"Hmm, sepertinya kali ini masalahnya sedikit sulit, sudah berapa lama dia hanya duduk di sana dan melamun?" gumam Vena.Vena yang saat ini berdiri di ambang pintu, dengan memegangi nampan berisikan dua cangkir teh hangat, wanita itu terus saja dibuat penasaran dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sahabatnya, Shella.Ya! Ia masih merasa terkejut saat malam kemarin Shella mendatanginya di tempat karaoke miliknya, dengan membawa koper besar serta wajah sembab.Tanpa berkata apapun lagi, Shella segera menerjang tubuh sahabatnya dan menumpahkan segala perasaannya yang begitu hancur berkeping-keping. Hal itu sempat membuat Vena terkejut bahkan berusaha menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Tetapi bukan sebuah jawaban yang ia dapatkan namun justru hanya tangisan yang semakin kencang, memenuhi seluruh ruangan serta membuat para tamu lain bertanya-tanya.Di tengah suasana malam itu, Vena kemudian segera menutup tempat karaokenya dan lekas mengajak Shella pulang ke kediamannya yang tak jau
Di tengah matahari pagi yang menyeruak, ia terus berjalan menyusuri sebuah gang, melewati beberapa orang yang tengah berlalu lalang. Wanita itu terus berjalan dengan tatapan kosong, bahkan mengabaikan warga sekitar yang hendak menyapanya.Kakinya seakan-akan tak bisa dikontrol dan terus saja berjalan, mengabaikan beberapa suara yang terdengar meski samar-samar.Ya! Ia adalah Shella, sosok wanit yang telah pergi meninggalkan rumah istananya untuk sekadar menenangkan diri, atau mungkin tidak akan kembali? Entahlah, hanya ia sendiri yang mengetahuinya.Pikiran yang berkecamuk, serta hati yang nehitu sakit bagaikan terhunus, membuat jiwanya terguncang. Entah apa yang akan ia lakukan kini, merasa terasingkan di negeri sendiri.Shella terus berjalan hingga ia tiba di sebuah bibir gang dengan langkah kaki sedikit sempoyongan. Tepat di depannya, ia menatap jalan raya yang mulai ramai dengan berbagai kendaraan bermotor berlalu lalang di hadapannya.Beberapa kali ia menghela napas panjang seray
Siang itu, Rose kembali mendatangi kantor anak laki-lakinya dengan di antar oleh seorang supir pribadi keluarga Santoso. Wanita itu turun dari mobil dengan penampilan modis, semua benda yang melekat pada sekujur tubuhnya berasal dari branded luar negeri yang tentunya sangat terbatas.Bahkan kaca mata yang ia kenakan meruakan series keluarag terbaru dari sebuah merek ternama. Betapa tidak? Saat ini wanita itu tentu menjadi pusat perhatian seluruh penghuni perusahaan Santoso Coorporation.Semua karyawan yang berpapasan dengannya pun secara otomatis menundukkan kepalanya memberi hormat kepala istri dan ibu dari pimpinan perusahaan tersebut.Rose lalu melirik jam tangannya sembari bergumam, "Seharusnya dia sedang berada di ruangannya, karena jam makan siang sudah berakhir."Ia pun meneruskan langkahnya menghampiri petugas resepsionis. Melihat kedatangannya secara langsung mengejutkan seisi kantor terlebih petugas resepsionis itu. Ia lantas bangkit dari duduknya dan memberi salam."Selamat
DEJAVU!?Ya! Ini seperti devaju bagi Dion, mendengar ucapan yng sama persis dengan apa yang pernah ia dengar sebelumnya. Bahkan sepertinya baru kemarin malam ia mendengar hal itu keluar dari mulut ayahnya, Handi saat ia hendak menanyakan suatu hal terkait mantan istrinya.Dion kini dibuat tak berkutik sekalipun, kenapa ibunya bisa se-frontal itu mengatakan bahwa Shetta bukan anak kandungnya? Bahkan tanpa berpikir panjang.Kini Rose pun terdiam menunggu jawaban dari anak laki-lakinya. Ia pun terlihat begitu penasaran dengan reaksi yang akan ditunjukkan Dion."Benar begitu, Dion? Apa kau dapat merasakannya?" tanya Rose lagi.Apa yang harus Dion katakan sekarang? Bahkan ia tak tahu mana yang benar."Jawab Mama!" desak Rose dengan nada tingginya, "Apa Mama salah? Atau benar? Shetta bukan anakmu!?"Ini menyebalkan!Dion lalu mengepalkan tangannya, merasakan emosi yang begitu dalam tengah menyelimuti dirinya. Lelaki itupun menggosok-gosok wajahnya dengan kasar dan kemudian menjawab, "Ck! Ke
"K-kamu sungguh-sungguh, Shell?" tanya Vena tak percaya, "Kamu sekarang sudah lebih baik?"Dengan anggukkan penuh percaya diri, Shella pun menjawab, "Benar, aku tidak becanda. Lagi pula aku merasa bosan saja kalau hanya berdiam diri di sini."Akhirnya, kesulitan ini segera berakhir, Vena begitu senang melihat perkembangan psikis Shella yang sedikit demi sedikit mulai menunjukkan perubahan meski tak sekaligus.Hal itu cukup membuat Vena lega, karena setelah berhari-hari melihat kemurungan Shella tanpa jelas, kini akhirnya Shella mulai membuka diri dengan mengajak sahabatnya berbincang bahkan ingin pergi bersamanya.Vena pun tersenyum, menyiratkan kesenangan yang bahkan tak bisa ia ungkapkan."Ya sudah, apa kamu mau ganti baju dulu?" tawar Vena.Shella kemudian menatapi pakaian yang ia kenakan lalu menggeleng, "Tidak usah, aku pakai ini saja sudah cukup.""Tapi mungkin kau harus tetap memakai mantelmu, karena kita akan pulang larut malam nanti," timpa VenaWanita itu lekas melangkah men
Hari-hari telah berjalan dengan semestinya, kehidupan Shella pun kini jauh lebih baik dengan ikut membantu mengelola tempat karaoke milik sahabatnya. Wanita itu seolah telah menjadi pegawai tetap di tempat itu seperti dulu saat ia belum menikah, namun kali ini cukup berbeda, Shella tidak lagi menjadi pemandu lagu di sana melainkan hanya sebagai pengantar pesanan ke setiap ruangan.Ia tampak loyal, dan penuh perhatian saat melayani beberapa customer, bahkan senyuman di wajahnya tidak pernah pudar. Ya! Semua itu semata-mata ia lakukan untuk mengesampingkan beberapa permasalahan hidup yang belum tuntas bahkan masih sering menghantuinya.Begitu pula dengan Vena yang merasa senang dengan perkembangan Shella yang saat ini jauh lebih baik. Shella terlihat selalu tersenyum meski tak seperti dulu, Vena juga jarang melihat Shella sedih lagi ataupun murung."Aku sangat bersyukur akhirnya bisa melihatmu tersenyum lagi, Shea," gumamnya dalam hati.Tetapi semua itu tentu tidak berjalan sepenuhnya s
Semakin lama, Hans semakin jenuh dengan situasi saat ini. Beberapa wanita yang mengerumuninya tak berhenti menggodanya, mereka begitu aktif dan bahkan semakin berusaha untuk membuatmya terbuai.Betapa tidak? Ada yang menuangkan bir untuknya, memijat punggungnya, bahkan yang satunya lagi sibuk mencuri perhatiannya.Bahkan mereka tak segan-segan menyentuh setiap jengkal tubuh lelaki bertubuh kekar tersebut, membuat Hans mabuk berat dan jatuh dalam pelukkan mereka.Hans hanya mendengkus, sentuhan itu tak cukup membuatnya terjatuh bahkan terpancing untuk menerkam wanita-wanita itu."Diamlah ... Aku sedang tidak ingin bermain-main," ujarnya dengan nada suara tak karuan."Ck! Kau yang diam, Tampan. Biar kami yang memuaskanmu."Bukan main! Para wanita itu terlihat tak segan-segan menunjukkan kemampuan menggodanya bahkan saat Hans berusaha mengelak.Dengan penolakkan Hans justru semakin membuat mereka bersemangat untuk terus beraksi dan mengabaikan semua ocehan lelaki itu."Benar! Anda tinggal
Waktu telah menunjukkan hampir pukul 8 malam, entah berapa jam telah dihabiskan oleh Dion untuk menyibukkan diri dengan segudang pekerjaannya. Setelah pertemuannya dengan ibu dan saudara sepupu yang membuatnya terganggu, Dion kemudian memutuskan untuk melupakannya dengan terus bekerja siang dan malam.Ia rela mengambil waktu istirahat yang hanya berjalan beberapa menit, makan seperlunya, sampai-sampai mengabaikan Shetta yang hanya ditemani suster yang penuh ceria tapi kepo, serta asisten rumah tangganya yang hampir tua.Semua itu ia lakukan untuk sedikit melupakan semua persoalan yang cukup menguras tenaga dan pikirannya.Dion lelah, ingin terlepas dari masalah yang membelenggunya selama ini.Hingga ia berusaha mengalihkan perhatiannya dari semua, panggilan telepon dari Vena pun hanya tanggapi seperlunya saja."Fyuhh ... Akhirnya selesai juga kerjaanku kali ini," ujarnya sembari meregangkan tubuhnya.Dion begitu lega karena ia akhirnya bisa menyelesaikan pekerjaan yang selalu tertunda
Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per
Handi kini telah tiba di sebuah kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran lelaki paruh baya itu hingga ia menjalankan mobilnya dengan secepat kilat dan tiba di rumah keponakannya.Saat lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah besar tersebut seketika itu pula ia disambut oleh seorang satpam yang bekerja di rumah itu."Selamat malam, Apakah ada yang bisa saya bantu? " tanya satpam tersebut."Apakah Bryan sudah pulang?" tanya Handi sesaat setelah ia menurunkan kaca jendela mobil miliknya.Satpam itu pun menganggukan kepalanya dan kemudian menjawab, "Kebetulan sekali Tuan Bryan baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu."Mendengar itu tentu saja membuat Handi merasa lega karena dia bisa langsung menemui keponakannya di dalam rumah itu meski ia sendiri belum tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini dengan Bryan.Tanpa berlama-lama lagi satpam itu pun lekas mempersilahkan Handi untuk memasuki pekarangan rumah Bryan yang tamp
"Apa aku memang terlalu kejam? Apa aku salah karena menginginkan sesuatu yang sudah kubuang sendiri?"Pikiran itu terus menerus mengganggunya, terngiang-ngiang sampai tak dapat disingkirkan lagi.Entah mengapa, malam ini Rose terasa sulit sekali untuk tidur, ia telah pergi ke kamar mandi, minum beberapa tegukkan ari mineral, bahkan melakukan hal beberapa saat, tak membuatnya merasakan kantuk sekalipun.Rose terus saja terpikirkan beberapa hal yang selama ini mengusiknya. Bahkan sesaat setelah ia bertemu Dion dan membicarakan terkait tes DNA itu, Rose tak mampu lagi berkata apapun."Apa aku turuti saja kemauan Dion untuk melupakan hal ini?" pikirnya lagi.Hingga sesaat kemudian Rose kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak. Aku tidak boleh mundur, aku harus membuktikannya sendiri kalau dugaanku benar," ucapnya lagi.Ya! Rose memang selalu bersikeras mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan lautanpun akan ia sebrangi asalkan pada akhirnya ia mendapatkan hal tersebut.Saat ini, Ros
"Tunggu, Mas!! Aku bisa-""Diamlah, aku sudah tidak ingin mendemgarkanmu lagi," sergah Dion memotong ucapan Shella dan lekas pergi dari sana.Shella tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini, ia segera meraih tangan Dion dan menggenggamnya erat, namun seketika itu pula Dion menghempaskannya, seolah benar-benar tidak ingjn tersentuh lagi oleh Shella. Lelaki itu lekas pergi dari hadapan Shella, tetapi lagi dan lagi, sosok perempuan tiba-tiba saja muncul dan menghentikan langkah lelaki itu."Ck! Tolong minggir, aku harus pergi."Tetapi wanita itu tentu tidak mendengar dan terus berdiri tepat di hadapannya."Ada apa ini!?" tanya wanita tersebut bernada dingin, "Apa kau yang membuat kericuhan di tempatku?""Aku??" Dion kemudian berdecih lalu kembali menoleh ke belakang, "Aku hanya berniat memastikan sesuatu dan pergi, tapi lihat? Aku malah menemukan sesuatu yang menarik di sini."Vena pun terdiam, mengikuti arah pandang Dion dan menatap sosok pria bertubuh tinggu berdiri tepat di sampin