Entah sudah berapa lama Arumi hanya diam seribu kata di dalam kantornya, bahkan setelah Bryan merapikan beberapa berkas yang tercecer hingga pecahan kaca yang berserakkan di atas lantai.Arumi masih diam, tenggelam dalam lamunan yang ia ciptakan sendiri.Sedangkan Bryan tentu melakukannya sendiri dan tidak dibantu siapapun termasuk petugas kebersihan yang bekerja di sana. Karena ia tidak mau membuat lingkungan kantor itu seketika gempar membicarakan permasalahan yang terjadi di dalam sana.Dengan begitu hati-hati Bryan menyembunyikan semua sampah dengan dibalut beberapa kantong plastik setebal mungkin agar tidak terlihat mencolok oleh petugas kebersihan"Selesai!" ucapnya sesaat setelah membuang sisa pecahan kaca dari bingkai foto yang pecah."Kenapa kamu sampai seperti ini membantuku? Padahal seharusnya kamu tinggalkan aku di sini," ujar Arumi yang akhirnya berbicara meski terdengar sarkas dan tatapan sinis.Terdengar begitu dingin dan menusuk, ucapan Arumi yang terkesan tidak peduli
Sementara itu, suasana malam di kediaman Dion masih terasa dingin dan sunyi. Bahkan terasa mencekam. Tepat setelah Shella pergi dari rumah itu, mbok Yem masih saja terlihat perihatin dengan keadaan rumah itu. Ia bahkan terus menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.Betapa tidak? Ia pikir semua permasalahan yang terjadi di sana telah usai tepat setelah perceraian Dion dan Arumi terjadi, namun ternyata sebaliknya. Berbagai masalah datang silih berganti, seperti saat ini."Hmmm, entah sampai kapan ini akan berakhir ...," gumamnya.Melihat hal itu tentu membuat suster Anna semakin penasaran, sebenarnya apa yang terjadi di rumah itu? Hingga tanpa berpikir panjang lagi suster Anna segera berjalan menghampiri mbok Yem di dekat pintu masuk masing-masing ruang pribadinya.Dengan mata menyipit suster Anna lantas bertanya, "Mbok sebenarnya tahu sesuatu, bukan? Sejauh mana?"Pertanyaan itu begitu lolos dengan mudah diiringi dengan rasa penasaran yang begitu tinggi. Tetapi alih-alih sege
Pagi itu, Shetta terbangun karena suara ketukkan pintu yang dilakukan suster pengasuhnya untuk membangunkannya."Selamat pagi, Tuan Putri!" sapa suster Anna dengan penuh keceriaan dan disambut baik oleh Shetta yang tersenyum dengan lebar."Pagi, Sus ...," sahut Shetta sembari mengucek-ngucek matanya serta menguab.Suster Anna lalu terdiam, memikirkan perkataan yang tidak membuat Shetta untuk teringat dengan ibunya. Meski itu merupakan hal yang cukup sulit karena hampir setiap pagi Shella selalu mendatangi kamar anaknya dan menyapa anak itu.Tanpa berpikir panjang lagi suster Anna segera mengajak Shetta untuk bergegas bersiap-siap.Ya! Semenjak keberadaan suster Anna di dalam rumah itu cukup membuat Shetta merasa senang karena mendapat teman bermain yang setiap saat menemaninya.Bahkan Shella merasa terbantu dengan menyiapkan beberapa keperluan sebelum Shetta berangkat ke sekolah. Seperti biasanya anak itu selalu sibuk di pagi hari dengan bergegas bersiap-siap untuk berangkat ke sekola
Klap!!Dion baru saja turun dari mobilnya yang ia parkir di depan kantornya, lelaki itu lantas bergegas memasuki gedung perusahaannya. Ia lantas memandang kawasan sekitar perusahaannya yang mulai ramai dengan hiruk pikuk para karyawan yang berlalu lalang.Tak hanya itu, cuaca pagi ini terlihat begitu cerah dengan udara segar yang seketika menyegarkan otaknya.Dion pun menarik napas panjang secara berkali-kali merasakan kesegaran itu."Baiklah, mungkin masalah ini akan terasa panjang. Tapi kuharap alam akan senantiasa menemani," batinnya.Dengan semangat yang ia pikul serta kepercaya diriannya yang cukup tinggi, ia berjalan menyusuri lobi, melewati setiap orang yang berlalu lalang dan tak jarang membalas sapaan para karyawan yang berpapasan dengannya.Hingga satu waktu ia tiba dan melewati meja sekertarisnya yang berada tak jauh dari pintu ruangannya."Selamat pagi, Pak!" sapa Siska bangkit dari duduknya seraya membungkukkan tubuhnya.Dion tentu mengangguk dan menjawab, "Pagi, Siska."
"Apa katamu!?"Dion mengangguk dengan mantap dan penuh percaya diri, bahwa ia tidak bersalah atas apa yang dilakukannya terhadap mantan istrinya."Aku sungguh-sungguh dan aku hanya menawarkan padanya tanpa memaksa," ucapnya menekankan, "Tapi apa yang terjadi? Pacarmu malah membentakku dan mengusirku begitu saja, dia juga marah-marah tidak jelas padaku."Dion terus menerus mengoceh dan membela dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, di samping itu pula Bryan mulai geram ... dan semakin geram dengan tingkah laku saudara sepupunya sendiri."Betul tidak? Apa menurutmu aku salah dan pantas mendapat perlakuan pacarmu yang arogan itu!?"Bukan main! Tidak hanya terlihat percaya diri, Dion juga kini meneriaki Arumi yang mempunyai tabiat buruk sering berkata kasar bahkan bersikap arogan padanya, tanpa ia berkaca pada diri sendiri bagaimana sikap dirinya yang sebenarnya.Semakin lama Bryan mendengarkan kata-katanya, semakin besar pula amarah yang ia dapat, telinganya terasa begitu gatal set
"Hmm, sepertinya kali ini masalahnya sedikit sulit, sudah berapa lama dia hanya duduk di sana dan melamun?" gumam Vena.Vena yang saat ini berdiri di ambang pintu, dengan memegangi nampan berisikan dua cangkir teh hangat, wanita itu terus saja dibuat penasaran dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sahabatnya, Shella.Ya! Ia masih merasa terkejut saat malam kemarin Shella mendatanginya di tempat karaoke miliknya, dengan membawa koper besar serta wajah sembab.Tanpa berkata apapun lagi, Shella segera menerjang tubuh sahabatnya dan menumpahkan segala perasaannya yang begitu hancur berkeping-keping. Hal itu sempat membuat Vena terkejut bahkan berusaha menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Tetapi bukan sebuah jawaban yang ia dapatkan namun justru hanya tangisan yang semakin kencang, memenuhi seluruh ruangan serta membuat para tamu lain bertanya-tanya.Di tengah suasana malam itu, Vena kemudian segera menutup tempat karaokenya dan lekas mengajak Shella pulang ke kediamannya yang tak jau
Di tengah matahari pagi yang menyeruak, ia terus berjalan menyusuri sebuah gang, melewati beberapa orang yang tengah berlalu lalang. Wanita itu terus berjalan dengan tatapan kosong, bahkan mengabaikan warga sekitar yang hendak menyapanya.Kakinya seakan-akan tak bisa dikontrol dan terus saja berjalan, mengabaikan beberapa suara yang terdengar meski samar-samar.Ya! Ia adalah Shella, sosok wanit yang telah pergi meninggalkan rumah istananya untuk sekadar menenangkan diri, atau mungkin tidak akan kembali? Entahlah, hanya ia sendiri yang mengetahuinya.Pikiran yang berkecamuk, serta hati yang nehitu sakit bagaikan terhunus, membuat jiwanya terguncang. Entah apa yang akan ia lakukan kini, merasa terasingkan di negeri sendiri.Shella terus berjalan hingga ia tiba di sebuah bibir gang dengan langkah kaki sedikit sempoyongan. Tepat di depannya, ia menatap jalan raya yang mulai ramai dengan berbagai kendaraan bermotor berlalu lalang di hadapannya.Beberapa kali ia menghela napas panjang seray
Siang itu, Rose kembali mendatangi kantor anak laki-lakinya dengan di antar oleh seorang supir pribadi keluarga Santoso. Wanita itu turun dari mobil dengan penampilan modis, semua benda yang melekat pada sekujur tubuhnya berasal dari branded luar negeri yang tentunya sangat terbatas.Bahkan kaca mata yang ia kenakan meruakan series keluarag terbaru dari sebuah merek ternama. Betapa tidak? Saat ini wanita itu tentu menjadi pusat perhatian seluruh penghuni perusahaan Santoso Coorporation.Semua karyawan yang berpapasan dengannya pun secara otomatis menundukkan kepalanya memberi hormat kepala istri dan ibu dari pimpinan perusahaan tersebut.Rose lalu melirik jam tangannya sembari bergumam, "Seharusnya dia sedang berada di ruangannya, karena jam makan siang sudah berakhir."Ia pun meneruskan langkahnya menghampiri petugas resepsionis. Melihat kedatangannya secara langsung mengejutkan seisi kantor terlebih petugas resepsionis itu. Ia lantas bangkit dari duduknya dan memberi salam."Selamat
Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per
Handi kini telah tiba di sebuah kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran lelaki paruh baya itu hingga ia menjalankan mobilnya dengan secepat kilat dan tiba di rumah keponakannya.Saat lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah besar tersebut seketika itu pula ia disambut oleh seorang satpam yang bekerja di rumah itu."Selamat malam, Apakah ada yang bisa saya bantu? " tanya satpam tersebut."Apakah Bryan sudah pulang?" tanya Handi sesaat setelah ia menurunkan kaca jendela mobil miliknya.Satpam itu pun menganggukan kepalanya dan kemudian menjawab, "Kebetulan sekali Tuan Bryan baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu."Mendengar itu tentu saja membuat Handi merasa lega karena dia bisa langsung menemui keponakannya di dalam rumah itu meski ia sendiri belum tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini dengan Bryan.Tanpa berlama-lama lagi satpam itu pun lekas mempersilahkan Handi untuk memasuki pekarangan rumah Bryan yang tamp
"Apa aku memang terlalu kejam? Apa aku salah karena menginginkan sesuatu yang sudah kubuang sendiri?"Pikiran itu terus menerus mengganggunya, terngiang-ngiang sampai tak dapat disingkirkan lagi.Entah mengapa, malam ini Rose terasa sulit sekali untuk tidur, ia telah pergi ke kamar mandi, minum beberapa tegukkan ari mineral, bahkan melakukan hal beberapa saat, tak membuatnya merasakan kantuk sekalipun.Rose terus saja terpikirkan beberapa hal yang selama ini mengusiknya. Bahkan sesaat setelah ia bertemu Dion dan membicarakan terkait tes DNA itu, Rose tak mampu lagi berkata apapun."Apa aku turuti saja kemauan Dion untuk melupakan hal ini?" pikirnya lagi.Hingga sesaat kemudian Rose kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak. Aku tidak boleh mundur, aku harus membuktikannya sendiri kalau dugaanku benar," ucapnya lagi.Ya! Rose memang selalu bersikeras mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan lautanpun akan ia sebrangi asalkan pada akhirnya ia mendapatkan hal tersebut.Saat ini, Ros
"Tunggu, Mas!! Aku bisa-""Diamlah, aku sudah tidak ingin mendemgarkanmu lagi," sergah Dion memotong ucapan Shella dan lekas pergi dari sana.Shella tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini, ia segera meraih tangan Dion dan menggenggamnya erat, namun seketika itu pula Dion menghempaskannya, seolah benar-benar tidak ingjn tersentuh lagi oleh Shella. Lelaki itu lekas pergi dari hadapan Shella, tetapi lagi dan lagi, sosok perempuan tiba-tiba saja muncul dan menghentikan langkah lelaki itu."Ck! Tolong minggir, aku harus pergi."Tetapi wanita itu tentu tidak mendengar dan terus berdiri tepat di hadapannya."Ada apa ini!?" tanya wanita tersebut bernada dingin, "Apa kau yang membuat kericuhan di tempatku?""Aku??" Dion kemudian berdecih lalu kembali menoleh ke belakang, "Aku hanya berniat memastikan sesuatu dan pergi, tapi lihat? Aku malah menemukan sesuatu yang menarik di sini."Vena pun terdiam, mengikuti arah pandang Dion dan menatap sosok pria bertubuh tinggu berdiri tepat di sampin