Rendra tidak menjawab pertanyaan Naira. Dirinya memilih turun dan memutuskan untuk meminta mangga muda tersebut. Dengan resiko menanggung malu.
Sedangkan Naira yang melihat suaminya berusaha mendapatkan mangga yang diinginkannya pun seketika perasaannya menjadi sensitif. Ada rasa haru dalam dadanya padahal beberapa saat yang lalu dirinya tidak peduli dengan apa yang Rendra lakukan. Mungkin karena bawaan bayi yang ada di dalam perutnya.
"Ada apa dengan perasaanku. Kenapa melihat mas Rendra yang berusaha mencari mangga muda untukku kenapa hatiku merasa senang? Jangan Naira. Jangan mudah terbawa perasaan."
"Permisi!"
"Permisi!" sejak lagi Rendra mencoba memanggil pemilik rumah yang terdapat buah mangga tersebut.
"Iya, selamat siang, Pak. Ada yang bisa di bantu," suara seorang wanita berpakaian rumahan menyaut ucapan permisi Rendra.
"Maaf apakah Ibu ini adalah pemilik rumah ini. Jika iya saya ingin membeli mangga muda punya Ibu boleh?" tanya Rendra bersikap baik.
"Maaf, Pak. Ini bukan rumah punya saya. Ini punya majikan
saya.""Kalau begitu apakah boleh saya bertemu dengan majikan ibu. Saya ingin memintanya langsung."
"Aduh, Pak. Gimana ya saya menyampaikannya. Saat ini majikan saya gak ada di rumah. Mereka saat ini sedang berada di luar negri," balas wanita tersebut.
Rendra yang mendengar jika pemilik rumah itu sedang berada di luar negri pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam mobil.
"Kita cari mangga muda yang lain saja," kata Rendra setelah dirinya masuk.
"Tapi…"
"Kita akan pergi ke rumah temanku. Dia memiliki pohon mangga yang sedang berbuah."
"Terserah…" Naira tidak bisa berkata apalagi. Dirinya tidak bisa memaksa jika pemilik rumah itu tidak ada.
Rendra pun membawa mobilnya ke rumah temannya yang merupakan rekan bisnisnya juga.
"Selamat datang Rendra. Tumben datang ke sini gak ngasih kabar. Terus lo datang sama siapa?" tanya teman Rendra ketika melihat kedatangan Rendra yang secara tiba-tiba.
"Fiko kedatangan gue ke sini cuma mau nganterin pembantu gue. Dia itu lagi ngidam pengen buah mangga. Tapi lumayan susah juga nyarinya. Terus gue ingat kalau lo punya pohon mangga."
Rendra pun memberikan isyarat kepada Naira untuk tidak mengatakan apapun.
"Serius pembantu?" tanya Fiko.
"Ya iyalah. Coba aja lo liat penampilannya, kalau cewek itu teman atau kerabat gue. Penampilannya gak kampungan gitu."
Rasa haru karena Rendra berusaha mendapatkan mangga muda yang diinginkannya kini telah hilang di hati Naira berganti dengan rasa sakit ketika Rendra mengatakan bahwa dirinya seorang pembantu.
"Ayolah Naira, memangnya apa yang ingin kau harapkan. Di kenalkan sebagai istri sedangkan setelah anak ini lahir kamu akan di ceraikan." Batin Naira.
"Tapi serius, gue salut banget sama lo. Pembantu lo ngidam. Lo bantu cariin dia mangga muda. Benar-benar majikan idaman lo."
"Udahlah boleh kan gue minta mangga muda punya lo buat pembantu gue."
"Ambil aja kalau mau." Fiko mengajak Naira dan Rendra ke taman belakang untuk mengambil mangga muda tersebut.
"Ambil!" Rendra menyerahkan satu kantong plastik kecil mangga muda yang di petiknya pada Naira.
"Makasih."
"Kita pulang sekarang."
Naira menganggukkan kepalanya menurut. Saat ini moodnya benar-benar tidak baik-baik saja setelah dikatakan pembantu kampungan oleh Rendra.
"Fiko, gue balik ya. Makasih mangga mudanya."
"Sama-sama. Ren, lo gak mau ngobrol dulu di sini atau santai-santai gitu."
"Enggak, Fik. Makasih, gue pulang dulu."
"Tunggu, Ren!" Fiko menahan tangan Rendra. Lalu ia pun mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Rendra.
"Meskipun pembantu lo itu kampungan, tapi dia cantik juga. Kasih tau gue kalau misalkan dia udah jadi janda. Gue siap jadiin dia simpanan gue."
Rendra yang mendengar ucapan Fiko tentang Naira pun mengepalkan tangannya. Jujur saja perasaannya tidak suka jika Fiko berniat menjadikan Naira sebagai wanita simpanan. Walaupun kenyataannya saat ini Naira juga menjadi wanita simpanan dirinya.
"Ya," balas Rendra singkat. Lalu ia pun segera menarik tangan Naira untuk pulang.
Fiko yang mendengar jawaban Rendra pun tersenyum miring sambil menatap Naira intens.
"Lumayan juga, bodoh aja Rendra kalau gak ngelirik pembantunya yang lumayan cantik ini. Apalagi kalau dia dipoles, gak akan jauh beda sama Bianca."
Setelah dari rumah Fiko untuk meminta mangga muda. Naira dan Rendra pun langsung pulang setelah mendapatkannya.
Di dalam paviliun, Bi Nimah langsung saja mengupas mangga muda dan membuat sambal rujak untuk Naira. Sementara Rendra, dirinya langsung saja pergi ke apartemen untuk menemui Bianca. Istri pertamanya, jujur saja dirinya tidak ingin terlalu dekat dengan Naira. Rendra takut rasa cintanya untuk Bianca terbagi dua untuk Naira.
Namun pada saat dirinya berada di apartemen, Rendra tidak menemukan Bianca. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk menelepon Bianca.
"Bianca, kamu ada di mana?" tanya Rendra.
"Rendra, aku lagi ada di mall sama teman-teman. Ada apa?" tanya Bianca yang saat ini sedang berada di restoran bersama dengan teman sosialitanya.
"Pulang!" perintah Rendra tegas.
"Apa maksudmu? Aku baru aja keluar dari apartemen. Masa kamu minta aku pulang," balas Bianca dengan ekspresi wajah kesalnya karena kesenangannya diganggu. Padahal pergi ke mall, jalan-jalan bersama temannya adalah salah satu menghilangkan rasa stresnya karena perbuatan Rendra yang memilih menikah lagi.
"Kalau kamu tidak pulang, jangan salahkan aku jika besok aku tidak akan pulang."
"Kamu mengancamku, mas!" seru Bianca terkejut.
"Kita sudah membicarakan hal ini, kamu menyetujui aku menikah lagi dengan Naira. Ini adalah resikonya, lalu kenapa kamu marah ketika Nayla hamil."Bianca menatap Rendra dengan tatapan penuh amarah. "Istri mana yang tidak sakit hati, ketika suaminya telah melakukan hal itu dengan wanita lain. Meskipun itu adalah istri keduanya. Hati aku sakit Rendra!""Tapi aku sudah berusaha untuk melakukan yang aku bisa, aku menyentuh Naira agar dia cepat hamil. Dan harta milik ibuku jatuh kepadaku bukan kepada saudara tiriku atau Ibu tiriku. Kamu sejak dulu tahu itu, andaikan saja waktu itu kamu tidak menggugurkan kandunganmu. Mungkin kamu bisa hamil dan kita bisa memiliki anak tanpa harus aku menikah lagi."Bianca yang mendengar ucapan suaminya, mengusap wajahnya kasar. Memang ini semua salah dirinya, andaikan dulu dia tidak mengambil keputusan yang ceroboh. Mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Dia akan bahagia memiliki Rendra seutuhnya tanpa ada orang ketiga di dalam rumah tangga mereka."K
"Mas…." Naira mencoba memberanikan diri untuk berbicara dengan Rendra."Apa?" "Aku ingin kita bicara.""Aku sibuk.""Kalau Mas sibuk, kita bisa bicara di sini."Rendra melirik Naira sekilas. "Memangnya apa yang kamu bicarakan sampai mau bicara di sini.""Aku ingat membicarakan tentang rumah tangga kita.""Untuk apa di bicarakan, bukankah kita sudah membahasnya ketika malam pernikahan kita.""Tapi…""Kita pergi ke restoran terdekat. Kita akan bicara di sana."Naira tersenyum karena pada akhirnya Naira Rendra mau bicara dengan dirinya. Setelah mencari restoran terdekat sekalian makan siang dan ini adalah untuk pertama kalinya mereka makan bersama sebagai pasang suami istri."Apa yang kamu bicarakan?" Tanya Rendra ketika mereka sudah sampai di restoran. Sambil menunggu pesanan mereka sampai akhirnya Rendra memutuskan untuk bertanya apa yang ingin Naira bicarakan."Mas, aku tahu kamu tidak mencintaiku sebagai istri. Begitu juga dengan aku yang belum mencintaimu, aku tahu mas juga pernah
"Bi, buka pintunya!" seru Rendra. Dari luar. Bi Nimah yang mendengar itu pun berjalan tergopoh-gopoh membuka pintu untuk Rendra. "Bi, bagaimana dengan keadaan Naira?" tanya Rendra. "Non, Naira badannya panas terus saja memanggil Ibunya." Penjelasan Bi Nimah membuat Rendra menghembuskan nafasnya kasar. Lalu dia pun berjalan pelan menghampiri istri keduanya. Duduk di tepi ranjang, lalu memegang kening Naira yang ternyata panas. "Kita bawa ke rumah sakit aja, Bi. Tolong siapkan perlengkapannya. Takutnya nanti dirawat di rumah sakit." "Baik Tuan." Rendra langsung saja menggendong tubuh Naira dan di bawahnya keluar. Hal itu tidak luput dari perhatian dari Laras. "Ada apa dengan, istri kedua Rendra. Apakah dia sakit, kalau memang benar. Baguslah biar sekalian anak yang ada di dalam kandungannya mati," ucapnya tanpa perasaan. Rendra mendudukan Naira di belakang, tidak lupa Ia juga memakaikan seat belt untuk keamanan Naira. "Ibu…" "Naira tenanglah, kamu pasti baik-baik saja," ucap R
Seperti yang pernah di janjikan Rendra. Setelah pulang dari rumah sakit. Rendra akan memenuhi keinginan Naira yang ingin keluar dari pavilion, bebas tanpa larangan."Mas, Rendra nggak berangkat ke kantor?" Tanya Naira ketika mereka sampai di pavilion. Naira hanya dirawat di rumah sakit selama 2 hari dan selama itu. Rendra tidak pernah pulang ke apartemen Bianca."Hari ini aku akan menemani kamu, sesuai dengan permintaan kamu waktu di rumah sakit yang ingin keluar. Sekarang kamu sudah sehat, katakan kamu ingin ke mana?" tawar Rendra.Naira yang mendengar hal itu pun tersenyum semringah. "Terimakasih, Mas. Aku boleh nggak pergi ke taman jalan-jalan sebentar. Pagi-pagi kayak gini enak jalan-jalan di taman."Rendra mencoba menimbang-nimbang permintaan Naira, sebenarnya ada rasa takut dalam hati Rendra jika dirinya membawa Naira jalan-jalan keluar.Dirinya takut ada seseorang yang mengenali dirinya dan bertanya tentang siapa Naira. Bukan hal itu saja, Rendra juga takut jika ada orang yang
"Assalamualaikum, Ibu. Perkenalkan namaku Naira. Maaf baru sekarang menemui ibu." Naira yang mendengar pengakuan Laras pun tersenyum, lalu dengan sopan meraih tangan Laras untuk di salaminya. Akan tetapi respon Laras malah menarik tangannya. Enggan untuk bersentuhan dengan Naira. "Wanita murahan." Naira tidak tahu kenapa Laras mengatakan bahwa dirinya adalah wanita, padahal ini adalah kali pertama mereka. "Bu…" Belum sempat Naira bertanya kenapa Laras bisa mengetahui dirinya murahan, tapi Laras sudah mengangkat tangannya dan menatap Naira penuh ancaman. "Dengarkan ini, Jika kamu tidak ingin hidup kamu hancur. Lebih baik kamu pergi dari rumah ini sekarang juga, jangan pernah kembali ke sini. Pergi sejauh-jauhnya bersama anak kamu itu." tunjuk Laras ke arah perut Naira. Naira yang ditunjuk seperti itu pun secara refleks memegang perutnya. Jujur saja saat ini Naira merasa takut melihat Laras. Laras seperti wanita di film yang berperan mertua antagonis. "Tapi, Bu kenapa? Apakah kar
Suara jeritan kesaksian terdengar memilukan, Naira memegang perutnya yang terasa di tusuk ribuan jarum. Keringat dingin mengalir di pelipisnya sampai kerudung yang dikenakan Naira terlihat basah."Ya Allah, kenapa perut sakit banget." Naira terus saja merintih kesaktian. Ingin keluar meminta tolong pada Bi Nimah. Tapi dia tidak memiliki tenaga untuk berdiri."Tolong…""Bi Nimah…""Mas Rendra…""Ibu…" Naira menangis. Ia memanggil satu persatu orang yang dia sayangi.Namun tidak ada satupun dari mereka datang untuk menolongnya. Darah terasa mengalir deras di kakinya. Naira yang merasakan itu pun menggelengkan kepalanya."Tidak, ya Allah. Jangan ambil anakku…." Wajah Naira mulai pucat. Kepalanya sudah terasa sangat pusing. Pandangnya mengabur darah terus saja keluar tanpa henti. "Ya Allah, Non Naira!" jerit Bi Nimah menyangga kepala Naira yang hampir saja menyentuh lantai."Ya Allah, Non…." Bi Nimah berusaha membangunkan Naira. Akan tetapi Naira tak kunjung bangun. Hal itu membuat Bi Ni
"Cepat pilih!" "Aku gak bisa, Bianca. Aku harus pergi." Rendra mengabaikan permintaan Bianca. Yang memintanya untuk memilih antara Naira dan juga Bianca. "Rendra!" teriak Bianca. Dia berusaha menghentikan Rendra yang akan pergi. "Rendra berhenti!" Bianca segera mengambil pakaiannya dan berusaha mengejar Rendra. Akan tetapi Rendra tidak mendengarkan panggilan Bianca, laki-laki yang memiliki dua istri itu memilih untuk pergi ke rumah sakit. Saat ini dirinya sangat mengkhawatirkan keadaan Naira yang mengalami pendarahan. Bianca yang melihat bagaimana suaminya begitu peduli pada istri keduanya pun seketika dadanya merasa sesak. Bianca menjambak rambutnya. "Sialan! Harusnya dulu aku tidak pernah meminta Rendra untuk menikah lagi. Meskipun itu wanita jelek atau buruk sekalipun!" Bianca melampiaskan kemarahannya dengan cara melempar semua barang yang ada di sekitarnya. Di rumah sakit Bi Nimah begitu gelisah menunggu kedatangan Rendra. "Suami dari ibu Naira?" "Bu dokter, bagaimana k
"Setelah pulang dari rumah sakit, kamu tidak akan pulang ke paviliun lagi. Kamu akan tinggal bersama denganku di apartemen."Rendra mengatakan hal itu ketika Naira sudah sadar. Setelah beberapa jam yang lalu tidak sadarkan diri."Aku akan menguasaimu 24 jam. Aku tidak mau hal ini terjadi lagi."Naira diam tidak menjawab apapun, Naira masih teringat dengan percakapannya bersama dokter kandungan yang memeriksa keadaannya. Naira di minta dokter untuk istirahat total, tidak melakukan pekerjaan berat ataupun pikiran yang bisa membuat dirinya stress. Dokter mengatakan jika saat ini kandungannya sangat lemah. Dokter meminta Naira untuk sering cek up demi keselamatan dirinya dan juga bayinya.Dan mendengar ucapan suaminya yang meminta dirinya untuk tinggal bersama dengan Rendra di apartemen. Niara pun tidak protes. Ia setuju akan hal itu. Dengan dirinya tinggal bersama dengan suaminya. Naira bisa mencoba untuk mencairkan hubungan mereka yang begitu dingin sebagai pasangan suami istri pada umu
"Darimana kamu Mas? ? Kenapa semalam gak pulang?" cerca Bianca pada saat Rendra baru pulang. "Dari apartemen Naira." Rendra mengatakan itu dengan tanpa rasa bersalah. "Wow! Gampang banget ya jawaban kamu. Dari apartemen Naira." "Kamu itu punya otak gak sih, Mas. Sudah tahu Naira itu bersalah karena sudah mencoba mencelakai Keyla. Tapi kenapa tetap saja mempertahankan wanita itu hah!" teriak Bianca. "Ini masih pagi. Aku tidak ingin ribut, aku harus cepat-cepat pergi ke kantor." "Tidak, aku ingin kita bicara. Aku mau kita selesaikan masalah kamu sama Naira sekarang juga!" "Sudah aku katakan, pagi ini aku tidak ingin bertengkar. Lain kali kita akan membicarakan soal masalah ini." "Arghhh!" Bianca melempar vas bunga yang ada di meja. Rendra yang melihat itu hanya meliriknya sekilas dan masuk ke dalam kamar mereka lalu mengganti pakaiannya. Hari ini adalah hari terbaik menurut Rendra setelah apa yang terjadi semalam. Untuk itu Rendra tidak ingin merusak harinya dengan berten
Rendra marah ketika mendengar jika orang yang berusaha mencelakai putrinya itu tidak mau buka suara siapa orang yang sudah menyuruhnya mencelakai putrinya. Dan hal yang paling membuatnya marah adalah ternyata tujuan perawat bohongan itu adalah membunuh putrinya. "Sialan! Siapa yang berani bermain-main denganku. Apalagi sampai melibatkan anak kecil yang tidak tau apapun!" Rendra memukul meja kerja yang ada di kantornya. Setelah insiden perawatan bohongan masuk. Keesokan paginya Keyla sudah Kem pulang ke apartemen. Demi menjaga keselamatan Keyla. Rendra memutuskan untuk menjawab beberapa pengawal untuk menjaga keamanan Keyla. Bukan hanya itu saja Rendra juga memasang CCTV semakin banyak di apartemennya, bahkan di setiap sudutnya tidak luput dari pantauan kamera CCTV dan perekam suara jika seandainya memang ada orang dalam yang mencelakai putrinya. Hingga beberapa hari berlalu kasus perencanaan pembunuhan Keyla tidak berhasil dipecahkan. Sore harinya setelah Rendra pulang dari kantor
Bianca melihat ponselnya. Ada beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan yang belum ia baca dari Rendra. "Pasti Rendra menyuruhku ke rumah sakit untuk menjaga Keyla," dengus Bianca kesal. "Semuanya, gue balik dulu." "Udah sono balik, urus anak lo." "Baru juga mau bersenang-senang ada aja gangguannya." "Itu adalah resiko yang harus ditanggung bagi wanita yang sudah menikah dan memiliki anak." "Hah!" Bianca menghembuskan nafasnya kasar. Jujur saja Bianca mulai lelah dengan keadaan ini, dimana ya dimadu oleh suaminya dan mengharuskan mengasuh anak dari madunya itu. Wanita mana yang tahan dengan posisinya sekarang. Kalau bukan harta warisan yang akan dimilikinya nanti. Bianca ogah mengasuh Keyla dan membiarkan suaminya berlama-lama dengan Naira. "Sebaiknya aku cepat pergi ke rumah sakit kalau tidak ingin mendengar kemarahan Rendra," ucap Bianca dalam hati. Hingga tidak lama kemudian Bianca sudah sampai di rumah sakit dan menemukan wajah suaminya yang sudah dipenuhi oleh emosi.
Naira beberapa kali mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Naira tidak bisa menahan kesedihannya kala mengingat kondisi putrinya saat ini. Rasanya Naira ingin melihat Keyla di rumah sakit. Akan tetapi Rendra tidak memperbolehkan dirinya keluar dari apartemen. "Keyla, maaf kan Mama karena gak bisa jaga Keyla. Keyla harus tau Mama ingin sekali bersama dengan kamu. Tapi Papa tidak mengizinkan Mama keluar," Isak tangis Naira. "Kamu harus kuat, buat anak kamu Keyla. Kamu gak boleh sedih, kamu harus kuat." Naira mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri. "Keyla…." panggil Naira lirih. Di rumah sakit saat ini, Raffi dan Laras tengah menjenguk Keyla. Raffi begitu khawatir dengan keadaan cucunya saat ini. Begitu juga dengan Laras yang saat ini pura-pura menunjukkan raut wajah khawatirnya. "Aduh Keyla cucuku. Kenapa kamu bisa seperti ini? Apakah ini semua ulah pengasuh baru itu. Memang ya orang kampung tidak tahu diri." Maki Laras. "Laras, jangan berkata kasar di depan
Sejak polisi membebaskan Naira. Sikap Rendra berubah menjadi lebih dingin dan tidak peduli pada Naira rasa kecewanya mengalahkan rasa cintanya pada Naira. Keyla adalah anak yang sudah lama dia nantikan, tapi dengan seenaknya. Naira mencoba membunuh anaknya. Rendra tidak terima akan hal itu. "Mas…" Panggil Naira. Ia ingin mencoba menjelaskan pada Rendra bahwa dirinya sama sekali tidak meracuni anaknya. Akan tetapi sangat sulit membuat Rendra percaya. Entah apa yang harus di lakukan Naira. Hingga tidak terasa akhirnya mereka sampai di apartemen mereka. Rendra langsung saja masuk ke dalam apartemen dan berjalan menuju kamar Naira. Tanpa mengatakan apapun, Rendra mengeluarkan seluruh barang-barang milik Naira dengan kasar. "Mas….," panggil Naira. Naira tidak tau kenapa semua barang-barangnya dikeluarkan oleh suaminya itu. "Mulai saat ini, kamu pergi dari apartemen ini!" usir Rendra. "Tapi, Mas. Aku ingin dekat dengan Keyla." Naira menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau keluar dari
Rendra dan Bianca keduanya sudah sampai di rumah sakit untuk melihat keadaan Keyla yang ternyata sudah sadar. "Bunda, Ayah!" panggil Keyla. Ia membuka tangannya lebar meminta untuk dipeluk. Tentu Renda yang melihat kode itu pun memeluk Keyla dengan erat. Dia begitu bahagia melihat anaknya baik-baik saja dan bisa tersenyum ceria. "Anak Ayah bagaimana kabarnya? Apakah ada yang sakit?" tanya Rendra dengan nada lembut. Tidur lupa ia sesekali mengecup harum rambut anaknya. "Aku baik, Ayah. Tapi Mbak Naira mana? Kenapa gak ada datang untuk jenguk Keyla?" tanya Keyla. Rendra yang mendengar pertanyaan anaknya tentang Naira seketika ia mengetatkan rahangnya. Kenapa Keyla harus bertanya tentang Naira. "Sayang, Mbak Naira lagi sibuk, gak bisa ke sini." "Yah, padahalkan Keyla mau bertemu dengan Mbak Naira. Keyla rindu, Keyla ingin makan merasakannya Mbak Naira." "Stop Keyla, mulai saat ini kamu tidak boleh makan makanan yang di buat oleh Mbak Naira. Kamu paham." "Tapi kenapa Ayah? Bukanka
Mendapat informasi jika Rendra dan polisi akan melakukan penyelidikan ke apartemennya. Bianca tidak mengatakan apapun pada Bi Nimah, dirinya langsung saja pulang ke apartemen untuk menyembunyikan barang bukti yang sudah di simpannya. Bianca tidak akan membiarkan polisi menemukan obat itu. Karena Bianca yakin meskipun dirinya menyembunyikan obat itu di kamar Naira. Tapi polisi bisa menyelidikinya lebih lanjut ketika menemukan sidik jarinya di botol tersebut. "Aku bisa saja menaruh botol racun itu di kamar Naira. Tapi bagaimana juga sidik jari yang ditemukan itu bukan sidik jari Naira melainkan diriku. Maka habislah riwayatku. Jika terlambat ke apartemen dan polisi sudah melakukan penyidikan. Mungkin jalan satu-satunya adalah aku membayar para polisi itu memasukkan semua bukti yang ada." "Non Bianca mau ke mana? Kenapa buru-buru sekali?" tanya Bi Nimah ketika melihat Bianca pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu padanya. "Sebaiknya aku masuk ke dalam dan memberitahu non Keyla kalau I
***Selama di perjalanan menuju rumah sakit, Naira terus saja memohon pada Rendra agar dirinya tidak dilaporkan ke polisi."Mas… Tolong dengarkan aku, tolong jangan masukkan aku ke penjara.""Diam!" bentak Rendra. Saat ini emosinya benar-benar tidak bisa di kendalikan."Mas… aku mohon, aku berjanji, jika kamu tidak melaporkan aku ke polisi dan menjebloskan aku ke penjara. Aku akan melakukan apapun yang kamu minta. Asalkan kamu tidak menjauhkan aku dari Keyla."Rendra yang mendengar jika Naira akan melakukan apapun yang diperintahkannya seketika menghentikan mobilnya di tengah jalan.Lalu menatap istrinya yang berada di sampingnya dengan tatapan tajam."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan untuk menebus semua kesalahan fatal mu itu!" "Mas, harus berapa kali aku katakan. Jika aku tidak meracuni Keyla!" jerit Naira."Tapi kenyataannya saat ini, Keyla berada di rumah sakit.""Mas…" "Aku tidak akan tertipu dengan wajah polosmu itu. Kamu harus merasakan dinginnya di penjara. Atas perbuat
Rendra yang mendengar kabar dari Bianca jika Keyla keracunan makanan setelah makan masakan yang dibuat oleh Naira pun seketika membuatnya marah. Padahal awalnya hari ini akan menghabiskan waktunya bersama dengan Naira. Namun harus ia urungkan karena kejadian ini, ia harus pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Keyla. "Bagaimana keadaan Keyla sekarang?" tanya Rendra setelah sampai di rumah sakit. "Keyla masih di periksa oleh dokter," jawab Bianca dengan ekspresi wajah yang terlihat sedih. Rendra yang mendengar itu beberapa kali menghembuskan nafasnya kasar. Saat ini dirinya begitu khawatir dengan keadaan Keyla. Ia takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putri tercintanya. "Bagaimana bisa ini terjadi? Tidak biasanya Keyla sampai keracunan makanan." Rendra tidak bisa langsung menyalahkan Naira atas apa yang terjadi pada Keyla saat ini. Meskipun saat ini ada amarah yang ia simpan. "Ini semua gara-gara Naira, gara-gara Keyla makan masakan Naira Keyla seperti ini." Bianc