“Kamu hamil. Ayo kita pergi.” Ucap Zidan, menatap Nirmala dengan nanar. “Apa? Hamil?” Ada banyak rasa yang bergejolak dihatinya. Rasa bahagia jika memang benar sedang mengandung. Tapi, mengingat sikap Firman yang lebih mementingkan istri pertamanya, bukan tidak mungkin jika Firman akan membuanhnya.Lagi pun, akan tidak baik jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang berbeda dari kebanyakan keluarga lainnya.“Iya kamu hamil, masa kamu tidam merasakan perbedaan dalam dirimu sendiri?” Nirmalaenggeleng, menandakan ia memang tidak tahu hal itu. Meski ia merasa ada perbedaan ditubuhnya, namun ia sama sekali belum mastikan hl itu. Prasaan iba terus dirasakan pria muda ini. “Aku pikir, aku hanya asam lambung dan kelelahan saja. Jadi, aku pikir karena hal itu.” Wanita itu, tidak melanjutkan kalimatnya. “Hal itu?”“Akuu....memang belum mendapat tamu bulanan, bulan ini.” Jelas Nirmala lagi, sedikit kurang nyaman sebenarnya mengatakan hal seperti ini.“Cihhh.”Wajah Zidan terlihat
Seperginya Zidan, Nirmala hanya duduk diam ditempatnya tadi. Wanita itu terus menimbang dan memikirkan apa saja yang Zidan katakan. Ia dilanda dilema yang luar biasa, takut jika keputusan yang akan ia ambil kembali membuat dirinya terjerat dalam situasi yang menyedihkan.Apa benar Zidan berniat baik padanya? Lalu, bagaimana dengan Firman? Apa tidak terlalu jahat, ia jika ia pergi bersama Zidan. Meninggalkan Firman yang sudah melepaskan dan mengangkatnya dari dunia hitam.Tapi bertahan dengan pernikahan seperti ini, bukanlah hal yang baik. Bagaimana jika Amira, menginginkan anak ini? Lalu, setelah anak ini lahir, bisa saja Amira menyeretnya kembali kepada pak Husen.Tapi Nirmal merasa cukup yakin dan percaya pada Zidan. Pasalnya, sejak dulu Zidan memang kerap terlibat pertengkaran dengan sang ayah. Kemungkinan Zidan akan menjebaknya, itu cukup kecil. Tapi, apa yang tidak mungkin di dunia ini.Malam semakin larut, Nirmala terus berperang dengan pikirannya sendiri. Bahkan ia lupa, hanya
“Jadi bagaimana, apa kamu mau beli sendiri, atau menunggu saja di mobil?” Tanya Zidan, hatinya juga merasa panas melihat wajah pias Nirmala.“Tidak usah. Ayo kita pulang saja.”Akhirnya, Zidan pun melajukan mobil, membawa Nirmala untuk pulang kembali kekontrakannya. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam, memalingkan pandangan kearah jendela. Ada rasa yang pedih, yang terasa. Meski ia hanya istri kedua, rasanya masih sakit ketika melihat Firman bersama perempuan lain.“Uang memang merubah segalanya, Nirmala. Firman belum tahu jika kamu sedang mengandung. Pergilah, sebelum ia menahanmu.” Zidan menoleh sebentar, ingin melihat reaksi Nirmala. Lalu kembali melihat kearah jalan. Setibanya di kontrakan, Nirmala turun didepan gang, tidak sampai di depan kontrakan. Ia takut jika ada yang melihat, lalu melapor pada Firman.“Terimasih untuk hari ini, tolong jangan temui aku lagi.” Ucap wanita itu, sebelum menutup pintu mobil. Tak ada jawaban dari Zidan, ia tahu betul jika wanita itu dalam
Amira tertunduk cukup lama, sementara perempuan yang ia bawa tadi, terus menepuk pundaknya. Wanita itu berusaha menenangkan sang Adik ipar.“Nirmala, kasihan Amira. Sejak kedatanganmu, ia selalu menagis. Harusnya kamu tahu itu.” Ucap Adam, seorang laki-laki yang juga Amira ajak tadi. “Sekarang Firman menghilang, aku tidak yakin jika kamu benar-benar tidak tahu hal ini.” Ucap Adam lagi, matanya memandang Nirmala dengam tajam. Tatapan ketidak sukaan jelas terlihat.Melihat wajah dan ekpresi Adam, Nirmala repleks menaikkan sebelah ujung bibirnya. “Nyatanya begitu Mas. Aku tidak berbohong.”“bagaimana kalau kita periksa saja kedalam, siapa tahu Firman dikamar.” Dewi istri Adam itu pun, berdiri dan hendak melangkah. Wanita itu dengan cepat menarik tangan suaminya, dan sedikit mendorong tubuh Nirmala. “minggir sedikit, jangan halangangi aku masuk.”Meski kesal, Nirmala hanya membiarkan keduanya masuk dan memeriksa kontrannya. Nirmala hanya mengusap wajahnya. Ia tak menyangka, jika Amira tid
Sepulang dari kontrakan Nirmala, wajah Amira masih terlihat murung. Ia masih tidak menyangka jika Firman, benar-benar tidak berada disana. Sepulangnya sang kakak dan iparnya, Amira hanya duduk menunggu kepulangan Firman yang entah kapan. Semenjak kepergian Nirmala, Amira benar-benar harus mengurus rumah seorang diri. Firman benar-benar tidak memberikannya seorang pembantu.Alhasil, wanita ini kelelahan meski hanya mengurus rumah saja. Bukan hanya itu, uang bulanan pun, juga ikut di kurangi oleh Firman.Hari ini harusnya Nirmala ikut pulang bersamanya kerumah. Namun nyatanya ia gagal, untuk membujuk adik madunya itu. “benar-benar merepotkan, kenapa ia betah tinggal dikontrakan sempit dan kumuh itu. Aku yakin, sebenarnya ia tahu dimana mas Firmab berada. Pokoknya besok ia harus pulang, aku tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah.” Amira terus mengumpat. Rumah mewah yang baru seminggu Nirmala tinggalkan ini pun, sudah nampak begitu kotor. Piring kotor menumpuk, pakian pun demikian. Hamp
Keheningan masih terjadi di meja makan pagi ini. Firman benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, atas apa yang di katakan Amira. Keduanya sibuk menghabiskan isi piring masing-masing.“Mau kemana?” tanya Firman, ketika melihat Amira susah berpakian rapi.“Kan aku sudah bilang, akan menjemput Nirmala hari ini.”“Apa kamu yakin, Nirmala akan ikut?” Amira menelan salivanya, sejujurnya ia juga tidak yakin jika Nirmala akan pulang. “Lihat, kamu saja terlihat ragu.”Tangan Firman terulur menyentuh tangan Amira. “Sudahlah jangan paksa dia pulang. Mas yakin, ini yang terbaik untuk rumah tangga kita.”“Tapi Mas, semenjak Nirmala pergi dari rumah, Mas juga tidak pulang kerumah. Aku tahu, dan aku sadar ini semua salahku.” Suara bergetar terdengar di kalimat Amira.Tekadnya sudah benar-benar bulat, untuk mempertahankan rumah tangganya bersama Firman. Ia tidak ingin kehilangan segalanya, kehilangan suami atau pun kehilangan sumber uangnya.“Bukan begitu, aku memang sedang banyak pekerjaan, makany
Setelah mendengar cerita Amira, yang mengatakan jika pria itu hanya menanyakan tentang ditinya saja. Lalu Ia berpikir, mungkin saja jika pria itu benar-benar teman dekatnya di kampung.Tapi, saat mobil miliknya berhenti dan Firman hendak turun menemui pria itu, Firman terkejut.“Loh, kemana orang itu tadi? Kok bisa cepat sekali dia pergi?”Firman melihat sekeliling, namun mobil dan pria itu sudah tak terlihat. Menghilang sangat cepat.“Lohh gak jadi kamu ajak orang itu ngobrol, Mas?” Amira tentu saja terkejut, setelah memutuskan untuk turun dan bertanya langsung siapa pria itu, namun beberapa menit Firman sudah kembali masuk kedalam mobil.“Sudah hilang, tapi kok cepat sekali.” Gumannya, namun sang istri masih dapat mendengar.Setelah duduk di belakang kemudi, Firman pun terdiam. Mencoba kembali mengingat sosok pria itu. Namun, ia tak kunjung dapat mengingat. Ia pun merasa janggal, jika memang pria itu teman lamanya, lalu mengapa dia menghilang.Meski Firnam masih di liputi ras
Setelah tiba di mobil, Firman mencoba menghubungi Nirmala. Tidak dapat di hubungi, akhirnya rentetan pesan pun ia kirim. Firman berharap, pesan itu dapat segera di baca oleh Nirmala.Firman benar-benar tidak menyangka jika istri keduanga itu, tengah mengandung. Bagaimana mungkin, Nirmala tidak mengabarkan hal ini padanya. Padahal, kehamialan ini begitu mereka tunggu dan inginkan.Firman terus memandangi hasil USG yang di berikan wanita pemilik kos tadi. Menurut cerita wanita itu, ia menemukan benda itu di meja kamar Nirmala, saat sedang membersihkn kontrakan setelah Nirmala pergi.Amira memejamkan mata dan membuang muka. Sementara, Firman sesekali melitiknya menatap dengan tapapan tidak suka.Selama perjalanan, tidak ada kata-kata yang dapat Firman ucapkan. Kemelut di hati pria itu, kian membingungkan. Semakin rumit.Kekecewaannya terhadap Amira, membuatnya hilang akal dan melakukan hal yang tidak pantas. Hal itu juga yang membuatnya kembali bertemu dengan Nirmala.Prasaan yang
Setelah tiba di mobil, Firman mencoba menghubungi Nirmala. Tidak dapat di hubungi, akhirnya rentetan pesan pun ia kirim. Firman berharap, pesan itu dapat segera di baca oleh Nirmala.Firman benar-benar tidak menyangka jika istri keduanga itu, tengah mengandung. Bagaimana mungkin, Nirmala tidak mengabarkan hal ini padanya. Padahal, kehamialan ini begitu mereka tunggu dan inginkan.Firman terus memandangi hasil USG yang di berikan wanita pemilik kos tadi. Menurut cerita wanita itu, ia menemukan benda itu di meja kamar Nirmala, saat sedang membersihkn kontrakan setelah Nirmala pergi.Amira memejamkan mata dan membuang muka. Sementara, Firman sesekali melitiknya menatap dengan tapapan tidak suka.Selama perjalanan, tidak ada kata-kata yang dapat Firman ucapkan. Kemelut di hati pria itu, kian membingungkan. Semakin rumit.Kekecewaannya terhadap Amira, membuatnya hilang akal dan melakukan hal yang tidak pantas. Hal itu juga yang membuatnya kembali bertemu dengan Nirmala.Prasaan yang
Setelah mendengar cerita Amira, yang mengatakan jika pria itu hanya menanyakan tentang ditinya saja. Lalu Ia berpikir, mungkin saja jika pria itu benar-benar teman dekatnya di kampung.Tapi, saat mobil miliknya berhenti dan Firman hendak turun menemui pria itu, Firman terkejut.“Loh, kemana orang itu tadi? Kok bisa cepat sekali dia pergi?”Firman melihat sekeliling, namun mobil dan pria itu sudah tak terlihat. Menghilang sangat cepat.“Lohh gak jadi kamu ajak orang itu ngobrol, Mas?” Amira tentu saja terkejut, setelah memutuskan untuk turun dan bertanya langsung siapa pria itu, namun beberapa menit Firman sudah kembali masuk kedalam mobil.“Sudah hilang, tapi kok cepat sekali.” Gumannya, namun sang istri masih dapat mendengar.Setelah duduk di belakang kemudi, Firman pun terdiam. Mencoba kembali mengingat sosok pria itu. Namun, ia tak kunjung dapat mengingat. Ia pun merasa janggal, jika memang pria itu teman lamanya, lalu mengapa dia menghilang.Meski Firnam masih di liputi ras
Keheningan masih terjadi di meja makan pagi ini. Firman benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, atas apa yang di katakan Amira. Keduanya sibuk menghabiskan isi piring masing-masing.“Mau kemana?” tanya Firman, ketika melihat Amira susah berpakian rapi.“Kan aku sudah bilang, akan menjemput Nirmala hari ini.”“Apa kamu yakin, Nirmala akan ikut?” Amira menelan salivanya, sejujurnya ia juga tidak yakin jika Nirmala akan pulang. “Lihat, kamu saja terlihat ragu.”Tangan Firman terulur menyentuh tangan Amira. “Sudahlah jangan paksa dia pulang. Mas yakin, ini yang terbaik untuk rumah tangga kita.”“Tapi Mas, semenjak Nirmala pergi dari rumah, Mas juga tidak pulang kerumah. Aku tahu, dan aku sadar ini semua salahku.” Suara bergetar terdengar di kalimat Amira.Tekadnya sudah benar-benar bulat, untuk mempertahankan rumah tangganya bersama Firman. Ia tidak ingin kehilangan segalanya, kehilangan suami atau pun kehilangan sumber uangnya.“Bukan begitu, aku memang sedang banyak pekerjaan, makany
Sepulang dari kontrakan Nirmala, wajah Amira masih terlihat murung. Ia masih tidak menyangka jika Firman, benar-benar tidak berada disana. Sepulangnya sang kakak dan iparnya, Amira hanya duduk menunggu kepulangan Firman yang entah kapan. Semenjak kepergian Nirmala, Amira benar-benar harus mengurus rumah seorang diri. Firman benar-benar tidak memberikannya seorang pembantu.Alhasil, wanita ini kelelahan meski hanya mengurus rumah saja. Bukan hanya itu, uang bulanan pun, juga ikut di kurangi oleh Firman.Hari ini harusnya Nirmala ikut pulang bersamanya kerumah. Namun nyatanya ia gagal, untuk membujuk adik madunya itu. “benar-benar merepotkan, kenapa ia betah tinggal dikontrakan sempit dan kumuh itu. Aku yakin, sebenarnya ia tahu dimana mas Firmab berada. Pokoknya besok ia harus pulang, aku tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah.” Amira terus mengumpat. Rumah mewah yang baru seminggu Nirmala tinggalkan ini pun, sudah nampak begitu kotor. Piring kotor menumpuk, pakian pun demikian. Hamp
Amira tertunduk cukup lama, sementara perempuan yang ia bawa tadi, terus menepuk pundaknya. Wanita itu berusaha menenangkan sang Adik ipar.“Nirmala, kasihan Amira. Sejak kedatanganmu, ia selalu menagis. Harusnya kamu tahu itu.” Ucap Adam, seorang laki-laki yang juga Amira ajak tadi. “Sekarang Firman menghilang, aku tidak yakin jika kamu benar-benar tidak tahu hal ini.” Ucap Adam lagi, matanya memandang Nirmala dengam tajam. Tatapan ketidak sukaan jelas terlihat.Melihat wajah dan ekpresi Adam, Nirmala repleks menaikkan sebelah ujung bibirnya. “Nyatanya begitu Mas. Aku tidak berbohong.”“bagaimana kalau kita periksa saja kedalam, siapa tahu Firman dikamar.” Dewi istri Adam itu pun, berdiri dan hendak melangkah. Wanita itu dengan cepat menarik tangan suaminya, dan sedikit mendorong tubuh Nirmala. “minggir sedikit, jangan halangangi aku masuk.”Meski kesal, Nirmala hanya membiarkan keduanya masuk dan memeriksa kontrannya. Nirmala hanya mengusap wajahnya. Ia tak menyangka, jika Amira tid
“Jadi bagaimana, apa kamu mau beli sendiri, atau menunggu saja di mobil?” Tanya Zidan, hatinya juga merasa panas melihat wajah pias Nirmala.“Tidak usah. Ayo kita pulang saja.”Akhirnya, Zidan pun melajukan mobil, membawa Nirmala untuk pulang kembali kekontrakannya. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam, memalingkan pandangan kearah jendela. Ada rasa yang pedih, yang terasa. Meski ia hanya istri kedua, rasanya masih sakit ketika melihat Firman bersama perempuan lain.“Uang memang merubah segalanya, Nirmala. Firman belum tahu jika kamu sedang mengandung. Pergilah, sebelum ia menahanmu.” Zidan menoleh sebentar, ingin melihat reaksi Nirmala. Lalu kembali melihat kearah jalan. Setibanya di kontrakan, Nirmala turun didepan gang, tidak sampai di depan kontrakan. Ia takut jika ada yang melihat, lalu melapor pada Firman.“Terimasih untuk hari ini, tolong jangan temui aku lagi.” Ucap wanita itu, sebelum menutup pintu mobil. Tak ada jawaban dari Zidan, ia tahu betul jika wanita itu dalam
Seperginya Zidan, Nirmala hanya duduk diam ditempatnya tadi. Wanita itu terus menimbang dan memikirkan apa saja yang Zidan katakan. Ia dilanda dilema yang luar biasa, takut jika keputusan yang akan ia ambil kembali membuat dirinya terjerat dalam situasi yang menyedihkan.Apa benar Zidan berniat baik padanya? Lalu, bagaimana dengan Firman? Apa tidak terlalu jahat, ia jika ia pergi bersama Zidan. Meninggalkan Firman yang sudah melepaskan dan mengangkatnya dari dunia hitam.Tapi bertahan dengan pernikahan seperti ini, bukanlah hal yang baik. Bagaimana jika Amira, menginginkan anak ini? Lalu, setelah anak ini lahir, bisa saja Amira menyeretnya kembali kepada pak Husen.Tapi Nirmal merasa cukup yakin dan percaya pada Zidan. Pasalnya, sejak dulu Zidan memang kerap terlibat pertengkaran dengan sang ayah. Kemungkinan Zidan akan menjebaknya, itu cukup kecil. Tapi, apa yang tidak mungkin di dunia ini.Malam semakin larut, Nirmala terus berperang dengan pikirannya sendiri. Bahkan ia lupa, hanya
“Kamu hamil. Ayo kita pergi.” Ucap Zidan, menatap Nirmala dengan nanar. “Apa? Hamil?” Ada banyak rasa yang bergejolak dihatinya. Rasa bahagia jika memang benar sedang mengandung. Tapi, mengingat sikap Firman yang lebih mementingkan istri pertamanya, bukan tidak mungkin jika Firman akan membuanhnya.Lagi pun, akan tidak baik jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang berbeda dari kebanyakan keluarga lainnya.“Iya kamu hamil, masa kamu tidam merasakan perbedaan dalam dirimu sendiri?” Nirmalaenggeleng, menandakan ia memang tidak tahu hal itu. Meski ia merasa ada perbedaan ditubuhnya, namun ia sama sekali belum mastikan hl itu. Prasaan iba terus dirasakan pria muda ini. “Aku pikir, aku hanya asam lambung dan kelelahan saja. Jadi, aku pikir karena hal itu.” Wanita itu, tidak melanjutkan kalimatnya. “Hal itu?”“Akuu....memang belum mendapat tamu bulanan, bulan ini.” Jelas Nirmala lagi, sedikit kurang nyaman sebenarnya mengatakan hal seperti ini.“Cihhh.”Wajah Zidan terlihat
“K-kamu siapa?!” Tubuh Nirmala seketika gemetar.Begitu pintu tertutup, pria itu pun membuka topi dan masker yang ia pakai untuk menutupi wajahnya.“Zidan?!” Setelah melihat wajah pria itu, barulah Nirmala mengenali siapa sosok itu. Zidan, adalah anak pertama pak Husen. “Jangan berteriak, nanti warga akan menggerebek kita.”“Tapi, kamu mau apa kesini? Kenapa kamu bisa menemukanku?” Nirmala tak dapat menyembunyikan kepanikannya. Ia takut, jika Zidan akan menyeretnya untuk kembali pulang.Ia pun beruasaha, menarik lengan dan mendorong tubuh Zidan sekuat tenaga.“Tenanglah, aku tidak akan membawamu pulang. Apalagi menyerahkan mu pada ayah.”“A-apa?”“Nirmala tenanglah.” Zidan menatap Nirmala nanar, mata tajam milik pria itu, seketika sedikit berkaca-kaca.Meski tidak yakin akan apa yang diucapkan Zidan, tapi juga Nirmala takut jika warga sekitar akan menemukan mereka didalam. Akhirnya, ia duduk berusaha menenangkan dirinya sendiri.Saat ia menikah dengan pak Husen dulu, Zidan memang jar