Home / Romansa / Istri yang Tak Didambakan / 16. Masa lalu tak akan terulang

Share

16. Masa lalu tak akan terulang

Author: Listy Airyn
last update Last Updated: 2025-01-31 11:18:02

“Emang kamu pikir aku mau apa?” tanya Alya heran.

Bunga tak menjawab. Dia bergegas keluar kamar dan mengambil pisau buah yang ada di keranjang. Sontak saja Alya tertawa, merasa itu adalah sebuah hiburan yang tak terduga.

“Aku masih waras! Mau sehancur apa pun hidupku, nggak bakal sampai memilih jalan pintas. Jangan gila deh,” tutur Alya seraya geleng-geleng kepala.

Meski sudah mendengar hal tersebut, Bunga tetap menyimpan pisau itu untuk antisipasi dari hal buruk. Dia kembali mendekati Alya, menepuk bahu sahabatnya perlahan. Andai bisa berbagi kekuatan, pasti sudah dilakukan sejak tadi.

Sunyi. Keduanya sama-sama diam setelah obrolan yang tak jelas mana akhirnya tersebut. Hanya ada suara detik jarum jam yang seirama dengan napas keduanya.

“Sekarang tidurlah, Al. Aku akan bantu pikirkan jalan keluarnya,” kata Bunga kemudian.

Sudah lewat tengah malam, Alya masih belum bisa tidur. Entah kenapa ancaman dari Hendra terus terngiang di telinganya. Bagaimana bisa seorang ayah tega memisahkan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri yang Tak Didambakan   17. Imbas aib yang terekspos

    Tubuh Alya lemas. Dia seperti seorang manusia tanpa tulang, tidak sanggup berdiri atau sekedar menopang beban tubuhnya sendiri. Kalimat Naya terlalu menyakitkan, padahal masih anak kecil. Entah kalimat itu keluar dari pikirannya sendiri atau ada yang sudah mendoktrin Naya, yang jelas itu sangat menusuk dan tidak masuk akal.Senyum Hendra mengembang. Lelaki tersebut meminta Bu Lastri untuk membawa Naya kembali ke kamar. Setelah itu, barulah dia berjongkok di depan Alya, menatap lekat wanita yang sudah mendampinginya selama bertahun-tahun.“Kamu dengar sendiri bukan? Naya bukan hanya menolak kedatanganmu, tapi juga menolak menjadi anakmu,” kata Hendra. “Lebih baik kamu lupakan kalau pernah melahirkan Naya. Aku akan mengurus hak asuhnya di pengadilan saat perceraian kita nanti.”“Kamu nggak bisa melakukan ini, Mas. Naya itu hidupku!” seru Alya, mengumpulkan sisa kekuatan dan juga keberanian dalam diri.“Tentu saja aku bisa. Selain Naya sudah bisa memilih sendiri akan ikut dengan siapa, a

    Last Updated : 2025-02-01
  • Istri yang Tak Didambakan   18. Paksaan resign

    Alya menelan saliva susah payah melihat ekspresi HRD yang sulit dijelaskan tersebut. Meski biasanya juga tidak murah senyum dan lebih terkesan tegas, auranya masih terasa sangat positif, berbeda dengan sekarang.“Katakan saja, Bu. Insya Allah saya siap mendengarkan,” kata Alya.HRD menghela napas panjang, lalu berkata, “Berita tentang rumah tanggamu terdengar sampai direktur umum, bahkan tentang pengusiran warga. Aku tidak tau jelas siapa yang menyampaikan berita ini, yang jelas mereka adalah perwakilan dari warga dan direktur memutuskan bahwa kamu harus keluar dari perusahaan.”“Apa? Tapi nggak ada peraturan yang menyatakan masalah pribadi seperti ini akan berimbas pada pekerjaan ‘kan?” tanya Alya memastikan.“Ya, seperti yang pernah kusampaikan sebelumnya. Itu tak ada hubungannya dengan kontrak kerja, hanya saja direktur pun tak bisa menolak jika sudah bersangkutan dengan warga sekitar. Perusahaan ini bisa berdiri sampai sekarang juga atas persetujuan para warga sekitar dan ada hita

    Last Updated : 2025-02-02
  • Istri yang Tak Didambakan   19. Batu loncatan

    “Alya!”Suara tak asing terdengar mendekat. Tak lama Alya menerima pelukan hangat, seperti mempunyai seorang ibu saja.“Ibu kenapa bisa ada di sini?” tanya Alya seraya melepaskan pelukan Bu Titik. Dia ingin turun dari motor ojol dulu.“Feeling Ibu beneran terjadi,” ujar Bu Titik seraya menoleh ke ojol. “Sampai sini aja, Pak. Ini ongkosnya, makasih ya!”Ojol tersebut tampak lega mendengar ucapan Bu Titik dan segera menerima uangnya. Dia bergegas pergi karena tak mau terjerat masalah lebih panjang lagi.Selepas kepergian ojol tersebut, Bu Titik mengajak Alya masuk mobil. Rasanya tidak pantas juga bicara di pinggir jalan, apalagi kondisi Alya terlihat tidak baik-baik saja. Bu Titik bersikap layaknya orang normal, mengusap punggung Alya–memberikan rasa aman.“Kamu bisa ceritakan apa pun,” kata Bu Titik.Tadinya Alya enggan membicarakan masalah pribadinya, terlebih pada orang yang belum begitu dia kenal. Akan tetapi, rasa sesak yang memenuhi hati seolah tidak sanggup ditahan lagi. Dengan p

    Last Updated : 2025-02-05
  • Istri yang Tak Didambakan   20. Imbas medsos

    Alya melihat Andin sedang merias seorang anak–yang tak lain adalah Naya. Tampak wajah bahagia Naya karena sebelumnya selalu dilarang mengenakan make up. Entah kapan video itu diambil, yang jelas Alya merasa tak suka jika Naya tumbuh lebih cepat sebelum waktunya.Jarinya terus menggulir layar, lagi-lagi video yang tak seharusnya terlihat. Naya dengan riang berjoget bersama Andin, menikmati setiap irama yang terdengar.“Astaghfirullah! Apa-apaan ini? Kenapa Naya jadi begini?” Alya mengelus dada. Susah payah dia memberikan batasan pada Naya, mengajarkan sesuai ajaran agama agar tidak salah jalan, kini hancur hanya dalam hitungan hari. Naya hanyalah seorang anak kecil yang bahkan belum masuk masa puber. Harusnya saat ini dia belajar atau bermain dengan teman seusianya–bukan malah mengikuti trend–berjoget macam tak punya rasa malu saja. Kalau dibiarkan, semakin lama akan semakin terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak perlu.Buru-buru Alya menelpon Hendra. Jelas dia tak akan membiarkan Nay

    Last Updated : 2025-02-06
  • Istri yang Tak Didambakan   21. Lelaki pelit

    Hendra mengangguk dan tersenyum puas. Meski ada resiko yang muncul jika rencana itu dilakukan, tapi mengingat kalau dia akan mendapat banyak keuntungan rasanya tidak ada salahnya dicoba. Anggaplah dia sedang memakai jasa orang secara gratis, mengurus anak dan rumah yang sudah terbengkalai sejak kepergian Alya. “Ya udah, ayo!” kata Hendra. Andin meraih tasnya, menenteng di tangan sebelah kiri. Tangan kanannya menengadah, “Mana uangnya? Biar aku yang bayar ke kasir.” Hendra tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang putih. “Apa kamu nggak ada niat buat balik traktir aku? Kan kamu yang pilih tempat.” “Hah?” Andin menganga tak percaya mendengarnya. Baru kali ini Hendra mengatakan hal sensitif soal uang. Bukankah hal yang wajar kalau lelaki yang membayar makanan? “Ah, baiklah. Kupikir kamu ini wanita yang mandiri secara finansial,” kata Hendra seraya berdiri. Nada suara Hendra yang datar membuat Andin sedikit shock. Itu lebih terkesan seperti pemaksaan secara halus. Akan tetap

    Last Updated : 2025-02-06
  • Istri yang Tak Didambakan   22. Panggilan paling tepat

    "Kamu benar juga, Nay," kata Bu Lastri diikuti anggukan Hendra. Namun, tidak demikian dengan Andin. Bagaimana bisa seorang selebgram seperti dirinya menjadi pembantu? Dia jelas menolak dengan tegas, harga dirinya seperti terinjak-injak.Penolakan yang disertai alasan-alasan tentang reputasinya di dunia media sosial nyatanya tidak membuat Hendra berubah pikiran. Baginya itu adalah cara yang paling aman untuk saat ini demi menghindari masalah lain. Hanya ada dua pilihan, maju atau tidak sama sekali.Andin terpaksa menerima keputusan itu. Satu sisi dia menyimpan kebencian tersendiri pada Naya yang mencetuskan ide sebagai pembantu.‘Tunggu aja apa yang bisa kulakukan padamu nanti. Dasar, monster kecil sialan!’ batin wanita berkulit putih tersebut.“Bibi!” Panggilan Naya sontak membuat semuanya terkejut. Mereka menatap Naya penuh tanya, bertanya siapa yang sedang dipanggil. Naya menjelaskan dengan polosnya bahwa dia sedang memanggil Andin. Bukankah pembantu di rumah sering dipanggil deng

    Last Updated : 2025-02-07
  • Istri yang Tak Didambakan   23. Monster kecil

    "Kenapa Ayah sekamar sama Tante Andin?" Hendra terkejut. Secara refleks dia mendorong Andin hingga jatuh tersungkur ke lantai.“Sakit, Mas,” kata Andin mengeluh, mengusap pinggangnya yang nyeri. “Naya kenapa belum tidur?” Hendra mengabaikan Andin, memilih untuk menjelaskan kepada putrinya agar tidak terjadi salah paham. “Tadi Tante Andin cuma mau pinjem handuk. Katanya lupa bawa.”“Oh.” Ekspresi Naya datar. “Aku mau tidur sama Ayah.”Permintaan tak biasa dari Naya mengejutkan Hendra, begitu juga dengan Andin. Harapan untuk bisa berduaan gagal sudah jika ada Naya di sana.Andin berdiri dengan senyum dibuat-buat. Jelas dia merasa kesal, tapi tidak boleh menunjukkannya secara terang-terangan. Sebelum resmi menikah dengan Hendra, dia harus bisa berperan sebagai calon ibu yang baik. “Emang Naya biasanya tidur sama Ayah?” tanya Andin.Gelengan kepala Naya membuat Andin bertambah kesal. Jari-jarinya sampai menari di udara. Andai saja bisa, dia ingin meremas Naya untuk melampiaskan amarah

    Last Updated : 2025-02-08
  • Istri yang Tak Didambakan   24. Pilihan yang tepat

    Alya menggelengkan kepala. Rumah mendiang orang tuanya tidak boleh dijual dengan alasan apa pun. Entah bagaimana kondisi rumah itu sekarang, Alya belum sempat melihat ke sana lagi.“Apa besok aku ke sana aja ya?” Alya merebahkan tubuhnya yang terasa penat. Dia mengambil selembar uang 20.000 dari saku, upah uji coba hari ini. Dilihatnya uang yang bagi sebagian orang tidak ada arti mengingat mahalnya harga barang-barang. Dia menyadari bahwa mencari uang bukanlah perkara mudah. Uang memang bukan segalanya, tetapi tanpa uang kehidupan orang bisa saja berantakan. Mata Alya mulai terasa berat. Dia ingin mandi lebih dulu, tapi rasa penat membuatnya enggan berpindah posisi. Beberapa detik dia terpejam, tak lama terbuka kembali. Ada yang hilang dari dirinya–Naya.Air matanya langsung menetes begitu mengingat putri yang dia sayang sepenuh hati. Tidak peduli seberapa sering penolakan itu didapatnya, tapi yang namanya seorang ibu tidak akan pernah bisa membenci darah dagi

    Last Updated : 2025-02-11

Latest chapter

  • Istri yang Tak Didambakan   49. Rasa nyaman

    Naya terus menangis hingga kelelahan. Sayangnya, Hendra tidak mengetahui bagaimana kondisi putrinya karena terlalu frustasi memikirkan keuangan yang membengkak. Pulang dari bekerja, lelaki itu langsung mengurung diri di kamar dan tidak keluar lagi–seolah tak ingin bertemu dengan siapapun di rumah.***Restoran Alya semakin berkembang, setiap meja hampir selalu terisi, dan pesanan datang tanpa henti. Alya sibuk memantau operasional, memastikan semuanya berjalan lancar. Tapi di tengah kesibukan itu, pikirannya tetap tidak bisa lepas dari satu nama—Naya.Sudah beberapa hari tidak bertemu dan Alya mulai merasakan rindu yang menyakitkan. Dia ingin tahu bagaimana keadaan putrinya, apakah Naya baik-baik saja?Saat Alya tengah berdiri di dekat kasir, seorang pelayan datang dengan wajah sedikit ragu.“Bu Alya, ada tamu yang ingin bertemu.”Alya mengerutkan kening. "Siapa?"“Seorang wanita, katanya penting. Waktu saya tanya namanya siapa malah marah-marah karena nggak kenal sama dia.”Alya meng

  • Istri yang Tak Didambakan   48. Makin menjadi

    Hendra masih berdiri terpaku di tengah ruangan dengan tangan mengepal. Napasnya memburu, pikirannya berputar tanpa arah. Dia baru saja menyaksikan ibunya menjadi bahan tertawaan di media sosial, seorang wanita tua yang ditipu habis-habisan oleh kekasih online yang bahkan belum pernah dia temui secara langsung.Ini semua serasa tidak masuk akal baginya.Uang puluhan juta yang dikirimkan Bu Lastri ke lelaki asing itu bukan hanya berasal dari rekening pribadinya, tapi juga dari kartu kredit yang Hendra berikan. Wajar jika kini, kartu kredit itu tidak bisa digunakan lagi karena menyentuh limit maksimal.Dunia Hendra semakin gelap. Dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan ini kepada bank nanti. Dia harus segera mencari cara agar masalah ini tidak semakin membesar.Namun, sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, ponselnya berbunyi.Sebuah panggilan masuk–dari bank.Dengan tangan gemetar, Hendra mengangkat telepon. Suara seorang pegawai bank menyapanya dengan nada sop

  • Istri yang Tak Didambakan   47. Keuangan yang kacau

    “Gimana?” Bu Lastri memamerkan kartu yang kini ada di tangannya.“Good job!” Andin mengacungkan jempolnya dengan senyum puas. “Emang paling bisa kamu tuh cari cara. Kirain selama ini Hendra udah kasih hampir semua uang gajinya, ternyata enggak. Emang dasar anak itu perhitungan banget!” kata Bu Lastri.Andin menatap Bu Lastri lekat. Tidak sia-sia usahanya selama ini dalam mendekati Bu Lastri. Rasanya, dia tak perlu status sebagai istri kalau semua orang di rumah bisa dikendalikan seperti ini.Setelah hari itu, Hendra tidak lagi mendapat tuntutan menikah. Semua berjalan normal–hampir sama ketika ada Alya di sana. Rumah rapi, makanan tersedia di jam makan, dan yang jelas wajah tiga wanita beda usia di rumah terlihat lebih nyaman dipandang. Hendra merasa hidupnya jauh lebih tenang sekarang.Kuncinya benar-benar di uang. Itulah anggapan Hendra saat ini. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena hal yang tidak diinginkan akhirnya terjadi.---Hendra duduk di ruang kerjanya dengan ekspre

  • Istri yang Tak Didambakan   46. Kecurigaan

    “Hen–dra? Ka-kamu kok belum tidur?” tanya Bu Lastri dengan suara tergagap. Dia mencengkram bajunya dengan kuat.Hendra berjalan dengan langkah lebar, merampas ponsel yang ada di genggaman ibunya. Panggilan video yang sempat terdengar tadi sudah berakhir. Dia menatap tajam ke arah ibunya dan dengan suara lantang bertanya, “Apa yang sedang Ibu lakukan?!”“Ibu nggak ngapa-ngapain, cuma–”“Cuma apa, Bu?! Jawab!”Hendra terus menatap sang ibu. Tanpa sadar air matanya menetes. Dia bukan orang bodoh. Dia tahu apa yang sedang diperbuat oleh ibunya. Entah kenapa dia yang merasa malu. Dia bukan mau menyalahkan ibunya, tapi malah teringat dengan kesalahan yang dia perbuat sendiri. Hanya saja, dia tidak tahu alasan dari sang ibu melakukan hal tersebut. Setelah terjadi pembicaraan serius yang cukup lama, akhirnya Bu Lastri mengaku tidak sadar melakukan hal yang melanggar norma tersebut. Dia terbuai rayuan lelaki yang dikenalnya melalui media sosial. Jelas Hendra kalap. Dia mengambil kuasa atas

  • Istri yang Tak Didambakan   45. Pikiran yang semakin kacau

    Alya berdiri di depan pintu, menatap punggung kecil Naya yang berjalan menuju mobil Hendra. Hatinya terasa berat. Baru saja dia kembali merasakan kehangatan bersama putrinya, tapi waktu sudah memaksanya untuk merelakan perpisahan lagi.Naya tidak menoleh. Tidak ada lambaian tangan atau sekadar senyum perpisahan. Hanya punggung kecil yang menjauh, masuk ke dalam mobil, lalu pergi begitu saja.Alya menghela napas panjang, berusaha menenangkan dadanya yang sesak. Namun, matanya tetap terpaku pada jalan yang kini kosong, berharap keajaiban terjadi—bahwa mobil itu akan berbalik dan membawa Naya kembali ke pelukannya–tapi, tidak.Keajaiban itu tidak datang.“Jangan berdiri di situ terlalu lama.” Suara Alex terdengar dari belakang, datar seperti biasa. Baju formal sudah melekat sempurna di tubuh tingginya. “Dia pasti akan kembali lagi nanti.”Alya menoleh, menatap Alex yang kini bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada. Pria itu tampak tenang, tapi Alya tahu, meski dingin, Alex se

  • Istri yang Tak Didambakan   44. Waktu bersama

    “Bunda.”Lagi-lagi suara itu terdengar dan makin jelas. Alya memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat sosok yang dia bayangkan berdiri tak jauh dari sana Alya terdiam beberapa saat. Sejenak, waktu terasa berhenti. Dia seperti tidak ada kekuatan untuk berlari menghampiri Naya.Hendra berjalan masuk dengan langkah tenang, menyilangkan tangan di dada. “Aku tahu kamu ingin bertemu dengan Naya. Jadi, aku membawanya.”Alya tak bisa menahan diri lagi. Dia langsung berlari ke arah putrinya dan berlutut di depannya.“Naya…” suaranya bergetar.Naya menatap Alya dengan ragu. Matanya berkaca-kaca, seakan ingin memeluk ibunya, tapi ada sesuatu yang menahannya.Dia menunduk, menggigit bibirnya. Air mata sudah menggantung di pelupuk matanya.“Bunda,” suara lirihnya kembali terdengar. Dan saat itulah pertahanannya runtuh.Naya langsung melemparkan dirinya ke pelukan Alya, menangis tersedu-sedu. “Bunda, aku–”Alya memeluk putrinya erat, membiarkan air

  • Istri yang Tak Didambakan   43. Kejutan di hari spesial

    “Kalian terlalu sibuk dengan media sosial sampai lupa kalau ada anak kecil di rumah ini! Kalian boleh lupa ada aku, tapi tidak kalau itu Naya! Menyiapkan sarapan yang layak untuk Naya saja apa kalian nggak becus?!”Andin bangkit dari duduknya, wajahnya penuh kekesalan. “Kenapa sih marah-marah terus? Kalau mau Naya makan enak, kenapa nggak masak sendiri?”“Kamu pikir selama ini aku nggak pernah masak untuk anakku? Kamu yang bilang kalau ingin menjadi bagian dari keluarga ini, tapi bisa-bisanya kamu nggak peduli dengan Naya!”Andin melipat tangan di dada. “Statusku masih belum jelas, kan? Kalau aku sudah jadi istri kamu, tentu aku akan lebih bertanggung jawab, Mas. Jangan bisanya komplen ini itu, tapi lupa apa janjimu padaku!”Hendra menatap Andin tajam. “Jadi kamu sengaja tidak melakukan apa pun hanya karena belum menikah denganku?”Andin tersenyum penuh kemenangan. “Tepat sekali. Lagian kamu masih mau nunggu apalagi sih, Mas? Kamu dan Alya ‘kan udah resmi bercerai.”Hendra terdiam. Di

  • Istri yang Tak Didambakan   42. Tuntutan

    Naya hanya diam, seolah enggan untuk mendengar ucapan ayahnya. Dia tidak mau tahu apa pun tentang sang ayah yang selama ini sibuk dengan dunianya sendiri–tak peduli pada perasaannya.–Malam semakin larut, tapi Hendra masih duduk di ruang tamu dengan wajah gelap. Rasanya ada begitu banyak beban yang singgah di bahu. Namun, setidaknya dia bisa tenang karena Naya sudah tertidur setelah makan bubur buatannya. Ya, meski awalnya anak itu terlihat enggan untuk menyantapnya. Hendra sendiri merasa pikirannya terus berputar pada dua hal—Alya dan keluarganya yang kini berantakan.Dilihatnya jarum jam dinding yang terus berputar. Hari semakin malam, tapi Ibunya dan Andin belum juga pulang. Dia mengecek ponselnya, tidak ada pesan masuk. Saat ia bertanya tadi, Naya hanya mengatakan kalau Bu Lastri dan Andin pergi entah ke mana, meninggalkannya sendirian di rumah. Itu sudah cukup membuat darahnya mendidih.Bagaimana bisa mereka meninggalkan anak sekecil itu sendirian?Hendra menarik napas panjang–

  • Istri yang Tak Didambakan   41. Rasa yang sulit dijelaskan

    “Ayah, aku laper,” kata Naya. Hendra mengusap wajah kasar. Dia berjongkok mengimbangi tinggi putrinya, lalu mengusap rambut Naya pelan. Rasa bersalah yang muncul membuat emosinya seketika hilang. Setelah meminta Naya menunggu, Hendra segera ke dapur untuk membuatkan makanan seadanya. Namun, kondisi dapur yang berantakan dan tidak ada stok apa-apa membuat Hendra kembali emosi. Pada akhirnya dia mengajak Naya untuk makan di luar, tak peduli pada dua wanita dewasa di rumah itu. — Malam semakin larut, tapi Hendra tidak bisa tidur. Dia terduduk di ruang kerjanya, kepalanya tertunduk dalam, sementara segelas kopi di meja telah dingin tanpa sempat dia sentuh. Pikirannya terus berputar pada kejadian tadi. Rumah berantakan. Naya kelaparan. Andin yang cuek. Ibunya yang sibuk dengan kehidupan cintanya sendiri. Dan yang paling menghantamnya–bayangan Alya. Wanita itu dulu ada di sini. Dia yang selalu memastikan kondisi rumah rapi, memastikan Naya makan tepat waktu, memastikan segala

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status