Arumi lantas memutar bola matanya, merasa begitu kesal dengan ucapan Dion yang bertele-tele bahkan terkesan tidak serius."Kesepakatan apa lagi maksudmu, Mas!?" desak Arumi, "Kenapa kamu tidak langsung saja memberitahuku intinya? Dan tidak harus bertele-tele seperti ini."Tetapi Dion masih saja tidak berbicara dan justru hanya terdiam dengan tatapan penuh mistery, yang lantas membuat Arumi semakin kesal bercampur takut.Kenapa pula Dion harus bersikap seperti itu? Yang terkesan ingin memperpanjang perbincangannya dengan mantan istrinya. Hingga hal itu membuat Arumi tak punya pilihan lain lagi dan lekas bergerak."Sudahlah, aku tidak punya banyak waktu apalagi untuk orang sepertimu," tukas Arumi yang kemudian meraih gagang telepon dan segera menghubungi seseorang."Hallo, keamanan? Tolong segera--"Tut, tut ....Panggilan itu tiba-tiba terputus karena Dion segera menekan tombol off.Hingga saat Arumi menyadarinya wanita itu begitu dibuat murka dengan sikap dan perilaku mantan suaminya
Tanpa berpikir panjang, Dion segera meraih paper bag itu dan keluar dari mobil. Ia ternyata bermaksud untuk kembali ke gedung itu ddengan menenteng paper bag tersebut di tangannya.Entah apakah ini ide bagus atau malah sebliknya namun Dion benar-benar tak berpikir panjang dan tidak peduli dengan respon apa yang akan ia terima nantinya, terlebih sesaat yang lalu ia telah diusir oleh Arumi."Masa bodoh saja kalau Arumi tidak mau menerimanya, karena ini pemberianku untuk Aska. Bukan untuknya," umpatnya dalam hati dengan terus melanjutkan langkahnya memasuki gedung besar berlantai tinggi tersebut.Pandangannya tak berhenti menjelajahi seluruh lobi tersebut hingga ia memusatkan pandangannya pada sebuah meja resepsionis yang terdapat dua orang petugas wanita.Sesaat kemudian saat ia melintasi meja resepsionis tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia memutar otaknya dan lantas menghampiri meja penerimaan tamu tersebut."Maaf? Apa saya bisa menitipkan ini untuk boss kalian?" tanya Dion kepada Rani d
"Kenapa Papa belum pulang juga ya, Mi?" tanya Shetta yang tengah duduk di ruang tengah sembari memeluk boneka barbie pemberian ayahnya.Shella yang sedang fokus menonton acara televisipun menoleh, "Mungkin sebentar lagi, Nak," jawabnya lalu melirik jam dinding yang sudah menunjuk angka 8, "Mungkin kerjaan papa belum selesai."Dengan hembusan napas kasar dan raut wajah cemberut Shetta kembali berkata, "Yah ... Padahal Shetta mau main bareng sama papa."Anak itu kemudian membereskan mainan yang telah ia siapkan sedari tadi. Hal itu tentu membuat Shella terenyuh, melihat sang putri yang telah menunggui ayahnya pulang hingga malam mulai larut.Untuk sesaat Shella terdiam dengan otak yang mulai berpikir dan merasa heran."Benar juga, biasanya mas Dion sudah pulang dari tadi," batinnya.Tetapi Shella tetap berusaha menghibur Shetta dan membuat anak itu tidak terlalu bosan menunggu, meski dirinya sendiri tengah mencemaskan suaminya."Sudahlah, sebentar lagi papa pulang, kok. Shetta tunggu di
Jebakkan!!Tirta berniat menjebak Dion dan menggiring lelaki itu pada sebuah pengakuan yang mungkin tengah disembunyikan olehnya."Apa kau juga merasakan hal yang sama? Perihal Askara ... Apa kau merasakan bahwa anak itu merupakan anak kandungmu, Dion?"Handi semakin dalam memancing Dion agar lelaki itu semakin terhanyut dalam pikirannya."Bukankah wajah kalian memang mirip sekali? Kau pun menyadarinya saat kalian menjalani sidang putusan perceraian kalian waktu itu," jelasnya.PIAS!!Dion begitu tersentak dengan ucapan ayahnya, ternyata Handi menyadari sikap Dion saat ia melihat wajah Askara saat itu.Entah berapa kali Dion mendapat berbagai desakkan dari ayahnya sendiri, yang tak lain untuk membiarkannya mengakui apa yang selama ini ia rasakan.Tetapi alih-alih menjawab, Dion hanya diam seribu bahasa.Kenapa pula Handi bersikeras membuat Dion mengaku? Padahal hal itu tentu tidak memberi keuntungan untuk Handi sendiri.Melihat Dion yang bahkan tidak menjawab apapun, membuat Handi sem
"Apa kamu bilang, Mas!? Cerewet!?" Shella berbalik membalas ucapan Dion dengan nada tinggi pula, "Menurutmu aku menanyakan kabarmu itu cerewet!?"Kesalnya seketika semakin membesar seakan-akan ingin meledak!Tentu saja! Shella merasa begitu kesal saat rasa cemasnya justru dibalas dengan amarah, bahkan Dion menatap istrinya seperti seorang penjahat yang dipenuhi dendam. Shella pun tidak tahu apa penyebabnya, meskipun begitu ... Dion tidak seharusnya berbuat kasar ada istrinya sendiri."Ck! Sudahlah, tidak perlu dibahas. Aku capek! Mau istirahat," tukas Dion yang tiba-tiba memotong pembicaraan.Lalu dengan santainya lelaki itu berlalu tanpa menghiraukan tatapan Shella yang sudah dipenuhi rasa kesal.Wanita itu kini mengembuskan napas kasarnya, menanggung semua amarah yang tertahan dalam benaknya. Beberapa kali wanita itu mengatur pernapasannya dan berusaha menguasai diri agar tidak berbuat gegabah."Selalu saja seperti itu," cetus Shella, "Kau selalu saja seperti ini, Mas. Pergi begitu
Entah sudah berapa lama Arumi hanya diam seribu kata di dalam kantornya, bahkan setelah Bryan merapikan beberapa berkas yang tercecer hingga pecahan kaca yang berserakkan di atas lantai.Arumi masih diam, tenggelam dalam lamunan yang ia ciptakan sendiri.Sedangkan Bryan tentu melakukannya sendiri dan tidak dibantu siapapun termasuk petugas kebersihan yang bekerja di sana. Karena ia tidak mau membuat lingkungan kantor itu seketika gempar membicarakan permasalahan yang terjadi di dalam sana.Dengan begitu hati-hati Bryan menyembunyikan semua sampah dengan dibalut beberapa kantong plastik setebal mungkin agar tidak terlihat mencolok oleh petugas kebersihan"Selesai!" ucapnya sesaat setelah membuang sisa pecahan kaca dari bingkai foto yang pecah."Kenapa kamu sampai seperti ini membantuku? Padahal seharusnya kamu tinggalkan aku di sini," ujar Arumi yang akhirnya berbicara meski terdengar sarkas dan tatapan sinis.Terdengar begitu dingin dan menusuk, ucapan Arumi yang terkesan tidak peduli
Sementara itu, suasana malam di kediaman Dion masih terasa dingin dan sunyi. Bahkan terasa mencekam. Tepat setelah Shella pergi dari rumah itu, mbok Yem masih saja terlihat perihatin dengan keadaan rumah itu. Ia bahkan terus menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.Betapa tidak? Ia pikir semua permasalahan yang terjadi di sana telah usai tepat setelah perceraian Dion dan Arumi terjadi, namun ternyata sebaliknya. Berbagai masalah datang silih berganti, seperti saat ini."Hmmm, entah sampai kapan ini akan berakhir ...," gumamnya.Melihat hal itu tentu membuat suster Anna semakin penasaran, sebenarnya apa yang terjadi di rumah itu? Hingga tanpa berpikir panjang lagi suster Anna segera berjalan menghampiri mbok Yem di dekat pintu masuk masing-masing ruang pribadinya.Dengan mata menyipit suster Anna lantas bertanya, "Mbok sebenarnya tahu sesuatu, bukan? Sejauh mana?"Pertanyaan itu begitu lolos dengan mudah diiringi dengan rasa penasaran yang begitu tinggi. Tetapi alih-alih sege
Pagi itu, Shetta terbangun karena suara ketukkan pintu yang dilakukan suster pengasuhnya untuk membangunkannya."Selamat pagi, Tuan Putri!" sapa suster Anna dengan penuh keceriaan dan disambut baik oleh Shetta yang tersenyum dengan lebar."Pagi, Sus ...," sahut Shetta sembari mengucek-ngucek matanya serta menguab.Suster Anna lalu terdiam, memikirkan perkataan yang tidak membuat Shetta untuk teringat dengan ibunya. Meski itu merupakan hal yang cukup sulit karena hampir setiap pagi Shella selalu mendatangi kamar anaknya dan menyapa anak itu.Tanpa berpikir panjang lagi suster Anna segera mengajak Shetta untuk bergegas bersiap-siap.Ya! Semenjak keberadaan suster Anna di dalam rumah itu cukup membuat Shetta merasa senang karena mendapat teman bermain yang setiap saat menemaninya.Bahkan Shella merasa terbantu dengan menyiapkan beberapa keperluan sebelum Shetta berangkat ke sekolah. Seperti biasanya anak itu selalu sibuk di pagi hari dengan bergegas bersiap-siap untuk berangkat ke sekola
Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per
Handi kini telah tiba di sebuah kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran lelaki paruh baya itu hingga ia menjalankan mobilnya dengan secepat kilat dan tiba di rumah keponakannya.Saat lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah besar tersebut seketika itu pula ia disambut oleh seorang satpam yang bekerja di rumah itu."Selamat malam, Apakah ada yang bisa saya bantu? " tanya satpam tersebut."Apakah Bryan sudah pulang?" tanya Handi sesaat setelah ia menurunkan kaca jendela mobil miliknya.Satpam itu pun menganggukan kepalanya dan kemudian menjawab, "Kebetulan sekali Tuan Bryan baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu."Mendengar itu tentu saja membuat Handi merasa lega karena dia bisa langsung menemui keponakannya di dalam rumah itu meski ia sendiri belum tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini dengan Bryan.Tanpa berlama-lama lagi satpam itu pun lekas mempersilahkan Handi untuk memasuki pekarangan rumah Bryan yang tamp
"Apa aku memang terlalu kejam? Apa aku salah karena menginginkan sesuatu yang sudah kubuang sendiri?"Pikiran itu terus menerus mengganggunya, terngiang-ngiang sampai tak dapat disingkirkan lagi.Entah mengapa, malam ini Rose terasa sulit sekali untuk tidur, ia telah pergi ke kamar mandi, minum beberapa tegukkan ari mineral, bahkan melakukan hal beberapa saat, tak membuatnya merasakan kantuk sekalipun.Rose terus saja terpikirkan beberapa hal yang selama ini mengusiknya. Bahkan sesaat setelah ia bertemu Dion dan membicarakan terkait tes DNA itu, Rose tak mampu lagi berkata apapun."Apa aku turuti saja kemauan Dion untuk melupakan hal ini?" pikirnya lagi.Hingga sesaat kemudian Rose kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak. Aku tidak boleh mundur, aku harus membuktikannya sendiri kalau dugaanku benar," ucapnya lagi.Ya! Rose memang selalu bersikeras mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan lautanpun akan ia sebrangi asalkan pada akhirnya ia mendapatkan hal tersebut.Saat ini, Ros
"Tunggu, Mas!! Aku bisa-""Diamlah, aku sudah tidak ingin mendemgarkanmu lagi," sergah Dion memotong ucapan Shella dan lekas pergi dari sana.Shella tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini, ia segera meraih tangan Dion dan menggenggamnya erat, namun seketika itu pula Dion menghempaskannya, seolah benar-benar tidak ingjn tersentuh lagi oleh Shella. Lelaki itu lekas pergi dari hadapan Shella, tetapi lagi dan lagi, sosok perempuan tiba-tiba saja muncul dan menghentikan langkah lelaki itu."Ck! Tolong minggir, aku harus pergi."Tetapi wanita itu tentu tidak mendengar dan terus berdiri tepat di hadapannya."Ada apa ini!?" tanya wanita tersebut bernada dingin, "Apa kau yang membuat kericuhan di tempatku?""Aku??" Dion kemudian berdecih lalu kembali menoleh ke belakang, "Aku hanya berniat memastikan sesuatu dan pergi, tapi lihat? Aku malah menemukan sesuatu yang menarik di sini."Vena pun terdiam, mengikuti arah pandang Dion dan menatap sosok pria bertubuh tinggu berdiri tepat di sampin