"Kau baik sekali, Hera! Terima kasih, atas bantuanmu, ya!"
Wajah Aifah terlihat makin cemas memikirkan kekhawatirannya dan dia setuju dengan Hera.
"Aku tidak mau cucuku memanggil laki-laki lain dengan sebutan ‘Ayah’. Hanya anakku Reiko-lah ayahnya. Tentu saja aku tidak akan membiarkan dia membawa anak-anak itu, Hera. Kau harus membantuku dan kau harus mencari tahu lebih banyak lagi dari Reizo. Karena dia jarang sekali bercerita dan untung saja kau mencari tahu dan berada di dekatnya. Aku lebih tenang."
Hera senang dan jawaban Aifah. Ini membuat hatinya loncat-loncat kegirangan.
Sebenarnya aku tidak mendapatkan cerita itu dari Reizo. Aku cukup menelpon Alan dan bertanya langsung padanya apa yang terjadi. Dia menceritakan semuanya padaku. Bagaimana Reizo sangat perhatian dengan wanita itu dan Re
"Wah, terima kasih ya, Dokter Juna. Aku senang sekali bisa kembali ke Jakarta dan sebentar lagi bisa bertemu dengan ibuku.""Aida, kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau mereka membuatmu sulit di rumah itu?"Dua jam sebelumnya, setelah Aida meninggalkan kediaman keluarga Carlson, Aida dan Dokter Juna sudah ada di apartemen milik Reiko. Dokter Juna memang tidak langsung membawa Aida ke rumah Ratna karena masih ada yang ingin ditanyakannya."Tidak ada yang membuatku sulit di sana. Aku tidak ada masalah dengan mereka karena mereka baik padaku, menganggapku seperti anak mereka sendiri.""Iya, mereka tidak menyakiti secara fisik, tapi mungkin ada kata-kata atau sikap mereka yang membuatmu m
Kenapa cepat sekali dia datang? Mau apa lagi dia, sih?Sekitar dua jam di rumah Adiwijaya, seseorang sudah menyusul Aida.Kakek Reiko bisa tersenyum melihat cucunya yang lain, tapi tidak dengan Aida yang justru malas untuk membalikkan wajahnya sekedar pura-pura kalau dirinya tak ada masalah dengan pria itu."Hanya memastikan saja dia sampai di sini tanpa ada masalah dan sudah menyampaikan keinginannya pada Kakek.""Oh, memang sudah, Le. Tapi sebenarnya itu bukan keinginan Aida, tapi keinginan suaminya. Kembaranmu, Reiko.Aku sangat bersyukur sekali Aida masih mengingat Reiko dan mau mewujudkan keinginan suaminya."Tidak ada guna dia di sini. Aku harus mengusirnya! Cuma semakin dilanjutkan, Aida yakin sekali pembahasan ini tidak ada keuntungan bagi dirinya dan mulai curiga apa niatan Reizo."Aku sudah menjelaskan semuanya pada Kakek. Kau tidak perlu khawatir. Aku aman di sini, kau bisa kembali bekerja. Kurasa aku juga akan tinggal di sini sampai selametan tujuh bulanan berlangsung. Kake
"Ehm, Kakek, kurasa kemampuan bela dirinya Mbak Fitri itu cukup mengagumkan dan selama ini aku bersama dengannya selalu tidak ada masalah. Bagaimana kalau Mbak Fitri saja yang bersama denganku?"Aida lalu mengarahkan pandangannya pada Reizo dengan sebuah senyum penuh makna di wajahnya saat bicara."Maafkan, aku Reizo, tapi bagaimanapun kau adalah iparku dan lebih baik kalau Fitri saja yang menemaniku karena Mas Reiko pasti tidak suka kalau kau yang menemaniku di dalam kamarnya. Lagi pula selama ada di rumah orang tuamu, adikmu Kirai yang lebih banyak menemaniku. Dan kamu juga ada di dalam kamarku kalau ada adikmu Kirai. Bagaimana?"Tentu saja yang dikatakan oleh Aida ini tidak benar. Hanya dalam beberapa minggu terakhir ini saja Kirai menemaninya, tapi tak bersama Reizo. Selebihnya selama tiga bulan sebelum itu, dia terpaksa harus berdamai denga
"Ayah."Sesaat sebelumnya, setelah Dokter Juna meninggalkan kediaman Adiwijaya, dia menyapa seorang pria yang juga cukup kaget dengan kedatangannya."Kenapa tiba-tiba kamu datang, Le?""Mengantarkan Aida, Ayah. Dia ingin mewujudkan permintaan mendiang suaminya untuk membuat acara tujuh bulanan di rumah kakeknya, Adiwijaya dan kita diminta untuk menjemput Ratna, ibunya Aida." Singkat, padat, dan jelas karena memang Dokter Juna tidak suka terlalu banyak membuat drama."Apa dia ada masalah dengan keluarganya Aifah?"Benar tebakan Aida. Waluyo tidak mudah percaya begitu saja dengan yang dikatakan Dokter Juna."Aku tidak tahu, tapi aku di sini hanya diminta untuk mengantarkannya ke tempat kakeknya. Dan Reizo juga sudah datang di t
"Juna, kamu apa-apaan, sih? Ayo, cepat bangun!""Tapi sayangnya, aku nggak akan bangun, Ibu! Aku ingin Ibu mewujudkan satu keinginan kecilku ini. Aku ingin kalian berdua bahagia dan melupakan masa lalu. Jangan buat hidup kalian benar-benar hancur sampai nyawa kalian tidak lagi ada dengan jasad kalian dan kalian sama-sama tersiksa dengan perasaan yang kalian pendam satu sama lain."Ada kesempatan untuk Ibu kandung dan Ayah biologisnya untuk bersatu. Tidak ada lagi wanita yang berusaha untuk memisahkan mereka. Kehidupan mereka bisa bahagia. Ini yang dilihat oleh Dokter Juna, makanya dia berharap sekali ibunya mau mengerti."Tapi bagaimana dengan anak-anaknya?""Ibu, anak-anaknya sudah cukup besar. Mereka bisa mengurus kepentingan mereka sendiri. Lagi pula, ini adalah kebahagiaan kalian berdua. Dulu kalian memang tidak bisa bersama di saat muda, tapi bukan berarti kalian tidak bisa bersama di saat kalian sudah menua. Lihat aku, Ibu!"Ibunya tak mau mendengarkan apa yang dikatakan Dokter
[Alan!]Sementara itu di waktu yang bersamaan, Reizo yang tidak direspon oleh Alan sudah meninggikan suara batinnya dan berharap Alan segera merespon.Apa alat ini rusak, ya?"Apa temanmu itu tidak bisa memberikan kabar, Le?"Reizo sangat berpengalaman dengan alat-alat milik Alan dan biasanya suka ada errornya. Tapi sebelum dia mengambil kesimpulan apapun Adiwijaya juga sudah memanggilnya."Biasanya dia sering sekali membuat kesalahan dengan alatnya tapi yang aku tahu jaket yang kugunakan ini sudah mengalami beberapa kali uji coba dan ini salah satu alatnya yang sempurna tapi entah kenapa dia belum respon. Aku akan mencoba menghubunginya via telepon."Reizo terpaksa menjawab sebenarnya saja pada Adiwijaya sebelum dia buru-buru mengambil handphonedan di sini Aida juga sudah khawatir."Aku akan telepon Pakde Waluyo." Aida juga berinisiatif.Setahuku, Pakde Waluyo kondisinya tidak terlalu baik. Apa jangan-jangan yang bermasalah Pakde, ya?Ini yang dikhawatirkan oleh Aida. Makanya dia ter
[Tadi kau dengar sendiri, kan, bagaimana kepanikannya?]Alan bicara dengan Dokter Juna di dalam hatinya sambil tangannya mengetik sesuatu juga di layar handphone-nya.AKU BARU SAJA BANGUN. TADI MALAM BANYAK SEKALI PEKERJAANKU DAN HARI INI KAU TAHU SENDIRI, KAN? AKU TADI MINTA KAU UNTUK MENJAGA OTOKLAF KARENA AKU SUDAH KELELAHAN. HABIS ITU AKU TIDUR LAGI. KENAPA KAU REPOT SEKALI SIH, REIZO?Alan sudah senyum-senyum sambil dia membaca ulang pesan yang dikirimkannya untuk Reizo.[Haha, aku sebetulnya tak suka mengerjai orang, tapi ini untuk Aida.][Hmm, biarlah. Dia pasti panik sekali mencariku. Dia pasti juga tidak enak pada Tuan Rafael kalau Dokter Juna kenapa-napa. Hehehe.]Dokter Juna tentu saja bisa membaca apa yang Alan kirim ke Reizo melalui pikiran Alan. Keduanya memiliki komunikasi yang tidak disekat dan hanya Reizo saja yang tidak tahu kalau dia sedang dikerjai. Alan punya kemampuan untuk memilah siapa yang mendengarnya atau tidak.Apalagi sekarang dia tidak ada pembelaan karen
"Hahaha ... sungguh menggelikan.""Tak ada yang salah dengan firman Tuhanku. Dan aku percaya itu. Kau, tak akan abadi karena dunia ini hanya sementara, fana." Irsyad tidak peduli kalau dia dicemooh, tapi dia tetap pada pendiriannya dan yakin sekali apa yang dikatakannya inilah yang benar."Baiklah, tapi kuingatkan, itu hanya ada di dalam mimpimu. Tapi baiklah, aku orang yang dermawan. Aku tidak akan membuatmu bersedih. Kau bisa membunuhku dulu jika kau memang ingin membunuhku. Itu tak masalah. Aku bisa datang ke sini kapan pun setelahnya." Alexander tampak menyepelekannya. Tapi tidak dengan Irsyad yang justru sangat teguh sekali menatapnya, membuat Alan jadi khawatir.[Rafael, kenapa kau tidak bertindak? Kita harus segera membantunya.]Rafael ada di dalam dan dia melarang Alan untuk masuk. Jelas saja temannya gregetan mendengar percakapan antara Irsyad dengan musuh lama mereka. Bukankah Alexander adalah orang yang ingin ditangkap oleh Rafael? Orang yang ingin dihabisinya. Lalu kenapa
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku