan tak sadar jika benda yang tadi ia tempelkan di dekat telinga sudah terjun bebas menyentuh lantai.Arya yang melihatnya langsung mengernyit, menyiratkan kekhawatiran. Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya. Kenapa Alex sampai menjatuhkan ponsel dan sampai tak merasakannya?"Lex, kau tak apa-apa?" tepukan tangan Arya sukses membuat lelaki itu tersadar. Dengan keadaan sedikit lingung Alex menatap wajah Arya yang berdiri menunggu dengan cemas, "Apa yang terjadi? Istrimu baik-baik saja, kan?" Pertanyaan itu lolos begitu saja.Alex belum juga sadar. Ia malah kebingungan dengan pertayaan Arya tadi. "Istriku?" tanyanya kembali."Ya, istrimu? Ada apa dengan Airin?" Arya mengulang lagi. Namun Alex masih belum bisa mencerna ucapan Arya dengan baik. Lelaki itu masih menatap Arya dengan wajah sama bingung, "Memangnya ada apa dengan istriku?"Astaga....!Arya menggeleng pelan. Bingung sendiri dengan respon Al
[Apalagi?] Airin menjawab dengan malas. Meski ia harus menghentikan langkahnya lebih dulu setelah turun dari taksi dan membayarnya tadi.[Nanti pulangnya aku jemput. Tunggu aku!] Setelah mengatakannya, sambungan langsung terputus.Lagi, Airin menghembuskan napas kasar. Kenapa dia tidak sopan sekali? bisiknya. Tak sadar, padahal tadi ia juga melakukan hal yang sama.Airin menyimpan posel miliknya ke dalam tas, lalu kakinya melangkah memasuki cafe milik sahabatnya."Rin ...!" Nana menyambut kedatangannya dengan perasaan senang. Di tatapnya Airin yang baru saja mendaratkan tubuhnya di sofa ruangan, lantas wajahnya menelisik wajah gadis itu, "Kamu baik-baik saja, kan? Apa suami–mu jadi menghukummu kemarin?" tanyanya.Airin hanya melirik sekilas. Ia sama sekali tidak berminat membahas Alex lagi. Namun rasa penasaran Nana membuatnya tetap menjawab pertanyaan. "Menurutmu?" Ia membalikkan pertanyaan itu."Mana aku tahu? Siapa tahu 'kan dia menghukum–mu dengan ....?" Nana mengedipkan sebelah m
Elisa bersorak senang saat Roy mengangguk mengiyakan keinginannya. Meski sedikit terpaksa, Elisa tak masalah. Setidaknya keinginannya untuk berkunjung dan menemui ibu mertuanya sebentar lagi akan terkabul.Elisa cepat bersiap, menggunkan dress dengan model berlengan, ia terlihat anggun meski perutnya mulai membuncit. Elisa takkan menyiakan kesempatan langka ini. Meski ia harus lebih dulu menghubungi sang papi yang sudah berada di kantor, dan jelas tanggapan pria paruh baya itu seperti apa ketika waktu mulai siang, sedangkan Roy belum juga tiba di kantor.[Ke mana saja, Kau?] Suara Tuan Andreas sedikit kesal di seberang sana. Namun, Elisa malah menanggapinya dengan tawa cekikikan.[El ...! Elisa!] Suara itu kembali terdengar, [Mana Roy? Kenapa belum juga berangkat ke kantor?]Roy yang saat itu berada di sebelah Elisa ingin menyahut, tapi istrinya buru-buru mencegah dengan membuka suara lebih dulu, [Jangan marah-marah dong, Pih? Kak Roy hari ini tidak bisa masuk kantor.]Pria itu diam,
Setelah pertemuannya Riska dengan Erick di depan kampus beberapa hari yang lalu. Riska memutuskan untuk menceritakan siapa sebenarnya pria itu pada putrinya. Dan sejak itu pula Erick berusaha mendekati Nisya dengan perlahan. "Jadi, Om itu papaku, Ma?" tanya Nisya sekali lagi. Yang langsung di jawab anggukan kepala oleh sang mama. "Ya. Dia papamu, Nak." Dan hari-hari mereka mulai berwarna. Apalagi saat Erick terang-terangan melamar Riska di depan semua temannya. Meski terkesan buru-buru, Riska akhirya pun menerima lamaran itu demi putri tercintanya. "Menikahlah denganku, Riska. Aku janji akan membahagiakanmu dan juga Nisya." Seluruh mahasiswa yang menyaksikan acara lamaran itu langsung bersorak, meminta pada Riska untuk segera memberikan jawaban. Tidak butuh waktu lama, acara pernikahan Riska dan Erick segera di laksanakan. Pernikahan sederhana itu di gelar di rumah kediaman Riska dan hanya di hadiri oleh kerabat serta teman dekatnya saja. Mereka melanjutkan hidup dengan bahagia.
"Airinnn ...!!" teriak Elisa kegirangan. Ia mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang, lalu ... Bughhh!! Satu pukulan mendarat lagi di perut pria asing yang tadi mencekal sebelah tangannya. Kini Elisa tidak merasa takut lagi, karena ada Airin yang siap membantunya. "Kamu tidak apa-apa 'kan, El?" Meski khawatir, Airin tetap waspada. Tidak ingin ceroboh sampai memberi kesempatan pada penjahat itu lagi. "Aku baik-baik saja, Rin." Elisa berlari ke arah ketiga bocah tadi. Memeriksa satu-persatu dari mereka. Elisa lega karena semuanya dalam keadaan baik-baik saja. "Kalian tunggu Mama di sini. Jangan ke mana-mana!" Lalu Elisa berdiri tepat di depan ketiga bocah itu untuk melindungi dari pria jahat yang masih meringis kesakitan. "Sialan!!" Pria itu mengumpat lagi. Bahkan terdengar juga sumpah serapahnya, memaki pada dua ibu muda yang sudah berhasil mengalahkannya. Tidak ingin memberikan kesempatan lagi, Airin dan Elisa segera memberikan pukulan secara bersamaan. Bughhh, bug
Drama panjang mengenai hilangnya Haidar dan Rey yang terjadi di rumah milik Alex berlalu sudah. Kini dua minggu setelah kejadian itu Airin dan Elisa mengajak anak-anaknya bermain di sebuah taman permainan khusus anak. Dan tentu saja di temani oleh kedua suami dari mereka.Anak-anak mulai bermain, saling berkejaran dan menikmati suasana sore yang semakin ramai. Di sana-sini juga terlihat anak-anak lain tengah bermain dengan di awasi oleh para orang tuanya masing-masing.Suasana taman terasa ramai sekali, apalagi saat ini tengah libur akhir pekan. Sementara para ibu tengah mengawasi para anak main, Alex dan Roy memilih menyingkir mencari tempat untuk berbincang. "Kak Rey, ayo main!" ajak Azki. Gadis kecil itu mulai menyeret tangan Rey untuk mengikutinya. Padahal sejak tadi Lexa juga sudah ada di sebelahnya memainkan boneka yang sengaja mereka bawa dari rumah."Kakak di sini aja ya? Kakak nggak suka main boneka." Rey ogah-ogahan mengikuti tangan gadis itu yanga terus saja menggandengnya
"Kalian ...?" Kay menatap bingung pada dua pria kecil di depannya. Haidar dan Rey kini tengah duduk bersebelahan di dalam gudang yang terletak di samping taman. "Kalian ngapain di sini?"Dua pria kecil tadi menoleh serempak. Melihat gadis kecil berkuncir kuda dengan tatapannya yang berbeda."Kak Kay ...!" Haidar langsung bangkit dan berusaha menyembunyikan tubuh sang kakak di belakangnya. "Kenapa Kakak ke sini?" ucapnya lagi."Kalian ngapain ada di sini?" Kay mengulang pertanyaan itu lagi.Sedangkan di depan sana Rey menatap gadis itu dengan kedua mata yang berbinar."Berhenti menatap Kak Kay seperti itu!" Haidar memasang badan tepat di depan Kay. Menghalangi pandangan pria di depan sana agar tidak terus menerus menatap ke arah sang kakak."Kamu ngapain sih, Dek?" Kay bingung sendiri melihat aksi konyol adiknya. "Ayo, Mama sama Ayah khawatir." Menarik tubuh Haidar agar mengikutinya."Awas kalau kamu berani menatap Kak Kay seperti itu lagi!" ancamnya sebelum melangkah keluar dari dalam
Beberapa tahun kemudian."Kakak, gendong ..." rengek Azki manja pada pria kecil berusia sepuluh tahun. Pria kecil itu hanya menurut, berjongkok dan memasang punggungnya di depan gadis kecil tadi."Yeyyy, asikkk!" Azki tersenyum senang mendapati pria itu tidak menolaknya lagi. Padahal ia tidak tahu saja sebenarnya pria itu tengah memakinya dengan kesal.Azkia Putri Aditama.Nama yang di berikan Airin dan Alex untuk putri pertama mereka. Gadis kecil berkulit putih, serta berambut lurus itu saat ini sudah berusia lima tahun. Azki tumbuh menjadi sosok yang ceria dan juga pintar.Saat ini mereka tengah kedatangan tamu dari Keluarga Roy dan juga Arya. Semua berkumpul di taman belakang menyaksikan anak-anak mereka bermain. Saling berkejaran, ada juga yang terlihat saling berbincang."Lihat ekspresi wajah putramu, El, dia lucu sekali, 'kan?" Airin menunjuk ke arah Rey yang saat ini tengah menggendong Azkia. Gadis kecil itu tampak tertawa senang, sedangkan Rey terus saja menekuk wajahnya masam
"Pa, bagaimana dengan nasibku?" Saat ini perempuan itu tengah menemui papanya di sel tahanan. Tuan Bara harus menjalani hukuman dua tahun lebih lama di banding dengan Sigit Prasetya karena kesalahannya dia anggap lebih fatal. Sedangkan Riska dengan keadaan perutnya yang semakin hari kian membuncit kebingungan harus menyembunyikan kehamilannya dari orang-orang di tempat tinggal barunya nanti."Dari awal Papa sudah bertanya padamu, kan? Siapa Ayah dari bayi yang kau kandungan? Tapi kau malah diam dan seolah melindunginya. " Papa Bara kesal dengan Riska yang sangat keras kepala. Coba saja dulu ia mau jujur, pasti keadaannya tidak akan seperti ini."Maaf, Pa. Maafkan Riska." Bulir bening jatuh begitu saja melewati kedu pipi perempuan itu. Mama Nathali hanya mampu menenangkan dan mengusap lembut punggung putri satu-satunya itu."Sudahlah, Ris. Sebaiknya kita segera pulang." Ibu dan anak itu melangkah gontai meninggalkan sel tahanan suaminya menuju tempat tinggal baru yang mereka sewa denga
Setelah di buat bingung dengan tingkah Airin yang tiba-tiba meminta berhenti secara mendadak, saat ini Alex juga di buat terkesiap dengan kedua bola mata yang membulat serta mulut yang terbuka lebar tatkala melihat tingkah istrinya yang tak masuk akal.Bagaimana mungkin orang yang tadinya terlihat kesakitan sekali sekarang tengah santai dan menyantap semangkuk bakso dengan sangat lahap? Di tambah lagi setelah adegan itu selesai, Alex nyaris jatuh, bangun, serta guling-guling sendiri ketika mendengar si tukang bakso yang bersuara dan meminta bayaran untuk harga bakso yang baru saja istrinya makan."Satu juta lima ratus ribu?! Jangan gila, Pak! Istri saya hanya memesan semangkuk bakso. Kenapa mahal sekali?" Rasanya Alex ingin menghancurkan gerobak sekaligus pemiliknya. Tapi melihat tatapan heran orang-orang di sekitar, Alex terpaksa duduk kembali di bangku plastik yang di sediakan pedagang itu."Memang yang di makan istri Anda hanya semangkuk, Tuan. Tapi, dia tadi bilang akan memborong
Beberapa Bulan Kemudian ...Kehamilan Airin sudah memasuki trimester terakhir. Wanita itu sudah terlihat sekali kesulitan untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Beruntung Alex selalu menyempatkan waktunya untuk menemani istrinya kemana pun pergi.Seperti pagi ini, mendadak Airin ingin di temani jalan-jalan. Padahal Alex sudah rapi dengan setelan jas dan bersiap untuk berangkat ke kantor. Terpaksa Alex harus menghubungi sekretarisnya dan meminta jadwal ulang untuk rapat yang akan di adakan dua jam lagi.[Tapi, Tuan ....?] Terdengar kasak-kusuk dari seberang sana. Alex paham jika sang sekretaris pasti kebingungan mencari alasan di batalkannya rapat itu.[Katakan saja pada mereka jika istriku sedang ingin di temani di rumah] Alasan yang logis memang. Tapi, apa mungkin mereka akan percaya? Atau malah akan di jadikan bahan lelucon nanti? Entahlah.[Kau mendengarku?] Alex terpaksa bersuara lagi tatkala tidak mendapatkan sahutan dari seberang sana.[I–iya, Tuan. Saya akan coba menjelask
Beberapa bulan setelah semua beres, keadaan akhirya kembali normal seperti biasa. Alex telah menyeret satu persatu orang yang sudah terlibat dalam hancurnya perusahaan papanya. Sigit Prasetya dan Bara adalah dua orang utama yang menerima hukuman dari Alex. Tentu dengan masa hukuman yang berbeda tergantung seberapa besar keterlibatan mereka dalam permasalahan itu.Pengalihan perusahaan milik Papa Wahyu ke tangannya kembali juga sudah di laksanakan dengan mengundang perwakilan dari beberapa perusahaan saja, termasuk dari Keluarga Pratama dan Andreas yang menjadi pendukung utama.Alex sengaja mengadakan acara itu di rumah karena tidak terlalu banyak yang mereka undang. Hanya orang-orang terdekat serta beberapa kolega dari Papa Wahyu dulu yang masih menjalin pertemanan baik dengan mereka.Jika dulu Papa Wahyu yang memimpin perusahaan itu sendiri, tapi sekarang ia sudah menyerahkan tanggung jawab penuh perusahaan pada Alex. Pria paruh baya itu merasa jika Alex lebih mampu di bandingkan dir